BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penurunan moral dalam diri masyarakat terlihat semakin nyata akhirakhir

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. cinta kasih, dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders)

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

PENDIDIKAN KARAKTER DALAMKELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. dampak bagi gaya hidup manusia baik positif maupun negatif. Di sisi lain kita

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia

BAB I PENDAHULUAN. pribadi dalam menciptakan budaya sekolah yang penuh makna. Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. didik, sehingga menghasilkan peserta didik yang pintar tetapi tidak

ETIKA DAN MORAL dalam Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, oleh karena itu setiap individu yang terlibat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Problem kemerosotan moral akhir-akhir ini menjangkit pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. sekarang merupakan persoalan yang penting. Krisis moral ini bukan lagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan Islam menurut Suyanto (2008: 83) adalah terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan karakter (character building) generasi bangsa. Pentingnya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertumbuhan budi pekerti tiap-tiap manusia. Orang tua dapat menanamkan benih

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kunci utama dalam terlaksananya

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh

Oleh: Dr. Marzuki Universitas Negeri Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus sebagai ujung tombak berdirinya nilai-nilai atau norma. mengembangkan akal manusia, mengingat fungsi pendidikan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), hlm Jamal Ma ruf Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Sesederhana apapun peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengubah perilaku

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan harus berkarakter dan berpijak dari karakter dasar manusia dari nilai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. lawan jenis, menikmati hiburan di tempat-tempat spesial dan narkoba menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHUHUAN. solusinya untuk menghindari ketertinggalan dari negara-negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa juga sekaligus meningkatkan harkat dan. peningkatan kehidupan manusia ke arah yang sempurna.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I ini, akan memaparkan beberapa sub judul yang akan digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

BAB I PENDAHULUAN. generasi yang cerdas dan berkarakter. Demikian pula dengan pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam Undang-undang nomor 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan budaya dan karakter bangsa merupakan isu yang mengemuka di

BAB 1 PENAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

PENGEMBANGAN KARAKTER KEMANDIRIAN MELALUI PRORGAM BOARDING SCHOOL (Studi Kasus Pada Siswa Di MTs Negeri Surakarta 1 Tahun Pelajaran 2013/2014)

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. didik kurang inovatif dan kreatif. (Kunandar, 2007: 1)

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini dilanda era informasi dan globalisasi, dimana pengaruh dari

BAB I PENDAHULUAN. dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus

BAB 1 PENDAHULUAN. murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.ada

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana tertuang dalam. Undang Undang No 2/1989 Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas

PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

2016 ANALISIS POLA MORAL SISWA SD,SMP,SMA,D AN UNIVERSITAS MENGENAI ISU SAINS GUNUNG MELETUS D ENGAN TES D ILEMA MORAL

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Kewarganegaraan ROSY HANDAYANI A.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyengsarakan orang lain bahkan bangsa lain. Oleh karena itu perlu mengolah

BAB I PENDAHULUAN. bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan. mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan Sistem

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping

BAB I PENDAHULUAN. demokratis senantiasa memberi perhatian terhadap pendidikan melalui regulasi yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. dijelaskan secara jelas pada uraian berikutnya.

BAB I PENDAHULUAN. yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penurunan moral dalam diri masyarakat terlihat semakin nyata akhirakhir ini. Sangat ironis bahwa penurunan tersebut terjadi di setiap lapisan masyarakat, mulai dari generasi muda hingga pada elite negeri ini. Kondisi ini menjadikan banyak pihak untuk menyalahkan, menyudutkan, dan juga melontarkan berbagai macam kritikan terhadap dunia pendidikan Indonesia. Hal ini bukan suatu hal yang berlebihan karena pada dasarnya, pendidikan merupakan salah satu elemen penting bagi pembentukan karakter individu, seperti pembentukan perilaku dan cara pandang. Dalam segala sendi kehidupan, perilaku manusia atau akhlak menjadi sebuah indikator utama dalam keberlangsungan kehidupan yang lain. Manusia yang berakhlak baik akan menjadikan kehidupannya lebih tertata dan teratur sesuai dengan aturan agama maupun Undang-undang. Menurut Rahmat Djatmika (1996), kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia mempunyai tempat terpenting, baik sebagai individu maupun bermasyarakat dan berbangsa. Hal ini tidak lain karena jatuh dan bangunnya, sejahtera atau rusaknya sebuah negara dan masyarakat bergantung pada bagaimana akhlak manusia yang hidup di dalamnya. Akhlak yang baik akan menciptakan kesejahteraan, kemakmuran, dan keteteraman sebuah bangsa. 1

