BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perempuan merupakan suatu pembahasan yang selalu menarik untuk diteliti. Dalam kehidupan sosial citra diri perempuan yang dikaitkan sebagai makhluk lemah dan lembut sehingga kedudukannya pada sistem sosial yang selalu menuai kontroversi. Konsep penting yang perlu dipahami dalam membahas citra diri perempuan dalam ruang sosial dengan memahami perbedaan gender dalam struktur sosial pada umumnya. Dapat disimak dan disaksikan bahwa kaum perempuan pada struktur sosial selalu berada dibawah posisi pria. Contohnya saja apabila mendengar kata Direktur yang pertama kali muncul dalam benak adalah sosok pria, sedangkan kata sekretaris membentuk pandangan perempuan cantik yang lemah lembut dan penuh daya tarik. Sama halnya dengan Dokter dengan perawat, pramugari dan pilot. Secara pembentukan sosial perempuan terkondisikan sebagai makhluk lemah lembut dan penuh daya tarik. Menurut M Romyan Fauzan dalam bukunya yang berjudul Perempuan dalam Bingkai Budaya Visual Perempuan hanya memiliki 3 (tiga) tugas : Masak, Macak, Manak 1. Yang dimaksud masak adalah perempuan bertugas untuk menjadi juru masak di istananya, sedangkan macak adalah berhias diri dan yang terakhir adalah manak yang tidak lain adalah merawat anak. 1 M. Romyan Fauzan, Perempuan dalam Bingkai Budaya Visual, Garudhawaca, Yogyakarta, 2013, Hal. 24. 1
2 Namun, fenomena yang berkembang sekarang memperlihatkan bahwa sudah banyak perempuan yang mengikuti olahraga yang umumnya diikuti oleh kaum pria, khususnya dalam cabang olahraga Taekwondo yang di dalamnya banyak sekali kontak fisik. Keterlibatan perempuan dalam olahraga Taekwondo juga membawa dampak positif dengan bertambahnya prestasi bangsa Indonesia khususnya di bidang olahraga Taekwondo. Prestasi perempuan di olahraga Taekwondo baik Nasional maupun Intenasional patut menjadi kebanggaan tersendiri. Pasalnya olahraga yang mengandalkan kaki dan tangan ini lebih diperuntukkan kaum laki laki dibandingkan perempuan, namun perempuan penggiat olahraga Taekwondo lantas tidak patah semangat untuk terus mengikuti olahraga ini. Menurut Renstrom & Roux (1988) olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan fungsional jasmani, rohani dan sosial. Struktur anatomis-anthropometris dan fungsi fisiologisnya, stabilitas emosional dan kecerdasan intelektualnya maupun kemampuannya bersosialisasi dengan lingkungannya nyata lebih unggul khususnya pada generasi muda yang aktif mengikuti kegiatan Olahraga dari pada yang tidak aktif mengikutinya 2. Penulis meyakini benar bahwa hal demikian juga berlaku bagi perempuan yang aktif dalam olahraga. Selain olahraga berfungsi untuk meningkatkan kesehatan dan kesegaran jasmani olahraga juga berfungsi untuk meraih prestasi dalam kejuaraan-kejuaran 2 A.S.Watson, Children in Sport dalam Bloomfield,J., Fricker, P.A. and Fitch,K.D., 1992
3 baik tingkat Provinsi, Nasional maupun Internasional. Dari berbagai jenis olahraga prestasi yang ada, Beladiri merupakan salah satu cabang olahraga yang berkembang pesat di Indonesia antara lain Taekwondo (Korea), Pencak Silat (Indonesia), Karate (Jepang), Kungfu (Cina), Boxing (Amerika) dan masih banyak lagi jenis atau nama-nama beladiri yang masuk dan berkembang di Indonesia Di Indonesia olahraga beladiri Taekwondo berkembang sangat pesat. Olahraga ini dapat dipelajari oleh siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, umur bahkan status sosial. Taekwondo memiliki banyak kelebihan, pola gerakannya yang indah dan sistematis menjadi daya tarik tersendiri. Beladiri Taekwondo berakar dari beladiri traditional yang berasal dari negeri gingseng Korea. Taekwondo terdiri dari tiga kata dasar, yaitu: Tae berarti kaki untuk menghancurkan dengan tekhnik tendangan, kwon berarti tangan, serta do yang berarti seni atau cara mendisiplinkan diri. Sehingga apabila diartikan Taekwondo merupakan seni bela diri yang mengandalkan kaki dan tangan. Karena banyak anggapan bahwa faktor yang menentukan dalam berolahraga khususnya Taekwondo dalam masyarakat adalah gender. Dimana kaum laki-laki dianggap lebih layak dibandingkan perempuan dalam bidang olahraga beladiri. Namun sebenarnya hal tersebut merupakan anggapan yang keliru, karena seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa Taekwondo dapat dipelajari oleh siapapun tanpa membedakan gender sekalipun seorang perempuan. Persoalan gender bukanlah persoalan baru. Terlebih jika gender dikaitkan pada dunia olahraga.
