BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS

FAJAR EKO PRABOWO WENNY SETIAWATI FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG KEGIATAN EKONOMI DEPOK JANUARI 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya disebut Perseroan ) adalah badan hukum yang merupakan

TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok. pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik

DAFTAR PUSTAKA. Budirto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Mataram : Ghalia Indonesia, 2009

ANALISIS TERHADAP KEWAJIBAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MENYELENGGARAKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM. Disusun Oleh : Andri Wihanjaya N.P.M.

BAB I P E N D A H U L U A N

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum

BAB II KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKSANAKAN PENGURUSAN PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas.

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE. Hj. MUSKIBAH, SH. M.Hum.

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional. Banyak

SUATU PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN Oleh : Jonas Lukas 2

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV),

BUSINESS JUDGMENT RULE SEBAGAI IMMUNITY DOCTRINE BAGI DIREKSI BADAN USAHA MILIK NEGARA DI INDONESIA *

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016. Kata kunci: Tanggungjawab, Direksi, Kepailitan, Perseroan Terbatas

KEPEMILIKAN SAHAM MAYORITAS OLEH DIREKTUR UTAMA

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

Oleh : Griyo Mandraguna I Ketut Westra Anak Agung Sri Indrawati Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

III. METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan: 1. Batasan Kewenangan dan Intervensi yang Dimiliki Komisaris

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan

BAB V PENUTUP. pajak, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: dengan adanya beberapa teori yaitu Doctrine of strict liability atau

BAB I PENDAHULUAN. antara lain mengatur tanggung jawab direksi PT, misalnya Pasal 97. Pasal 97

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

PENERAPAN PRINSIP KEADILAN DALAM GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PEMENUHAN HAK-HAK PEMEGANG SAHAM MINORITAS DIAN APRILLIANI / D

BAB I PENDAHULUAN. monopoli terhadap suatu jaringan usaha. Disisi lain perusahaan grup itu

BAB I PENDAHULUAN. saat ini berkaitan dengan pengelolaan sebuah lembaga, baik lembaga

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY RELATIONSHIP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bentuk perusahaan yang ada di Indonesia seperti firma,

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1997 telah mengakibatkan kelumpuhan perekonomian nasional. termasuk akibat ketidakberdayaan sektor swasta nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. juga tidak dapat melakukan tindakannya sendiri. 1 Agar dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. kredit serta memberikan kepastian kepada mereka untuk dapat menerima uangnya

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB. I PENDAHULUAN. (Commanditaire Vennootschap atau CV), Firma dan Persekutuan Perdata. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

TUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Frankiano B.

A. Latar Belakang Penelitian

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. struktur yang memberi ciri pada sistem, maka dapat bertahan sebagai kesatuan. 1

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG DOKTRIN BUSINESS JUDGMENT RULE DI INDONESIA

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR

TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERHADAP PERSEROAN YANG DINYATAKAN PAILIT. Angga Pramodya Pradhana Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun

Pedoman Kerja Dewan Komisaris dan Direksi PT Nusa Raya Cipta Tbk PEDOMAN KERJA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI

BAB I PENDAHULUAN. Badan usaha (business organization) di Indonesia sekarang ini demikian beragam

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

BAB I PENDAHULUAN. pribadi (natural person atau naturlijk persoon) dan badan hukum (artificial person

e) Hak Menghadiri RUPS... 55

I. PENDAHULUAN. kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam

BAB I. Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan. demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan,

Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016. Kata kunci: Kedudukan hokum, tanggungjawab, pendiri, perseroan terbatas.

BAB II PRINSIP BUSINESS JUDGMENT RULE DALAM BADAN USAHA MILIK NEGARA. 2.1 Perseroan Sebagai Badan Hukum Lahir Dari Proses Hukum

PEDOMAN KERJA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI

Oleh : Nike K. Rumokoy. Abstract:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERSEROAN TERBATAS

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33/POJK.04/2014 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK

