BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Jakarta, 2003, hlm Hamzah B Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses belajar Megajar yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Rosdakarya, 2009, Hlm. 1 2 Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2015, hlm.339

BAB I PENDAHULUAN. Teras, 2009, hlm Juwariyah, Dasar-dasar Pendidikan Anak dalam AlQur an, Yogyakarta: Teras, 2010, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, hlm Endang Poerwanti, dkk, Perkembangan Peserta didik, Malang: UMM Press, 2002, hlm.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Press, Jakarta, 2007, Hlm. 4. Daya Saing Lembaga Pendidikan Islam, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2013, Hlm. 189

BAB I PENDAHULUAN. Syaiful Bahri Jamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 9.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional betujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. 1 Sebagai suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. luas, pendidikan diartikan sebagai tindakan atau pengalaman yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Moh. Rosyid, Sosiologi Pendidikan, Idea Press, Yogyakarta, 2010, hlm.58. 3

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm. 34 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara

BAB II KEPALA MADRASAH DAN KINERJA GURU. madrasah. Kata kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu

BAB II KAJIAN TEORI. Lebih lanjut strategi pembelajaran aktif merupakan salah satu strategi yang

BAB II. mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun sikap.12 Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. CV.Pustaka Setia. Bandung, hlm

BAB I PENDAHULUAN. sempurna sehingga ia dapat melaksanakan tugas sebagai manusia. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. ada perantaraan pendidikan agar perkembangannya sempurna sesuai dengan yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembimbingan secara intensif. Undang-undang sistim nasional (UUSPN) nomor 2 tahun 1989 dan peraturan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat telah banyak mengangap bahwa anak yang dilahirkan karena suatu

BAB I PENDAHULIAN. Pendidikan pada hakikatnya bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa

BAB I PENDAHULUAN. berujung pada pencapaian suatu kualitas manusia tertentu yang dianggap dan

BAB I PENDAHULUAN. Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung, Alfabeta, 2012, hal iii

BAB I PENDAHULUAN. Jogjakarta, 2013, hlm Daryanto, Inovasi Pembelajaran Efektif, Cv Yrama Widya, Bandung, 2013, hlm. 168.

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. mudanya untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidup secara

BAB V PEMBAHASAN. pustaka. Sebagaimana yang ditegaskan dalam teknis analisis.

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat berkembang dengan baik. Pendidikan dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. alam. Pedoman dalam mengajarkan ajarannya yaitu berupa Al-Qur an. Al-

BAB I PENDAHULUAN. Suwarto, Pengembangan Tes Diagnosis dalam Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 3-4.

BAB I PENDAHULUAN. 2007, hlm.1. Republik Indonesia, Jakarta, 2003, hlm.1.

BAB I PENDAHULUAN. investasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian untuk

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.2 Menurut PP No.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), hlm Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Kencana,

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu mata. mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidak lepas dari permasalahan, di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas belajar sangat terkait dengan proses pencarian ilmu. Belajar

BAB I PENDAHULUAN. didik melalui suatu interaksi, proses dua arah antara pendidik dan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kelangsungan hidup manusia akan berjalan dengan lancar dan optimal.

2014 MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai), Alfabeta, Bandung, 2009, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. Muhammad Zuhaili, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, A.H Ba adillah Press, Jakarta, 2002, hlm

BAB I PENDAHULUAN. kepada Allah SWT, terampil cerdas memiliki etos kerja yang tinggi, budi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Seiring zaman yang selalu berkembang dan dunia pendidikan yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. Ibid, hal Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 4

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari guru, guru merupakan sebagai pendidik atau pelaksana dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik. Meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancang dan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam era globalisasi pada saat ini seseorang. jawab dalam tantangan zaman. Oleh karena itu, hal ini merupakan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan. keluarga, sekolah, maupun masyarakat. 2

BAB I PENDAHULUAN. Umbara, Bandung, 2003, hlm Ahmad Juntika Nurihsan dan Akur Sudiarto, Manajemen Bimbingan dan Konseling di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat dan Pendidikan, Rajawali Pres, Jakarta, 2011, hlm. 266.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. hlm, Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak Jilid II, Erlangga, Jakarta, 1998, hlm. 7