4 Ketika banyak sekali pilihan olahraga bagi laki laki namun lain halnya dengan perempuan. Persepsi sosial yang selalu menganggap perempuan tidak memiliki kapasitas lebih dibadingkan laki-laki. Mengakibatkan Taekwondo dianggap hal yang berbahaya bagi perempuan. Seperti kutipan Lusia ibunda dari atlet Nasional perempuan Juana Wangsa Putri. aku melarangnya karena takut terjadi apa-apa dengannya. Takut dia keseleo dan cacat. Soalnya, Taekwondo kan tendang-tendangan gitu. Terlebih lagi, aku juga tidak mau sekolahnya gagal. Aku gunting pakaian seragamnya supaya dia tidak main Taekwondo lagi. 3 Ibunda Jo sangat takut akan keamanan anaknya. Meski demikian Jo bintang Taekwondo Tanah Air tak pernah surut semangatnya untuk terus berkilau sebagai atlet di cabang olahraga ini. Sepenggal cerita ini membuktikan perempuan senantiasa menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan. Dapat dikatakan bahwa status atlet, yang dimiliki perempuan, merupakan achieved-status atau biasa disebut kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran (ascribe-status). Achieved status bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Seperti yang diungkap Jo Dalam buku Tendangan Pamungkas sang Ap-bal Hurigi Indonesia ; sejumput kisah Juana Wangsa Putri Jo menceritakan semasa kecilnya ia tidak pernah bercita cita sebagai atlet Taekwondo. Pertemuan antara 3 Juana Wangsa Putri, Tendangan Pamungkas sang Ap-bal Hurigi Indonesia ; sejumput kisah Juana Wangsa Putri, Pustaka Inter Mesa, Jakarta, 2008, hal 40.
5 Jo dan Taekwondo nyaris tanpa unsur kesengajaan. Jo mengenal Taekwondo karena saat SMP ia wajib memilih ekstra kurikuler dan pilihannya jatuh pada olahraga ini. Salah satu motivasi lain yang membuat aku tertarik berlatih waktu itu karena pelatihnya, Stevie Lengkong, Ganteng. Ungkap Jo 4. Semua perempuan memiliki kesempatan sama untuk memperoleh status tertentu di masyarakat, tetapi karena kemampuan dan pengalaman berbeda berdampak pada lahirnya tingkatan-tingkatan status yang akan diperoleh perempuan dalam partisipasinya di Taekwondo. Bagaimanapun juga setiap perempuan Taekwondo menginginkan prestige dan derajat sosial dalam kehidupan di masyarakatnya. Bukan sebagai pengakuan atas keberadaannya oleh anggota kelompok, melainkan sebagai salah satu tuntutan kebutuhan untuk harga diri dan atau self-esteem. Penghargaan terhadap diri sendiri bagi perempuan kemudian menentukan untuk turut serta bahkan berprestasi pada bidang olahraga Taekwondo. Akan tetapi femininitas perempuan menjadi dipertanyakan bagi mereka yang menggeluti olahraga yang mengandalkan kaki dan tangan ini. Perempuan perempuan yang aktif pada olahraga Taekwondo ini diragukan akan sisi femininitasnya. Pada akhirnya membentuk citra diri perempuan Taekwondo yang kehilangan sisi femininnya. 4 Juana Wangsa Putri, Tendangan Pamungkas sang Ap-bal Hurigi Indonesia ; sejumput kisah Juana Wangsa Putri, Pustaka Inter Mesa, 2008, Hal 33.
