BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai densitas pada briket arang Ampas Tebu. Nilai Densitas Pada Masing-masing Variasi Tekanan Pembriketan

Gambar 4.1 Grafik nilai densitas briket arang ampas tebu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Aditya Kurniawan ( ) Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN: X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Randemen Arang Tempurung Kelapa

LAPORAN AKHIR PENELITIAN KEMITRAAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Kusuma (2014) menganalisis pengaruh tekanan pada limbah kelapa Sawit meliputi tandan

Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri

ANALISIS KARATERISTIK PEMBAKARAN BRIKET ARANG LIMBAH INDUSTRI KELAPA SAWIT dengan VARIASI BAHAN PEREKAT (BINDER) KANJI dan TAR MENGGUNAKAN METODE

LAMPIRAN II PERHITUNGAN

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT

ANALISA PROKSIMAT BRIKET BIOARANG CAMPURAN LIMBAH AMPAS TEBU DAN ARANG KAYU

PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN SERBUK BRIKET YANG TERBUAT DARI BATUBARA DAN JERAMI PADI TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN

METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH VARIASI KOMPOSISI BIOBRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN SEKAM PADI TERHADAP LAJU PEMBAKARAN, TEMPERATUR PEMBAKARAN DAN LAJU PENGURANGAN MASA

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MEKANIKA 21 Volume 14 Nomor 1, September 2015

Disusun Oleh : Aditya Kurniawan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

Karakteristik Pembakaran Briket Arang Tongkol Jagung

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN JERAMI

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT.

PENGARUH PERBANDINGAN MASSA ECENG GONDOK DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA KADAR PEREKAT TAPIOKA TERHADAP KARAKTERISTIK BRIKET

PENGARUH VARIASI BAHAN PEREKAT TERHADAP LAJU PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN BATUBARA DAN SABUT KELAPA

Lampiran I Data Pengamatan. 1.1 Data Hasil Pengamatan Bahan Baku Tabel 6. Hasil Analisa Bahan Baku

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN BATUBARA DAN SABUT KELAPA

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN BATUBARA, AMPAS TEBU DAN JERAMI

JURNAL TEKNIK POMITS 1

BAB I PENDAHULUAN. bahan bakar, hal ini didasari oleh banyaknya industri kecil menengah yang

PEMBUATAN BIOBRIKET DARI LIMBAH FLY ASH PABRIK GULA DENGAN PEREKAT LUMPUR LAPINDO

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA NILAI KALOR BRIKET DARI CAMPURAN AMPAS TEBU DAN BIJI BUAH KEPUH

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

ANALISA KUALITAS BRIKET ARANG KULIT DURIAN DENGAN CAMPURAN KULIT PISANG PADA BERBAGAI KOMPOSISI SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Karakteristik Pembakaran Briket Tongkol Jagung dengan Proses Karbonisasi dan Non- Karbonisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN I DATA ANALISIS. Tabel 7. Data Hasil Cangkang Biji Karet Setelah Dikarbonisasi

ANALISA PROKSIMAT TERHADAP PEMANFAATAN LIMBAH KULIT DURIAN DAN KULIT PISANG SEBAGAI BRIKET BIOARANG

ANALISA THERMOGRAVIMETRY PROSES PEMBAKARAN LIMBAH PERTANIAN

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET ARANG BERBAHAN BAKU SAMPAH KOTA DENGAN ANALISA TERMOGRAVIMETRY

BAB III METODE PENELITIAN

Bab II Teknologi CUT

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal

PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH

BAB III. METODE PENELITIAN

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH ORGANIK DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KOMPOSISI DAN UKURAN BAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berapa Total Produksi Sampah di ITS..??