B AB II PENGANGKATAN DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN. A. Kedudukan PT dan PT Bank dalam Hukum Perusahaan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. 1 Berbeda dengan subjek hukum perorangan, PT sebagai salah satu bentuk perusahaan dan badan hukum memerlukan organ-organ untuk menggerakkannya. Organ PT tersebut adalah Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ), Direksi dan Dewan Komisaris. RUPS adalah organ PT yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris. 2 Organ-organ tersebut satu sama lain kedudukannya sederajat namun mempunyai kewenangan dan tanggung jawab masing-masing. Walau demikian, organ-organ PT itu sendiri merupakan ciptaan fiksi hukum. Untuk menjadikannya suatu hal yang konkrit, maka organ-organ tersebut dilengkapi dengan anggotaanggota yang merupakan orang-orang yang memiliki kehendak, yang akan menjalankan PT sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian PT. 3 Salah satu organ PT adalah Direksi. Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ( UUPT ) menyebutkan bahwa Direksi adalah organ PT yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan PT untuk kepentingan PT, sesuai dengan maksud dan tujuan PT serta mewakili PT, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 4 Direksi dapat terdiri dari 1 (satu) orang Direktur ataupun lebih yang jumlahnya diatur dalam anggaran dasar PT dengan tetap memperhatikan batasan yang diatur UUPT 1 Indonesia (a), Undang-undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40, LN No. 106 tahun 2007, TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 2 Ibid, Pasal 1 angka 4. 3 Gunawan Widjaja (a), Risiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT, Cet. II, (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), hal. 41. 4 Indonesia (a), Op.Cit., Pasal 1 angka 5.

2 serta peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Sedangkan Dewan Komisaris adalah organ PT yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. 5 PT sebagai badan hukum disebut juga sebagai persona standi in judicio. Dengan status tersebut, kedudukan dan fungsi Direksi menjadi sangat berbeda dengan pengurus pada perusahaan yang berbentuk persekutuan firma atau komanditer, yang bukan merupakan badan hukum. Semua itu dikarenakan PT sebagai subjek hukum mandiri mempunyai hak dan kewajiban sendiri. 6 PT mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana manusia, kecuali dalam membuat surat wasiat dan banyak hak-hak yang ada di dalam hukum kekeluargaan tidak diberikan kepadanya. 7 Di samping itu, PT juga mampu mempertahankan hak dan kewajibannya di muka pengadilan sebagaimana subjek hukum orang. 8 Dalam upaya untuk memperoleh hak dan kewajibannya sebagai badan hukum itulah maka PT sangat bergantung pada Direksi. Pada prinsipnya ada 2 (dua) fungsi utama dari Direksi suatu PT, yaitu sebagai berikut: 9 1. Fungsi manajemen, dalam arti Direksi melakukan tugas memimpin perusahaan. Fungsi manajemen ini dalam hukum Jerman disebut dengan Geschaftsfuhrungsbefugnis; dan 5 Ibid, Pasal 1 angka 6. 6 Hastuti Nainggolan, Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Menurut Konsep Fiduciary Duties, (Tesis Pasca Sarjana, Jakarta, 2001), hal. 54. 1999). 7 Ibid, hal. 19, mengutip J. Satrio dalam Hukum Pribadi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 8 Ibid, hal. 8, mengutip Agus Budiarto dalam Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Cet. I, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002). 9 Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Cet. I, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 32.