2 Akan tetapi, akhlah individu yang buruk akan menjadikan kerusuhan dan kehancuran sebuah bangsa. Generasi yang berakhlak mulia menjadi sebuah salah satu tujuan utama dalam tujuan pendidikan Indonesia. Dasar dari tujuan tersebut termuat dalam UU no. 20 tahun 2003, bab II pasal 3 mengenai fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Dalam Undang-undang tersebut disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berpijak pada tujuan nasional tersebut, sudah menjadi sebuah keharusan bagi dunia pendidikan nasional untuk mampu mewujudkannya. Bukan hal yang berlebihan apabila pembentukan akhlak mulia pada diri anak didik dijadikan sebagai sebuah tujuan utama pelaksanaan praktik pendidikan di Indonesia. Ini dapat diawali dengan memberikan kesadaran pada diri para pendidik mengenai urgensi hal tersebut. Selanjutnya, pelaksanaan pendidikan perlu disertai dengan penguatan nilai-nilai agama. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbesar. Dengan kondisi tersebut, nilai-nilai Islam dapat diterapkan sebagai salah satu upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut di atas. Penerapan nilai-nilai Islam di dalam pelaksanaan pendidikan nasional

3 diharapkan mampu memberikan penguatan dan memberikan kontribusi yang besar terhadap pembentukan akhlak mulia peserta didik. Penerapan tersebut dapat dilakukan dengan mengintegrasikan materi-materi pembelajaran dengan nilai-nilai Islam. Sebagai contoh dengan menyisipkan materi-materi akhidah dan syariah. Persepsi tersebut di atas muncul sebagai salah satu solusi yang dapat ditawarkan berdasar pada kompleksnya permasalahan yang terjadi di pendidikan nasional. Permasalahan ini dapat dilihat dari terjadinya kemunduran akhlak pada diri peserta didik dan bahkan pada diri pendidik. Kenyataan tersebut diperkuat dengan adanya berbagai macam pemberitaan mengenai berbagai macam pelanggaran, mulai dari pelanggaran asusila hingga hal yang berbau kriminal yang turut memberikan sumbangan noda hitam bagi dunia pendidikan nasional. Selain itu, juga dapat dilihat pada perilaku yang ditunjukkan oleh para elite negeri ini yang tidak sedikit pula melakukan berbagai penyimpangan, baik agama, hukum, maupun sosial. Ada berbagai bentuk dan contoh nyata berbagai penyimpangan yang terjadi di Indonesia. Penyimpangan yang dilakukan oleh remaja yang notabene masih berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa, antara lain bolos pada jam sekolah, merebaknya geng motor yang pada akhirnya banyak terjadi kebutkebutan di jalanan, minum minuman keras, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, hingga pada tindakan asusila. Penyimpangan yang terjadi pada elite pun tidak jauh berbeda, misalnya tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme yang

4 makin merebak di segala lini, perebutan kekuasan, dan tindakan asusila pun tidak luput menjangkiti diri para elite. Indikator lain dari penurunan perilaku ini adalah sopan santun individu yang mulai berkurang. Sopan santun ini dilihat pada perilaku dan bahasa yang digunakan. Perilaku menghargai dan kata-kata halus dari individu kini menjadi sebuah barang mewah dalam kehidupan sehari-hari. Individu cenderung mementingkan dirinya sendiri dan mengabaikan kepentingan orang lain. Individu juga cenderung mengabaikan perasaan orang lain dan mengartikan kebebasan berpendapat adalah kebebasannya untuk berpendapat apapun dengan mengabaikan orang lain. Apabila dilihat lebih dalam, permasalahan tersebut tidak sepenuhnya disebabkan oleh remaja atau anak tetapi lebih dari itu. Pendidikan yang anakanak terima baik dari sekolah maupun yang ditanamkan di dalam keluarga perlu kita koreksi lebih dalam. Sebenarnya banyak dari anak-anak atau remaja yang melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut justru mereka yang berasal dari latar belakang keluarga dan latar pendidikan yang bagus tetapi banyak dari mereka yang justru keluar dari garis-garis keteraturan sosial. Perlu kita memahami bagimana pendidikan yang disampaikan kepada anak-anak ini menempatkan pada pemahaman dan porsi yang tepat yang bisa diterima oleh anak. Banyak kasus yang berseberangan dengan teori serta konsep yang dikemukakan oleh para ahli dan tokoh pendidikan maupun tokoh psikologi