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN CHAR HASIL PYROLISIS SAMPAH KOTA TERSELEKSI SKRIPSI. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi gelar Sarjana Teknik

PENGARUH PERBANDINGAN TEMPURUNG KELAPA DAN ECENG GONDOK SERTA VARIASI UKURAN PARTIKEL TERHADAP KARAKTERISTIK BRIKET

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Teknologi Kimia Unimal

Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Sampah pada Reaktor Downdraft Sistem Batch dengan Variasi Air Fuel Ratio

A. Lampiran 1 Data Hasil Pengujian Tabel 1. Hasil Uji Proksimat Bahan Baku

Studi Kualitas Briket dari Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan Perekat Limbah Nasi

LAPORAN AKHIR PENGARUH VARIASI TEKANAN PADA PEMBUATAN BIOBRIKET DENGAN BAHAN BAKU DAUN PISANG DAN TEMPURUNG KELAPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH KOMPOSISI BATUBARA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN DAUN CENGKEH SISA DESTILASI MINYAK ATSIRI

ANALISA PROKSIMAT DAN NILAI KALOR PADA BRIKET BIOARANG LIMBAH AMPAS TEBU DAN ARANG KAYU ABSTRAK ABSTRACT

KARAKTERISTIK CAMPURAN CANGKANG DAN SERABUT BUAH KELAPA SAWIT TERHADAP NILAI KALOR DI PROPINSI BANGKA BELITUNG

Daun Jati Dan Daun Kakao Sebagai Sumber Energi Alternatif

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT HASIL HIDROLISIS DARI KULIT SINGKONG MENJADI BIOBRIKET

Peningkatan Kualitas Pembakaran Biomassa Limbah Tongkol Jagung sebagai Bahan Bakar Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Pembriketan

Jurnal Rekayasa Mesin Vol.4, No.2 Tahun 2013: ISSN X

PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ANALISIS KIMIA PROKSIMAT BATUBARA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT.

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Pembahasan pada sisi gasifikasi (pada kompor) dan energi kalor input dari gasifikasi biomassa tersebut.

PENGARUH KOMPOSISI PEMBUATAN BIOBRIKET DARI CAMPURAN SERBUK GERGAJI, KULIT SINGKONG DAN BATUBARA TERHADAP NILAI PEMBAKARAN

OLEH : NANDANA DWI PRABOWO ( ) DOSEN PEMBIMBING : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ratna Srisatya Anggraini ( )

KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0

PENGARUH KOMPOSISI PEREKAT TEPUNG PADA BIOBRIKET LIMBAH BAGLOG JAMUR

Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non Karbonisasi

SKRIPSI VARIASI KOMPOSISI CAMPURAN BAHAN BAKAR BATUBARA DAN JERAMI PADI PADA TEKNOLOGI CO-GASIFIKASI FLUIDIZED BED TERHADAP GAS HASIL GASIFIKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PEGARUH KOMPOSISI TERHADAP KARAKTERISTIK BRIKET BIOBATUBARA CAMPURAN AMPAS TEBU DAN OLI BEKAS

LAMPIRAN II PERHITUNGAN. = 18 cm x 15 cm x 25 cm = 6750 cm 3 = 6,750 m 3

PENGARUH VARIASI JUMLAH CAMPURAN PEREKAT TAPIOKA DAN SEMEN TERHADAP PEMBUATAN BIOBRIKET AMPAS TEBU

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 8 NOMOR 1 FEBRUARI Analisis Kualitas Briket Hybrid sebagai Bahan Bakar Alternatif

RANCANG BANGUN ALAT PENCETAK BRIKET ARANG PADA PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG BIJI BUAH KARET

BRIKET KULIT BATANG SAGU (Metroxylon sagu) MENGGUNAKAN PEREKAT TAPIOKA DAN EKSTRAK DAUN KAPUK (Ceiba pentandra) Nurmalasari, Nur Afiah

