I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

dokumen-dokumen yang mirip
I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

KEBIJAKAN FORMULASI UNSUR SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIL DALAM KONSEP KUHP (Skripsi) Oleh YULISTINA

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering

I. PENDAHULUAN. juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

I. PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini terdapat pada Pasal 28 UUD 1945 yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. dan lembaga penegak hukum. Dalam hal ini pengembangan pendekatan terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kehidupan di dunia terdapat suatu nilai-nilai mengenai apa yang dianggap baik dan

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan Ketiga yang disahkan 10 November

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

I. PENDAHULUAN. karena itu melindungi hak-hak anak dari segenap tindakan-tindakan buruk yang

PENDAHULUAN. nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya, oleh karena itu mengabaikan perlindungan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

KEBIJAKAN FORMULASI ASAS SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

I. PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) berlandaskan keadilan dan. kebenaran adalah mengembangkan budaya hukum di semua lapisan

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia dikarunia dengan daerah daratan, lautan dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. organisasi/perusahaan swasta, baik yang berupa surat-surat, barang-barang

1. PENDAHULUAN. dengan meyusun Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum

I. PENDAHULUAN. Orang hanya menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Ini tentu benar,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

I. PENDAHULUAN. dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis,

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

I. PENDAHULUAN. Salah satu upaya yang sudah lumrah dilakukan oleh pembentuk Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

KEBIJAKAN PENERAPAN SANKSI PIDANA DALAM PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI TENTANG PAJAK DAERAH

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

Transkripsi:

I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya pembaharuan sistem hukum pidana nasional masih sangat memprihatinkan. Manusia adalah makhluk sosial, seperti yang dikatakan Aristoteles manusia merupakan makhluk sosial yang dalam hidupnya selalu mencari sesama untuk hidup bersama (SR. Sianturi, 1928: 25). Hal ini adalah suatu kenyataan, bahwa manusia tidak dapat hidup dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan hidupnya. Pergaulan manusia bermasyarakat kebutuhan atau kepentingan mereka tidak selalu seirama dan sejalan sehingga sering terjadi peristiwa yang tidak dikehendaki oleh masyarakat, baik itu perubahan yang dilarang oleh Undang-undang sebagai tindak pidana atau perbuatan lain yang tidak menyenangkan. Perbuatan atau tindakan seperti yang terjadi sekarang. Tindak pidana tersebut harus ditangani secara benar sehingga tidak terjadi eigenrichting Perbuatan eignrichting sangat tidak menguntungkan dalam kehidupan hukum karena dengan demikian proses hukum menjadi tidak dapat dilakukan terhadap pelaku kejahatan. Hukum pidana dikenal dengan fungsi-fungsinya yang salah satunya adalah fungsi subsider yaitu usaha melindungi masyarakat dari kejahatan hendaknya menggunakan upaya-upaya lain terlebih dahulu. Apabila dipandang sarana/upaya lain kurang memadai barulah digunakan hukum pidana (Ultimum remidium) (Tri Andrisman, 2007: 18)

Ultimum Remidium berarti Hukum pidana itu merupakan obat/sarana yang terakhir. Maksudnya, dalam menanggulangi kejahatan hendaknya upaya hukum/sanksi yang digunakan menggunakan sarana hukum lain, misalnya sanksi perdata atau sanksi administrasi, barulah kalau sanksi tersebut tidak dapat menanggulangi kejahatan, digunakan sarana hukum pidana sebagai upaya/sarana yang terakhir. (Tri Andrisman, 2007: 18) Orang yang melakukan tindak pidana harus memenuhi unsur-unsur tindak pidana sehingga dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana, jadi unsur pertanggungjawaban pidana ini melekat pada orangnya/pelaku tindak pidana. Menurut Moljatno (1987:1) merumuskan unsur-unsur perbuatan pidana /tindak pidana sebagai berikut: 1. Perbuatan(manusia) 2. yang memenuhi rumusan dalam undang-undang 3. bersifat melawan hukum Dilihat dari unsur-unsur tindak pidana yang dikemukakan oleh Moljatno di atas bahwa perbuatan seseorang yang positif maupun yang negatif dapat dikatakan sebagai tindak pidana harus memenuhi yang dirumuskan dalam undang-undang, namun adakalanya perbuatan manusia yang telah memenuhi rumusan undang-undang pidana itu tidak dapat dipidana, karena tidak bersifat melawan hukum. Unsur bersifat melawan hukum memberikan penilaian objektif terhadap perbuatan manusia. Unsur sifat melawan hukum sebagai unsur yang harus ada atau mutlak dalam suatu tindak pidana agar si pelaku atau terdakwa dapat dilakukan penuntutan dan pembuktian di pengadilan ini terdiri dari (Tri andrisman,2007: 101): 1. Sifat melawan hukum yang formil yaitu:

