5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Jagung Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada malai dan bunga betina terletak pada tongkol di pertengahan batang secara terpisah tapi masih dalam satu tanaman. Berdasarkan hal tersebut, maka klasifikasi tanaman jagung sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas Ordo Famili Genus : Monocotyledone : Graminae : Graminaceae : Zea Spesies : Zea mays L. Jagung termasuk tanaman berakar serabut yang terdiri dari tiga tipe akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar udara. Akar adventif adalah akar yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar adventif berkembang dari tiap buku secara berurutan dan terus ke atas antara 7-10 buku, semuanya di bawah permukaan tanah. Akar adventif berkembang menjadi serabut akar tebal. Akar seminal hanya sedikit berperan dalam siklus hidup jagung. Akar adventif berperan dalam pengambilan air dan hara. Bobot total akar jagung terdiri
6 atas 52% akar adventif seminal dan 48% akar nodal. Akar kait atau penyangga adalah akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah. Fungsi dari akar penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan mengatasi rebah batang. Akar ini juga membantu penyerapan hara dan air (Subekti. et al., 2010). Menurut Rukmana dan Yudirachman (2010), akar tanaman jagung dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada kondisi tanah yang subur dan gembur, jumlah akar tanaman jagung cukup banyak. Sementara pada tanah yang kurang baik akar yang tumbuh jumlahnya terbatas (sedikit). Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem perakaran tanaman jagung yang didukung dengan pengolahan tanah yang baik cenderung menghasilkan akar yang banyak. Daya sebar akar pada tanah sedalam 70 cm sebanyak 6 akar, sedangkan pada kedalaman 10 cm mencapai 68 akar. Batang jagung tidak bercabang, berbentuk silinder, dan terdiri dari beberapa ruas dan buku ruas. Pada buku ruas akan muncul tunas yang akan berkembang menjadi tongkol. Tinggi batang jagung tergantung varietas dan tempat penanaman, umumnya berkisar 60-300 cm (Purwono dan Hartono 2008). Daun jagung memanjang dan keluar dari buku-buku batang. Jumlah daun terdiri dari 8-48 helaian, tergantung varietasnya. Kelopak daun umumnya membungkus batang. Antara kelopak dan helaian terdapat lidah daun yang disebut ligula. Ligula ini berbulu dan berlemak. Fungsi ligula adalah mencegah air masuk kedalam kelopak daun dan batang (Purwono dan Hartono, 2008).
7 2.2 Syarat Tumbuh Faktor iklim mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman jagung antara lain penyinaran matahari, suhu udara dan curah hujan. Intensitas sinar matahari yang baik mencapai 100 persen (tempat terbuka), curah hujan antara 100-200 mm/bulan, suhu udara antara 24 30 0 C, dengan tipe iklim A-E. Suhu udara yang ideal untuk perkecambahan benih jagung antara 30 32 0 C dengan kapasitas air tanah mencapai 25-60 persen (Rukmana dan Yudirachman, 2010). Menurut Andarias et al., (2008), bahwa jagung menghendaki tanah yang subur untuk dapat berproduksi dengan baik, karena membutuhkan unsur hara terutama nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) dalam jumlah yang banyak. Jagung merupakan tanaman yang membutuhkan air cukup banyak, terutama pada saat pertumbuhan awal, saat berbunga dan saat pengisian biji. Kekurangan air pada stadium tersebut akan menyebabkan hasil yang menurun. Kebutuhan jumlah air setiap varietas sangat beragam. Namun demikian, secara umum tanaman jagung membutuhkan 2 liter air per tanaman per hari saat kondisi panas dan berangin. Hasil penelitian di Amerika menunjukkan bahwa kekurangan air pada saat 3 minggu setelah keluar rambut tongkol akan menurunkan hasil hingga 30 persen. Sementara kekurangan air yang selama pembungaan akan mengurangi jumlah biji yang terbentuk (Purwono dan Hartono, 2008).
