I. PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong perkembangan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1967, merek merupakan karya intelektual yang memiliki peranan

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945, diarahkan untuk meningkatkan hukum bagi

BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI

I. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif,

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

BAB I PENDAHULUAN. yang positif yang salah satunya meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. mempunyai ciri dan sifat khusus, karena anak merupakan titipan dari Tuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di

I. PENDAHULUAN. budayanya. Meskipun memiliki banyak keberagaman bangsa Indonesia memiliki

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

I. PENDAHULUAN. dengan aturan hukum yang berlaku, dengan demikian sudah seharusnya penegakan keadilan

I. PENDAHULUAN. bangsa, namun pada jaman globalisasi seperti sekarang ini terdapat banyak faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

I. PENDAHULUAN. karena itu sering timbul adanya perubahan-perubahan yang dialami oleh bangsa

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP)

I. PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan nasional yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

BAB I PENDAHULUAN. bidang teknologi informasi dan komunikasi, pers telah memberikan andil yang

tertolong setelah di rawat RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo, kota Mojokerto. 1

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

I. PENDAHULUAN. dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis,

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa

I. PENDAHULUAN. dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum. dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 amandemen keempat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

I. PENDAHULUAN. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

BAB IV ANALISIS STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEDOFILIA

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong perkembangan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih modern, karena penggunaan teknologi selalu mempengaruhi pola pikir dan gaya hidup masyarakat. Suatu teknologi pada dasarnya diciptakan untuk peningkatan kualitas hidup dan mempermudah aktivitas manusia menjadi lebih efektif dan efisien. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa selain memiliki sisi positif, teknologi juga memiliki sisi negatif. Bahkan dalam berbagai kajian penelitian, kemajuan teknologi menunjukkan korelasi yang positif terhadap meningkatnya angka kriminalitas, misalnya dalam penggunaan komputer. Sikap ketergantungan, keteledoran, kekurangpahaman atau kesengajaan dalam menggunakan komputer akan menimbulkan dampak negatif, bilamana tidak diimbangi dengan sikap mental dan sikap tindak positif. Salah satu hasil kemajuan teknologi informasi yang diciptakan pada akhir abad ke-20 adalah Internet. Teknologi internet membawa manusia pada peradaban baru, dimana terjadi perpindahan realitas kehidupan dari aktivitas nyata ke aktivitas maya ( virtual) yang disebut dengan istilah cyberspace. Perkembangan teknologi informasi tidak saja mampu menciptakan dunia global, namun juga telah mengembangkan ruang gerak kehidupan baru bagi masyarakat, yaitu

2 kehidupan masyarakat maya ( cybercommunity). Cybercommunity adalah sebuah kehidupan masyarakat manusia yang tidak dapat secara langsung diindera melalui penginderaan manusia, namun dapat dirasakan dan disaksikan sebagai sebuah realitas4. Dalam masyarakat maya, metode kehidupannya tidaklah jauh berbeda dengan kehidupan nyata, ada proses sosial, interaksi sosial, kontrol sosial, komunikasi, membangun kebudayaan, bahkan pengembangan sistem kejahatan dan lain-lain. Teknologi informasi sebagai mana disebutkan di atas telah banyak dimanfaatkan oleh para konsumen sebagai sarana untuk memperlancar penyampaian informasi, bisnis, dan tidak jarang teknologi tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan yang melanggar hukum yang ada, terutama yang berkaitan dengan pornoaksi dan pornografi. Pelanggaran hukum di bidang pornografi dan pornoaksi diantaranya ditandai dengan kian maraknya peredaran video porno yang penyebarannya tak hanya melalui keping-keping VCD (video compast disc), tetapi kini telah mengalami perkembangan yang semakin canggih, hanya dengan Bluetooth atau download langsung dari internet, sudah bisa mendapatkan video yang di inginkan. Peredaran video porno di wilayah Bandar Lampung dilakukan dengan cara face to face melalui penawaran secara langsung kepada konsumen yang sebelumnya diobservasi terlebih dahulu apakah calon pembeli mencari video porno atau tidak. (http//:www.detikcom.com22102012).

