PERATURAN MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENERJEMAH

dokumen-dokumen yang mirip
2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22,

2 Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5121); 3. Peraturan Pemerint

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN PENYUSUNAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PERENCANA

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA

PERATURAN MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2010

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,

PERATURAN BERSAMA MENTERI SEKRETARIS NEGARA DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 1 TAHUN 2007 NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG

Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pusat Statistik; MEMUTUSKAN:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 6); 2. Peraturan Pemeri

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor

BPKP. Auditor. Jabatan fungsional. Perpindahan Jabatan. Perlakukan Khusus. Pengangkatan.

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Indonesia Nomor 3547) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun

PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 6); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 16

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 152, Tambahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA,

2017, No Indonesia Nomor 5494); 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpu

TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL PENGHULU DAN ANGKA KREDITNYA MENTERI AGAMA DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lemba

2016, No Republik Indonesia Nomor 5035); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Birokrasi Nomor PER/219/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan Fungsional Perkayasa dan angka Kreditnya; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 18 T

2 Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembar

2017, No masing-masing Kementerian/Lembaga mempunyai kewajiban untuk menyusun peraturan perundang-undangan yang mengatur pedoman penyusunan for

2017, No Tahun 2017 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Fungsional melalui Penyesuaian (inpassing), masing-masing Kementer

2017, No Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lemb

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BERSAMA KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 1 TAHUN 2010 NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

2017, No Kementerian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 322); 2. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organis

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 156 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYESUAIAN (INPASSING) JABATAN FUNGSIONAL ARSIPARIS

2017, No Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Nege

2016, No Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparat

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR: KEP. 1106/Ka/08/2001 NOMOR: 34 A Tahun 2001

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup d

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENYESUAIAN/INPASSING JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR KEPEGAWAIAN

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No KEP/58/M.PAN/6/2004 tentang Jabatan Fungsional Penggerak Swadaya Masyarakat dan Angka Kreditnya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan seb

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184/PMK.04/2014 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 81 TAHUN 2008 TENTANG

2016, No Indonesia Nomor 5494); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN ANGKA KREDIT JABATAN FUNGSIONAL GURU

2016, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Kep

2016, No bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku Jabatan Fungsional Ahli Utama dan Ahli Madya; c. bahwa dalam rangka memenuhi formasi Jabatan

2017, No Fungsional Pengawas Farmasi dan Makanan Kategori Keterampilan melalui Penyesuaian/Inpassing di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Ma

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN KUTAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN BURU

PERATURAN BERSAMA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 02/V/PB/2010 NOMOR 13 TAHUN 2010

NOMOR 54 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 97 TAHUN 2000 TENTANG FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No Meningat : 1. Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,

2017, No Cara Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Fungsional Pengawas Farmasi dan Makanan Kategori Keahlian melalui Penyesuaian/I

2018, No Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lemb

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Pamong Belajar. Jabatan Fungsional. Angka Kredit. Petunjuk Teknis. Pencabutan.

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

2016, No Jabatan dan Pangkat Bagi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil; Mengingat : 1. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan R

2016, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Le

2016, No Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,

BUPATI JEMBER PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

PERA PER T A U T R U A R N A N BER

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

- 5 - Pasal II Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA, TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENERJEMAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa berdasarkan Pasal 28 ayat (2) huruf a Peraturan Bersama Menteri Sekretaris Negara dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 1 tahun 2007 dan Nomor 22 Tahun 2007, Sekretariat Negara menetapkan pedoman penyusunan formasi Jabatan Fungsional Penerjemah; b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana tersebut pada huruf a., dipandang perlu menetapkan Pedoman Penyusunan Formasi Jabatan Fungsional Penerjemah dengan Peraturan Menteri Sekretaris Negara. 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5121);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3098) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 31); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4015) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4332); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1164); 7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Penerjemah; 8. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/24/M.PAN/5/2006 tentang Jabatan Fungsional Penerjemah dan Angka Kreditnya; 9. Peraturan Bersama Menteri Sekretaris Negara dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 1 Tahun 2007 dan Nomor 22 Tahun 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penerjemah dan Angka Kreditnya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bersama Menteri Sekretaris Negara dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 4 Tahun 2010 dan Nomor 16 Tahun 2010. MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI SEKRETARIS NEGARA TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENERJEMAH - 2 - Pasal 1 Pedoman Penyusunan Formasi Jabatan Fungsional Penerjemah ini merupakan pedoman bagi Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat, Daerah Provinsi, dan Daerah Kabupaten/Kota dalam menyusun formasi Jabatan Fungsional Penerjemah di lingkungan instansi pusat dan daerah.

