BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUATU TINJAUAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN MANUSIA (PEOPLE SMUGGLING)

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya atau orang yang berada dalam wilayahnya. Pelanggaran atas

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme.

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR i. DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG

Mutual Legal Assistance. Trisno Raharjo

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

SUATU TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN EKSTRADISI INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA SELATAN. Alma Panjaitan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Laut Bering lepas pantai Chukotka, Rusia. Juru bicara Kementerian Kelautan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi);

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 13 Mei Agustus 2013

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas

PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA. Oleh: Ida Ayu Karina Diantari

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

Analisis Kebijakan Keimigrasian dalam Upaya Pencegahan Penyelundupan Orang dan Imigran Gelap di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. keluar wilayah suatu negara harus tunduk pada hukum negara tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SILABI KEJAHATAN LINTAS NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I Latar belakang Pengertian dan Perkembangan Ekstradisi

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Ekstradisi menurut Hukum Internasional

BAB I PENDAHULUAN. keamanan masyarakat dengan cara merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi,

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB II TINJAUAN TERHADAP EKSTRADISI. A. Pengertian, Maksud dan Tujuan Ekstradisi menurut Hukum Internasional

EKSTRADISI DALAM HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. kabur meskipun secara yurisdiksi tetap tidak berubah. Namun para pelaku

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau dalam bahasa Indonesia berarti Negara kepulauan. United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS) yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai Konvensi Hukum Laut PBB, mendefinisikan bahwa Negara kepulauan adalah Negara yang terdiri dari satu pulau atau gugus pulau, dimana wilayah laut yang berada diantara pulau-pulau di dalamnya merupakan wilayah dari negara yang bersangkutan, dan tidak ada laut bebas diantara pulau-pulau tersebut, sehingga pulau-pulau, perairan diantaranya dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi, dan politik yang hakiki atau yang secara historis dianggap sebagai demikian. 1 Indonesia memiliki garis pantai yang sangat panjang, dan merupakan wilayah yang terletak pada posisi silang jalur lalu lintas dagang dunia, menjadi faktor utama yang menyebabkannya berpotensi kuat untuk terjadinya kejahatan transnasional, diantaranya penyelundupan manusia. Penyelundupan manusia diklasifikasikan 1 Pasal 46 (b) United Nations Convention on the Law of the Sea 1982

2 sebagai kejahatan transnasional terorganisasi dengan wilayah operasi yang luas. 2 Menurut definisi Pasal 3 Protokol PBB Tahun 2000 tentang penyelundupan manusia, berarti untuk mendapat, langsung maupun tidak langsung, keuntungan finansial atau materi lainnya, dari masuknya seseorang secara illegal ke suatu bagian negara dimana orang tersebut bukanlah warga atau memiliki izin tinggal. Masuk secara illegal berarti melintasi batas negara tanpa mematuhi peraturan atau perijinan yang diperlukan untuk memasuki wilayah suatu negara secara legal. 3 Fenomena migrasi ini bukanlah suatu hal yang baru. Selama berabadabad, manusia telah melakukan perjalanan untuk berpindah mencari kehidupan yang lebih baik di tempat lain. Dalam beberapa dekade terakhir ini, proses globalisasi telah meningkatkan faktor yang mendorong para imigran untuk mencari peruntungan di luar negeri. Pada tanggal 12 Januari 2009 Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi Tahun 2000 (yang selanjutnya disebut Konvensi Palermo Tahun 2000) melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009, dan di tahun yang sama pula, tepatnya pada tanggal 16 Maret, 2 International Organization for Migration, 2012, Petunjuk Penanganan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia: Pencegatan, Penyidikan, Penuntutan dan Koordinasi di Indonesia, International Organization for Migration, Jakarta, hlm. 19. 3 Pasal 3 Protokol PBB tahun 2000 tentang Penyelundupan Manusia.