suatu perbuatan itu bersifat melawan hukum, apabila perbuatan itu diancam pidana dan dirumuskan sebagai suatu delik dalam undang-undang. Sedangkan sifat melawan hukumnya perbuatan itu dapat hapus hanya berdasarkan suatu ketentuan undangundang.sehingga sifat melawan hukum formil tersebut meliputi: a. perbuatan tersebut melawan hukum, apabila diancam undang-undang. b. Perbuatan yang diancam pidana itu dapat tidak dipidana apabila ditentukan berdasarkan undang-undang. 2. Sifat melawan hukum materil yaitu: Suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak, tidak hanya yang terdapat dalam undang-undang saja, tetapi harus juga melihat barlakunnya asas-asas hukum yang tidak tertulis, sehingga sifat melawan hukum materil meliputi: a. Perbuatan itu bersifat melawan hukum, baik itu berdasarkan undang-undang maupun hukum tidak tertulis. b. Sifat melawan hukum perbuatan yang nyata-nyata masuk dalam rumusan delik, dapat hapus berdasarkan ketentuan undang-undang maupun ketentuan hukum tidak tertulis. Unsur sifat melawan hukum materil ini mengalami kesulitan dalam penerapannnya karena dalam penerapannya membawa konsekuensi bahwa adanya penerapan hukum yang tidak tertulis.kemudian sifat melawan hukum materil ini terdapat dua fungsi yaitu (Barda Nawawi Arief, 2005: 28): 1. Sifat melawan hukum materil dalam fungsinya yang positif Mengakui adanya perbuatan tindak pidana yang tidak terdapat dalam undang-undang, namun bertentangan dengan hukum tidak tertulis. 2. Sifat melawan hukum materil dalam fungsinya negatif

Ini diakui hanya mengenai penghapusan sifat melawan hukumnnya perbuatan sedangkan mengenai perbuatan tindak pidana tidak diatur dalam undang-undang tidak diperbolehkan oleh undang-undang. Perkembangan mengenai unsur sifat melawan hukum di indonesia menjadi persoalan yang penting karena di indonesia di ikuti perkembangan pula hukum tidak tertulis yaitu hukum adat yang memungkinkan sifat melawan hukum tidak berdasarkan hukum tertulis dan terdapat dalam KUHP tetapi unsur melawan hukum itu ada dalam masyarakat yang tidak tertulis. Adanya hukum tidak tertulis di Indonesia maka apabila perbuatan tersebut membahayakan kepentingan hukum yang harus dilindungi oleh pembentuk undang-undang dalam rumusan delik tertentu, dengan demikian ada suatu ukuran penilaian apakah ada kepentingan hukum yang dilanggar/dibahayakan sehingga harus digali berdasarkan nilai-nilai atau kriteria materil yang ada dalam kehidupan masyarakat dan penghapusan/meniadakan sifat melawan hukum yang bersifat materil hanya digunakan dalam fungsinya negatif sebagai alasan pembenar. Kebijakan formulasi dalam hukum pidana nasional mengatur dalam bidang kejahatan pidana yang akan di fokuskan dalam pokok permasalahan (Arief Barda Nawawi, 2005:19): 1. Kebijakan formulasi/legislasi yang selama ini tertuang dalam hukum positif yang ada, yang mengakaji keterkaitan dan kecukupan hukum positif. 2. Kebijakan formulasi yang akan datang, yang akan mencakup masalah bagaimana formulasi pengaturan/penempatannya dalam kebijakan perundang-undangan di indonesia. Kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat luas, timbul beragam permasalahan dalam berbagai ruang lingkupnya. Permasalahan yang timbul sering menjangkau ketidak adilan bagi