Pasal 2 Sistematika Pedoman Penyusunan Formasi Jabatan Fungsional Penerjemah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan ini, disusun sebagai berikut: I. TUJUAN II. PENGERTIAN III. TATA CARA PERHITUNGAN FORMASI JABATAN PENERJEMAH IV. TATA CARA PENETAPAN DAN PENGUSULAN FORMASI JABATAN PENERJEMAH V. PENUTUP Pasal 3 Pedoman Penyusunan Formasi Jabatan Fungsional Penerjemah adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran Peraturan ini yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Pasal 4 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal September 2010 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUDI SILALAHI - 3 -

Lampiran Peraturan Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2010 Tanggal September 2010 PEDOMAN PENYUSUNAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENERJEMAH I. TUJUAN II. Pedoman penyusunan formasi Jabatan Fungsional Penerjemah ini bertujuan untuk memberikan pedoman bagi Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat, Daerah Provinsi, dan Daerah Kabupaten/Kota dalam : 1. melakukan perhitungan, penetapan, dan pengusulan formasi Jabatan Fungsional Penerjemah di lingkungan Pegawai Negeri Sipil (PNS), baik pada unit-unit penerjemahan maupun pada unit-unit lain pengguna Penerjemah di instansi pusat dan daerah; 2. mendapatkan jumlah dan susunan Jabatan Fungsional Penerjemah sesuai dengan beban kerja yang dapat dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu secara profesional, serta memungkinkan pencapaian jumlah kredit yang ditentukan untuk kenaikan pangkat. PENGERTIAN Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Formasi Jabatan Fungsional Penerjemah adalah jumlah dan susunan pangkat PNS yang diperlukan oleh satuan organisasi agar mampu melaksanakan tugas penerjemahan untuk jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang; 2. Jam kerja efektif adalah jam kerja yang secara objektif digunakan untuk menyelesaikan tugas pokok Penerjemah dalam melaksanakan unsur dan sub unsur kegiatan Penerjemah yang dinilai angka kreditnya. III. TATA CARA PERHITUNGAN FORMASI JABATAN PENERJEMAH 1. UMUM : a. Formasi Jabatan Fungsional Penerjemah masing-masing satuan organisasi penerjemah maupun satuan organisasi lain pengguna Penerjemah disusun berdasarkan analisis kebutuhan dan penyediaan pegawai sesuai dengan jabatan yang tersedia, dengan memperhatikan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan oleh Pemerintah. b. Analisis kebutuhan dan penyediaan pegawai tersebut di atas dilakukan berdasarkan pada : - 4 -

