Jurnal Ilmiah TEKNIKA PENGARUH KELEMBABAN FLUKS ELEKTRODA E 6013 LAS SMAW PADA KEKUATAN SAMBUNGAN TUMPUL BAJA PADUAN BERKEKUATAN TARIK TINGGI AISI 4340 Bahrul Ilmi* *Dosen Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas IBA Email : bahrulilmi@iba.ac.id ABSTRAK Pada artikel ini, dilakukan penelitian terhadap kekuatan tarik sambungan pada baja paduan berkekuatan tarik tinggi AISI 4340 dengan metode pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding) menggunakan elektroda E 6013 dengan kondisi fluks normal tanpa perlakuan, dengan kondisi fluks yang dikeringkan terlebih dahulu dalam oven pemanas pada temperatur 135 derajat Celcius selama 1 jam sesaat sebelum digunakan, dan dengan kondisi fluks yang dibasahi dengan air. Material disambung dengan bentuk kampuh V dengan sudut 60 derajat. Spesimen pengujian tarik dibuat berdasarkan standar JIS Z3121. Dari hasil pengujian yang dilakukan didapat kekuatan tarik spesimen dengan kondisi fluks normal sebesar 45,33 kgf/mm2 dan kekuatan luluh 19,44 kgf/mm2, kekuatan tarik spesimen dengan kondisi fluks yang dikeringkan sebesar 49,64 kgf/mm2 dan kekuatan luluh 21,76 kgf/mm2, kekuatan tarik spesimen dengan kondisi basah sebesar 40,79 kgf/mm2 dan kekuatan luluh 17,79 kgf/mm2. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kelembaban fluks elektroda E 6013 pada las SMAW sangat berpengaruh pada hasil pengelasan dan kekuatan sambungan las baja AISI 4340. Kata Kunci: kelembaban fluks E 6013, las SMAW, baja AISI 4340 1. PENDAHULUAN Berdasarkan definisi Deutch Industrie Normen (DIN), Las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilakukan dalam keadaan cair. Dari definisi tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam menggunakan energi panas (Beumer1994). Pada las SMAW (Shielded Metal Arc Welding), elektroda akan meleleh dan ditransfer melalui busur listrik ke benda kerja yang disambung. Atmosfir busur tergantung pada komposisi fluks, dimana akan mempengaruhi polaritas yang panasnya maksimum. Jadi fluks berperan penting dalam proses pengelasan, karena mempengaruhi sifat mampu las material yang disambungnya. Suatu penelitian pada pengelasan busur terendam (SAW) pada pelat baja A36 (Lestari2014), menyimpulkan bahwa kondisi fluks yang lembab dapat menyebabkan cacat porositas, menurunkan kekuatan impak dan kekerasan. Oleh sebab itu pemilihan dan penanganan elektroda tidak boleh sembarangan dan harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan American Welding Society (AWS) agar hasil pengelasan memenuhi keinginan dan standar yang telah ditetapkan. Pada penelitian ini dilakukan serangkaian pengujian dengan berbagai kondisi kelembaban fluks elektroda E 6013 yang digunakan dalam pengelasan SMAW dengan mesin las listrik (SMAW) arus searah, dengan tujuan untuk melihat pengaruh kelembaban fluks terhadap kekuatan sambungan yang dihasilkan oleh pengelasan SMAW pada batang baja paduan berkekuatan tarik tinggi AISI 4340. Dari hasil pengujian tarik akan dilihat apakah ada perbedaan dan berapa besar nilai kekuatan tarik, kekuatan luluh dan regangan dari spesimen yang diuji. 2. LANDASAN TEORI 2.1. Las SMAW Pengelasan busur listrik dengan logam terlindung (Shielded Metal Arc Welding, SMAW) 14