3 Indonesia juga turut meratifikasi Protokol Menentang Penyelundupan Migran Melalui Darat, Laut, dan Udara Tahun 2004 (yang selanjutnya disebut Protokol Penyelundupan Migran Tahun 2004) melalui Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2009. 4 Pada perkembangannya, masalah penyelundupan manusia menjadi semakin kompleks, yang awalnya sekedar mencari tempat penghidupan yang layak, lambat laun berkembang menjadi sebuah kegiatan terorganisir yang berorientasi pada profit semata. 5 Bahkan dalam beberapa kasus tindak pidana penyelundupan manusia, ada diantara mereka yang memiliki peran ganda, yaitu sebagai orang yang diselundupkan dan sekaligus berperan sebagai penyelundup (smuggler). Penting untuk dipahami bahwa masing-masing peran yang dilakukan oleh pelaku menimbulkan kesalahan yang berbeda. Yang kemudian digunakan sebagai acuan dalam menentukan pertanggujawaban pidana pelaku tindak pidana people smuggling. Permasalahan tentang ekstradisi belakangan ini muncul lagi ke permukaan dan ramai dibicarakan di kalangan masyarakat luas, terutama karena semakin lama semakin banyaknya pelaku kejahatan yang melarikan 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2009 tentang Pengesahan Protocol Against the Smuggling of Migrants by Lands, Sea, and Air, Supplementing The United Nations (Protokol Menentang Penyelundupan Migran Melalui Darat, Laut, dan Udara, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) 5 International Organization for Migration, Loc.cit

4 diri dari suatu negara ke negara lain, atau kejahatan yang menimbulkan akibat pada lebih dari satu negara, ataupun yang pelakunya lebih dari satu orang dan berada terpencar di lebih dari satu negara. Dengan perkataan lain, pelaku dan kejahatannya itu menjadi urusan dua negara atau lebih. Kejahatan-kejahatan semacam inilah yang disebut dengan kejahatan yang berdimensi internasional, atau kejahatan transnasional, bahkan ada pula yang menyebut kejahatan internasional. 6 Untuk mengatasinya tidaklah cukup hanya dilakukan oleh negara secara sendiri-sendiri, tetapi diperlukan kerjasama terpadu baik secara bilateral maupun multilateral mengadakan hubungan-hubungan, pada gilirannya timbullah hasrat dan kepentingan untuk menjaga, memelihara dan mengatur hubungan-hubungan yang sudah terjalin. 7 Tindak pidana internasional adalah suatu tindakan yang secara universal diakui sebagai suatu tindak pidana. Pengakuan secara internasional ini disebabkan karena tindak pidana tersebut merupakan persoalan yang sangat besar dan menjadi perhatian masyarakat internasional. Dengan demikian, terhadap tindak pidana ini tidak hanya tunduk pada yurisdiksi negara tertentu saja, tetapi dapat tunduk pada 6 Agustinus Supriyanto, 2010, Bahan Ajar Hukum Ekstradisi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm.5. 7 H.R. Abdussalam, 2006, Hukum Pidana Internasional I, Restu Agung., hlm. 6.

5 yurisdiksi semua negara atau dapat diterapkan yurisdiksi universal. 8 Tegasnya jika ditinjau dari segi hukum internasional, hukum internasional memberikan hak, kekuasaan atau kewenangan kepada negara-negara untuk membuat, melaksanakan, atau memaksakan perundang- undangan pidana nasionalnya terhadap tindak pidana internasional dimaksud. 9 Tiap-tiap negara berkewajiban untuk ikut melaksanakan tata hukum sedunia, hal ini sesuai dengan asas perlindungan kepentingan universal. 10 Salah satu lembaga yang dipandang dapat menanggulangi kejahatan atau tindak pidana yang berdimensi internasional ini adalah Ekstradisi. Oleh karena itu dalam konteks hubungan antar bangsa, maka ekstradisi dipandang sebagai alat atau sarana sebagai suatu mekanisme kerja sama antar Negara dalam rangka mencegah dan memberantas kejahatan lintas negara atau transnasional. 11 Ekstradisi yang telah dikenal dewasa ini, merupakan bagian dari sistem penegakan hukum nasional yang melibatkan sistem hukum pidana antar Negara. Masing-masing Negara memiliki kedaulatan dalam menetapkan kebijaksanaan yurisdiksi atas hukum pidana yang diberlakukan 8 Oentoeng Wahjoe,2010, Hukum Pidana Internasional (Perkembangan Tindak Pidana Internasional dan Proses Penegakannya), Jakarta : Penerbit Erlangga, hlm. 27. 9 I Wayan Parthiana, 2006, Hukum Pidana Internasional, CV Yrama Widya.,hlm. 109. 10 Moeljatno,2008, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, hlm. 49. 11 Siswanto Sunarso, 2009, Ekstradisi & Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana, PT Rineka Cipta, hlm. 7