PROSES CETAK BRIKET BERBAHAN LIMBAH KOLANG-KALING DENGAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA

STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK BRIKET ORGANIK DENGAN BAHAN BAKU DARI PPLH SELOLIMAN

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Proksimat Analisis proksimat adalah salah satu teknik analisis yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik biobriket. Analisis proksimat adalah analisis bahan bakar padat biomassa yang menghasilkan frakpsi massa dari kadar air (moisture content), zat-zat yang mudah menguap (volatile matter), kadar karbon terikat (fixed carbon) dan kadar abu (ash). Analisis Proksimat menggunakan standar pengujian ASTM D1762-84 tahun 2007. 4.1.1 Kadar Air Berikut adalah hasil pengujian kadar air biobriket ampas tebu yang ditunjukkan pada Tabel 4.1 : Tabel 4.1 Kadar air pada biobriket ampas tebu Tekanan Pembriketan Kadar Air (%) (kg/cm 2 ) Pengujian 1 Pengujian 2 Rata-rata 50 15,86 15,82 15,84 100 15,12 15,39 15,26 150 13,85 14,81 14,33 42

Kadar Air (%) 43 17 16 15.84 15.26 15 14.33 14 13 Gambar 4.1 Grafik kadar air biobriket ampas tebu Gambar 4.1 menunjukkan bahwa kadar air biobriket ampas tebu mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya tekanan pembriketan. Kadar air tertinggi terdapat pada pemberian tekanan pembriketan sebesar 50 kg/cm 2 dengan nilai 15,84%, sedangkan kadar air terendah terdapat pada pemberian tekanan pembriketan 150 kg/cm 2 dengan nilai 14,33%. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Elfiano et al (2014), analisis proksimat biobriket ampas tebu menunjukkan bahwa kenaikan tekanan pembriketan akan menurunkan kadar air. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya pergerakan molekul air (H2O) yang terdorong keluar dari biobriket pada saat proses pembriketan. Pemberian tekanan pemberiketan yang semakin besar juga akan membuat ikatan antara permukaan bahan perekat dan serbuk ampas tebu semakin rapat yang membuat rongga terisi air semakin kecil, sehingga kadar air akan semakin rendah.

Kadar Volatile Matter (%) 44 4.1.2 Kadar Volatile Matter Berikut adalah hasil pengujian kadar volatile matter biobriket ampas tebu yang ditunjukkan pada Tabel 4.2 : Tabel 4.2 Kadar volatile matter pada biobriket ampas tebu Tekanan Pembriketan (kg/cm 2 ) Volatile Matter (%) Pengujian 1 Pengujian 2 Rata-rata 50 65,97 69,54 67,76 100 68,47 69,80 69,14 150 70,78 69,93 70,35 80.00 75.00 70.00 67.76 69.14 70.35 65.00 60.00 Gambar 4.2 Grafik kadar volatile matter biobriket ampas tebu Gambar 4.2 menunjukkan bahwa kadar volatile matter biobriket ampas tebu mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya tekanan pembriketan. Kadar volatile matter tertinggi terdapat pada pemberian tekanan pembriketan sebesar 50 kg/cm 2 dengan nilai 67,76%, sedangkan kadar volatile

45 matter terendah terdapat pada pemberian tekanan pembriketan 150 kg/cm 2 dengan nilai 70,35%. Hal ini dimungkinkan karena semakin tinggi tekanan pembriketan akan menurunkan kadar air, kadar fixed carbon serta menaikkan kadar abu, sehingga dapat meningkatkan kadar volatile matter meskipun tidak signifikan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Caroko et al (2015), bahwa semakin tinggi tekanan pembriketan akan meningkatkan kadar volatile matter. Kadar volatile matter yang semakin tinggi dimungkinkan karena bahan pengaktif yang terserap akan menyebabkan terjadinya pengikisan pada karbon, sehingga mengurangi efisiensi proses pemanasan pada saat aktivasi (Subadra, 2005). 4.1.3 Kadar Fixed Carbon Berikut adalah hasil pengujian kadar fixed carbon biobriket ampas tebu yang ditunjukkan pada Tabel 4.3 : Tabel 4.3 Kadar fixed carbon pada biobriket ampas tebu Tekanan Pembriketan Fixed Carbon (%) (kg/cm 2 ) Pengujian 1 Pengujian 2 Rata-rata 50 14,03 7,99 11,01 100 9,37 8,06 8,71 150 5,51 3,75 4,45