Jurnal Ilmiah TEKNIKA ISSN: 2355-3553 atau biasa disebut juga dengan las listrik, adalah suatu proses pengelasan yang menggunakan panas untuk mencairkan kawat elektroda las sebagai bahan pengisi dan material dasar atau logam induk yang disambung (Harsono2000), panas tersebut dihasilkan oleh lompatan ion listrik yang terjadi antara katoda dan anoda yang membentuk busur listrik. Panas yang dihasilkan dari lompatan ion listrik ini besarnya dapat mencapai 4000 derajat Celcius sampai 4500 derajat Celcius. Pada las SMAW ini dapat digunakan dua jenis sumber tegangan, yaitu arus bolak balik (AC) dan arus searah (DC). Panas yang dihasilkan akan mencairkan elektroda itu sendiri dan logam dasar yang akan disambungnya, sehingga cairan elektroda dan cairan logam dasar akan menyatu menjadi logam lasan (weld metal). Untuk menghasilkan kualitas busur yang baik dan konstan jarak ujung elektroda dan permukaan logam dasar dijaga tetap sama, yaitu 1,5 x diameter elektroda yang dipakai. Gambar 2.1 Las SMAW 2.2. Elektroda Las Berdasarkan klasifikasi American Welding Society (AWS), kode elektroda dinyatakan dengan huruf E dan diikuti dengan empat atau lima digit angka yang artinya adalah sebagai berikut (Sonawan2003): E = Elektroda, dua atau tiga digit pertama: menunjukkan nilai kekuatan tarik minimum x 1000 psi pada hasil pengelasan yang diperkenankan. Digit ketiga atau empat: menunjukkan tentang posisi pengelasan yang artinya sebagai berikut: 1 = Elektroda dapat digunakan untuk semua posisi (E xx1x). 2 = Elektroda dapat digunakan untuk posisi di bawah tangan (E xx2x). 3 = Hanya untuk posisi di bawah tangan saja (E xx3x). 4 = Untuk semua posisi kecuali arah turun (E xx4x). Digit terakhir (keempat atau kelima) menunjukkan jenis arus dan tipe salutan. Digit tersebut mulai dari 0 sampai 8 yang menunjukkan tipe arus dan polaritas yang digunakan, dimana ada empat pengelompokan yang dapat menunjukkan tipe arus untuk tiap tipe elektroda, yaitu: 1. Elektroda dengan digit terakhirnya 0 dan 5 dapat digunakan hanya untuk tipe arus searah polaritas terbalik (DCRP). 2. Elektroda dengan digit terakhirnya 2 dan 7 dapat digunakan untuk arus bolak balik (AC) atau arus searah polaritas lurus (DCSP). 3. Elektroda dengan digit terakhirnya 3 dan 4 dapat digunakan untuk arus bolak balik (AC) atau arus searah polaritas terbalik dan lurus ( DCRP dan DCSP ). 4. Elektroda dengan digit terakhirnya 1, 6 dan 8 dapat digunakan untuk arus bolak balik (AC) atau arus searah polaritas terbalik (DCRP). 15
Jurnal Ilmiah TEKNIKA Khusus untuk tipe salutan fluks elektroda, secara umum adalah sebagai berikut: 1,0 dan 1 = tipe salutannya adalah: celluloce (E xxx0 atau E xxx1). 2,3 dan 4 = tipe salutannya adalah: rutile (E xxx2, E xxx3 atau E xxx4). 5,6 dan 8 = tipe salutannya adalah: basic (E xxx5, E xxx6). 7 = tipe salutannya adalah: oksida besi (E xxx7). Berdasarkan penjelasan di atas, maka elektroda E 6013 adalah jenis elektroda las dengan kekuatan tarik minimum 60.000 psi, elektroda dapat digunakan untuk semua posisi pengelasan, dan tipe salutan (fluks) adalah Rutile (Titania Potasium). 2.3. Metalurgi Las Pemanasan yang terjadi pada saat pengelasan berpengaruh pada material dan akan mengakibatkan perubahan struktur mikro di sekitar daerah lasan sebagaimana penjelasan gambar berikut ini (Harsono2000). Gambar 2.2 Daerah Pengaruh Panas pada Sambungan las 1. Logam las (weld metal) adalah daerah dimana terjadi pencairan logam dengan cepat dan kemudian membeku. 