1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plant-parasitic nematode (PPN) merupakan kelompok hewan invertebrata yang telah diketahui sebagai hama parasit dan menyebabkan timbulnya kerugian yang tidak sedikit terhadap hasil panen berbagai tanaman budidaya. Salah satu tanaman yang mengalami penurunan produksi panen sangat besar akibat serangan parasit ini adalah tanaman kopi. Di Brazil, kerugian yang timbul akibat kerusakan tanaman kopi yang disebabkan oleh nematoda mencapai US$ 400 juta/tahun (Santos, 2000), demikian pula di Indonesia, yang juga merupakan salah satu negara penghasil kopi dunia, juga mengalami kerugian. Data World Meteorogical Organization and USDA yang dikutip dari Slette dan Wiyono (2012) menunjukkan bahwa selama 3 periode berturut-turut, yaitu 2009/10, 2010/11 dan 2011/12, terjadi penurunan angka produksi kopi sebesar 11%, dengan nominal kerugian diperkirakan mencapai US$ 63 juta/tahun dari keseluruhan angka ekspor kopi (ICO, 2014b). Berdasarkan observasi jenis nematoda parasitik tanaman kopi di berbagai provinsi penghasil kopi di Indonesia, ditemukan bahwa terdapat 14 jenis nematoda yang menyerang dengan intensitas serangan mulai dari 0,08% hingga 44,4%. Meloidogyne merupakan salah satu kelompok nematoda yang memiliki persentase serangan relatif besar, yaitu mencapai 32%. Serangan oleh kelompok nematoda ini terjadi hampir di seluruh sentra perkebunan kopi yang ada di
Indonesia, seperti di Provinsi Aceh, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur (Wiryadiputra dan Tran, 2008). Tidak hanya di Indonesia, serangan Meloidogyne terhadap perkebunan kopi juga terjadi di Brazil, dengan intensitas serangan berkisar antara 20-100%. Anggota Meloidogyne yang diketahui paling sering melakukan serangan terhadap tanaman kopi adalah jenis Meloidogyne exigua yang dominan menyerang jenis kopi arabika, M. incognita yang melakukan serangan paling besar terhadap kopi robusta, serta M. paranaensis yang menyerang kopi robusta tetapi dalam jumlah kecil (Barros et al., 2014). Kelompok nematoda ini menginfeksi tanaman kopi dengan cara membentuk puru pada bagian akar. Di dalam puru akar tersebut, Meloidogyne berkembang dengan mengisap nutrisi dari sel-sel tanaman (Mulyadi, 2009). Hal ini menyebabkan gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi sehingga terjadi penurunan produktivitas tanaman, baik secara kuantitas maupun kualitas. Oleh karena itu, diperlukan berbagai cara untuk menangani permasalahan tersebut. Di antara cara yang digunakan adalah pemilihan bibit dan jenis kultivar tanaman tahan hama, rotasi tanaman, penanaman tanaman perangkap, solarisasi dan penggenangan tanah, penggunaan nematisida serta pengendalian hayati (Diaz dan Kerry, 2008). Cara pengendalian hayati untuk menekan distribusi nematoda parasit tanaman mulai banyak digunakan mengingat metode ini lebih bersifat ramah lingkungan. Pengendalian hayati dalam penanganan organisme parasit dapat dilakukan dengan memaparkan mikroorganisme pengendali sehingga
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan maupun perkembangan parasit. Di antara agens pengendali hayati yang diketahui dapat mengendalikan nematoda parasit tanaman adalah mikroorganisme berupa bakteri dan fungi. Beberapa bakteri yang diketahui memiliki kemampuan pengendalian tersebut adalah Bacillus cereus dan Pasteuria penetrans. (Xiao et al., 2013; Mateille et al., 2010). Sementara dari kelompok fungi yang diketahui memiliki potensi nematisidal diantaranya adalah Paecilomyces lilacinus, Duddingtonia flagrans, Monochrosporium thaumasium dan Pochonia chlamydosporia (Rasidou et al., 2013; Silva et al., 2010). Selain bakteri dan fungi, kelompok mikroorganisme yang juga diketahui memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan populasi nematoda adalah kelompok actinomycetes. Kelompok mikroorganisme ini umumnya berhabitat di tanah dan lingkungan sekitar perakaran (rhizosfer) tanaman. Menurut Oliveira et al. (2007), mikroorganisme yang terdapat pada bagian rhizosfer tanaman yang terinfeksi nematoda memiliki potensi besar untuk dijadikan sebagai agens biokontrol. Hal ini disebabkan karena mikroorganisme tersebut sudah beradaptasi dan memiliki mekanisme tertentu sebagai upaya pertahanan hidup di lingkungan yang menjadi habitat nematoda parasit. Oleh karena itu actinomycetes yang umumnya berada di lingkungan ini diperkirakan memiliki potensi sebagai agens pengendali populasi nematoda. Actinomycetes dianggap menjadi salah satu agens pengendali hayati yang paling berpotensi karena diketahui memiliki kemampuan antagonistik dengan