Kadar Fixed Carbon (%) 46 15 12 11.01 9 8.71 6 4.45 3 0 Gambar 4.3 Grafik kadar fixed carbon biobriket ampas tebu Gambar 4.3 menunjukkan bahwa kadar fixed carbon biobriket ampas tebu mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya tekanan pembriketan. Kadar fixed carbon tertinggi terdapat pada pemberian tekanan pembriketan sebesar 50 kg/cm 2 dengan nilai 11,01%, sedangkan kadar fixed carbon terendah terdapat pada pemberian tekanan pembriketan 150 kg/cm 2 dengan nilai 4,45%. Hal tersebut dimungkinkan karena semakin tinggi tekanan pembriketan akan menurunkan kadar air serta meningkatkan kadar volatile matter dan kadar abu yang akan berakibat pada menurunnya kadar fixed carbon. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliza et al (2013), bahwa kadar fixed carbon akan bernilai rendah apabila kadar abu dan kadar volatile matter tinggi. Kadar fixed carbon merupakan selisih dari 100% dengan total kadar air, kadar volatile matter dan kadar abu (Pane et al, 2015).

47 4.1.4 Kadar Abu Berikut adalah hasil pengujian kadar abu biobriket ampas tebu yang ditunjukkan pada Tabel 4.4 : Tabel 4.4 Kadar abu pada biobriket ampas tebu Tekanan Pembriketan (kg/cm 2 ) Kadar Abu (%) Pengujian 1 Pengujian 2 Rata-rata 50 4,15 6,64 5,39 100 7,04 6,75 6,89 150 10,22 11,51 10,87 12 9 10.87 Kadar Abu (%) 6 5.39 6.89 3 0 Gambar 4.4 Grafik kadar abu biobriket ampas tebu Gambar 4.4 menunjukkan bahwa kadar abu biobriket ampas tebu mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya tekanan pembriketan. Kadar abu terendah terdapat pada pemberian tekanan pembriketan sebesar 50 kg/cm 2 dengan nilai 5,39%, sedangkan kadar abu tertinggi terdapat pada pemberian

48 tekanan pembriketan 150 kg/cm 2 dengan nilai 10,87%. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2015), bahwa semakin tinggi tekanan pembriketan akan meningkatkan kadar abu. Hal ini dimungkinkan karena semakin tinggi tekanan pembriketan maka akan menurunkan kadar air, kadar fixed carbon serta meningkatkan kadar volatile matter, sehingga kadar abu juga akan meningkat. Kadar abu yang tinggi diduga karena banyaknya jumlah Silika (SiO2) yang terkandung pada biobriket (Yuliza et al, 2013). 4.2 Nilai Kalor Berikut adalah hasil pengujian nilai kalor biobriket ampas tebu yang ditunjukkan pada Tabel 4.5 : Tabel 4.5 Nilai kalor pada biobriket ampas tebu Tekanan Pembriketan Nilai Kalor (Cal/g) (kg/cm 2 ) Pengujian 1 Pengujian 2 Rata-rata 50 3204,89 3653,82 3428,85 100 3659,80 3600,13 3629,96 150 3661,00 3667,16 3664,08

Nilai Kalor (Cal/g) 49 4000.00 3800.00 3600.00 3629.96 3664.08 3428.85 3400.00 3200.00 3000.00 Gambar 4.5 Grafik nilai kalor biobriket ampas tebu Gambar 4.5 menunjukkan bahwa nilai kalor biobriket ampas tebu mengalami kenaikan seiring dengan adanya kenaikan tekanan pembriketan. Nilai kalor tertinggi terdapat pada pemberian tekanan pembriketan sebesar 150 kg/cm 2 dengan nilai 3664,08 Cal/g, sedangkan nilai kalor terendah terdapat pada pemberian tekanan pembriketan 50 kg/cm 2 dengan nilai 3428,85 Cal/g. Semakin tinggi tekanan pembriketan menunjukkan nilai kalor semakin tinggi, hal tersebut dimungkinkan karena semakin tinggi tekanan pembriketan maka akan menurunkan kadar air, sehingga akan meningkatkan nilai kalor. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Elfiano et al (2014) bahwa semakin tinggi tekanan pembriketan menunjukkan nilai kalor biobriket ampas tebu semakin meningkat. Nilai kalor yang meningkat diduga karena kepadatan biobriket yang semakin tinggi akan melepaskan lebih banyak panas selama pembakaran.