2. Fusion line adalah daerah perbatasan antara daerah yang mengalami pencairan dan yang tidak mencair. Daerah ini sangat tipis sekali sehingga dinamakan garis gabungan antara logam las dan HAZ. 3. HAZ adalah daerah yang dipengaruhi panas dan juga logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat, sehingga terjadi perubahan struktur. 4. Logam induk adalah logam dasar di mana panas dan temperatur pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan struktur dan sifat. Pada proses pengelasan terjadi suatu siklus termal las yaitu proses pemanasan dan pendinginan yang terjadi pada daerah lasan atau dapat dikatakan proses perubahan panas yang bersifat lokal, tidak seperti proses perubahan panas pada umumnya (Harsono2000). Gambar 2.3 Siklus Termal Las 16
Jurnal Ilmiah TEKNIKA ISSN: 2355-3553 3. METODE PENELITIAN Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada diagram alir penelitian berikut ini: Mulai Persiapan Spesimen Baja AISI 4340 Las dengan Fluks Elektroda Normal Las dengan Fluks Elektroda Dikeringkan Las dengan Fluks Elektroda Dibasahi Uji Tarik Pengolahan Data Analisa Kesimpulan Selesai Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 3.1. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Baja AISI 4340. 2. Elektroda E 6013 diameter 2,6 mm. Baja AISI 4340 yang digunakan adalah berbentuk batang (silinder pejal), dengan ukuran diameter 20 mm dan dipotong dengan panjang 300 mm berjumlah 9 potong. Bentuk kampuh las yang dibuat adalah kampuh V dengan sudut 60 derajat. Komposisi dan karakteristik bahan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1 dibawah ini. Tabel 3.1 Komposisi dan Karakteristik Baja AISI 4340 Komposisi (%) C Cr Ni Mo Kekerasan (Brinell) Kekuatan Impact (joule) (kg/mm²) 0,30-0,38 1,30-1,70 1,30-1,70 0,15-0,30 270 330 45 90 100 17
Jurnal Ilmiah TEKNIKA Elektroda yang digunakan adalah elektroda AWS E 6013 dengan diameter 2,6 mm. Untuk pengelasan dengan fluks normal adalah pengelasan menggunakan elektroda langsung dari bungkusnya tanpa perlakuan apapun. Untuk pengelasan dengan fluks yang dikeringkan adalah pengelasan dengan menggunakan elektroda yang dipanaskan terlebih dahulu dalam oven pemanas pada temperatur 135 derajat Celcius selama 1 jam sesaat sebelum digunakan. Untuk pengelasan dengan fluks yang dibasahi adalah pengelasan dengan menggunakan elektroda yang salutnya telah dibasahi air. Proses pengelasan dilakukan dengan menggunakan mesin las listrik (SMAW) arus searah, dengan tegangan 28 Volt, kuat arus 110 A dan polaritas lurus. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Mesin Las DC. 2. Sikat kawat. 3. Gerinda. 4. Jangka Sorong. 5. Mesin Uji Tarik GT-7001-LC-50. 3.2. Persiapan Spesimen Spesimen uji tarik yang dibuat berjumlah sembilan spesimen, masing-masing spesimen dibentuk sesuai dengan standar JIS Z 3121, yaitu metode pengujian tarik sambungan las tumpul. Bentuk dan dimensi spesimen dapat dilihat pada Gambar 3,1 dibawah ini. Gambar 3.1 Spesimen Uji Tarik Setelah dibentuk sesuai standar, kemudian dilakukan uji tarik pada masing-masing spesimen untuk mendapatkan data kekuatan tarik, kekuatan luluh dan regangan. 4. PENGOLAHAN DATA dimana: Kekuatan tarik dihitung berdasarkan persamaan berikut ini (Dieter1996): σ = σ... (4.1) = Kekuatan tarik maksimum Fmaks = Beban tarik maksimum (kgf) A = Luas penampang (mm2) Regangan dihitung berdasarkan persamaan berikut ini: ε = x 100%... (4.2) 18