5 tentang konsep pendidikan yang sesuai dengan pemahaman dan porsi yang pas bagi anak. Pembinaan keimanan dan taqwa di sekolah bukan hanya tanggung jawab guru agama. Setiap komponen dalam pendidikan harus ikut bertanggung jawab secara serius agar tercipta satu kondisi yang memungkinkan terintegrasinya nilai-nilai keimanan dan ketakwaan dalam setiap proses pembelajaran. Setiap guru bidang studi hendaknya tidak hanya mengajarkan bidang studinya, namun juga harus mampu mengintegrasikan nilai-nilai keimananan dan ketakwaan dalam setiap proses pembelajaran tersebut. Pendidikan merupakan proses internalisasi budaya ke dalam diri individu dan masyarakat menjadi beradab. Selain proses internalisasi pendidikan juga sebuah metamorfosa berbagai macam potensi yang sudah ada, dengan harapan dapat berkembang dengan baik serta bermanfaat bagi individu dan masyarakat. (Parawansa, 2012: 1). Dengan demikian, pembinaan keimanan dan ketakwaan terintegrasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian halnya dengan integrasi nilai imtaq (iman dan taqwa) dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Pengintegrasian nilai-nilai keimanan dan taqwa ke dalam mata pelajaran merupakan salah satu aspek dari pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa

6 (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ekstra kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Menurut Lickona (1992), karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Hal ini dikemukakan oleh Lickona sebagai berikut: Character as a reliable inner disposition to respond to situation in a morraly good way, character so conceived has three interelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior (Lickona, 1991). Berdasarkan tujuan pendidikan nasional, maka pendidikan karakter adalah suatu program pendidikan (sekolah dan luar dekolah) yang mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan memerhatikan pertimbangan psikologis untuk pertimbangan pendidikan. Tujuan pendidikan karakter adalah mengajarkan nilai-nilai tradisional tertentu, nilai-nilai yang diterima secara luas sebagai landasan

7 perilaku yang baik dan bertanggung jawab. Nilai-nilai ini juga digambarkan sebagai perilaku moral, Zuhdi (2012). Pendidikan karakter selama ini baru dilaksanakan pada jenjang pendidikan pra sekolah/madrasah (taman kanak-kanak atau raudhatul athfāl). Sementara pada jenjang sekolah dasar dan seterusnya kurikulum di Indonesia masih belum optimal dalam menyentuh aspek karakter ini, meskipun sudah ada materi pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan, Rohmat Mulyana ( 2004).. Padahal jika Indonesia ingin memperbaiki mutu sumber daya manusia dan segera bangkit dari ketinggalannya, maka Indonesia harus merombak sistem pendidikan yang ada, antara lain memperkuat pendidikan karakter. Di sisi lain pendidikan karakter pada anak usia dini, dewasa ini sangat di perlukan di karenakan saat ini Bangsa Indonesia sedang mengalami krisis karakter dalam diri anak bangsa. Karakter di sini adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, bepikir, bersikap dan bertindak. Kebajikan tersebut berupa Sejumlah nilai moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, hormat pada orang lain, disiplin, mandiri, kerja keras, kreatif. Pendidikan karakter di nilai sangat penting untuk di mulai pada anak usia dini karena pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur. Nilai-nilai positif dan yang seharusnya dimiliki