cara menghasilkan zat-zat protektif seperti enzim hidrolitik ekstraseluler dan antibiotik serta berbagai macam metabolit sekunder lain. Kemampuan menghasilkan enzim hidrolitik dan metabolit sekunder ini menjadi faktor utama untuk mempertimbangkan kelompok mikroorganisme ini sebagai kandidat agens pengendali nematoda. Beberapa enzim hidrolitik ekstraseluler yang mampu dihasilkan oleh actinomycetes adalah protease dan kitinase. Enzim protease telah diketahui mampu dihasilkan oleh spesies anggota actinomycetes seperti Streptomyces exfoliates, S. sampsonii, S. nogalator, S. anulatus, S. pactum dan S. rimosus (Ashokvardhan et al., 2014; Jain et al., 2009; Mitra et al., 2005; Rifaat et al., 2007), sementara spesies yang mampu menghasilkan enzim kitinase di antaranya Streptomyces rimosus, S. canus, S. pseudogriseolus dan Micromonospora brevicatiana (Brzezinska et al., 2013; Mane dan Desmukh, 2009). Adanya enzim tersebut diperkirakan mampu merusak struktur telur nematoda yang diketahui tersusun atas kandungan protein dan kitin. Selain menghasilkan enzim hidrolitik, kelompok mikroorganisme ini juga dikenal memiliki kemampuan menghasilkan berbagai macam metabolit sekunder, salah satunya metabolit yang bersifat nematisidal. Beberapa actinomycetes yang diketahui memiliki kemampuan ini adalah Streptoverticillum albireticuli, Streptomyces faradiae, Streptomyces avermitilis, Streptomyces albogriseolus dan Streptomyces sp. MH021 (Van Gundy et al.,1985; Rajeswari dan Ramakrishnan, 2015; Jayakumar, 2009; Zeng et al., 2013; Ruanpanun et al., 2011). Oleh karena itu, adanya kemampuan menghasilkan enzim hidrolitik serta metabolit
nematisidal tersebut memungkinkan kelompok mikroorganisme ini dijadikan sebagai agens pengendali hayati nematoda. Penelitian berupa eksplorasi potensi nematisidal actinomycetes yang berasal dari perakaran tanaman kopi masih jarang dilaporkan, sementara kebutuhan akan agens pengendali nematoda tanaman kopi sangat dibutuhkan untuk menanggulangi kerugian akibat serangan nematoda. Oleh karena itu penelusuran lebih jauh mengenai agens pengendali hayati dari kelompok actinomycetes yang bersifat ramah lingkungan perlu dilakukan, terutama di Indonesia yang memiliki kekayaan akan biodiversitas makhluk hidup yang tinggi, termasuk biodiversitas mikroorganisme. B. Permasalahan Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat mikroorganisme kelompok actinomycetes dari rhizosfer tanaman kopi yang berpotensi mengendalikan nematoda parasit tanaman kopi, Meloidogyne sp.? 2. Bagaimanakah isolat actinomycetes tersebut dapat mengendalikan Meloidogyne sp.? 3. Apa jenis actinomycetes yang memiliki potensi dalam mengendalikan Meloidogyne sp.?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan isolat actinomycetes dari rhizosfer tanaman kopi yang berpotensi mengendalikan nematoda parasit tanaman kopi, Meloidogyne sp.. 2. Mengetahui mekanisme pengendalian (modes of action) yang dilakukan oleh isolat actinomycetes terhadap Meloidogyne sp.. 3. Mengetahui jenis actinomycetes yang memiliki potensi dalam mengendalikan Meloidogyne sp.. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi lebih banyak mengenai potensi pengendalian nematoda parasit tanaman kopi yang dimiliki oleh kelompok actinomycetes, terutama yang berhabitat pada daerah perakaran tanaman kopi. Selain itu, isolat yang telah diperoleh juga diharapkan mampu dijadikan sebagai salah satu kandidat agens pengendali hayati nematoda parasit tanaman pada umumnya dan nematoda parasit tanaman kopi pada khususnya.