3 Kegiatan yang dilakukan oleh pelaku benar-benar terselubung dan berbagai cara dilakukan untuk mengelabui aparat penegak hukum, dan untuk menyamarkan kegiatan yang dilakukan, maka para penjual selalu mengubah-ubah cara penjualan kepada konsumen, termasuk lokasi penjualannya yang kini lebih terselubung yaitu dilakukan di tempat penjualan telepon genggam. Jika sudah menjadi pelanggan, penjualan dilakukan melalui komunikasi handphone, dan lain-lain. Selain mudah untuk dipasarkan, penjualan video ini cenderung diminati terutama oleh kalangan remaja dan tidak jarang dibeli oleh pasangan keluarga. Jaringan penjualan VCD porno sangat rapi, bahkan ada yang sudah menjadi pelanggan tetap. Konsumen seperti ini biasanya sudah mencapai tahap gandrung dan sudah menjadi kebiasaan buruk bila ditinjau dari aspek psychologis. Bila dikaji dari aspek yuridis, fenomena tersebut di atas merupakan perilaku menyimpang yang melanggar hukum negara. Berdasarkan Pasal 282 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dinyatakan : Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam ayat 1 sebagai pencarian atau kebiasaan, dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak tujuh puluh ribu rupiah. Pasal 282 ayat (1) KUHPidana : Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, ataupun barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin, memasukkan ke dalam negeri, meneruskan mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan, atau menunjuk sebagai bisa diperoleh, diancam, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga

4 bahwa tulisan, gambaran atau benda itu melanggar kesusilaan, dengan pidana paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Uraian pasal tersebut telah memberikan gambaran bahwa penjualan video porno sebagaimana diuraikan di atas sungguh telah melanggar hukum dan merupakan perbuatan kriminal. Permasalahan pornografi dan pornoaksi telah dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang ( RUU) yang telah disahkan oleh DPR-RI pada tanggal 30 Oktober 2008. Telah diundangkan ke dalam Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Pornoaksi. Disamping itu dengan disahkannya RUU tersebut oleh DPR-RI telah mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia. Pengesahan RUU menjadi UU tersebut dianggap oleh sebagian masyarakat yang kontra sebagai kebijakan yang melanggar hak azasi manusia dan merampas kemerdekaan dalam berekspresi. Sebenarnya UU Pornografi itu niatnya baik, untuk memerangi pornografi yang memang marak di masyarakat, banyak sudah pemuda berbuat mesum setelah menonton video porno yang dijual bebas, kasus hamil di luar nikah dan aborsi yang akhir-akhir ini dilakukan oleh remaja putri. Lebih mengenaskan lagi, justru perbuatan yang tak pantas dikonsumsi publik itu beredar bebas di masyarakat. Maka dalam hal inilah penulis ingin mengungkap lebih dalam, bagaimana fungsi penegak hukum kita dalam menangani/menghukum pelaku penyebaran video porno seperti dalam Kasus Penjualan Video Porno dengan Studi Putusan No. 63/Pid/B/2009/PN.TK yang dilakukan oleh JAMAL SAPUTRA beralamat di Jalan Tengku Umar Gg. Singa Kedaton telah ditahan sejak tanggal 11 November

5 2008 karena terbukti menyiarkan, mempertunjukan, menjual dan melanggar kesusilaan dituntut dengan tuntutan Jaksa selama 8 bulan penjara, potong masa tahanan dan dijatuhkan pidana penjara selama 5 bulan oleh Pengadilan Kelas I.A Tanjung Karang. Semakin sempitnya lapangan pekerjaan, besarnya tingkat pengangguran, dan kebutuhan ekonomi yang terus menjepit, memaksa para penjual video porno ini menghalalkan segala cara untuk mendapatkan rupiah dengan mudah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan alasan-alasan itulah, terkadang para pelaku tindak pidana tersebut menutup mata dan telinga ketika moral anak bangsa perlahan rusak dan menjadi tak beradab, yang lambat laun akan merusak moral bangsa. Padahal perbuatan pelaku ini dikategorikan kejahatan besar karena sudah merusak moral generasi muda dan tentunya merugikan bagi pihak-pihak orang tua yang anaknya menjadi korban tayangan video yang patutnya bukan untuk konsumsi yang wajar, yang secara moral dan agama dilarang. Untuk itu kiranya Hakim dan Jaksa Penuntut Umum mempunyai pertimbangannya sendiri yang kiranya sesuai dan dapat memberikan efek jera bagi si pelaku. Berdasarkan hubungan korelatif di atas, penulis menganggap penting untuk mengangkat Permasalahan ini ke dalam sebuah skripsi yang berjudul Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Penjualan Video Porno.