1) Jenis pekerjaan, yaitu berbagai unsur dan sub unsur kegiatan yang harus dilakukan Penerjemah untuk melaksanakan penerjemahan yang merupakan tugas dan fungsi masing-masing satuan organisasi/unit kerja penerjemahan; 2) Sifat pekerjaan, yaitu pekerjaan yang berpengaruh dalam penetapan formasi Jabatan Fungsional Penerjemah, yaitu sifat pekerjaan yang ditinjau dari sudut waktu untuk melaksanakan pekerjaan itu; 3) Analisis beban kerja dan perkiraan kapasitas seorang tenaga Penerjemah dalam jangka waktu tertentu, yaitu frekuensi rata-rata masing-masing jenis pekerjaan penerjemahan dalam jangka waktu tertentu; 4) Prinsip pelaksanaan pekerjaan, yaitu apakah suatu kegiatan penerjemahan harus dilaksanakan sepenuhnya oleh satuan organisasi penerjemahan atau memerlukan dukungan pihak lain di luar satuan organisasi (misalnya, akibat kebutuhan tenaga spesialisasi atau pengetahuan/keahlian khusus); 5) Setiap Pejabat Fungsional Penerjemah, selain menguasai Bahasa Indonesia sebagai bahasa sumber, setidak-tidaknya menguasai satu bahasa asing atau satu bahasa daerah sebagai bahasa sasaran; 6) Struktur organisasi unit penerjemahan maupun unit lain pengguna Penerjemah, untuk dilihat jumlah PNS yang menempati jabatan struktural, jabatan fungsional tertentu, serta jabatan fungsional umum yang ada; 7) Faktor-faktor lain yang harus diperhitungkan, terutama kemampuan keuangan negara. c. Formasi Jabatan Fungsional Penerjemah di suatu instansi, baik di pusat maupun di daerah, hanya akan ada, apabila : 1) Tersedianya suatu unit penerjemahan yang mewadahi Pejabat Fungsional Penerjemah atau tersedianya unit lain yang menggunakan Penerjemah dalam melaksanakan tugas penerjemahan, melalui penyesuaian struktur, tugas pokok, dan fungsi instansi yang bersangkutan; 2) Terdapat PNS di unit penerjemahan maupun di unit lain pengguna Penerjemah, yang memilih Jabatan Fungsional Penerjemah sebagai jalur kariernya; 3) Terdapat pejabat fungsional lain selain Penerjemah di unit penerjemahan atau di unit lain pengguna Penerjemah yang pindah jabatan ke dalam jabatan Penerjemah; 4) Terdapat pejabat struktural di unit penerjemahan atau di unit lain pengguna Penerjemah yang pindah jabatan ke dalam jabatan fungsional Penerjemah. Apabila tidak ada tambahan beban kerja di unit tersebut, maka perpindahan ini harus disertai dengan penghapusan jabatan struktural di unit bersangkutan (restrukturalisasi). 5) Ada tambahan beban kerja yang mengakibatkan bertambahnya formasi PNS yang bekerja di bidang penerjemahan di unit penerjemahan atau di unit lain pengguna Penerjemah, serta ada PNS yang memilih Jabatan Fungsional Penerjemah sebagai jalur karirnya. Formasi Jabatan - 5 -

Fungsional Penerjemah ini bisa berasal dari PNS di luar unit penerjemahan yang ingin pindah ke dalam jabatan fungsional Penerjemah, atau pegawai baru. 2. PERHITUNGAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENERJEMAH a. Tahap I (tahun 2010) 1) Formasi Jabatan Fungsional Penerjemah di setiap unit penerjemahan untuk tahun 2010 tidak berakibat bertambahnya jumlah PNS yang telah dan masih melaksanakan tugas di bidang penerjemahan pada unit penerjemahan maupun di unit lain yang menggunakan Penerjemah tersebut; 2) Apabila jumlah PNS yang telah dan masih melaksanakan tugas di bidang penerjemahan pada suatu unit penerjemahan atau di unit lain pengguna Penerjemah adalah T, dan di dalamnya terdiri dari sejumlah Jabatan Struktural (JS), Jabatan Fungsional Tertentu selain Penerjemah (JFT), dan pejabat Fungsional Umum (JFU), maka: T = JS + JFT + JFU 3) Dengan adanya formasi Jabatan Fungsional Penerjemah sejumlah JFP, maka jumlah PNS yang telah dan masih melaksanakan tugas di bidang penerjemahan harus tetap sama dengan T, namun dengan konfigurasi yang berubah menjadi: T T T T = JFP + JS + JFT + (JFU-JFP), apabila seluruh JFP berasal dari Jabatan Fungsional Umum; = JFP + JS + (JFT - JFP) + JFU, apabila seluruh JFP berasal dari Jabatan Fungsional Tertentu selain Penerjemah; = JFP + (JS - JFP) + JFT + JFU, apabila seluruh JFP berasal dari Jabatan Struktural; = JFP + (JS + JFT + JFU - JFP), apabila JFP berasal dari ketiga unsur jabatan. b. Tahap II (setelah tahun 2010) 1) Formasi Jabatan Fungsional Penerjemah di setiap unit penerjemahan atau di unit lain pengguna Penerjemah setelah tahun 2010, dimungkinkan menambah jumlah PNS yang telah dan masih melaksanakan tugas di bidang penerjemahan di unit tersebut, dengan syarat adanya tambahan beban kerja. 2) Formasi Jabatan Penerjemah dikarenakan adanya tambahan beban kerja tersebut, dihitung berdasarkan formula sebagai berikut: Formasi JFP = (Σ Plan X µ Volume X µ Time) : Σ Person Load - 6 -

