BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang sangat penting yang harus dikuasai oleh manusia. Manusia membutuhkan ilmu matematika hampir di setiap aktivitas kesehariannya. Banyak persoalan disekitar kita yang dapat dipecahkan dengan matematika. Sebagai contoh, aljabar dapat digunakan untuk menentukan laba-rugi suatu usaha, aritmatika digunakan untuk hitung-menghitung, geometri digunakan untuk menghitung luas suatu lahan. Oleh karena itu matematika sangat penting untuk dipelajari, karena matematika dapat membantu siswa untuk mempelajari ilmu ilmu lain. Muijs (2008: 212) mengungkapkan "Mathemathics is also a prime vehicle for developing children's logical thinking and higher order cognitive skills. Berdasarkan pernyataan tersebut, kemampuan berpikir logis dan keterampilan kognitif tingkat tinggi dapat dipelajari melalui matematika. Penguasaan matematika yang baik tentu didukung dengan pembelajaran matematika yang baik pula. Keberhasilan pembelajaran matematika dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi, dan prestasi belajar siswa. Semakin tinggi pemahaman, penguasaan materi, semakin tinggi pula prestasi belajar siswa. Menurut Nana (2011: 22), prestasi belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Prestasi belajar menunjukkan sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam pembelajaran. Prestasi belajar Matematika di SMA N 1 Depok masih tergolong rendah. Banyak siswa yang masih mengalami kesulitan untuk memahami pembelajaran 1
Matematika. Siswa mengalami kesulitan untuk menguasai kemampuan kognitif maupun afektif. Pada kemampuan kognitif, hasil belajar siswa masih kurang optimal. Hal ini dapat dilihat dari hasil Ulangan Akhir Semester (UAS) Matematika Kelas X semester ganjil Tahun Ajaran 2015/2016 di SMA Negeri 1 Depok. Nilai tertinggi dari hasil UAS Matematika adalah 95 dan nilai terendah adalah 25. Nilai rata-rata hasil UAS 53,19 dengan standar deviasi 13,76. Rata-rata hasil UAS Matematika Kelas X Semester Ganjil masih rendah dan belum mencapai batas KKM yaitu 75. Selain masih kurang menguasai kemampuan kognitif, siswa juga masih kurang dalam menguasai ranah afektif. Salah satu ranah afektif yang perlu dimiliki siswa adalah sikap kepercayaan diri. Berdasarkan praktik pengalaman lapangan (PPL) yang peneliti lakukan pada bulan Agustus 2015, siswa SMA N 1 Depok masih mempunyai sikap kepercayaan diri yang rendah. Hal ini ditunjukkan oleh sedikit siswa yang berani mempresentasikan hasil pekerjaan Matematika di depan kelas. Siswa merasa ragu-ragu akan pekerjaan yang telah mereka lakukan. Siswa merasa takut salah maju ke depan kelas meskipun hasil pekerjaannya benar. Kepercayaan diri merupakan salah satu sikap yang penting untuk dimiliki oleh siswa. Hal ini dlikarenakan sikap kepercayaan diri yang tinggi akan memudahkan siswa melakukan proses pembelajaran dan mengungkapkan gagasan mereka. Beberapa guru terkadang terlalu fokus bagaimana cara mengembangkan kemampuan kognitif siswa dalam suatu kegiatan pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran Matematika, masing-masing siswa memiliki tingkat kepercayaan diri berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dari sikap siswa ketika 2
merespon pertanyaan ataupun tugas yang diberikan oleh guru. Bandura (Woolfolk, 2007: 395) menyatakan bahwa pada saat diberikan tugas oleh guru, siswa yang berkeyakinan diri tinggi cenderung berusaha untuk menyelesaikannya. Sebaliknya, siswa yang berkeyakinan diri rendah cenderung mudah menyerah dalam menghadapi tugas yang diberikan. Apabila dikaitkan dengan tingkat kepercayaan diri siswa, siswa yang berkeyakinan diri tinggi akan segera menyelesaikan persoalan yang diberikan kemudian tanpa ragu-ragu menyampaikan pendapat kepada guru mengenai penyelesaian persoalan yang diberikan. Siswa yang berkeyakinan diri rendah akan malas menyelesaikan persoalan yang diberikan serta malas untuk menyampaikan pendapatnya kepada guru. Selain itu, terdapat juga siswa yang tidak berani menyampaikan pendapat meskipun dia tahu bagaimana cara menyelesaikan persoalan tersebut. Dalam hal ini, siswa tersebut kurang percaya diri karena kemungkinan merasa takut apabila pendapatnya salah. Berdasarkan praktik pengalaman lapangan (PPL) sikap kepercayaan diri siswa masih kurang sehingga menyebabkan prestasi belajar yang kurang optimal. Siswa cenderung pasif dan tidak tertarik mengikuti pelajaran. Oleh karena itu diperlukan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar Matematika. Pembelajaran berbasis masalah dapat menjadi salah satu solusi dalam pemilihan metode pembelajaran Matematika. Menurut Miftahul (2013: 271), pendekatan berbasis masalah lebih menekankan pada suatu proses dalam memecahkan masalah. Pendekatan ini menempatkan siswa untuk memecahkan 3