BAB I PENDAHULUAN. dipasaran, tetapi bukan berarti masalah ini telah usai karena masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Tidak seorangpun yang dilahirkan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tentu Negara akan lemah dan hancur. Sikap dan tingkah laku. dan membentuk sikap, moral serta pribadi anak.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagian terpenting bagi setiap bangsa apalagi bangsa yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali, yang berasal dari luar maupun dari dalam. Tujuan. pembangunan sebagaimana dimuat dalam pembukaan Undang-undang Dasar

BAB II LANDASAN TEORI. A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Quick On The Draw. tambahan diluar kelas dan untuk menajamkan materi pengajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu tolak ukur bagi kehidupan suatu bangsa. Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Terjemahnya, Diponegoro, Bandung, 2005, hlm. 6.

BAB I PENDAHULUAN. manusia baik dalam hubungan dengan Tuhannya maupun berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 2000, hlm Heri Rahyubi, Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik, Nusa Media :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMBINAAN DISIPLIN ANAK TUNA GRAHITA DI SEKOLAH. (Studi Kasus di SLB Pelita Bangsa Kesamben Jombang) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Agus Mahfud, Ilmu Pendidikan Islam Pemikiran Gus Dur, Nadi Pustaka, Yogyakarta, 2012, hlm. 73.

BAB I PENDAHULUAN. penambahan, pengurangan, penggantian dan pengembangan yang selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Dwi Prasetia Danarjati, dkk, Psikologi Pendidikan, Graha Ilmu, Yogjakarta, 2014, Hlm.3 2

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tentang sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. 1 Dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas maka haruslah ditempuh dengan proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran tersebut ada interkasi antara guru dengan peserta didik. interaksi antara guru dan peserta didik inilah akan memunculkan suatu keterampilan yang akan dimiliki oleh peserta didik melalui proses pembelajaran. Pembelajaran adalah proses cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Pembelajaran berasal dari kata belajar, yang artinya sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antar individu dengna lingkungannya. Dalam interaksi tersebut banyak sekali yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam idividu, maupun eksternal yang datang dari lingkungan. 2 Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Disebabkan oleh kemampuan karena belajarlah, maka manusia dapat berkembang lebih jauh dari pada makhlukmakhluk lainnya, sehingga ia dari kemandegan fungsinya sebagai kholifah Tuhan di muka bumi. Boleh jadi, karena kemampuan berkembang melalui 1 Undang-undang Sistem Pendidikan No. 20 tahun 2003, Dinas Pendidikan Republik Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 1. 2 Hamzah B Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses belajar Megajar yang Kreatif dan efektif, Bumi Aksara, Jakarta, 2008, hlm. 17-18. 1

2 belajar itu pula manusia secara bebas dapat mengeksplorasi, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya. 3 Strategi yang diterapkan dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan belajar-mengajar suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Mengemukakan strategi pola umum tentang keputusan atau tindakan. Guru merupakan suatu pekerjaan profesional. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut dengan baik, agar mampu menyampaikan ilmu pengetahuan seorang guru harus mampu menyampaikan ilmu penegtahuan atau bidang studi yang diajarkannya. Guru juga dituntut menguasai startegi serta metode mengajar dengan baik. Guru diharapkan dapat mempersiapkan pembelajaran, melaksanakan dan menilai-nilai hasil belajar siswa dengan baik, mengelola kelas dengan membimbing perkembangan siswa dengan tepat pula 4. Dalam melakukan tugasnya sebagai pendidik, guru perlu dilandasi langkah-langkah dengan sumber ajaran agama firman Allah dalam surat Al- Baqarah ayat 31-33, yaitu: Artinya: Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" hlm. 183 3 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 61-62. 4 Abdul Majid, Pembelajaran Tematik Terpadu, Remaja Rosydakarya, Bandung, 2012,

