BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada

LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Hakekat Motivasi Belajar. a. Pengertian Motivasi Belajar

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu tempat dimana siswa mendapatkan ilmu secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR AND SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI SAWAH 2 CIPUTAT

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DITINJAU DARI HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS 4 SD

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

I. PENDAHULUAN. berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2008: 79).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan sosial (IPS) di tingkat sekolah dasar (SD). Pembelajaran IPS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V PEMBAHASAN. Fiqih dengan melalui penerapan model pembelajaraan kooperatif tipe picture and

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SD. social studies, seperti di Amerika. Sardjiyo (repository. upi.

BAB I PENDAHULUAN. dengan jenjang pendidikan yang sedang ditempuh. Mata pelajaran IPS di

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model

JURNAL PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagai persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S 1. Diajukan Oleh: TUMIYATUN A.54A100051

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Proses untuk mengembangkan potensi dirinya agar memiliki kekuatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN. dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

BAB II KAJIAN TEORI. belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN KEAKTIFAN BERKOMUNIKASI SISWA DENGAN STRATEGI SNOWBALL THROWING

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PEMBELAJARAN AKUNTANSI MELALUI METODE KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat

1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB I PENDAHULUAN. menuntut lembaga pendidikan untuk lebih dapat menyesuaikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini, SMK menjadi alternatif untuk melanjutkan pendidikan tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Menulis berkaitan erat dengan keterampilan mendengarkan, gagasan secara runtut. Menulis memiliki peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan sesuatu yang paling penting dalam kehidupan kita. Seorang guru dalam pendidikan memegang

2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. (Dalam bukunya Purwanto,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan atau mewujudkan pendidikan nasional yaitu menurut Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Salah satu cara yang digunakan meningkatkan kualitas pendidikan. adalah dengan pembaharuan sistem pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. nasional, pasal 1 ayat (1) dikemukakan bahwa :

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori Pengertian Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, yaitu saling pengaruh antara pendidik dan peserta didik. Pendidikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas salah satunya dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DALAM PEMBELAJARAN IPA

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGASI PADA MATERI GEOMETRI

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengalaman dan latihan terjadi melalui interaksi antara individual dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembelajaran adalah suatu proses yang tidak hanya sekedar menyerap

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. dan olahraga; (9) Keterampilan/kejuruan dan; (10) Muatan lokal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru.

seperti adanya fasilitas-fasilitas yang ada di sekolah seperti bangunan sekolah yang baik, juga tersedia alat atau media pendidikan.

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAM GAMES TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI SMA PADA ERA MEA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir diantara pembaca. Oleh karena itu diperlukannya kajian teori dalam sebuah penelitian. 2.1.1. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar 2.1.1.1. Pengertian IPS Kamarga (1994) mengatakan, berdasarkan fungsi pengajarannya disekolah, IPS terdiri dari ilmu sosial dan pendidikan sosial. Pendidikan ilmuilmu sosial biasanya dikembangkan dalam kurikulum akademik atau kurikulum disiplin ilmu pada tingkat sekolah menengah. Sedangkan pendidikan ilmu sosial dikembangkan untuk tingkat pendidikan dasar. Nu man Somantri (Somantri, 2001) menyatakan bahwa; IPS merupakan perpaduan antara konsep-konsep ilmu sosial dengan konsep-konsep pendidikan yang dikaji secara sistematis, psikologis dan fungsional sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, yang disederhanakan untuk pendidikan tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Penyederhanaan mengandung arti : 1. Menurunkan tingkat kesukaran ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di universitas menjadi pelajaran yang sesuai dengan kematangan berfikir siswa siswi sekolah dasar dan lanjutan. 2. Mempertautkan dan memadukan bahan aneka cabang ilmu-ilmu sosial dan kehidupan masyarakat sehingga menjadi pelajaran yang mudah dicerna. Penulis memberikan kesimpulan berdasarkan pengertian diatas untuk memberikan gambaran yang lebih singkat mengenai IPS. IPS merupakan disiplin ilmu yang mencakup konsep-konsep sosial dan dikembangkan dalam kurikulum akademik sesuai dengan tingkat perkembangan pendidikan baik tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Konsep-konsep sosial dalam hal ini berkaitan dengan hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan alam dengan dunia sekelilingnya. Latar telaahnya adalah kehidupan nyata manusia. 7

