I. PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan

dokumen-dokumen yang mirip
1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pada konstelasi otonomi daerah, persoalan manajemen pertanahan daerah yang

EVALUASI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Era desentralisasi pasca disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan informasi, komunikasi, dan transportasi dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESISIR SELATAN,

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB 1 PENDAHULUAN. wilayah yang lebih kecil. (Josef Riwu Kaho, 1998:135) pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi atau pelayanan yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah perusahaan tentunya mempunyai masalah dalam menyusun

ANALISIS RETRIBUSI PASAR DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

QANUN KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA

b. bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi daerah, pengelolaan kawasan pantai merupakan wewenang Pemerintah Daerah ;

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Keberhasilan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Republik. Negara kita Negara Indonesia ini mempunyai sebuah landasan atau sebuah

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas, dalam menyelenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR. 3 TAHUN 2010 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA BIDANG FARMASI

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah pajak yang dikenakan terhadap objek pajak berupa bumi dan/atau

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH KABUPATEN LANDAK PADA PIHAK KETIGA

BABI PENDAHULUAN. pendapatan asli daerah (PAD) adalah merupakan salah satu sumber. penerimaan daerah selain sumber penerimaan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Yang Maha Esa yang wajib kita jaga dan kelola dengan sebaik-baiknya

PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. utuh, sehingga wilayah negara Indonesia terbagi ke dalam daerah otonom.

BAB I PENDAHULAN. penting untuk kepentingan pembangunan perekonomian di Indonesia, sebagai

Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Tahun 2013 Peraturan Daerah Kabupaten Temanggung Nomor 1 Tahun 2013

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (TAP MPR) No. IV/ MPR/ 1978 GBHN jo TAP MPR No. II/ MPR/ 1983 GBHN.

BUPATI BOM BAN A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR: 5 TAHUN 2013 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAMASA,

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan ini dalam artian bahwa karena lapangan retribusi daerah berhubungan

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

EVALUASI TERHADAP POTENSI PENDAPATAN DAERAH DARI SEKTOR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (Studi Kasus di Pemda Kabupaten Klaten)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memperkenalkan kebijakan otonomi daerah. Keseriusan pemerintah Indonesia

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia yang telah dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak manusia dalam kelangsungan kehidupan seharihari. Tanah sangat erat hubungannya dengan manusia, karena anah mempunyai nilai ekonomis bagi segala aspek kehidupan manusia dalam rangka menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Manusia berlomba-lomba untuk menguasai dan memiliki bidang tanah yang diinginkan, oleh karena itu tidak mengherankan apabila setiap manusia yang ingin memiliki dan menguasainya menimbulkan masalah-masalah tanah, seperti dalam pendayagunaan tanah. Manusia dalam mendayagunakan tanah tidak seimbang dengan keadaan tanah, hal ini dapat memicu terjadinya perselisihan antara sesama manusia seperti perebutan hak, timbulnya masalah kerusakan-kerusakan tanah dan gangguan terhadap kelestariannya. Dalam rangka mengatur dan menertibkan masalah pertanahan telah dikeluarkan berbagai peraturan hukum pertanahan yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok- Pokok Agraria (UUPA) sebagai Hukum Tanah Nasional.

2 Secara umum Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) membedakan tanah menjadi: 1. Tanah Hak, yaitu tanah yang telah dibebani sesuatu hak diatasnya, tanah hak juga dikuasai oleh negara tetapi penggunaannya tidak langsung sebab ada hak pihak tertentu di atasnya. 2. Tanah Negara, yaitu tanah yang langsung dikuasai negara. Langsung dikuasai artinya tidak ada pihak lain di atas tanah itu, tanah itu disebut juga tanah negara bebas. Landasan dasar bagi pemerintah dan rakyat Indonesia untuk menyusun politik hukum serta kebijaksanaan di bidang pertanahan telah tertuang dalam Undang- Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) yang berbunyi Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 makna dikuasai oleh negara bukan berarti bahwa tanah tersebut harus dimiliki secara keseluruhan oleh negara, tetapi pengertian dikuasai itu memberi wewenang kepada negara sebagai organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia untuk tingkatan yang tertinggi untuk: a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut. b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

3 Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota yang menggunakan prinsip otonomi daerah. Diterapkannya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada tiap-tiap daerah tersebut untuk mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Setiap daerah dalam menjalankan pemerintahan di daerah, memerlukan pendanaan untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut. Oleh karena itu, daerah memiliki hak mengenakan pungutan kepada masyarakat. Pungutan tersebut berbentuk pajak dan retribusi daerah. Pendapatan yang berasal dari pajak dan retribusi daerah merupakan pos Pendapatan Asli Derah (PAD). Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber penerimaan daerah sendiri perlu terus ditingkatkan agar dapat menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan pembangunan yang setiap tahun meningkat sehingga kemandirian otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab dapat dilaksanakan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,