6 B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimanakah Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Penjualan Video Porno? b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Penjualan Video Porno? 2. Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada kajian ilmu hukum pidana dan hukum acara pidana, terutama pada pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penjualan video porno dengan lokasi penelitian di wilayah hukum Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: a) Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana penjualan video porno b) Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pada pelaku penjualan video porno. 2. Kegunaan Penelitian Kegunaan Penelitian ini adalah:

7 a) Secara teoritis kegunaan dari penulisan ini adalah untuk memberikan wawasan dan pengetahuan kepada masyarakat, khususnya bagi generasi muda tentang bahaya peredaran video porno yang semakin merajalela karena semakin mudahnya akses untuk mendapatkan/mengupload video dan gambar porno. Video porno yang beredar luas pada saat ini sangat menghawatirkan, apalagi adegan-adegan tersebut diperankan oleh anakanak muda yang umurnya masih menginjak 17 sampai 25 tahunan. b) Secara praktis, dengan adanya penelitian ini, setidaknya dapat menjadi bahan pengetahuan kepada masyarakat terutama kepada orang tua untuk selalu mengawasi tingkah laku dan pergaulan anak di luar rumah, serta kegiatan yang dilakukan oleh anak mengingat makin mudahnya memperoleh informasi melalui internet atau pun akses-akses lainnya yang kini makin mudah didapat. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka Teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstrak dari hasil-hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi sosial yang relevan oleh peneliti ( Soerjono Soekanto, 1986: 125 ) 1. Kemampuan BertanggungJawab (KBJ) Unsur pertama dari kesalahan adalah adanya kemampuan bertanggungjawab. Tidaklah mungkin seseorang dapat dipertanggung jawabkan dalam hukum

8 pidana apabila ia tidak mampu bertanggungjawab. Apa yang dimaksud dengan mampu bertanggungjawab? KUHP tidak memberikan rumusnya. Untuk itu perlu dicari pendapat-pendapat para pakar hukum berikut : Simons: Kemampuan bertanggungjawab dapat diartikan sebagai suatu keadaan psychish sedemikian, yang membenarkan adanya penerapan sesuatu upaya pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum maupun orangnya. Lebih lanjut dikatakan Simons, seseorang mampu bertanggungjawab, jika jiwanya sehat, yakni : a. Ia mampu untuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum. b. Ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tersebut. Van Hamel: Kemampuan bertanggungjawab adalah suatu keadaan normalitas psychis dan kematangan (kecerdasan) yang membawa 3 (tiga) kemapuan : a. Mampu untuk mengerti nilai dari akibat-akibat perbutannya sendiri. b. Mampu untuk menyadari bahwa perbuatannya itu menurut pandangan masyarakat tidak dibolehkan. c. Mampu untuk menentukan kehendaknya atas perbuatan-perbuatanya itu. ( Tri Andrisman, 2011 : 97)

9 Sehubungan dalam persoalan kemampuan bertanggungjawab ini, pada dasarnya seoarang terdakwa dianggap mampu bertanggungjawab, kecuali dinyatakan sebaliknya. KUHP tidak memuat pengertian kemampuan bertanggung jawab, namun dalam pasal 44-nya, dimuat ketentuan tentang syarat-syarat kemampuan bertanggung jawab secara negatif. Maksudnya: Pasal 44 KUHP tidak memuat apa yang dimaksud dengan tidak mampu bertanggungjawab. Tetapi disitu dimuat alasan yang terdapat pada diri pembuat, yang menjadi alasan sehingga perbuatan yang dilakukan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Alasan berupa keadaan pribadi si pembuat yang bersifat biologis/psychis, yaitu: jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit. (Tri Andrisman, 2011: 97) Berikut ini isi ketentuan Pasal 44 ayat (1) KUHP: Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak dapat dipidana. Bandingkan dengan ketentuan Kemampuan Bertanggungjawab yang diatur dalam Pasal 38 Konsep KUHP 2004 sebagai berikut: Setiap orang yang pada waktu melakukan tindak pidana menderita gangguan jiwa, penyakit jiwa atau retardasi mental, tidak dapat dipertanggungjawabkan dan dijatuhi pidana, tetapi dapat dikenakan tindakan. Ketentuan Pasal 38 Konsep KUHP ini memberikan jalan keluar bagi orang yang melaukan tindak pidana, namun menderita gangguan