3 2. Fungsi representasi, dalam arti Direksi mewakili perusahaan di dalam dan di luar pengadilan. Prinsip mewakili perusahaan di luar pengadilan menyebabkan PT sebagai badan hukum akan terikat dengan transaksi atau kontrak-kontrak yang dibuat oleh Direksi atas nama dan untuk kepentingan PT. Fungsi representasi ini dalam hukum Jerman disebut dengan Vertretungsmacht. Hubungan antara Direksi dengan PT terjadi karena adanya kepercayaan yang diberikan oleh PT kepada Direksi. 10 Karenanya dalam menjalankan tugas yang diembannya, Direksi memiliki kewajiban fiduciary (fiduciary duty). Seseorang dikatakan memiliki fiduciary duty jika bisnis yang ditransaksikannya atau uang yang ditangani bukan miliknya atau bukan untuk kepentingannya, melainkan milik orang lain dan untuk kepentingan orang lain tersebut, dimana orang lain tersebut mempunyai kepercayaan yang besar kepadanya. Dengan demikian seorang anggota Direksi wajib mempunyai itikad baik yang tinggi (high degree of good faith) dalam menjalankan tugasnya. 11 Selain itu, Direksi juga tunduk pada ketentuan UUPT dan anggaran dasar PT dalam melaksanakan tugasnya, misalnya kewajiban memperoleh persetujuan dari RUPS untuk transaksi-transaksi tertentu. Dalam konteks hukum perusahaan Indonesia, pengaturan mengenai fiduciary duty dapat disimpulkan dari beberapa pasal di dalam UUPT. Di dalam Pasal 97 ayat (1) dan (2) UUPT dengan tegas dinyatakan bahwa Direksi bertanggung jawab atas pengurusan PT dan pengurusan tersebut wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Selanjutnya didalam penjelasan Pasal 97 ayat (2) UUPT dengan tegas dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan penuh tanggung jawab adalah memperhatikan PT dengan seksama dan tekun. Dengan demikian, di dalam Pasal 1 ayat (5) jo. Pasal 97 ayat (1) dan (2) jo. Penjelasan Pasal 97 ayat (2) UUPT tersebut, 2008), hal. 53. 10 Hendra Setiawan Boen, Bianglala Business Judgment Rule, Cet. I, (Jakarta: Tatanusa, 11 Munir Fuady, Op.Cit., hal. 33.

4 UUPT menyiratkan pemberian amanah fiduciary duty di pundak Direksi. Direksi diberikan beban dan tanggung jawab untuk mengurus (fungsi manajemen) serta mewakili (fungsi representasi) PT dengan itikad baik dan penuh rasa tanggung jawab sesuai dengan maksud, tujuan dan kepentingan didirikannya PT. Namun di sisi lain, Direksi harus dapat mengambil keputusan dalam waktu cepat dan secara tepat. Mengingat bahwa suasana dan kondisi bisnis cenderung dapat berubah dengan cepat. Sehingga, acapkali Direksi harus dapat mengambil keputusan dengan cepat berdasarkan pertimbangan yang menurutnya cermat pula. Akan tetapi apabila dalam menjalankan tugasnya Direksi selalu dibayangi ketakutan akan dituntut secara pribadi seandainya PT yang dia pimpin merugi akibat keputusan yang salah, atau harus meminta persetujuan RUPS, hampir dapat dipastikan perseroan berjalan pincang. 12 Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat doktrin business judgment rule yang berasal dari Amerika Serikat yang didasarkan pada common law sebagai bentuk perlindungan bagi Direksi. Menurut Black s Law Dictionary, business judgment rule adalah: a rule that immunizes management from liability in corporate transaction undertaken within both power of the corporation and authority of management where there is reasonable basis to indicate that a transaction was made with due care and in good faith. 13 Dari pengertian menurut Black s Law Dictionary tersebut dapat diketahui bahwa business judgment rule merupakan aturan yang melindungi manajemen dari tanggung jawab dalam transaksi korporasi yang dilakukan dalam lingkup kekuasaan korporasi dan kewenangan dalam pengelolaan, dimana terdapat dasar yang layak untuk mengindikasikan bahwa transaksi tersebut dilakukan dengan kehati-hatian dan itikad baik. Pentingnya business judgment rule sebagai perlindungan bagi Direksi dalam 12 Hendra Setiawan Boen, Op. Cit., hal. 99. 13 Henry Campbell Black, Black s Law Dictionary, 6th Ed., (Minnesota: West Publishing Company, 1990), hal. 200.

5 menjalankan tugasnya inilah yang melatarbelakangi penulis dalam menyusun penelitian ini. UUPT yang ada saat ini merupakan revisi atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas ( UU No.1/1995 ), yang ditujukan untuk mendukung peningkatan perekonomian nasional sehingga dapat menjamin iklim dunia usaha yang kondusif. Di samping itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan cepat, kepastian hukum, serta sejalan dengan perkembangan dunia usaha di Indonesia yang menuntut diadakannya prinsip tata pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) menuntut penyempurnaan UU No. 1/1995. Hal tersebut membawa beberapa perubahan signifikan dari aturan sebelumnya di UU No. 1/1995 mengenai tugas Direksi dalam PT. Kini UUPT memperkenalkan doktrin business judgment rule. Pengaturan hal tersebut terdapat pada Pasal 97 ayat (5) UUPT yang membebaskan anggota Direksi dari tanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian dalam hal: 14 a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan PT; c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. Pengaturan serupa juga terdapat dalam Pasal 115 ayat (5) UUPT yang berlaku bagi anggota Dewan Komisaris sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya. Berdasarkan penjelasan diatas, penulis ingin menyusun penelitian dengan judul PENERAPAN BUSINESS JUDGMENT RULE SEBAGAI WUJUD PERLINDUNGAN BAGI DIREKSI DALAM PENGURUSAN PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. 14 Indonesia (a), Op. Cit., Pasal 97 ayat (5).