6 kepada warga negaranya. 12 Di dalam lapangan hukum nasional dan internasional, masalah ekstradisi bukan lagi merupakan hal yang baru khususnya bagi aparat penegak hukum dalam menghadapi kasus-kasus pidana pelarian, baik yang dilakukan oleh seseorang di Negara lain (asing) yang kemudian melarikan diri menghindar dari ancaman hukuman dan masuk ke Negara lain, atau masuk ke Negara Indonesia. Secara umum ekstradisi dapat diartikan sebagai proses penyerahan seorang tersangka atau terpidana karena telah melakukan suatu kejahatan, yang dilakukan secara formal oleh suatu Negara kepada Negara lain yang berwenang memeriksa dan mengadili penjahat tersebut. 13 Pada tanggal 18 Januari 1979, Pemerintah RI mengesahkan Undang-Undang No.1 tahun 1979 tentang ekstradisi, sekaligus mencabut Koninklijk Besluit 8 Mei 1863 No. 26. Ekstradisi berdasarkan Pasal 1 UU No. 1 tahun 1979 adalah : penyerahan oleh suatu Negara kepada Negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah Negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan memidananya. Kejahatan transnasional di negeri ini juga dapat terjadi karena jumlah penduduk Indonesia yang terbilang besar. Dari tahun ketahun 12 Ibid 13 Budiarto. 1981. Ekstradisi dalam Hukum Nasional, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 7

7 imigran gelap dan penyelundupan orang ke Indonesia dan transit melalui Indonesia semakin meningkat. Hal ini terbukti dari fakta yang diperoleh menunjukkan bahwa dari waktu ke waktu, cara-cara illegal justru menjadi pilihan dalam proses migrasi. Laporan dari Bureau of Public Affairs US Depatment State bulan Juni 2003 memaparkan bahwa tiap tahun sekitar 800.000 900.000 orang telah diselundupkan dengan mengabaikan batasbatas internasional. 14 Kasus yang baru-baru ini terjadi di Indonesia adalah penyelundupan manusia di Yogyakarta. Ahmad Zia Alizadah, seorang warga negara Afghanistan, sebelumnya ditangkap pada 2014 oleh Bareskrim Mabes Polri atas tindak pidana penyelundupan manusia yang akan dibawa ke Australia melalui pantai di Gunungkidul pada 2011 silam. Pemerintah Australia mengajukan permintaan ekstradisi karena Alizadah diduga melakukan 10 tindak pidana terkait penyelundupan manusia di Australia. 15 Berangkat dari paparan yang telah disampaikan diatas mendorong Penulis untuk melakukan analisis lebih lanjut terkait proses pelaksanaan ekstradisi. 14 Sam Fernando, 2013, Politik Hukum Pemerintah (Direktorat Jenderal Imigrasi) Dalam Menanggulangi Masalah Penyelundupan Manusia. Jurnal Pascasarjana Universitas Brawijaya, hlm. 2 15 http://www.harianjogja.com/baca/2015/04/22/penyelundupan-manusia-buronan-australiadibekuk-di-gunungkidul-597185 diakses pada tangal 14 April 2016 pk 09.15

8 Dengan demikian Penulis mengajukan suatu penulisan hukum yang berjudul Implementasi Perjanjian Ekstradisi Antara Indonesia Dengan Australia (Studi Kasus Terhadap Permintaan Ekstradisi Tersangka Penyelundupan Manusia oleh Australia kepada Indonesia) B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan pada sub-bab sebelumnya, Penulis menentukan rumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi perjanjian ekstradisi dalam kaitannya dengan kasus penyelundupan manusia yang dimintakan ekstradisinya oleh pihak Australia? 2. Bagaimana proses jalannya ekstradisi yang diminta oleh Pemerintah Australia tersebut?

9 C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang ingin penulis capai dalam penulisan hukum ini mencakup 2 (dua) hal, yakni sebagai berikut: 1. Tujuan Subyektif Tujuan subyektif dari penulisan hukum ini adalah memperoleh semua data yang diperlukan dalam rangka menyusun penulisan hukum guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Obyektif Tujuan obyektif dari penulisan hukum ini didasarkan pada rumusan masalah yang telah Penulis kemukakan pada sub-bab sebelumnya, yakni: a. Mengetahui implementasi perjanjian ekstradisi dalam kaitannya dengan kasus penyelundupan manusia yang dimintakan ekstradisinya oleh pihak Australia.