10 jiwa, penyakit jiwa, atau retardasi mental tidak dapat dipidana, namun dapat diberikan Tindakan, misalnya dirawat di Rumah Sakit Jiwa, atau mengikuti bimbingan psikiatri oleh seorang pskiater. Kembali pada ketentuan Pasal 44 ayat (1), dapat diketahui pasal ini mengatur 2 (dua) hal yang berkaitan dengan penentuan seseorang itu dianggap tidak mampu dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana, yaitu adanya: a. Penetuan bagaimana keadaan jiwa si pembuat; b. Penentuan hubungan kausal antara keadaan jiwa si pembuat dengan perbuatannya. Ad. a. Persaksian (konstatasi) keadaan si pembuat yang berupa keadaan akal atau jiwa yang cacat pertumbuhannya atau terganggu karena penyakit, dilakukan oleh dokter penyakit jiwa (psikiater). Psikiater ini menyelidiki bagaimana keadaan jiwa si pembuat pada perbuatan dilakukan. Ad.b. Adapun yang menetapkan adanya hubungan kausal antara keadaan jiwa yang demikian itu dengan perbuatan terdakwa adalah hakim. Hakimlah yang menilai apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya itu. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa sistem yang dianut KUHP dalam menentukan tidak dapat dipertanggungjawabkannya si pembuat itu adalah deskriptif-normatif. Deskriptif karena keadaan si pembuat itu digambarkan menurut apa adanya oleh psikiater; dan Normatif karena hakimlah yang menilai, berdasarkan hasil pemeriksaan tadi, sehingga dapat menyimpulkan mampu atau tidaknya terdakwa untuk bertanggungjawab atas perbuatannya.

11 Contoh Tidak Mampu Bertanggung Jawab: a. Keadaan jiwa yang cacat pertumbuhannya, misalnya: gila (idiot), imbisil. Jadi merupakan cacat biologis. Dalam hal ini termasuk juga orang gagu, tuli, dan buta, apabila hal itu mempengaruhi keadaan jiwanya. b. Keadaan jiwa yang terganggu karena penyakit ada pada mereka yang disebut psychose, yaitu orrang yang normal yang mempunyai penyakit jiwa yang sewaktu-waktu bisa timbul, hingga membuat dia tidak menyadari apa yang dilakukannya. 2. Kekurangan Kemampuan Bertanggung Jawab Terdakwa yang dianggap kurang mampu bertanggungjawab tetap dianggap mampu bertanggungjawab tetap dianggap mampu bertanggungjawab dan dapat dipidana. Akan tetapi faktor itu dipakai sebagai faktor untuk memberikan keringanan dalam pemidanaan. Cara penetuan kekurangan kemampuan untuk bertanggungjawab ini dinyatakan oleh psikiater, berdasarkan pemeriksaan yang dilakukannya. Tindak pidana atau tindak kejahatan dapat terjadi disetiap tempat dan diberbagai bidang kehidupan manusia, termasuk di dalam dunia perdagangan, yang salah satunya adalah tindak pidana penjualan video porno. Mengenai tindak pidana penjualan video porno diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Pornoaksi. Setiap tindak pidana yang terjadi akan selalu mendapatkan sanksi hukum yang tegas, baik tindak pidana yang berupa kejahatan maupun pelanggaran. Bedanya pada kejahatan akan

12 mendapatkan sanksi yang lebih berat bila dibandingkan pada pelanggaran. Hal ini disebabkan karena efek atau sebab yang ditimbulkan berbeda. Orang yang melakukan tindak pidana belum tentu bisa dipidana karena sesuai asas tiada pidana tanpa kesalahan Nulla Poena Sinea Culpa (Geen Straf Zonder Schuld), yang artinya adalah untuk pertanggungjawaban pidana tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan pidana saja, akan tetapi disamping itu harus ada kesalahan atau sikap batin yang dapat dicela. Seperti telah kita ketahui bahwa KUHP sekarang belum diberikan rincian secara jelas mengenai pedoman hakim dalam menjatuhkan pidana, melainkan hanya merupakan aturan pemberian pidana yang dapat dijadikan pedoman bagi hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana. Kedudukan hakim sebagai pelaksana keadilan ditunjang dari pengetahuan yang cukup tentang pemidanaan terutama untuk mencapai pertimbangan-pertimbangan yang matang sebelum hakim menjatuhkan hukuman pada pelaku tindak pidana berkenaan dengan penjatuhan pidana. Adapun pedoman penjatuhan sanksi pidana oleh hakim dicantumkan dalam konsep RKUHP 2008 Pasal 55 Ayat (1) yaitu sebagai berikut : Pemidanaan wajib dipertimbangkan : a. Kesalahan pembuat tindak pidana; b. Motif dan tujuan melakukan tindak pidana; c. Sikap batin pembuat tindak pidana; d. Apakah tindak pidana dilakukan dengan berencana; e. Cara melakukan tindak pidana; f. Sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana;