4 Lebih lanjut, lingkup keuangan Negara berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu: 1. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang dan melakukan pinjaman; 2. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; 3. Penerimaan Negara; 4. Pengeluaran Negara; 5. Kekayaan Negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/daerah. 6. Kekayaan pihak lain yang dikuasai pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; 7. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. Kekayaan pihak lain yang dimaksud di sini meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga atau perusahaan negara/daerah. Salah satu yang dapat ditempuh adalah mengoptimalkan pendapatan daerah yang berasal dari pemakaian kekayaan daerah yang digunakan pihak yang lain. Pendapatan daerah dari sumber ini termasuk dalam sumber pendapatan daerah sebagaimana dijelaskan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pemerintah Bandar Lampung memiliki Hak Pengelolaan Lahan yang di atasnya berdiri bangunan tempat usaha milik perorangan atau swasta. Hak Pengelolaan Lahan tersebut kemudian dilimpahkan kepada pihak swasta atau orang pribadi. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan pendapatan asli daerah Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam bentuk pungutan kewajiban. Pemungutan kewajiban terhadap pemilik tempat usaha tersebut sebagai balas jasa penggunaan lahan hak pengelolaan yang dimiliki oleh pemerintah. Kebijakan ini tertuang di dalam

5 Peraturan Wali Kota Nomor 96. A Tahun 2012 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Penetapan Kewajiban Atas Pemegang Hak Guna Bangunan Di Atas Tanah Hak Pengelolaan Lahan Pemerintah Kota Bandar Lampung. Obyek Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan Lahan Pemerintah Kota Bandar Lampung adalah pemakaian kekayaan daerah berupa Tanah Hak Pengelolaan (HPL) Pemerintah Bandar Lampung yang telah yang di atasnya telah berdiri banguan ruko, kios atau toko yang dikuasai perseorangan maupun badan hukum sesuai dengan nama yang tertulis di dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan. Sedangkan subyek Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan Lahan Pemerintah Kota Bandar Lampung adalah yang tercatat sesuai dengan daftar tanah dalam buku tanah pada kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung baik atas nama perseorangan atau pribadi maupun atas nama badan hukum. Tingkat penggunaan jasa pemegang Hak Guna Bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan Lahan Pemerintah Kota Bandar Lampung diukur berdasarkan jenis penggunaan, ukuran, lokasi, zona, luas, tarif dan jangka waktu masa Hak Guna Bangunan. Pemungutan Kewajiban Atas Pemegang Hak Guna Bangunan Di Atas Tanah Hak Pengelolaan Lahan Pemerintah Kota Bandar Lampung sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Peraturan Wali Kota Nomor 96. A Tahun 2012 dilaksanakan oleh Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandar Lampung. Peraturan Wali Kota Nomor 96. A Tahun 2012 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Penetapan Kewajiban Atas Pemegang Hak Guna Bangunan Di Atas Tanah Hak

6 Pengelolaan Lahan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaannya telah dibatalkan atau diklarifikasi oleh Menteri Dalam Negeri karena terdapat beberapa pasal dalam Perwali ini yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dan juga menciptakan ekonomi biaya tinggi bagi masyarakat yang terkena dampak langsung Perwali ini. Berdasarkan uraian singkat di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Tinjauan Surat Mendagri No. 188.34/8880/SJ tentang Klarifikasi Perwali Bandar Lampung No. 96 A Tahun 2012. 2. 1 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 2. 1. 1 Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah dasar penetapan kewajiban atas pemegang HGB di atas Hak Pengelolaan Lahan Kota Bandar Lampung? b. Bagaimanakah dasar pertimbangan diterbitkannya surat Mendagri No. 188.34/8880/SJ tentang Klarifikasi Perwali Bandar Lampung No. 96 A Tahun 2012? 2. 1. 2 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi lingkup bidang ilmu dan lingkup pembahasan. Lingkup bidang ilmu berkenaan dengan Hukum Administrasi Negara. Lingkup pembahasan yaitu mengenai dasar penetapan kewajiban atas pemegang HGB di atas Hak Pengelolaan Lahan Kota Bandar Lampung.

7 3. 1 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 3. 1. 1 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: a. Mengetahui dasar penetapan kewajiban atas pemegang HGB di atas Hak Pengelolaan Lahan Kota Bandar Lampung. b. Mengetahui dasar pertimbangan diterbitkannya surat Mendagri No. 188.34/8880/SJ tentang Klarifikasi Perwali Bandar Lampung No. 96 A Tahun 2012. 3. 1. 2 Kegunaan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, kegunaan penelitian ini, yaitu: a. Kegunaan teoritis, yaitu berguna sebagai upaya pengembangan wawasan pemahaman di bidang Hukum Administrasi Negara mengenai pemungutan kewajiban atas pemegang Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan Lahan Pemerintah Kota Bandar Lampung. b. Kegunaan praktis, yaitu penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperluas pengetahuan masyarakat berkenaan dengan bidang ilmu Hukum Administrasi Negara, serta sebagai sumber informasi bagi para pengaji ilmu hukum ataupun rekan-rekan mahasiswa lain yang ingin melakukan penelitian dalam bidang yang sama.