8 Pengertian diatas mengambarkan kompleksitas kehidupan secara umum. Kompleksitas kehidupan yang akan dihadapi oleh peserta didik nantinya, bukan hanya kompleksitas akibat perkembangan ilmu dan teknologi belaka, melainkan juga kompleksitas kemajemukan masyarakat dunia. 2.1.1.2. Fungsi Pembelajaran IPS Ilmu pengetahuan sosial dibelajarkan di sekolah dasar, dimaksudkan agar siswa menjadi manusia dan warga negara yang baik, seperti yang diharapkan oleh dirinya, orang tua, masyarakat, dan agama (Somantri, 2001). Pembelajaran IPS di SD menekankan pada unsur pendidikan dan pembekalan pemahaman, nilai-moral, dan keterampilan-keterampilan sosial pada siswa. Untuk itu, penekanan pembelajarannya bukan sebatas pada upaya mencekoki atau menjejali siswa dengan sejumlah konsep yang bersifat hafalan belaka, melainkan terletak pada upaya menjadikan siswa memiliki seperangkat pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan agar mereka mampu menjadikan apa yang telah dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami dan ikut serta dalam melakoni kehidupan masyarakat lingkungannya, serta sebagai bekal bagi dirinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Disinilah sebenarnya penekanan misi dari pembelajaran IPS di sekolah dasar. 2.1.1.3. Tujuan Pembelajaran IPS Sama halnya tujuan dalam bidang-bidang yang lain, tujuan pembelajaran IPS bertumpu pada tujuan yang lebih tinggi. Secara hirarki, tujuan pendidikan nasional pada tataran operasional dijabarkan dalam tujuan institusional tiap jenis dan jenjang pendidikan. Tujuan IPS secara praktis operasional dijabarkan dalam tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran. Sub bahasan ini dibatasi pada uraian tujuan bidang studi IPS. Tujuan IPS yang harus dicapai sekurang-kurangnya meliputi hal-hal berikut : 1. Membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan masyarakat;

9 2. Membekali peserta didik dengan kemapuan mengidentifikasi, menganalisa dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat; 3. Membekali peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan dengan berbagai bidang keilmuan serta berbagai keahlian; 4. Membekali peserta didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif, dan keterampilan terhadap lingkungan hidup yang menjadi bagian kehidupannya yang tidak terpisahkan; dan 5. Membekali peserta didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembagan kehidupan, perkembangan masyarakat, dan perkembangan ilmu dan teknologi. Kelima tujuan di atas harus dicapai dalam pelaksanaan kurikulum IPS di berbagai lembaga pendidikan dengan keluasan, kedalaman dan bobot yang sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan yang dilaksanakan. Selain itu pembelajaran IPS dimaksudkan untuk menyiapkan peserta didik menjadi warga Negara yang baik (Soewarso, 2010:6). 2.1.1.4. Karakteristik Peserta Didik Masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira usia sebelas tahun atau dua belas tahun. Karakteristik utama siswa sekolah dasar adalah mereka menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang, di antaranya, perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik anak. Setiap anak sekolah dasar sedang berada dalam perubahan fisik maupun mental mengarah yang lebih baik. Tingkah laku mereka dalam menghadapi lingkungan sosial maupun non sosial meningkat. Anak kelas empat, memilki kemampuan tenggang rasa dan kerja sama yang lebih tinggi, bahkan ada di antara mereka yang menampakan tingkah laku mendekati tingkah laku anak remaja permulaan. Mereka mengembangkan rasa percaya dirinya terhadap kemampuan dan pencapaian yang baik dan relevan. Meskipun anak-anak membutuhkan keseimbangan antara