6 B. Pokok Permasalahan Mengacu pada latar belakang permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana hubungan antara fiduciary duty yang merupakan kewajiban Direksi dengan doktrin business judgment rule yang memberikan perlindungan bagi Direksi dalam mengurus PT? 2. Bagaimana pengaturan business judgment rule berdasarkan UUPT? 3. Bagaimana penerapan business judgment rule berdasarkan UUPT pada suatu kasus gugatan terhadap Direksi (bila diasumsikan keputusan yang diambil Direksi tersebut membawa kerugian bagi PT yang diurusnya)? C. Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedang konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu. 15 Metode penelitian memiliki peranan penting sebagai suatu pedoman seorang peneliti dalam melakukan penelitian. Dalam mempersiapkan dan menyusun penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yuridis untuk memperoleh data yang akurat. Berdasarkan bentuknya, tipologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris karena penelitian ini bertujuan menggambarkan doktrin business judgment rule, hubungannya dengan adanya fiduciary duty pada Direksi dalam menjalankan pengurusan PT dan pengaturannya dalam UUPT. Sedangkan tipologi penelitian yang digunakan berdasarkan tujuan dalam penelitian ini adalah 15 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. III, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 42.

7 problem identification, dimana penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasikan permasalahan yang membawa kerugian bagi PT dan perlindungan bagi Direksi atas kerugian tersebut yang merupakan hasil dari keputusannya. Mengingat metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan, maka data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang ditinjau dari kekuatan mengikatnya yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari norma dasar, peraturan dasar, peraturan perundangundangan, hukum adat, yurisprudensi dan traktat. 16 Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, sedangkan bahan hukum tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. 17 Bahan hukum primer yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah perseroan terbatas. Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah buku dan tulisan ilmiah lainnya. Sedangkan bahan hukum tersier yang digunakan adalah kamus istilah hukum untuk memperjelas istilah-istilah asing yang ditemukan dalam bahan hukum sekunder. Data yang diperoleh selama penelitian ini kemudian dianalisa dan direpresentasikan secara kualitatif. Sehingga hasil penelitian ini berbentuk deskriptif analitis. D. Sistematika Penulisan Penelitian hukum ini dibagi atas 3 (tiga) bab yang menjelaskan dan menggambarkan permasalahan secara terpisah, yakni Bab I tentang Pendahuluan, Bab II tentang Pembahasan dan Bab III Penutup. 1990), hal. 14. 16 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: CV Rajawali, 17 Ibid, hal. 15.

8 Dalam Bab I tentang Pendahuluan, peneliti akan menjelaskan latar belakang permasalahan, pokok permasalahan, dan metode penelitian, serta sistematika penulisan. Masuk pada Bab II tentang Pembahasan, peneliti akan menguraikan dan menjelaskan mengenai PT secara umum, doktrin fiduciary duty sehubungan dengan pengurusan PT oleh Direksi, doktrin business judgment rule sehubungan dengan pengurusan PT oleh Direksi, hubungan antara doktrin fiduciary duty dengan business judgment rule, pengaturan business judgment dalam UUPT, serta penerapan business judgment rule berdasarkan UUPT pada suatu kasus gugatan terhadap Direksi (bila diasumsikan keputusan yang diambil Direksi tersebut membawa kerugian bagi PT yang diurusnya). Terakhir, Bab III tentang Penutup merupakan bab dimana peneliti merumuskan kesimpulan dari pembahasan pada bab sebelumnya dan memberikan saran yang diperlukan terhadap permasalahan yang ada terkait dengan penerapan doktrin business judgment rule.