Jurnal Ilmiah TEKNIKA ISSN: 2355-3553 dimana: ε = Regangan (%) Lf Lo = Panjang setelah diberi beban (mm) = Panjang mula-mula (mm) Data-data hasil pengujian tarik yang telah dilakukan untuk semua kondisi kelembaban fluks, dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini. Tabel 4.1 Data Uji Tarik untuk Fluks Normal No. Luas (mm2) Beban Maks (kgf) Kekuatan Luluh Regangan (%) 1 314, 3 14933 46,2 20,4 6 2 314,3 13895 44,2 18,8 5 3 314,3 13897 44,2 18,9 5 Rerata 314,3 14241,7 44,9 19,4 5,3 Tabel 4.2 Data Uji Tarik untuk Fluks Dikeringkan No. Luas (mm2) Beban Maks (kgf) Kekuatan Luluh Regangan (%) 1 314,3 15617 49,7 21,5 6 2 314,3 15655 49,8 21,6 7 3 314,3 15618 49,7 21,5 6 Rerata 314,3 15630 48,7 21,5 6,3 Tabel 4.3 Data Uji Tarik untuk Fluks Dibasahi No. Luas (mm2) Beban Maks (kgf) Kekuatan Luluh Regangan (%) 1 314,3 12969 41,2 16,3 5 2 314,3 13897 44,2 19,5 5 3 314,3 13233 42,1 18,9 5 Rerata 314,3 13366,3 42,5 18,2 5 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Dari data-data hasil pengujian tarik yang telah dilakukan dan disajikan pada tabel-tabel di atas, maka dibuat tabel nilai rerata kekuatan tarik, rerata kekuatan luluh dan rerata regangan hasil pengujian tarik untuk semua kondisi kelembaban fluks elektroda, yang dapat dilihat pada Tabel 5.1. berikut ini. Tabel 5.1 Nilai Rerata Uji Tarik No. Kondisi Fluks Luas (mm2) Beban Maks (kgf) Kekuatan Luluh Regangan (%) 1 Normal 314,3 14241,7 44,9 19,4 5,3 2 Dikeringkan 314,3 15630 48,7 21,5 6,3 3 Dibasahi 314,3 13366,3 42,5 18,2 5 19
Jurnal Ilmiah TEKNIKA Hasil pengolahan data pengujian diatas yang disajikan dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 5,1 di bawah ini. Gambar 5.1 Grafik Nilai Rerata Uji Tarik 5.2. Pembahasan Hasil dari pengujian pada semua kondisi kelembaban elektroda didapat hasil pengujian spesimen yang dilas dengan fluks elektroda yang dipanaskan 135 derajat Celcius selama satu jam sesaat sebelum digunakan mendapat nilai paling tinggi, yaitu nilai rerata kekuatan tariknya 48,7 kgf/mm2, nilai rerata kekuatan luluhnya 21,5 kgf/mm2 dan nilai rerata regangannya 6,3%. Sedangkan nilai kekuatan tarik, kekuatan luluh dan regangan spesimen yang dilas menggunakan elektroda dengan fluks yang dibasahi air mendapat nilai paling rendah, yaitu nilai rerata kekuatan tariknya 42,5 kgf/mm2, nilai rerata kekuatan luluhnya 18,5 kgf/mm2 dan nilai rerata regangannya 5%, nilai-nilai ini lebih rendah dari nilai hasil pengujian untuk spesimen pengelasan dengan fluks yang telah dikeringkan maupun spesimen pengelasan dengan fluks normal. Hasil pengelasan untuk spesimen dengan fluks yang telah dikeringkan juga terlihat mulus menutup sempurna tidak ada yang terputus dan tidak terlihat cacat porositas atau lubang pada hasil lasan. Hasil ini terlihat lebih baik dibanding hasil lasan dua perlakuan spesimen yang lain. Pada spesimen pengelasan dengan kondisi elektroda yang telah dibasahi terdapat hasil yang sangat buruk, dimana hasil lasan tidak mulus dan terdapat banyak lubang-lubang pada hasil lasan. Selain itu pada pengelasan spesimen dengan kondisi dibasahi juga sangat sulit dilakukan disebabkan busur listrik yang dihasilkannya tidak stabil, karenanya elektroda menjadi lengket pada material, selain itu asap yang ditimbulkannya sangat banyak. Perbedaan hasil pengelasan pada ketiga kondisi fluks elektroda ini disebabkan oleh perbedaan kandungan air (H2O) pada fluks, dimana kehadiran unsur Hidrogen yang tinggi pada fluks tidak dikehendaki dalam proses pengelasan SMAW. Jadi, walaupun elektroda E 6013 tidak termasuk dalam kelompok elektroda low hydrogen yang rentan terhadap kelembaban, tetapi kondisi kelembaban fluks elektroda E 6013 juga berpengaruh terhadap proses pengelasan, kualitas hasil lasan dan kekuatan sambungan pada baja AISI 4340. 20