10 perasaan dan kemampuan dengan kenyataan yang dapat mereka raih, namun perasaan akan kegagalan atau ketidakcakapan dapat memaksa mereka berperasaan negatif terhadap dirinya sendiri, sehingga menghambat mereka dalam belajar. Piaget mengidentifikasikan tahapan perkembangan intelektual yang dilalui anak (Sumantri dan Syaodih, 2006:16) yaitu: a. Tahap sensorimotor (0 2 tahun) Anak mengembangkan konsep pada dasarnya melalui interaksi dunia fisik. b. Tahap pra operasional (2 7 tahun) Anak sudah mulai mengembangkan dengan menggunakan bahasa untuk menyatakan suatu ide, tetapi ide tersebut masih sangat tergantung pada persepsi. Pada tahap ini anak telah mulai menggunakan simbol, dia belajar untuk membedakan antara kata/istilah dengan objek yang diwakili oleh kata/istilah. Anak tidak melihat bahasa banyaknya objek adalah tetap/tidak berubah tanpa memperhatikan susunan ruang yang ditempati objek tadi. c. Tahap Operasional konkrit (7 12 tahun) Anak mengembangkan konsep dengan menggunakan benda-benda kongkrit untuk menyelidiki hubungan dan model hubungan abstrak. Bahasa merupakan alat yang sangat penting, pada tahap ini anak sudah mulai berfikir logis, akibat dari adanya kegiatan anak memanipulasi benda-benda konkrit. Pada tahap ini anak dapat mengelompokkan benda kongkrit berdasarkan warna, bentuk atau ukurannya. d. Tahap operasional formal (12 tahun ke atas.) Anak sudah mulai berfikir secara abstrak, dia dapat menyusun hipotesis dari hal-hal yang abstrak menjadi dunia real dan tidak terlalu tergantung pada benda-benda kongkrit. Peneliti menarik kesimpulan berdasarkan uraian di atas bahwa, siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional kongkrit, pada tahap ini anak mengembangkan pemikiran logis, masih sangat terikat pada fakta-fakta perseptual, artinya anak mampu berfikir logis, tetapi masih terbatas pada objekobjek kongkrit, dan mampu melakukan konservasi. Bertitik tolak pada perkembangan intelektual dan psikososial siswa sekolah dasar, hal ini

11 menunjukkan bahwa mereka mempunyai karakteristik sendiri, di mana dalam proses berfikirnya, mereka belum dapat dipisahkan dari dunia kongkrit atau halhal yang faktual, sedangkan perkembangan psikososial anak usia sekolah dasar masih berpijak pada prinsip yang sama di mana mereka tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang dapat diamati, karena mereka sudah diharapkan pada dunia pengetahuan. 2.1.2. Pendekatan Pembelajaran Wahyu dan Kriswandani (2010:45) mengemukakan Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran, yang merajuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih umum. Pemilihan pendekatan dan stategi pembelajaran merupakan bagian yang cukup terpenting dalam merencanakan proses pembelajaran IPS sebab didalam pendekatan pembelajaran mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu. Wahyu dan Kriswandani (2010:46) memberikan pendapat bahwa pendekatan dalam pembelajaran dibedakan atas dua jenis yaitu: 1. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada peserta didik (student centered apporoach). 2. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). Pemilihan pendekatan dalam pembelajaran sebaiknya berangkat dari perumusan tujuan yang jelas agar pembelajaran menjadi efisien dan efektif. Kriteria yang lain adalah memilih pendekatan pembelajaran yang dapat melibatkan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Kegiatan pembelajaran peserta didik dituntut untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Pendekatan dalam pembelajaran IPS sangat dipengaruhi oleh pandangan guru terhadap IPS dan peserta didik dalam pembelajaran. Pendekatan cooperative learning dalam pembelajaran IPS bukan hanya memindahkan IPS dari guru ke peserta didik tetapi tempat untuk peserta didik menemukan kembali ide dan konsep IPS melalui eksplorasi dalam kehidupan sehari-hari.

12 2.1.3. Pembelajaran Cooperative 2.1.3.1. Pengertian Pembelajaran Cooperative Pembelajaran cooperative merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran cooperative berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau tim. Menurut Johnson (Isjoni 2011 : 15) pembelajaran cooperative mengandung pengertian bekerja sama demi mencapai tujuan bersama. Isjoni (Isjoni, 2011:15) dalam tulisannya mengutip pendapat Slavin mengenai model pembelajaran cooperative yaitu suatu model pem-belajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Agus Suprijono (Suprijono 2011:54) mengemukakan pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Peneliti memberikan kesimpulan dari pengertian-pengertian diatas mengenai pembelajaran cooperative yaitu suatu strategi belajar dengan membagi siswa ke dalam kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda-beda dengan tujuan setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran dan menyelesaikan tugas kelompoknya. Oleh sebab itu, pembelajaran cooperative sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapi. Belajar dengan pendekatan cooperative dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat (sharing ideas). Selain itu dalam belajar biasanya siswa dihadapkan pada latihan soal-soal atau pemecahan masalah. Oleh sebab itu, pembelajaran cooperative sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapinya.