rakyat indonesia yang imbasnya akan mempengaruhi kesejahteraan rakyat Indonesia, maka meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut adalah perbuatan tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Permasalahan-permasalahan yang berawal dari hukum tidak tertulis di masyarakan yang sering kita temui tidak terdapat dalam pasal-pasal yang tertera di peraturan perundangundangan, berdasarkan unsur sifat melawan hukum materilnya perlu adanya pemikiran tentang pembaharuan hukum. Melalui pembaharuan hukum tersebut dimungkinkan adanya penegasan bahwa terdapat asas legalitas tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup atau hukum adat yang menentukan dipidananya seseorang meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundangundangan, dengan demikian pentingnya pemerintah legislatif yang berwewenang dengan penataan Undang-undang untuk kebijakan formulasi mengenai perbuatan yang tidak diatur dalam perundang-undangan yang dalam tindak pidana sering kita sebut KUHP. Timbulnya konsep KUHP 2008 ini diharapkan dapat memperbaharui peraturan hukum pidana materil, sehingga unsur sifat melawan hukum materil dapat di selenggarakan dalam konsep KUHP 2008. Sesuai yang diungkapkan di atas, dalam Pasal 1 konsep KUHP 2008 terdapat pernyataan sebagai berikut: Ayat (1) bahwa, tiada seorang pun dapat di pidana atau dikenakan tindakan kecuali perbuatan telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan

Ayat (3) bahwa, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan seorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ayat (4) bahwa, berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat sebangaimana yang dimaksud dalam ayat (3) sepanjang sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan/atau prinsi-prinsip hukum yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa. Berdasarkan permasalahan di atas mendorong penulis untuk mengadakan penelitian dan menuangkan dalam bentuk tulisan yang berjudul: Kebijakan Formulasi Unsur Sifat Melawan Hukum Materil Dalam Konsep KUHP 2008. B. Pokok Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan di bahas adalah : 1. Bagaimanakah kebijakan formulasi unsur sifat melawan hukum materil dalam konsep KUHP 2008? 2. Bagaimanakah perspektif kebijakan formulasi unsur sifat melawan hukum materil dalam konsep KUHP 2008? 2. Ruang Lingkup Untuk membahas masalah tersebut, maka pokok bahasan dibatasi pada kebijakan formulasi unsur sifat melawan hukum materil dalam konsep KUHP 2008 dan hambatan kebijakan formulasi unsur sifat melawan hukum materil dalam konsep KUHP 2008.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan dan ruang lingkup permasalahan di atas maka penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami : Kebijakan formulasi unsur sifat melawan hukum materil dalam konsep KUHP 2008. 2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis Kegunaan teoritis dari hasil penelitian ini untuk memberikan sumbangan pengetahuan bagi perkembangan disiplin ilmu hukum khususnya mengenai unsur sifat melawan hukum materil dalam konsep KUHP 2008 serta faktor penghambat dalam penerapannya. b. Kegunaan praktis Untuk mengungkapkan secara objektif tentang kenyataan yang terjadi dalam praktek mengenai kebijakan formulasi unsur sifat melawan hukum materil dalam konsep KUHP 2008 berdasarkan dan faktor penghambat dalam penerapan kebijakan formulasi unsur sifat melawan hukum materil dalam konsep KUHP 2008. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasilhasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti (Soerjono Soekanto, 1986: 123). Salah satu unsur dalam tindak pidana adalah unsur sifat melawan hukumnya, suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila perbuatan tersebut masuk dalam rumusan delik, terdapat

juga sifat melawan hukum materil adalah sifat melawan hukum yang dapat dipidana meskipun tidak terdapat pada peraturan perundang-undangan, hal tersebut tidak sesuai dalam asas legalitas. Menurut M. Hamdan (1997:19) Politik hukum pidana diartikan sebagai: 1) Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaanan situasi pada suatu saat; 2) Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung di dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Dilihat dari perspektif hukum pidana, upaya terhadap penanggulan tindak pidana dapat dilihat dari berbagai aspek kebijakan kriminalisasi (formulasi tindak pidana), aspek pertanggungjawaban pidana atau pemidanaan, maka perlu adanya perubahan perumusan dalam pemidanaan yaitu kebijakan formulasi tindak pidana. Hal tersebut di atas yang menjadi latar belakang pemikiran adanya konsep pembaharuan hukum perundang-undangan di Indonesia, karena timbulnya kebutuhan dan tuntutan nasional sebagai menanggulangi kejahatan dalam rangka perlindungan masyarakat, untuk mengatasi masalah sosial dan masalah kemanusiaan dalam rangka mencapai dan menunjang tujuan nasional. Dengan demikian pembaharuan hukum pidana yang ditempuh dengan berorientasi pada kebijakan pendekatan yang berorientasi nilai-nilai kehidupan sosial dan masyarakat termasuk tata susila dan hukum kebiasaan/adat yang dimaknai secara materil yang biasa kita lihat sebagai unsur melawan hukum materilnya.