50 4.3 Karakteristik Pembakaran Biobriket Ampas Tebu (Bagasse) Metode Thermogravimetry Analysis (TGA) digunakan untuk mengetahui pengaruh tekanan pembriketan terhadap karakteristik pembakaran dari biobriket ampas tebu. Metode Thermogravimetry Analysis (TGA) meliputi : ITVM (Initiation Temperature of Volatile Matter), ITFC (Initiation Temperature of Fixed Carbon), PT (Peak of Temperature) dan BT (Burning out Temperature). Ada 3 proses yang terjadi ketika proses pembakaran, yaitu proses pengeringan (drying), proses devolatilisasi dan proses pembakaran biobriket. 4.3.1 Lama Pembakaran Berikut adalah lama pembakaran biobriket ampas tebu yang ditunjukkan pada Tabel 4.6 : Tabel 4.6 Lama pembakaran Tekanan Lama Pembakaran (s) Pembriketan Pengujian Pengujian Pengujian Rata-rata (kg/cm 2 ) 1 2 3 50 220 228 335 261,00 100 302 243 356 300,67 150 353 213 379 315,00

Waktu (s) 51 330.00 315.00 310.00 300.67 290.00 270.00 261.00 250.00 Gambar 4.6 Grafik lama pembakaran biobriket ampas tebu Gambar 4.6 menunjukkan bahwa lama waktu pembakaran biobriket ampas tebu mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya tekanan pembriketan. Waktu pembakaran paling singkat terdapat pada pemberian tekanan pembriketan sebesar 50 kg/cm 2 dengan lama pembakaran 261 detik, sedangkan waktu pembakaran terlama terdapat pada pemberian tekanan pembriketan 150 kg/cm 2 dengan dengan lama pembakaran 315 detik. Hal tersebut dimungkinkan karena semakin tinggi tekanan pembriketan akan menaikkan kerapatan (density) yang membuat pori-pori biobriket semakin kecil sehingga mempersulit proses oksidasi. Semakin tinggi tekanan pembriketan maka partikel biobriket akan semakin rapat, sehingga porositasnya menjadi semakin rendah yang dapat menyebabkan difusi oksigen ke dalam biobriket juga terhambat, sehingga waktu pembakarannya akan semakin lama (Surono, 2010).

Temperatur ( C) 52 4.3.2 Nilai ITVM (Initiation Temperature of Volatile Matter) Berikut adalah hasil nilai ITVM biobriket ampas tebu yang ditunjukkan pada Tabel 4.7 : Tabel 4.7 Nilai ITVM pada biobriket ampas tebu Tekanan Nilai ITVM ( C) Pembriketan Pengujian Pengujian Pengujian Rata-rata (kg/cm 2 ) 1 2 3 50 127,10 131,74 135,35 131,40 100 125,86 130,88 131,88 129,54 150 120,12 127,96 130,73 126,27 140.00 135.00 131.40 130.00 129.54 126.27 125.00 120.00 Gambar 4.7 Grafik nilai ITVM pada biobriket ampas tebu Nilai ITVM adalah temperatur dimana volatile matter mulai keluar atau terlepas atau disebut sebagai proses devolatilisasi yang ditandai dengan kenaikan temperatur yang cukup signifikan serta penurunan massa yang