Formasi JFP = Jumlah formasi yang tersedia untuk pelaksanaan kegiatan penerjemahan pada suatu unit penerjemahan maupun di unit lain pengguna Penerjemah Σ Plan = Jumlah kegiatan penerjemahan per jenjang jabatan fungsional Penerjemah µ Volume = Rata-rata jumlah output hasil pekerjaan penerjemahan setiap jenis kegiatan penerjemahan µ Time = Rata-rata waktu untuk menyelesaikan 1 (satu) output Σ Person Load = Contoh : Jumlah jam kerja efektif penerjemah dalam setahun (1.250 jam) Kegiatan fungsional Penerjemahan di unit penerjemahan dan atau di unit lain pengguna Penerjemah pada suatu instansi dalam setahun adalah sebagai berikut: (1) Kegiatan penerjemahan untuk Penerjemah Pertama berjumlah 30 kegiatan, masing-masing kegiatan tersebut rata-rata menghasilkan 25 output, dan rata-rata setiap output tersebut membutuhkan penyelesaian waktu sebanyak 25 jam, maka formasi Jabatan Fungsional Penerjemah untuk jenjang Penerjemah Pertama tersebut adalah: Formasi JFP = (30 X 25 X 25) :1.250 = 15,00 Jadi jumlah formasi jabatan fungsional Penerjemah untuk jenjang Penerjemah Pertama adalah 15 orang. (2) Kegiatan penerjemahan untuk Penerjemah Muda berjumlah 28 kegiatan, masing-masing kegiatan tersebut rata-rata menghasilkan sebanyak 24 output, dan rata-rata setiap output membutuhkan penyelesaian waktu sebanyak 26 jam, maka formasi Jabatan Fungsional Penerjemah untuk jenjang Penerjemah Muda tersebut adalah: Formasi JFP = (28 X 24 X 26) : 1.250 = 13,98 dibulatkan menjadi 14 Jadi jumlah formasi Jabatan Fungsional Penerjemah untuk jenjang Penerjemah Muda adalah 14 orang. (3) Kegiatan penerjemahan untuk Penerjemah Madya berjumlah 24 kegiatan, masing-masing kegiatan tersebut rata-rata menghasilkan sebanyak 20 output, rata-rata setiap output membutuhkan penyelesaian waktu sebanyak 28 jam, maka formasi Jabatan - 7 -