8 2.3 Varietas Jagung Hibrida (Zea mays L) Jagung memiliki banyak potensi yang belum dimanfaatkan secara maksimal, areal pertanamannya pun masih terbuka luas. Jagung merupakan komoditas pertanian yang mulai kembali dilirik untuk diusahakan di Indonesia, nilainya pun semakin merangkak naik seiring dengan berkurangnya volume ekspor dari negara-negara produsen jagung. Untuk mendukung program swasembada jagung yang dicanangkan oleh pemerintah, maka dibutuhkan varietas-varietas yang adaptif pada bermacam-macam lingkungan dan berdaya hasil tinggi. Varietas hibrida merupakan solusi untuk meningkatkan produksi jagung nasional, karena dilihat dari potensi produksi, varietas hibrida jauh lebih unggul dibandingkan varietas bersari bebas atau varietas komposit. Tantangan untuk mengembangkan varietas hibrida di Indonesia masih cukup besar, mengingat masih banyak petani yang masih menggunakan varietas-varietas lokal. Sementara itu juga varietas hibrida yang menguasai pasar masih didominasi oleh varietas yang berasal dari luar Indonesia serta banyaknya varietas hibrida yang dirilis tidak menjamin banyak pula tersedianya benih hibrida di pasar. 2.4 Pupuk Kalium pada Pertumbuhan Tanaman Jagung Hibrida (Zea mays L) Kalium merupakan unsur hara esensial tanaman. Bahkan semua makhluk hidup juga membutuhkan kalium. Tidak ada unsur lain yang dapat menggantikan fungsi spesifiknya dalam tanaman dan merupakan salah satu unsur dari 3 unsur makro utama selain N dan P. Kalium di dalam jaringan tanaman ada dalam bentuk
9 kation dan bervariasi sekitar 1,7-2,7 % dari berat kering daun yang tumbuh secara normal. Ion K dalam tanaman berfungsi sebagai activator dari banyak enzim yang berpartisipasi dalam beberapa proses metabolisme untuk tanaman. Jumlah Kalium yang diserap beberapa tanaman untuk menghasilkan produksi tertentu. Fungsi K di dalam vakuola dapat mempengaruhi tekanan osmotic, dapat diganti sejumlah Na, hal ini bisa terjadi karena fungsinya non-spesifik. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian N dosis rendah, K dan Na dapat menurunkan gula reduksi akan tetapi meningkatkan fruktosa. Pengaruh K dalam meningkatkan fruktosa lebih besar dibandingkan Na akan tetapi pemberian Na dan Kalium memberikan peningkatan dasar fruktosa paling tinggi (Dhona, 2010). Gejala kekurangan Kalium banyak ditunjukkan dengan beberapa penampilan pertumbuhan jagung. Gejala yang paling menonjol adalah tanda terbakarnya daun yang dimulai dari ujung atau pinggir. Gejala ini tampak dimulai dari daun yang lebih tua dan juga menunjukkan bahwa gejala secara visual defisiensi Kalium pada tanaman adalah bercak-bercak nekrotik berwarna cokelat pada daun dan batang yang tua. Berdasarkan studi anatomi dengan menggunakan mikroskop cahaya terlihat bahwa titik-titik nekrotik dimulai dengan rusaknya (collapse) sel pada lapisan luar. Sedangkan dengan menggunakan elektromikroskop diketahui adanya kerusakan struktur kloroplas dan pecahnya mitokondria. Tanaman kekurangan Kalium menunjukkan pertumbuhan yang terhambat. Sistem perakaran tanaman jelek atau terhambat. Batang tanaman menjadi lemah. Biji dan buah kecil dan mempunyai bentuk tidak normal, hali ini disebabkan tanaman mudah terserang penyakit. Dalam hubungannya dengan
10 fisiologi tanaman, kekurangan Kalium dapat menyebabkan akumulasi karbohidrat dapat larut dan gula reduksi, sintesa glikogen dan pati terhambat akumulasi asamasam amino, sintesis protein terhambat, pemanfattan subtract respirasi terhambat, kecepatan oksidasi fosforilasi dan fotofosforilasi menurun. Sehingga apabila disimpulkan bahwa defisiensi Kalium dalam tanaman erat hubungannya dengan metabolism N dan karbohidrat. Hasil penelitian dengan menggunakan adenosine difosfat (ADP) sebagai indicator sintesis pati dalam jaringan beberapa tanaman untuk menunjukkan fungsi Kalium dalam sintesis pati. Makin tinggi konsentrasi K (KCl) yang diberikan makin tinggi pula aktivitas enzim dalam pembentukkan pati.