53 meningkat. Gambar 4.7 menunjukkan bahwa nilai ITVM biobriket ampas tebu mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya tekanan pembriketan. Nilai ITVM tertinggi terdapat pada pemberian tekanan pembriketan sebesar 50 kg/cm 2 dengan nilai 131,40 C, sedangkan nilai ITVM terendah terdapat pada pemberian tekanan pembriketan 150 kg/cm 2 dengan nilai 126,27 C. Semakin tinggi tekanan pembriketan menunjukkan nilai ITVM semakin rendah, hal ini dimungkinkan karena semakin tinggi tekanan pembriketan akan menaikkan kadar volatile matter sehingga akan menurunkan nilai ITVM (Caroko et al, 2015). Meningkatnya kadar volatile matter serta menurunnya nilai ITVM mengindikasikan bahwa proses devolatilisasi biobriket terjadi pada temperatur yang rendah, sehingga biobriket ampas tebu akan semakin mudah dinyalakan dan terbakar (Jamilatun, 2008). 4.3.3 Nilai ITFC (Initiation Temperature of Fixed Carbon) Berikut adalah hasil nilai ITFC biobriket ampas tebu yang ditunjukkan pada Tabel 4.8 : Tabel 4.8 Nilai ITFC pada biobriket ampas tebu Tekanan Nilai ITFC ( C) Pembriketan Pengujian Pengujian Pengujian Rata-rata (kg/cm 2 ) 1 2 3 50 202,77 189,48 192,31 194,85 100 197,82 194,56 192,99 195,12 150 239,06 202,26 203,67 215,00

Temperatur ( C) 54 250.00 230.00 215.00 210.00 194.85 195.12 190.00 170.00 150.00 Gambar 4.8 Grafik nilai ITFC pada biobriket ampas tebu Nilai ITFC adalah temperatur dimana terjadinya pengurangan massa terbesar yang ditandai dengan titik tertinggi dari grafik laju penurunan massa. Gambar 4.8 menunjukkan bahwa nilai ITFC biobriket ampas tebu mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya tekanan pembriketan. Nilai ITFC terendah terdapat pada pemberian tekanan pembriketan sebesar 50 kg/cm 2 dengan nilai 194,85 C, sedangkan nilai ITFC tertinggi terdapat pada pemberian tekanan pembriketan 150 kg/cm 2 dengan nilai 215,00 C. Semakin tinggi tekanan pembriketan menunjukkan nilai ITFC semakin tinggi. Hal ini dimungkinkan karena semakin tinggi tekanan pembriketan akan meningkatkan kadar volatile matter, sehingga meningkatkan nilai ITFC karena briket akan terkompaksi dan sulit teroksidasi. Semakin tinggi kadar volatile matter maka akan menurunkan kadar fixed carbon, sehingga nilai ITFC akan semakin meningkat (Caroko, 2015).

Temperatur ( C) 55 4.3.4 Nilai PT (Peak Temperature) Berikut adalah hasil nilai PT biobriket ampas tebu yang ditunjukkan pada Tabel 4.9 : Tabel 4.9 Nilai PT pada biobriket ampas tebu Tekanan Nilai PT ( C) Pembriketan Pengujian Pengujian Pengujian Rata-rata (kg/cm 2 ) 1 2 3 50 260,86 281,07 270,08 270,67 100 261,99 286,29 284,28 277,52 150 296,92 296,50 290,66 294,69 300.00 290.00 294.69 280.00 277.52 270.00 270.67 260.00 250.00 Gambar 4.9 Grafik nilai PT pada biobriket ampas tebu Nilai PT adalah temperatur tertinggi yang terjadi pada saat proses pembakaran. Pada titik PT kandungan fixed carbon biobriket mulai terbakar yang ditandai dengan penurunan massa yang relatif melambat. Gambar 4.9