13 Pendekatan pembelajaran cooperative, tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman. Dalam pembelajaran cooperative, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, serta dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya. 2.1.3.2. Tujuan Pembelajaran Cooperative Muslimin Ibrahim memberikan penjelasan terdapat tiga tujuan pembelajaran cooperative yang kemudian dikutip oleh Isjoni (Isjoni, 2011: 27) yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, pengembangan keterampilan sosial. 1. Hasil Belajar Akademik Belajar cooperative meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. 2. Penerimaan terhadap Perbedaan Individu Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

14 3. Pengembangan Keterampilan Sosial Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki oleh siswa, karena kenyataan yang dihadapi bangsa ini dalam mengatasi masalah masalah sosial yang semakin kompleks, serta tantangan bagi peserta didik supaya mampu dalam menghadapi persaingan global. 2.1.3.3. Unsur-Unsur Pembelajaran Cooperative Agus Suprijono (Suprijono, 2011:58) mengambil refrensi dari Roger dan David Johnson mengenai unsur unsur pembelajaran kooperatif. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut: 1. Positive interdependence (saling ketergantungan). 2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan). 3. Face to face promotive interaction (interaksi promotif). 4. Interpersonal skill (komunikasi antar anggota). 5. Group processing (pemrosesan kelompok). Peserta didik menyadari bahwa dirinya membutuhkan teman dalam kelompok tersebut untuk mengisi kekurangannya. Saling ketergantungan positif menjadikan peserta didik saling melengkapi satu sama lain. Hal inilah menimbulkan tanggung jawab setiap anggota kelompok untuk menyelesaikan setiap tugas dan pencapaian hasil yang maksimal. Sementara langkah yang diusahakan untuk mencapai hal tersebut berupa saling membantu, saling memberi informasi, saling mengingatkan, saling percaya, dan saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama. Untuk mengoordinasikan kegiatan peserta didik diperlukan saling mengenal, mempercayai, mampu berkomunikasi secara benar, saling menerima, saling mendukung dan mampu menyelesaikan konflik yang terjadi dalam kelompok. Dalam menyelesaikan tugas kelompok perlunya penilaian tahapan dan kerja kelompok untuk meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi untuk mencapai tujuan kelompok. Pembelajaran kooperatif yang diajarkan adalah keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan

15 atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan. Guru yang ingin melaksanakan pendekatan pembelajaran kooperatif di dalam kelasnya atau mata pelajaran yang diampunya, maka guru tersebut harus memperhatikan dan merencanakan dengan matang, agar pada pembelajarannya tersebut terdapat empat tahapan ketrampilan kooperatif yang akan dikuasai peserta didik. Keempat tahapan ketrampilan kooperatif itu adalah sebagai berikut: 1. Forming (pembentukan), yaitu suatu ketrampilan kooperatif yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok yang solid dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma. 2. Functioning (pengaturan), yaitu suatu ketrampilan kooperatif yang dibutuhkan untuk mengatur aktifitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama di antara anggota kelompok. 3. Formating (perumusan), yaitu suatu ketrampilan kooperatif yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang sedang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berfikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan. 4. Fermenting (penyerapan), yaitu suatu ketrampilan kooperatif yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, memunculkan konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan. Ketrampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja, dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan. Langkah-langkah dalam pembelajaran cooperative learning menurut David Hornsby, 1981 (Solihatin,2009:12) dapat digambarkan seperti berikut ini:

16 Gambar 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Cooperative PROGRAM PENGAJARAN/ PROGRAM PEMBELAJARAN TARGET PEMBELAJARAN 1. Penguasaan Materi/konsep 2. Sikap dan ketrampilan sosial Perencanaan Pembelajaran PEMBENTUKAN KELOMPOK DAN PENGARAHAN/PENGKONDISIAN SISWA UNTUK BEKERJASAMA Peer Tutur (Tutor Teman Sebaya) KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DALAM KELOMPOK BELAJAR Pengembangan pengetahuan dan keterampilan siswa dalam suasana belajar kelompok Belajar Kolaboratif PENYAJIAN/UNJUK KERJA SISWA/ KELOMPOK SISWA HASIL KERJA KELOMPOK PROSES KERJA KELOMPOK CACATAN OBSERVASI GURU MENGENAI KERJA SISWA Pemberian Hadiah dan Kritik Siswa DEBRIEFING Refleksi dan Internalisasi 2.1.3.4. Kelebihan dan Kelemahan Cooperative Keuntungan dalam pembelajaran cooperative menurut slavin (1995), antara lain adalah sebagai berikut : 1. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma kelompok. 2. Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama berhasil. 3. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok. 4. Interaksi antar siswa sering dengan peningkatan kemampuan mereka berpendapat. Pembelajaran cooperative juga mempunyai kelemahan yang harus dihindari, yakni adanya anggota kelompok yang tidak aktif. Ini dapat terjadi jika

17 hanya ada satu permasalahan saja. Kelemahan ini dapat dihindari dengan cara seperti dikatakan oleh Slavin (1995), yaitu : 1. Masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab pada bagianbagian tertentu dari permasalahan kelompok. 2. Masing-masing kelompok harus mempelajari materi secara keseluruhan. Hal ini karena hasil kelompok ditentukan oleh skor perkembangan masing-masing individu. 2.1.4. Pendekatan Cooperative Metode Snowball Throwing Snowball throwing adalah metode yang digunakan untuk memperdalam satu topik. Metode ini biasanya dilakukan oleh beberapa kelompok yang terdiri dari empat sampai delapan orang yang memiliki kemampuan merumuskan pertanyaan yang ditulis dalam sebuah kertas menyerupai bola. Kemudian, kertas itu dilemparkan kepada kelompok lain yang untuk ditanggapi dengan menyawab pertanyaan yang dilemparkan tersebut. Snowball throwing ini dapat melatih peserta didik untuk mendengarkan pendapat orang lain, teman, tugas-tugas kelompok akan memacu peserta didik untuk bekerjasama, saling membantu, serta aktif dalam pembelajaran. Dibentuk kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian ketua kelompok membagikan tugas kepada teman kelompoknya dan masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh. Suprijono (2011:128) memberikan penjelasan bahwa, langkah-langkah yang ditempuh dalam metode snowball throwing adalah sebagai berikut: a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan. b. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi. c. Masing-masing ketua kelompok kembali kekelompoknya masingmasing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya. d. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerja untuk menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. e. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama kurang lebih ± 15 menit.

18 f. Setelah siswa mendapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian. g. Evaluasi. h. Penutup. Langkah-langkah metode snowball throwing dapat disederhanakan sebagai berikut; siswa merumuskan pertanyaan secara tertulis dikertas berdasarkan materi yang diterangkan oleh guru dan ketua kelompok. Kemudian kertas tersebut dilipat-lipat menyerupai bola lalu dilemparkan kepada kelompok lain. Setelah membuka kertas tersebut, kelompok lain itu menjawab pertanyaan dan melemparkan kembali kekelompok yang menulis pertanyaan tadi. Metode snowball throwing ini dapat memberikan kesempatan kepada teman dalam kelompok untuk merumuskan pertanyaan secara sistematis. Di samping itu dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukan pertanyaan dengan tuntunan pertanyaan kepada teman lain maupun guru. Juga melatih siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan baik. Dapat pula merangsang siswa mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik yang sedang dibicarakan dalam pelajaran tersebut. Berikutnya dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya kepada teman maupun guru serta melatih kesiapan siswa. Terakhir, dengan menggunakan metode ini memungkinkan siswa saling memberikan pengetahuan. Kelebihan dari metode snowball throwing diantaranya adalah melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada materi yang diajarkan dan saling memberikan pengetahuan. Sedangkan kelemahan dari metode ini yakni pengetahuan tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan sekitar siswa serta tidak efektif. Meskipun terdapat kelemahan dalam metode ini, kelebihan metode ini masih tetap menonjol dan efektif dalam pembelajaran IPS. Pendekatan cooperative learning metode snowball throwing tepat digunakan sebab materi dalam pembelajaran IPS itu sangat luas meliputi IPS terpadu dan sejarah Nasional. IPS terpadu adalah pengetahuan yang bersumber dari geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi dan ilmu politik yang mengupas tentang berbagai kenyataan dan gejala dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan

19 sejarah Nasional adalah pengetahuan mengenai proses perkembangan masyarakat Indonesia dari masa lampau sampai dengan masa kini. Oleh sebab itu pengetahuan yang bersumber dari guru saja tidak mampu diserap dengan baik oleh peserta didik harus ada proses pembelajaran yang dilakukan dengan tindakan langsung dan proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Metode pembelajaran ini merupakan metode dimana peserta didik dapat berperan aktif untuk menyerap pengetahuan dari guru dan tutor sebaya serta peserta didik yang lain sebab dalam metode ini terjadi hubungan interaksi antar peserta didik dalam kelompok. Selain itu langkah-langkah dalam pelaksanaan pembelajaran ini menyangkut hubungan sosial antar individu satu dengan yang lainnya, ini sesuai dengan karakteristik pendidikan IPS yaitu mengatur hubungan antar manusia. 2.1.5. Belajar 2.1.5.1. Pengertian Belajar R. Gagne seperti yang di kutip oleh Slameto (Slameto, 2010: 13) dalam bukunya belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, memberikan dua definisi belajar, yaitu: 1. Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. 2. Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi. Belajar merupakan perubahan tingkah laku individu yang diperoleh melalui pengalaman, melalui proses stimulus-respon, melalui pembiasaan, melalui peniruan, melalui pemahaman dan penghayatan, melalui aktivitas individu meraih sesuatu yang dikehendakinya (Prayitno, 2009:203). Belajar secara sederhana memiliki pengertian yaitu serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya. 2.1.5.2. Hasil Belajar Hasil belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri atas dua kata yaitu hasil dan belajar yang memiliki arti yang berbeda. Oleh karena itu untuk memahami

20 lebih mendalam mengenai makna hasil belajar, akan dibahas dulu pengertian hasil dan belajar. Arikunto (Arikunto, 2010:133) mengatakan bahwa hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam perbuatan yang dapat diamati, dan dapat diukur. Nana Sujana (Sujana, 2011: 22) mengemukakan bahwa Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukan hasil yang berciri sebagai berikut: 1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi pada diri siswa. 2. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. 3. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingatannya, membentuk prilakunya, bermanfaat untuk mempelajarai aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan yang lainnya. 4. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan dirinya terutama adalah menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya. Peneliti memberikan kesimpulan dari beberapa pengertian diatas bahwa hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar dari perubahan yang tampak dalam perbuatan yang diamati dan diukur. Perubahan itu dapat dilihat dari kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. 2.1.6. Pembelajaran Metode Pertanyaan Berantai Pertanyaan berantai adalah metode yang digunakan untuk mengingatkan memori tentang materi pelajaran dan memperdalam satu materi. Pembelajaran pertanyaan berantai memberikan variasi dalam pembelajaran dibanding dengan pembelajaran yang hanya berpusat kepada guru. Tujuan pembelajaran pertanyaan berantai adalah mengaktifkan peserta didik dalam pembelajaran dan menumbuhkan ketrampilan aktivitas belajar dalam menjawab pertanyaan yang diundi oleh guru.

21 Langkah-langkah yang ditempuh dalam metode pertanyaan berantai adalah sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan. 2. Guru memberikan penjelasan tentang materi kepada peserta didik. 3. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu pertanyaan dari hasil undian pertanyaan. 4. Setelah siswa mendapat satu pertanyaan sesuai dengan nomor urut pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas tersebut secara bergantian sesuai dengan nomor urut pertanyaan. 5. Guru mengevaluasi kegiatan tersebut dengan cara memberikan rumusan pertanyaan, rumusan kalimat, kemudian memberikan contoh rumusan pertanyaan yang benar. 6. Kesimpulan dari kegiatan yang sudah dilakukan. 7. Penutup. 2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian tentang penggunaan pembelajaran pendekatan cooperative metode snowball throwing terhadap mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) telah dilakukan oleh beberapa peneliti di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Imas Hodijah dengan judul Penerapan Model Cooperatif Learning Metode Snowball Throwing pada Konsep Kenampakan Alam, Sosial, dan Budaya untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa di Kelas IV SD. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2010/2011. Hasil penelitian tersebut yaitu pada pelaksanaan penelitian di lapangan dari hasil observasi dan pemantauan ditemukan hal-hal sebagai berikut: pada pertemuan pertama, antusias belajar peserta didik merasa merdeka, tidak harus duduk manis mendengarkan ceramah guru yang biasanya sampai satu jam atau lebih. Hal ini ditunjukan dengan banyaknya diskusi-diskusi kecil antar sesama yang membahas tentang penampakan alam, sosial dan budaya. Hasil belajar yang cukup signifikan pada mata pelajaran Ilmu Pendidikan Sosial dengan nilai rata-rata 54,81 dan 67,04. Dengan demikian bahwa penggunaan pembelajaran pendekatan cooperative dengan metode snowball