3 mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka Nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka Nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan? Memahami makna yang terkandung dalam surat Al-Baqarah ayat 31-33 apabila hal ini dikatikan dengan profesi keguruan maka peran guru sebagai pengajar dan pembimbing diharapkan pengajaran dan bimbingan yang diberikan kepada peserta didikya bisa mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya dan kelak bisa mengantar mereka menjadi generasi yang ungguldan mampu memenuhi segala tuntunan zamannya. 5 Guru PAI sebagai pendidik yang profesional dalam pendidikan Agama Islam memberikan gambaran bahwa tugasnya bukan hanya sekedar mentransformasikan ilmu kepada para peserta didik, tetapi juga harus berusaha memberikan srtategi pemaknaan dari materi pembalajaran yang ia laksanakan, sehingga Pendidikan Agama Islam yang sayarat dengan pendidikan nilai tidak hanya sekedar berada dalam level keilmuan peserta didik saja, tetapi menjadi identititas dalam kehidupan sehari-hari. Setiap guru agama hendaknya menyadari, bahwa pendidikan agama bukanlah sekedar mengajarkan pengetahuan agama dan melatih anak dalam melaksanakan ibadah. Akan tetapi, pendidikan agama jauh lebih luas dari pada itu, ia pertama-tama bertujuan untuk membentuk kepribadian anak, sesuai dengan ajaran agamanya, jauh lebih penting dari pada pandai menghafal dalil-dalil dan hukum agama. Guru agama memang tidak sekedar dituntut memiliki kemampuan berdiri dimuka kelas. Melainkan juga mampu memainkan peran komunikator dalam menciptakan suasana keagamaan individu-individu maupun kelompok di lingkungan peserta didik. 5 Departemen Agama, Al-Qur an dan Terjemah, Bandung: Jabal, 2010, hlm. 6.

4 Guru agama akan dihadapkan pada keragaman pengetahuan, pengalaman maupun persepsi keagamaan peserta didik serta lingkungan sekolah terutama sesama pendidik. Sebagaimana diketahui bahwa peserta didik dalam satu kelas maupun satu lingkungan sekolah punya keragaman masing-masing. Artinya kondisi yang satu dengan kondisi yang lain belum tentu sama. Pendidikan agama Islam adalah suatu ulasan untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan dan pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. 6 Setiap manusia maupun peserta didik mempunyai kemampuan yang ditonjolkan tetapi bagaimana manusia tersebut memngaplikasikannya untuk belajar, belajar meruapakan hal terpenting. Pembelajaran adalah memahami karakterisitik peserta didik. Pentingnya pemahaman terhadap karakteristik peserta didik antara lain didasarkan pada prinsip bahwa pembelajaran akan efektif apabila sesuai dengan perkembangan peserta didik. Analisis terhadap keterampilan keterampilan yang telah dimiliki peserta didik saat ini. Singkatnya, aspek-aspek yang diungkap dalam kegiatan ini dapat beruapa bakat, motivasi belajar, gaya belajar, kemmapuan berfikir, minat, sikap atau secara keseluruan disebut dengan kemampuan awal ( entry behavior ) 7 Salah satu tujuan dari pendidikan adalah mampu menjadikan peserta didik sebagai bekal untuk belajar baik dalam menyelesaikan dan memecahkan masalah atau mempunyai kemampuan menyampaikan hasil pemikirannya yang telah dipelajari. Dengan belajar dapat menjadikan peserta didik terbiasa memecahkan masalah dalam hal apapun, sehingga ia tidak mudah dipermainkan sekaligus memiliki keteguhan dalam memegang suatu prinsip dan keyakinan. 6 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Remaja Rosydakarya, Bandung, 1992, h;m. 41. 7 Zainal Arifin Ahmad, Perencanaan Pembelajaran, Pustaka Insan Mandiri, Sleman Yogjakarta, hlm. 79-80.