56 menunjukkan bahwa nilai PT biobriket ampas tebu mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya tekanan pembriketan. Nilai PT terendah terdapat pada pemberian tekanan pembriketan sebesar 50 kg/cm 2 dengan nilai 270,67 C, sedangkan nilai PT tertinggi terdapat pada pemberian tekanan pembriketan 150 kg/cm 2 dengan nilai 294,69 C. Semakin tinggi tekanan pembriketan menunjukkan nilai PT semakin tinggi. Meskipun kadar fixed carbon semakin turun, namun dimungkinkan faktor turunnya kadar air lebih berpengaruh dominan terhadap meningkatnya nilai PT. Selain itu, meningkatnya nilai PT juga dimungkinkan terjadi karena semakin tingginya nilai kalor (Caroko et al, 2015). 4.3.5 Nilai BT (Burning out Temperature) Berikut adalah hasil nilai BT biobriket ampas tebu yang ditunjukkan pada Tabel 4.10 : Tabel 4.10 Nilai BT pada biobriket ampas tebu Tekanan Nilai BT ( C) Pembriketan Pengujian Pengujian Pengujian Rata-rata (kg/cm 2 ) 1 2 3 50 250,86 268,58 244,19 254,54 100 249,30 264,47 247,87 253,88 150 238,05 272,54 243,63 251,41

Temperatur ( C) 57 260.00 258.00 256.00 254.00 254.54 253.88 252.00 251.41 250.00 Gambar 4.10 Grafik nilai BT pada biobriket ampas tebu Nilai BT adalah temperatur dimana pembakaran dapat dinyatakan selesai yang ditandai dengan penurunan massa yang konstan. Proses pembakaran yang dianggap telah selesai hanya menyisakan abu (ash). Gambar 4.10 menunjukkan bahwa nilai BT biobriket ampas tebu mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya tekanan pembriketan. Nilai BT tertinggi terdapat pada pemberian tekanan pembriketan sebesar 50 kg/cm 2 dengan nilai 254,54 C, sedangkan nilai BT terendah terdapat pada pemberian tekanan pembriketan 150 kg/cm 2 dengan nilai 251,41 C. Semakin tinggi tekanan pembriketan menunjukkan nilai BT semakin rendah, hal ini dimungkinkan semakin tinggi tekanan pembriketan akan menaikkan kadar abu (ash) dan menurunkan kadar fixed carbon, sehingga akan menurunkan nilai BT (Caroko et al, 2015). 4.4 Energi Aktivasi Energi Aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan briket untuk pembakaran. Energi aktivasi ditentukan dengan memplotkan ln ( ln(1 α) ) dan 1. T T2

Energi Aktivasi (kj/mol) 58 Slope yang terjadi merupakan besarnya energi aktivasi dengan mengalikan 8,3145 kj/mol. 4.4.1 Energi Aktivasi Biobriket Ampas Tebu Berikut adalah hasil energi aktivasi biobriket ampas tebu yang ditunjukkan pada Tabel 4.11 : Tabel 4.11 Energi aktivasi pada biobriket ampas tebu Tekanan Energi Aktivasi (kj/mol) Pembriketan Pengujian Pengujian Pengujian Rata-rata (kg/cm 2 ) 1 2 3 50 31,58 32,19 33,37 32,38 100 30,24 30,44 32,68 31,12 150 28,32 31,47 27,55 29,11 35.00 33.00 32.38 31.00 31.12 29.00 29.11 27.00 25.00 Gambar 4.11 Grafik Energi Aktivasi biobriket ampas tebu

59 Gambar 4.11 menunjukkan bahwa nilai energi aktivasi biobriket ampas tebu mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya tekanan pembriketan. Nilai energi aktivasi terendah terdapat pada pemberian tekanan pembriketan sebesar 150 kg/cm 2 dengan nilai 29,11 kj/mol, sedangkan nilai energi aktivasi tertinggi terdapat pada pemberian tekanan pembriketan 50 kg/cm 2 dengan nilai 32,38 kj/mol. Semakin tinggi tekanan pembriketan menunjukkan nilai energi aktivasi semakin rendah, hal ini dimungkinkan karena semakin tinggi tekanan pembriketan akan meningkatkan kadar volatile matter, dimana semakin tinggi kadar volatile matter maka nilai energi aktivasi akan semakin rendah (Caroko et al, 2015).