22 throwing dapat membantu peserta didik lebih bergairah dalam belajar, membangun kerjasama dengan teman-temannya dan terjadi interaksi yang begitu demokratis yang pada akhirnya mendorong pencapaian hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil pengamatan dan observasi pada penelitian ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) Terjadi perubahan dalam proses pembelajaran yang meliputi peningkatan ketrampilan sosial, interaksi dan kerjasama antar peserta didik, keberanian mengemukakan pendapat, (2) Suasana pembelajaran lebih rileks dan peserta didik selalu terdorong untuk bertanya baik kepada temantemannya maupun kepada guru. Selain itu, guru memotivasi peserta didik-peserta didik yang belum aktif, sehingga proses pembelajaran sesuai dengan desain pembelajaran yang telah direncanakan. (3) Adanya peningkatan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial yang dapat dilakukan dengan menerapkan salah satu pembelajaran yaitu metode snowball throwing. Pendekatan cooperative learning dengan menggunakan metode snowball throwing dapat diterapkan pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Dan diharapkan pengalaman belajar dengan metode pembelajaran pendekatan kooperatif metode snowball throwing akan menciptakan suasana belajar yang kondusif dan pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Dalam proses pembelajaran akan tampak lebih interaktif karena terjadi interaksi antara guru dengan peserta didik maupun antar kelompok peserta didik. Hasil diatas menunjukkan bahwa pendekatan cooperative learning dengan metode snowball throwing dalam pembelajaran IPS memberikan pengaruh yang baik terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik dan pemahaman peserta didik dibandingkan dengan pembelajaran yang konvensional dengan metode ceramah. Oleh sebab itu penulis akan menerapkan pendekatan dan metode tersebut terhadap sekolah yang ingin penulis teliti berbeda dengan kajian relevansi sebelumnya yang menekankan pada materi tentang koperasi sehingga pendekatan dan metode tersebut dapat memberikan kontribusi yang positif bagi sekolah-sekolah tersebut. Peneliti akan melakukan penelitian dengan judul Keefektifan Penggunaan Pendekatan Cooperative Learning dengan

23 Metode Snowball Throwing dalam Pembelajaran IPS Peserta Didik Kelas IV SD Gugus Kenanga Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang dengan harapan peneliti dapat menggambarkan keefektifan penggunaan pendekatan cooperative learning dengan metode snowball throwing dalam pembelajaran IPS kelas IV SD. 2.3. Kerangka Berfikir IPS sering dianggap sebagai mata pelajaran yang susah untuk dimengerti dengan materi yang banyak dan membutuhkan penghafalan. Indikasinya dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang kurang memuaskan. Pembelajaran yang biasa diterapkan selama ini menggunakan metode ekspositori, di mana pembelajaran berpusat pada guru, siswa pasif, dan kurang terlibat dalam pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa mengalami kejenuhan yang berakibat kurangnya minat belajar. Minat belajar akan tumbuh dan terpelihara apabila kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara bervariasi, baik melalui variasi metode maupun media pembelajaran. Pendekatan cooperative metode snowball throwing adalah salah satu alternatif bagi guru dalam mengajar peserta didik, yang merupakan sebuah variasi dalam kelompok yang ciri khasnya adalah guru memanggil ketua kelompoknya untuk menerima tugas yang disampaikan oleh guru, dan ketua kelompok kembali ketiap anggota kelompok untuk menyampaikan materi lalu membuat pertanyaan sesuai materi yang sudah disampaikan oleh ketua. Setelah diberi waktu membuat pertanyaan setiap kelompok melempar pertanyaan kepada kelompok lain untuk menjawab sampai setiap peserta didik mendapatkan satu pertanyaan untuk dijawab. Sehingga cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa dan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam kelompok. Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya akan berdampak positif terhadap hasil belajar peserta didik. Dan peserta didik dapat bertukar pengetahuan antara teman yang satu dengan yang lainnya. Penulis dalam penelitian ini akan melakukan penelitian dengan judul Keefektifan Penggunaan Pendekatan Cooperative Learning dengan Metode Snowball Throwing dalam Pembelajaran IPS Peserta Didik Kelas IV SD Gugus Kenanga Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang. Penelitian akan disertai