5 Fitrah Allah untuk manusia disini diterjemahkan dengan potensi dapat dididik dan mendidik memiliki kemungkinan berkembang dan meningkatkan. Sehingga kemampuannya dapat melompati jauh dari fisik yang tidak berkembang. Meskipun ia lahir dengan pembacaan yang dapat berkembang sendiri namun perkembangan itu tidak akan maju kalau tidak melalui proses yaitu pendidikan. 8 Sesuai dengan fungsinya kecerdasan bagi manusia merupakan pelengkap kehidupan yang paling sempurna sebab kecerdasan adalah satu satunya pembenar yang menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk lain yang ada di bumi ini. 9 dengan kecerdasan yang memadai kecerdasan mental manusia dapat merencanakan atau memikirkan hal-hal yang bermanfaat dan menyenangkan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Oleh sebab itu kelainan gangguan alat sensoris ini pada seseorang berarti ia telah kehilangan sebagian besar kemampuan untuk mengahabiskan peristiwa yang ada di lingkungan nya secara akurat. 10 Di dalam UUD 1945 bab XII tentang pendidikan dan kebudayaan pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap warga negara Indonesia (WNI) mempunyai hak yang sama dalam pendidikan begitu pula dengan warga negara mempunyai kelahiran fisik dan psikologis (mental) di dalam dunia pendidikan di indonesia bisa dinamakan anak tunagrahita atau menyandang cacat. Seseorang dikategorikan berkelainan metal sub normal ( tunagrahita ), jika memiliki kecerdasan dibawah normal. 11 Anak tunagrahita juga memiliki beberapa leterbatasan, diantaranya : keterbatasa intelegensi, kecerdasan sosial, keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya, dan keterbatasan dalam penguasaan bahasa. 12 8 Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hlm. 16-17. 9 Moh. Efendi, Pengantar Psikopaedagogik Anak Berkelinan, Bumi Aksara, Jakarta, Cet, 1, 2006, hlm. 87. 10 Ibid., hlm. 87. 11 Sutjiati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, PT. Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm. 105-106. 12 Ibid., hlm. 115.

6 Kemandirian ( self- reliance ) adalah sifat yang harus dibentuk oleh orangtua dalam membangun kepribadian anak anak mereka. Anak yang mandiri adalah anak yang aktif, independen, kreatif, kompeten dan spontan. Mandiri mempunyai konsep yang lebih luas dari pada percaya diri. Sementara percaya diri itu berhubungan dengan kemampuan-kemampuan atau sifat-sifat spesifik yang orang dapat punyai, mandiri itu merujuk pada percaya diri yang orang punyai dalam sumber-sumber yang ada pada dirinya berhadapan dengan situasi apa saja. 13 Orangtua memang berkomitmen kuat untuk pendidikan anak-anaknya. Sebagai orangtua harus lebih banyak meluangkan waktunya untuk membantu anak-anak menyelsaikan tugas dari sekolahnya ketika dirumah. Maka dari itu sekolah juga harus lebih efektif dalam melatih kemandirian dengan berbagai kegiatannya disekolah harus bisa mengajarkan para muridnya agar tidak tergantung pada orang lainberdasarkan kemampuan sendiri, berani berbuat tanpa minta ditemani dan sebagainya. 14 Kemandirian tunagrahita dalam sekolah anak mampu melakukan makan sendiri, minum sendiri dan jajan sendiri itu sudah dapat dikatakan mandiri. Misalnya contoh dalam hal ibadah, siswa tunagrahita dapat mengikuti shalat dzuhur dan mampu membawa peralatan shalat sendiri dari rumah. Yang kedua di dalam siswa tunagrahita sudah tidak ditunggui orangtuanya lagi. Dalam hal ini siswa tunagrahita sudah dikatakan mandiri karena siswa tunagrahita itu tidak dapat dipaksa, belajarnya siswa tunagrahita harus dengan kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang. Paparan diatas tercemin dalam pendidikan anak tunagrahita memerlukan adanya hal-hal yang baru untuk menambah kesemangatan belajar mereka, dengan itu seorang guru pendidikan agama islam perlu mendidik anak tunagrahita dengan kemandirian agar mereka tidak sepenuhnya mengandalkan bantuan dari orang lain atau guru. Dari hal ini juga seorang guru juga harus memiliki sifat penyabar. 13 Mohamad Mustari, Nilai Karakter: Refleksi untuk Pendidikan, Cet.1, Rajawali Pres, Jakarata, 2014, hlm. 77-78. 14 Ibid, hlm. 82.