Fungsional Penerjemah untuk jenjang Penerjemah Madya tersebut adalah: Formasi JFP = (24 X 20 X 28) : 1.250 = 10,75 dibulatkan menjadi 11 Jadi jumlah formasi Jabatan Fungsional Penerjemah untuk jenjang Penerjemah Madya adalah 11 orang. (4) Kegiatan penerjemahan untuk Penerjemah Utama berjumlah 18 kegiatan, masing-masing kegiatan tersebut rata-rata menghasilkan sebanyak 18 output, rata-rata setiap output membutuhkan penyelesaian waktu sebanyak 30 jam, maka formasi Jabatan Fungsional Penerjemah untuk jenjang Penerjemah Utama tersebut adalah: Formasi JFP = (18 X 18 X 30) : 1.250 = 7.78 dibulatkan menjadi 8 Jadi jumlah formasi Jabatan Fungsional Penerjemah untuk jenjang Penerjemah Utama adalah 8 orang. IV. TATA CARA PENETAPAN DAN PENGUSULAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENERJEMAH 1. Penetapan Formasi Jabatan Fungsional Penerjemah dengan cara : b. Formasi Jabatan Fungsional Penerjemah untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Pusat setiap tahunnya ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi berdasarkan usul dari Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat masingmasing setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN). c. Formasi Jabatan Fungsional Penerjemah untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Daerah : 1) Provinsi, ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan usul dari Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi atau Kepala Instansi/Dinas Teknis terkait setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala Kantor Regional BKN yang bersangkutan; 2) Kabupaten, ditetapkan oleh Bupati berdasarkan usul dari Kepala BKD Kabupaten atau Kepala Instansi/Dinas Teknis terkait setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala Kantor Regional BKN yang bersangkutan; 3) Kota, ditetapkan oleh Walikota berdasarkan usul dari Kepala BKD Kota atau Kepala Instansi/Dinas Teknis terkait setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala Kantor Regional BKN yang bersangkutan. 2. Prosedur Pengusulan Formasi Jabatan Fungsional Penerjemah a. Formasi Jabatan Fungsional Penerjemah di Pusat - 8 -

1) Usulan formasi jabatan Penerjemah disusun berdasarkan pada bezzeting dan peta jabatan, baik jabatan struktural maupun jabatan fungsional pada unit penerjemahan yang bersangkutan; 2) Sebelum mengajukan usulan formasi Jabatan Fungsional Penerjemah kepada Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, masing-masing Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat melakukan koordinasi dan konsultasi dengan Sekretariat Negara sebagai Instansi Pembina jabatan fungsional Penerjemah; 3) Berdasarkan hasil koordinasi dan konsultasi tersebut, selanjutnya usulan formasi jabatan tersebut diajukan kepada Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan ditembuskan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara, sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 4) Ketetapan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi disampaikan kepada instansi masing-masing, serta ditembuskan kepada Sekretariat Negara. b. Formasi Jabatan Fungsional Penerjemah di Daerah 1) Usulan formasi Jabatan Fungsional Penerjemah disusun berdasarkan pada bezzeting dan peta jabatan, baik jabatan struktural maupun fungsional, pada unit penerjemahan dan unit pengguna Penerjemah yang bersangkutan; 2) Pimpinan unit penerjemahan dan unit pengguna Penerjemah menyusun usulan rencana formasi Jabatan Fungsional Penerjemah di lingkungan masing-masing setelah dikoordinasikan atau dikonsultasikan dengan instansi pengelola penerjemah daerah yang bersangkutan; 3) Rencana usulan fomasi Jabatan Fungsional Penerjemah sebagaimana dimaksud di atas, selanjutnya diajukan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah untuk mendapat penetapan; 4) Sebelum formasi Jabatan Fungsional Penerjemah ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah, maka rencana formasi Jabatan Fungsional Penerjemah sebagaimana dimaksud terlebih dahulu dimintakan pertimbangan teknis kepada Kepala Kantor Regional BKN masing-masing; 5) Tembusan surat keputusan penetapan formasi Jabatan Fungsional Penerjemah disampaikan kepada Kepala Kantor Regional BKN yang bersangkutan, serta Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Sumber Daya Manusia dan Kepala Biro Naskah dan Penerjemahan, Sekretariat Negara. V. PENUTUP - 9 -

Penyusunan formasi Jabatan Fungsional Penerjemah setelah periode penyesuaian/inpassing dilakukan dengan mengacu pada Pedoman Penyusunan Formasi Jabatan Fungsional Penerjemah. MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUDI SILALAHI - 10 -