24 dengan memberikan pretes terhadap kedua kelas yaitu SD Negeri Kebonagung 01 dan SD Negeri Kebonagung 03. Penelitian dengan soal yang sama dihari yang sama karena sekolah tersebut memberikan waktu tersebut. Waktu pelaksanaanya bergantaian dimulai dari SD Kebonagung 01 kemudian dilanjutkan SD Kebonagung 03. Setelah didapatkan hasil pretes ternyata kedua kelompok tersebut hasil nilai peserta didik homogen/setara. Kelompok eksperimen penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan cooperative learning metode snowball throwing, sedangkan kelompok kontrol menggunakan pembelajaran pertanyaan berantai. Hasil belajar pada penelitian ini diperoleh dari hasil posttest pada peserta didik dikurangi hasil pretest pada peserta didik baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol. Penggunaan pendekatan kooperatif learning metode snowball throwing dikatakan efektif apabila hasil belajar dalam pembelajaran IPS yang menggunakan kooperatif learning metode snowball throwing lebih besar dari pada hasil belajar yang menggunakan pembelajaran pertanyaan berantai. Adapun kerangka berpikirnya dapat digambarkan dalam skema berikut:

25 Hasil Belajar (Posttest Pretest) Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Pretest Pretest Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kooperatif metode snowball throwing Pembelajaran dengan menggunakan metode pertanyaan berantai Posttest Posttest Hasil belajar kelompok eksperimen hasil belajar kelompok kontrol sehingga dapat dinyatakan ada perbedaan hasil belajar jadi penggunaan pendekatan cooperative learning metode snowball throwing efektif dalam pembelajaran IPS Hasil Belajar (Posttest Pretest) Gambar 2.2 Skema Kerangka Berfikir

26 2.4. Hipotesis Penelitian Kerangka berpikirnya dapat dirumuskan dari hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Ada perbedaan hasil belajar antara peserta didik yang pembelajarannya menggunakan pendekatan cooperative learning dengan metode snowball throwing dengan peserta didik yang pembelajarannya menggunakan metode pertanyaan berantai. b. Penggunaan pendekatan cooperative learning dengan metode snowball throwing efektif dalam pembelajaran IPS peserta didik kelas IV SD Gugus Kenanga Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang. Hipotesis Statistika: H 0 : μ 1 = μ 2 Yaitu: rata-rata hasil belajar peserta didik kelompok eksperimen dalam penggunaan pendekatan cooperative learning dengan metode snowball throwing sama dengan rata-rata hasil belajar kelompok kontrol yang pembelajaran penggunaan metode pertanyaan berantai. Artinya, tidak ada perbedaan hasil belajar IPS peserta didik yang pembelajarannya menggunakan pendekatan cooperative learning dengan metode snowball throwing dalam pembelajaran IPS. H 1 : μ 1 μ 2 Yaitu: rata-rata hasil belajar peserta didik kelompok eksperimen dalam penggunaan pendekatan cooperative learning dengan metode snowball throwing tidak sama dengan rata-rata hasil belajar peserta didik kelompok kontrol pembelajaran penggunaan metode pertanyaan berantai. Artinya, ada perbedaan hasil belajar IPS peserta didik yang pembelajarannya menggunakan pendekatan cooperative learning dengan metode snowball throwing dalam pembelajaran IPS. Penggunakan pendekatan cooperative learning dengan metode snowball throwing efektif dalam pembelajaran IPS ditunjukan dengan adanya perbedaan hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.