8 seseorang menurut ajaran budi pekerti yang luhur tersebut perlu diinternalisasikan sejak dini. Batasan pendidikan yang dibuat para ahli tampak begitu beraneka ragam dan kandungannya juga berbeda antara yang satu dengan yang lain. Pendidikan selalu dapat dibedakan menjadi teori dan praktek, teori pendidikan adalah pengetahuan tentang makna dan bagaimana seyogyanya pendidikan itu dilaksanakan. Sedangan praktek adalah tentang pelaksanaan pendidikan secara konkretnya. Teori dan praktek itu seyogyanya tidak dipisahkan, siapa yang berkecimpung di bidang pendidikan sebaiknya menguasai kedua hal itu Sagala (2006). Berdasarkan uraian di atas, membuat penulis merasa termotivasi untuk mengkaji akhlak siswa dan internalisasi nilai-nilai Islam untuk pembentukan akhlak dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SD Muhammadiyah 16 Karangasem, Laweyan, Surakarta. SD Muhammadiyah 16 Karangasem Laweyan Surakarta sebagai lembaga formal ingin menanamkan sejak dini ajaran Islam lewat internalisasi nilai-nilai Islam kepada para siswanya melalui kegiatan berbagai kegiatan. Tentu saja hal ini sangat baik ditanamkan kepada para siswa dengan pembiasaan ataupun dengan keteladanan maka akan melekat pada diri mereka untuk selalu menjalankan ajaran Islam dan menjadi hamba Allah sesuai dengan ketentuan Al-Qur an dan Sunnah nabi.

9 B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, fokus penelitian ini Bagaimana internalisasi nilai- nilai Islam untuk pembentukan akhlak dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Muhammadiyah 16 Karangasem, Laweyan, Surakarta?. Fokus penelitian tersebut dirinci menjadi lima subfokus. 1. Bagaimana perencanaan proses internalisasi nilai-nilai Islam untuk pembentukan akhlak dalam pembelajaran Bahasa Indonesia? 2. Bagaimana pengorganisasian proses internalisasi nilai-nilai Islam untuk pembentukan akhlak dalam pembelajaran Bahasa Indonesia? 3. Bagaimana pelaksanaan proses internalisasi nilai- nilai Islam untuk pembentukan akhlak dalam pembelajaran Bahasa Indonesia? 4. Bagaimana evaluasi proses internalisasi nilai- nilai Islam untuk pembentukan akhlak dalam pembelajaran Bahasa Indonesia? 5. Apa yang menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat dalam proses internalisasi nilai- nilai Islam untuk pembentukan akhlak dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Muhammadiyah 16 Karangasem, Laweyan, Surakarta? C. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini ada lima tujuan yang ingin dicapai. 1. Untuk mendeskripsikan perencanaan proses internalisasi nilai-nilai Islam untuk pembentukan akhlak dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.

10 2. Untuk mendeskripsikan pengorganisasian proses internalisasi nilai-nilai Islam untuk pembentukan akhlak dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. 3. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan proses internalisasi nilai- nilai Islam untuk pembentukan akhlak dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. 4. Untuk mendeskripsikan evaluasi proses internalisasi nilai- nilai Islam untuk pembentukan akhlak dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. 5. Untuk mendeskripsikan faktor pendukung dan faktor penghambat dalam proses internalisasi nilai- nilai Islam untuk pembentukan akhlak dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Muhammadiyah 16 Karangasem, Laweyan, Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Studi ini memberikan sumbangan kepada bidang pendidikan Bahasa Indonesia, terutama pada layanan perencanaan pembelajaran bahasa Indonesia. b. Kajian kemungkinan pembinaan dan pengembangan iman dan taqwa merupakan bagian dari kegiatan preventif dan kuratif terhadap fenomena saat ini dan antisipasi masa mendatang. Disadari bahwa perkembangan dunia global bukan hanya menghasilkan produktivitas manusia dalam mempermudah cara hidupnya, namun telah berakibat buruk terhadap pola dan tata hubungan kemanusiaan.

11 c. Bahasa sebagai alat komunikasi memegang peranan penting dalam hubungan antar manusia, hubungan dengan Tuhannya dan bagaimana menghasilkan sebuah produk dalam dirinyaagar lebih bermanfaat dengan produktifitas tutur kata, tindakan dan sebuah prestasi. 2. Manfaat praktis a. Studi ini memberikan sumbangan kepada lembaga pendidikan maupun sekolah dengan muatan pendidikan agama Islam dominan dan kepada guru/calon guru. b. Lembaga pendidikan maupun sekolah dapat memanfaatkan hasil studi ini untuk mengembangkan kompetensi para calon/guru dibidang perencanaan pembelajaran. c. Kompetensi dalam bidang perencanaan pembelajaran dengan sistem pengembangan nilai-nilai agama merupakan kebutuhan yang sangat mendesak melihat fenomena kemerosotan sumber daya manusia di negara kita ini.