6 Prestasi gemilang yang diraih perempuan Taekwondo lantas menjadi hal yang tabuh lantaran dalam buku Beladiri For Muslimah memaparkan anggapan negatif masyarakat terhadap perempuan yang menjadi penggiat olahraga beladiri 5. Seperti perempuan dianggap akan menyerupai laki laki (tomboy), perempuan akan cenderung menjadi lebih berani terhadap laki laki (suami), beladiri juga mengajarkan kekerasan pada perempuan, padahal kodrat seorang perempuan adalah makhluk yang lemah dan lembut, dan yang terakhir adalah gerakan beladiri dapat membahayakan organ reproduksi perempuan. Taekwondo pada kenyataanya tidak hanya sekedar olahraga yang mengandalkan kekuatan fisik, tetapi juga membentuk karakter yang mandiri, percaya diri, dan memiliki rasa tangung jawab yang tinggi. Bila dilihat dari sisi praktisi Public Relations yang mayoritas identik dengan perempuan 6 yang memiliki kegiatan yang padat bahkan terkadang tidak mengenal waktu, sehingga penting untuk menjadi penggiat olahraga Taekwondo. Oleh karena itu, dengan tubuh yang sehat akan membuat praktisi Public Relations menjadi lebih aktif dan bertenaga sehingga dapat menimbulkan tampilan yang fresh. Taekwondo dapat membentuk rasa percaya diri yang tinggi, namun tetap rendah hati. Hal tersebut merupakan sikap yang penting untuk dimiliki bagi praktisi Public Relations. Poin terakhir yang tidak kalah menarik bagi praktisi Public Relations adalah olahraga ini fokus dengan melatih kaki dan tangan yang dapat melindungi dirinya dari serangan orang jahat dan juga dapat membantu orang lain dalam keadaan bahaya. 5 Lia Octavia, Dkk. Beladiri For Muslimah, Lingkar Pena Kreativa, 2009, Hal 24. 6 Dina Indrasafitri, Bekerja Sebagai Public Relations, Erlangga, Jakarta, 2008, Hal 13.
7 Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka peneliti merasa penting untuk dilakukan penelitian terhadap femininitas perempuan penggiat olahraga Taekwondo, karena menjadi feminin atau maskulin merupakan pembentukan sosial di masyarakat. Citra laki laki yang identik dengan maskulin, agresif, dan senang berkompetensi, sedangkan citra perempuan lemah, lembut dan penuh kasih sayang akan berdampak kepada jumlah minatan perempuan terhadap olahraga Taekwondo. 1.2. Fokus Penelitian Perempuan secara alamiah telah digeneralisikan sebagai makhluk yang feminin penuh kelemah lembutan, sopan dan berpenampilan feminin. Sedangkan Taekwondo merupakan beladiri yang identik dengan kekerasan, tekhnik yang digunakan cenderung dengan tangan dan kaki. Namun, fenomena yang terjadi banyak perempuan perempuan yang masuk bahkan berprestasi dalam bidang olahraga Taekwondo. Hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan sifat perempuan yang terkondisikan sebagai makhluk yang feminin. Sehingga Fokus penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pemaknaan femininitas perempuan Taekwondo? 2. Bagaimana citra diri perempuan Taekwondo? 3. Bagaimana cara perempuan penggiat Taekwondo dalam upaya membuat personal branding terhadap dirinya sendiri?
8 1.3. Tujuan Penelitian Dari fokus penelitian diatas maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menguraikan makna femininitas perempuan Taekwondo. 2. Untuk memahami citra diri perempuan Taekwondo. 3. Untuk mengetahui cara perempuan penggiat Taekwondo dalam upaya membuat personal branding terhadap dirinya sendiri. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu : 1.4.1. Manfaat Teoritis/Akademis Secara teoritis (akademis) hasil penelitian dapat digunakan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang komunikasi khususnya dalam bidang citra diri. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi untuk diskusi dalam dunia ilmu komunikasi. 1.4.2. Manfaat Praktis Sedangkan manfaat praktis dari hasil penelitian ini diharapkan menjadi pemicu semangat bagi perempuan penggiat olahraga Taekwondo untuk terus berprestasi pada bidangnya. Serta diharapkan menjadi bahan renungan mengenai citra diri mereka sehingga perempuan penggiat olahraga Taekwondo dapat terus menjadi lebih baik lagi.
9 1.4.3. Manfaat Sosial Sedangkan manfaat sosial dari hasil penelitian ini diharapkan menjadi pembelajaran kepada masyarakat mengenai pandangan pandangan sosial tentang perempuan penggiat olahraga Taekwondo. Beladiri yang dianggap keras dan bertolak belakang dengan kondisi sosial perempuan yang identik dengan feminin. Sehingga dikemudian hari perempuan perempuan tidak khawatir apabila ingin mengikuti olahraga Taekwondo.