Jurnal Ilmiah TEKNIKA ISSN: 2355-3553 6. KESIMPULAN Dari pembahasan terhadap hasil penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh yang signifikan pada kekuatan sambungan terhadap perbedaan kelembaban fluks elektroda E 6013 yang dilas dengan proses pengelasan SMAW pada batang baja AISI 4340. 2. Hasil pengelasan spesimen dengan perlakuan fluks elektroda yang telah dikeringkan terlebih dahulu pada temperatur 135 derajat Celcius selama satu jam sebelum dilas pada baja AISI 4030 terlihat paling baik dan mendapat nilai kekuatan tarik, kekuatan luluh dan regangan paling tinggi dibandingkan spesimen dengan kondisi fluks elektroda normal tanpa perlakuan dan spesimen dengan kondisi fluks elektroda yang telah dibasahi dengan air (H2O). 3. Pada sambungan yang dilas menggunakan elektroda dengan fluks pada kondisi normal tanpa perlakuan, nilai rerata kekuatan tariknya adalah 44, 9 kgf/mm2, nilai rerata kekuatan luluhnya 19,4 kgf/mm2 dan nilai rerata regangannya 5,3%. Pada sambungan yang dilas menggunakan elektroda dengan fluks yang dipanaskan 135 derajat Celcius selama satu jam sesaat sebelum digunakan, nilai rerata kekuatan tariknya 48,7 kgf/mm2, nilai rerata kekuatan luluhnya 21,5 kgf/mm2 dan nilai rerata regangannya 6,3%. Pada sambungan yang dilas menggunakan elektroda dengan fluks yang dibasahi air, nilai rerata kekuatan tariknya 42,5 kgf/mm2, nilai rerata kekuatan luluhnya 18,5 kgf/mm2 dan nilai rerata regangannya 5%. DAFTAR PUSTAKA, 4340 High Tensile Steel: http://www.interlloy.com.au/our-products/high-tensilesteels/4340-high-tensile-steel/?output=pdf. (Diakses tanggal 2 Februari 2017)., AISI 4340: www.efunda.com/materials/alloys/alloy_steels/show_alloy.cfm? IDE=AISI_4340&prop=all&Page_Title=AISI%204340. (Diakses tanggal 2 Februari 2017).. E-6013 Flux Formulation: www.linkedin.com/pulse/e-6013 -flux-formulation-i-gvallal. (Diakses tanggal 2 Februari 2017). Amanto, Hari dan Daryanto. 2003. Ilmu Bahan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. Amstead, B.H, Phillip F. Oswald dan Myron L. Begemen. 1995. Teknologi Mekanik. Jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta. Beumer. 1980. Pengetahuan Bahan. Penerbit Bhatara Karya Aksara. Jakarta. Dieter, E. George. 1996. Metalurgi Mekanik. Penerbit Erlangga. Jakarta. Harsono, Wiryosumarto dan Okumura Toshie. 2000. Teknologi Pengelasan Logam. PT Pradnya Paramita. Jakarta. Lestari, Famessa Fitria., Putu Suwarta. 2014. Pengaruh Perubahan Arus dan Kecepatan serta Kelembapan Flux terhadap Hasil Impact dan Kekerasan serta Microstructure Fillet Weld Hasil Pengelasan Submerged Arc Welding (SAW). Jurnal Teknik POMITS. Volume 3 No 1. ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print). Hal. B-130 B-135. Sonawan, Hery dan Suratman Rochim. 2003. Pengantar Untuk Memahami Proses Pengelasan Logam. Penerbit Alfabeta. Bandung. 21
Jurnal Ilmiah TEKNIKA JIS Z 3121. 2013. Methods of Tensile Test for Butt Welded Joints. Japanese Standard Assosiation. Tokyo. Voorf, Vander F. George dan Buehler LTD. 2000. Mechanical Testing Evaluation. ASM Metals Handbook Vol 8. Vlack, L.H. Van. 1984. Ilmu dan Teknologi Bahan. Penerbit Erlangga. Jakarta. 22