13 g. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pembuat tindak pidana; h. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana; i. Pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban; j. Pemaafan dari korban dan atau keluarganya. Peranan hakim ditinjau dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 dalam proses peradilan pidana sebagai pihak yang memberikan pemidanaan dengan tidak mangabaikan hukum atau norma serta peraturan yang hidup dalam masyarakat, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 : (1) Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (2) Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. Kebebasan hakim mutlak dibutuhkan terutama untuk menjamin keobjektifan hakim dalam mengambil keputusan. Hakim memberikan keputusannya mengenai hal-hal sebagai berikut : 1. Keputusan mengenai peristiwanya, ialah apakah terdakwa melakukan perbuatan yang telah dituduhkan kepadanya dan kemudian, 2. Keputusan mengenai hukumnya, ialah apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat dipidana dan akhirnya,

14 3. Keputusan mengenai pidananya, apakah terdakwa memang dapat dipidana (Soedarto, 2000: 74) Hakim mempunyai kebebasan untuk memiliki berat ringannya hukuman yang dijatuhkan berdasarkan adanya pedoman penjatuhan pidana tersebut, sebab di dalam undang-undang hanya menetapkan hukuman mínimum dan maksimum saja. Namun kebebasan hakim tersebut bukanlah merupakan kebebasan tanpa batas, melainkan kebebasan yang sesuai dengan rasa keadilan dalam masyarakat. 2. Konseptual Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsepkonsep kasus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti. Pengertian pokok yang dijadikan konsep dalam penulisan mempunyai batasan yang jelas dan tepat untuk menghindari kesalhpahaman dalam melakukan penulisan. 1. Analisis Suatu kerangka hasil pemikiran melalui observasi secara mendalam terhadap suatu objek yang diteliti kemudian dituangkan kedalam hasil penemuan ( Kamus Besar Bahasa Inbdonesia, 2008: 24 ) 2. Pertanggungjawaban Pidana Pengertian Pertanggungjawaban Pidana adalah suatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap sesorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana (Roeslan Saleh, 1983: 75)

15 3. Pidana Pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat tertentu itu, pidana merupakan pembalasan (pengimbalan) terhadap si pembuat, se dangkan tindakan yang dilakukan untuk masyarakat dan untuk pembinaan si pembuat (Sudarto, 1983: 7) 4. Pelaku Pelaku adalah orang yang telah melakukan pelanggaran terhadap larangan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang (P.AF. Lamintang, 1984: 79) 5. Tindak Pidana Pengertian tindak pidana adalah setiap perbuatan yang diancam hukuman sebagai kejahatan atau pelanggaran baik yang disebut dalam KUHP maupun perundang-undangan lainnya. (Roeslan Saleh, 1983: 8) 6. Penjualan Penjualan adalah penyerahan suatu barang kepada pihak lain dengan pembayaran suatu harga oleh pihak lain itu kepada pemilik (Pasal 1519 BW) 7. Video Video adalah teknologi pemrosesan sinyal elektronik mewakilkan gambar bergerak. Aplikasi umum dari teknologi video adalah televisi, tetapi dapat juga digunakan dalam aplikasi teknik, saintifik, produksi dan keamanan atau Suatu perangkat yang berfungsi sebagai penerima (Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 17)

16 8. Pornografi Kata pornografi, berasal dari du kata Yunani, porneia yang berarti seksualitas yang tak bermoral atau tak beretika ( sexual immorality) dan kata grafe yang berarti kitab atau tulisan (Sudarto, 1983: 7) E. Sistematika Penulisan Agar tidak terjadi kesimpangsiuran dan memudahkan dalam pemahaman, maka penelitian ini disusun dengan sistematika Penulisan yang terdiri dari 5 (lima) bab, yaitu: I. PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan yang menguraikan latar belakang permasalahan, tindak pidana penjualan video porno.dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka konseptual dan yang terakhir adalah menguraikan sistematika penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini merupakan pengantar dalam memahami pengertian tentang pertanggungjawaban pidana, pengertian video porno, pemidanaan dan sanksi pidana dalam penjualan video porno serta pertimbangan hakim dalam mengambil keputusan penyelesaian kasus penjualan video porno.

17 III. METODE PENELITIAN Bab ini membahas tentang proses pendekatan masalah, sumber dan jenis-jenis data, Penentuan populasi dan sample, prosedur pengumpulan dan pengolahan data serta analisa dari data yang telah diperoleh, ditelaah dan disusun. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang berisikan uraian tentang pertanggungjawaban pidana bagi pelaku penjualan video porno dan pertimbangan hakim dalam mengambil keputusan penyelesaian kasus penjualan video porno. V. PENUTUP Bab ini merupakan hasil akhir yang berisikan kesimpulan dari penulisan berdasarkan penelitian yang telah dilakukandan saran yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang ada dalam penulisan skripsi ini.

18