Perkembangan hukum di masyarakat tersebut akan membawa pengaruh yang tinggi terhadap peraturan perundang-undangan yang selama ini peraturan hukum pidana mengadopsi dari hukum Belanda, dan sampai saat ini belum ada yang memberikan pencerahan dan pembaharuan terhadap hukum pidana tersebut. Indonesia juga memiliki peraturan yang sudah di berkembang sejak zaman dahulu dengan berjalannya waktu peraturan tersebut juga sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang telah berkembang di masyarakat, namun hal tersebut sulit untuk diterapkan karena hukum negara kita selalu berdasar pada unsur perbuatan melawan hukum formil dan jarang sekali berfikir selain ada unsur perbuatan melawan hukum materil sehingga unsur perbuatan materil tersebut bisa dikatakan terancam punah sejalan dengan punahnya hukum yang tidak tertulis di Indonesia. Prof. Sudarto, SH mengemukakan tiga arti mengenai kebijakan kriminal, yaitu a. dalam arti sempit, ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana; b. dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi; c. dalam arti paling luas (yang beliau ambil dari Jorgen Jepsen), ialah keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat. Munculnya Konsep KUHP 2008 sudah mulai memperlihatkan bahwa hukum di negara kita akan memberikan pembaharuan terhadap hukum dengan dijelaskannya mengenai unsur perbuatan melawan hukum secara materil sehingga, unsur perbuatan melawan hukum materil tersebut bisa diakui dalam peraturan perundang-undangan.

2. Konseptual Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antar konsepkonsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti (Soerjono Soekanto,1996:32). a. Kebijakan adalah : (1) Dalam arti sempit;ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana, (2) Dalam arti luas; ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum termasuk didalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi, (3) Dalam arti paling luas ialah keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi yang bertujuan untuk menegakan norma-norma sentral dimasyarakat (Barda Nawawi Arief,1996:1). b. Kebijakan Kriminal(criminal policy) yang mencakup pendekatan penal melalui sistem peradilan pidana, dengan sendirinya akan bersentuhan dengan kriminalisasi yang mengatur ruang lingkup perbuatan yang bersifat melawan hukum, pertanggungjawaban pidana dan sanksi yang dapat dijatuhkan baik berupa pidana maupun tindakan.kriminalisasi tentu harus dilakukan secara hati-hati, jangan sampai menimbulkan represif yanng melanggar prinsip ultimum remedium dan menjadi bumerang dalam kehidupan sosial, yaitu berupa kriminalisasi berlebihan yang mengurangi wibawa hukum(muladi,2002:201) c. Sifat Melawan Hukum Materil adalah perbuatan yang melanggar atau membahayakan kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh pembentuk undang-undang dalam rumusan delik tertentu (Barda Nawawi Arief, 2005:26). d. Pidana adalah penderitaan/nestapa yang sengaja dibebankan oleh orang atau badan yang mempunyai kekuatan atau wewenang kepada orang yang melakukan perbuatan

yang memenuhi syarat-syarat menurut undang-undang (Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2005:4). e. Kebijakan kriminalisasi merupakan kebijakan menetapkan suatu perbuatan yang semula bukan tindak pidana menjadi suatu tindak pidana. (Barda Nawawi Arief, 2005: 87). f. Kebijakan formuasi adalah suatu perencanaan atau pogram dari pembuat undangundang mengenai apa yang akan dliakukan dalam menghadapi problem tertentu dan cara bagaimana meakukan atau maksanakan sesuatu yang direncanakan atau diprogramkan itu.(barda Nawawi Arief, 1984:173).