10 b. Mengetahui proses jalannya ekstradisi yang diminta oleh Pemerintah Australia tersebut. D. KEASLIAN PENELITIAN Penulis telah melakukan penelusuran terhadap berbagai referensi daan hasil penelitian baik dalam media cetak maupun media elektronik guna melihat keaslian penelitian ini. Berdasarkan hasil penelusuran tersebut sepanjang sepengetahuan penulis belum ditemukan penelitian yang serupa dengan apa yang diusulkan melalui penulis dalam penelitian hukum ini. Namun daripada itu penulis menemukan ada penulisan hukum yang mengandung beberapa unsur dalam penelitian ini tetapi memiliki perbedaan dalam materi serta fokus kerangka berpikirnya. Karya tersebut adalah: 1. I Putu Indra Wiguna, 2010, Implementasi perjanjian ekstradisi antara Kamboja dengan Thailand : Studi kasus ekstradisi Thaksin Shinawatra, Penulisan Hukum, Universitas Gadjah Mada, yang mana pada penulisan hukum tersebut menekankan pada pelaksanaan dan hambatan dari perjanjian ekstradisi antara Kamboja dengan Thailand serta untuk mengetahui apakah

11 penolakan ekstradisi oleh Kamboja kepada Thailand terhadap Thaksin Shinawatra sah menurut hukum internasional dilihat dari asas non-extradition of political offense dalam praktek ekstradisi. 16 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perjanjian ekstradisi antara Kamboja dengan Thailand tidak dapat dilaksanakan terhadap kasus Thaksin Shinawatra karena bertentangan dengan ketentuan dari isi perjanjian ekstradisi tersebut, yakni ketentuan Pasal 3 ayat 6. Hambatan yang dihadapi yaitu karena disebabkan oleh buruknya hubungan bilateral kedua negara tersebut. Kemudian jika dilihat dari asas non-extradition of political offense bahwa penolakan ekstradisi oleh Kamboja kepada Thailand untuk menyerahkan Thaksin Shinawatra adalah merupakan suatu tindakan yang sah dan sudah menjadi kebiasaan internasional dalam praktek ekstradisi jika negara-diminta mempertimbangkan bahwa kejahatan yang dijadikan sebagai alasan untuk meminta penyerahan atas orang yang diminta tergolong sebagai kejahatan politik, maka negara-diminta harus menolak permintaan dari negara-negara tersebut. 16 I Putu Indra Wiguna, 2010, Implementasi perjanjian ekstradisi antara Kamoja dengan Thailand : Studi kasus ekstradisi Thaksin Shinawatra, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

12 Perbedaan dengan Penulisan Hukum yang Penulis lakukan antara lain, perjanjian ekstradisi yang dibahas adalah Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dengan Australia, sehingga syarat maupun proses pelaksanaannya dapat berbeda sesuai dengan kebijakan dan persetujuan dari masing-masing negara yang bersangkutan. 2. Fanny Widyastuti, 2005, Pelaksanaan perjanjian ekstradisi Indonesia-Australia terhadap kasus Hendra Raharja, Penulisan Hukum, Universitas Gadjah Mada, yang mana penulisan hukum tersebut menekankan pada hambatan dalam pelaksanaan ekstradisi Hendra Raharja. Penelitian ini menggambarkan secara menyeluruh dan sistematis tentang masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan ekstradisi terhadap Kasus Hendra Raharja. 17 Hasil penelitiannya yang telah dilakukan antara lain penulis berpendapat bahwa permintaan ekstradisi untuk kasus tersebut seharusnya dilaksanakan sebelum Hendra Raharja meninggal. Mengingat Indonesia dan Australia sudah memiliki perjanjian ekstradisi sejak tahun 1994. Kendala pelaksanaan 17 Fanny Widyastuti, 2005, Pelaksanaan perjanjian ekstradisi Indonesia-Australia terhadap kasus Hendra Raharja, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

13 ekstradisi tersebut antara lain perbedaan sistem, masalah dalam putusan pengadilan, belum adanya peraturan pelaksana dan kematian Hendra Raharja. Selain itu factor persidangan in absentia juga mengakibatkan proses ekstradisi menjadi sangat lama. Pada saat Extradition Warrant dikeluarkan oleh Australia, Hendra Raharja sedang berada di rumah sakit dan kemudian meninggal dunia sehingga pelaksanaan ekstradisi tidak dapat dilaksanakan. Perbedaan dengan Penulisan Hukum yang Penulis lakukan antara lain, kasus yang diangkat merupakan kasus penyelundupan manusia dengan tersangka Ahmad Zia Alizadah dengan membahas mengenai implementasi Perjanjian ekstradisi antara Indonesia- Australia serta proses jalannya ekstradisi yang dimintakan oleh Pemerintah Australia tersebut. E. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Akademis Hasil penelitian dalam penulisan hukum ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan terutama dalam bidang hukum internasional.

14 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi kalangan akademisi, praktisi maupun masyarakat pada umumnya serta dapat bermanfaat dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum internasional mengenai proses ekstradisi.