7 Guru dalam pelaksanaan tugas mendidik memiliki sifat dan perilaku yang berbeda, ada yang bersemangat dan penuh tanggung jawab, ada juga guru dalam melakukan pekerjaan itu tanpa dilandasi rasa tanggung jawab dalam arti tidak sesuai dengan semangat guru yang diharapkan seperti seringnya guru tidak dapat mengajar pada satu mata pelajaran, karena hal lain berakibat pada siswa hanya diberi tugas yang harus cepat diselesaikan pada waktu yang ditentukan lalu dikumpulkan secara bersama. selain itu juga ada guru yang datang tidak tepat pada waktunya ketika jam pembelajaran harus segera dilangsungkan yang kemudian mengakibatkan murid harus menunggu lalu tidak ada control dari guru sehingga kondisi kelas menjadi kurang kondusif dan menganggu kelas lainnya. Seiring dengan keterbatasan anak tunagrahita dalam pembelajaran, seorang guru bisa mengajarinya untuk belajar mandiri, karena anak tunagrahita masih banyak ketergantungan dalam belajar mengajar. Disamping itu kemandirian anak bisa dikatakan ketergantungan orangtua anak, tetapi dalam kegiatan belajar mengajar disini seorang guru yang wajib mengajari anak tersebut untuk mandiri. Berangkat dari permasalahan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji ke dalam satuan penelitian, dengan judul Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Mengembangkan kemandirian Siswa Tunagrahita di SLB N Cendono Kudus Tahun Pelajaran 2016/2017. B. Fokus Penelitian Fokus dalam penilitian ini meliputi pelaku, aktifitas dan tempat yang berhubungan dengan upaya guru dalam meningkatkan kemandirian anak tunagrahita di SLBN cendono yaitu meliputi beberapa hal sebagai berikut, : Subject, adapun yang subyek yang terlibat dalam penelitian ini adalah guru PAI dan peserta didik. Dimana guru adalah faktor kunci utama dari tercapainya tujuan sekolah. Jadi dalam penelitian ini ada interaksi antara guru PAI dengan peserta didik dalam meningkatkan kemandirian yang mana guru adalah sebagai seorang yang mentransfer ilmu kepada peserta didik. Dan

8 peserta didik sebagai penerima ilmu yang diberikan oleh guru. Maka dalam penelitian ini harus melibatkan antara guru dengan peserta didik agar peneliti dapat melihat secara langsung bagaimana proses pembelajaran yang ada. Activity, pada penelitian ini aktivitas yang terjadi adalah adanya interaksi antara guru PAI dengan peserta didik dalam proses meningkatkan kemandirian anak tunagrahita. Dari penerapan tersebut diharapkan guru dapat meningkatkan kemandirian. Place, tempat yang digunakan dalam upaya guru PAI dalam meningkatkan kemandirian anak tunagrahita adalah didalam kelas Vc dan juga diluar kelas Vc atau Tunagrahita (kehidupan sehari-hari dan di lingkungan sekolah). C. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, maka ada beberapa permasalahan yang akan dikaji melalui penelitian ini, permasalahan-permasalahan tersebut antara lain : 1. Bagaimana Strategi guru PAI dalam mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita pada di SLBN Cendono tahun pelajaran 2016/2017? 2. Bagaimana kendala dan solusi yang dialami guru dalam mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita di SLBN Cendono tahun pelajaran 2016/2017? D. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam melakukan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui strategi guru PAI dalam mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita di SLBN Cendono tahun pelajaran 2016/2017. 2. Untuk mengetahui kendala dan solusi yang dialami guru PAI dalam mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita di SLB Cendono tahun pelajaran 2016/2017.

9 E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis a. Dapat menambah ilmu pengetahuan secara praktis sebagai hasil dari pengamatan langsung serta dapat memahami penerapan disiplin ilmu yang diperoleh selama studi di Perguruan Tinggi khususnya bidang Ilmu Kependidikan. b. Dengan Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan secara umum dan khususnya ilmu kependidikan. 2. Manfaat praktis a. Bagi guru SLBN Cendono Penelitian ini dapat berguna sebagai masukan untuk meningkatkan prestasi belajar siswanya. b. Berguna bagi pembaca yang akan meniliti tentang anak tunagrahita. Khususnya kepada orang tua peserta didik. c. Memberikan sumbangan pemikiran dan perbaikan pada pembaca dan genarasi selanjutnya yang akan meneliti tunagrahita dalam strategi guru PAI dalam meningkatkan kemandirian anak tunagrahita.