masalah di sekitar kehidupan siswa. Siswa menjadi lebih mudah untuk memahami konsep matematika sehingga dapat meningkatakan prestasi belajar Matematika. Untuk dapat memecahkan masalah dengan baik, siswa harus lebih aktif dalam proses pembelajaran. Warsono dan Hariyanto (2012: 12) mengatakan bahwa pembelajaran aktif memfasilitasi siswa untuk melakukan pengalaman belajar yang bermakna dan senantiasa berpikir tentang apa yang dapat dilakukannya selama pembelajaran. Siswa yang terlibat aktif dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan sikap kepercayaan diri mereka. Untuk membangkitkan keaktifan siswa ketika proses pembelajaran, perlu digunakan suatu model pembelajaran. Menurut Erman (2001: 60) model pembelajaran yang banyak melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran, baik secara mental, fisik, sosial, serta yang sesuai dengan situasi dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif. Menurut Tukiran (2012: 55), pembelajaran kooperatif merupakan model pengajaran yang memberikan siswa kesempatan untuk bekerja sama atau belajar bersama dengan sesama siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang terstruktur. Menurut Slavin (1995, 7) pembelajaran kooperatif terbagi atas empat kategori, yaitu students teams achievement devisions (STAD), jigsaw, investigasi kelompok, dan pendekatan struktural. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif pendekatan struktural adalah model think pair share (TPS) yaitu model pembelajaran yang terdiri atas tahapan thinking (berpikir), pairing (berpasangan), 4
dan sharing (berbagi). Model pembelajaran ini memiliki karakteristik mengoptimalkan partisipasi siswa menjadi aktif serta memicu siswa untuk mengeluarkan pendapatnya. The Literacy and Numeracy Secretariat (2010: 7) menyatakan bahwa tahap think dapat meningkatkan respon siswa ketika menghadapi suatu permasalahan matematika, tahap pair dapat melatih siswa agar berani mengeluarkan pendapat, dan tahap share memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mengungkapkan pendapatnya di depan kelas. Oleh karena itu, diharapkan model pembelajaran ini dapat meningkatkan sikap kepercayaan diri siswa. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pembelajaran Matematika mana yang lebih efektif untuk meningkatkan prestasi belajar Matematika dan kepercayaan diri antara siswa yang mengikuti pembelajaran Matematika berbasis masalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) dan pembelajaran Matematika dengan pendekatan pembelajaran konvensional. Materi matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah Logika Matematika. Pembelajaran Matematika ini diharapkan dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan meningkatkan prestasi belajar Matematika dan kepercayaan diri. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut. 1. Prestasi belajar Matematika siswa kurang optimal. 5
2. Siswa kurang aktif dan tertarik dalam mengikuti proses pembelajaran. 3. Sikap kepercayaan diri siswa rendah. C. Pembatasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada pembelajaran Matematika berbasis masalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) ditinjau dari prestasi belajar Matematika dan kepercayaan diri. Penelitian dilakukan pada siswa kelas X di SMA Negeri 1 Depok pada materi Logika Matematika. D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah tersebut permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Apakah pembelajaran Matematika berbasis masalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) efektif ditinjau dari prestasi belajar Matematika? 2. Apakah pembelajaran Matematika berbasis masalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) efektif ditinjau dari kepercayaan diri? 3. Apakah pembelajaran Matematika dengan pendekatan pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari prestasi belajar Matematika? 4. Apakah pembelajaran Matematika dengan pendekatan pembelajaran konvensional efektif ditinjau dari kepercayaan diri? 5. Apakah pembelajaran Matematika berbasis masalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) lebih efektif dibandingkan 6
dengan pendekatan pembelajaran konvensional ditinjau dari prestasi belajar Matematika? 6. Apakah pembelajaran Matematika berbasis masalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran konvensional ditinjau dari kepercayaan diri? E. Tujuan Penelitian Sesuai rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan: 1. pembelajaran Matematika berbasis masalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) ditinjau dari prestasi belajar Matematika, 2. pembelajaran Matematika berbasis masalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) ditinjau dari kepercayaan diri, 3. pembelajaran Matematika dengan pendekatan pembelajaran konvensional ditinjau dari prestasi belajar Matematika, 4. pembelajaran Matematika dengan pendekatan pembelajaran konvensional ditinjau dari kepercayaan diri, 5. pembelajaran Matematika berbasis masalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran konvensional ditinjau dari prestasi belajar Matematika, dan 6. pembelajaran Matematika berbasis masalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran konvensional ditinjau dari kepercayaan diri. 7
F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pihak-pihak berikut. 1. Bagi guru Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan prestasi belajar Matematika dan kepercayaan diri. 2. Bagi Siswa Siswa diharapkan mendapat pengalaman belajar yang dapat membantu siswa meningkatkan prestasi belajar Matematika dan kepercayaan diri. 3. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti tentang pembelajaran berbasis masalah melalui model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) dalam pembelajaran Matematika guna meningkatkan prestasi belajar Matematika dan kepercayaan diri. 8