II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual,

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak sekoyong-koyong. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Glasersfeld (Komalasari, 2010) konstruktivisme adalah salah satu filsafat

II. TINJAUAN PUSTAKA. jenis dan jenjang pendidikan. Belajar menjadi suatu kebutuhan bagi setiap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) (Science Curriculum Improvement Study), suatu program pengembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glaserfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001) konstruktivisme

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil dan merupakan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran kimia SMA Al-Kautsar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Paham konstruktivis menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori kognitif adalah teori yang mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan di kelompokkan dalam teori pembel-ajaran

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld (Sardiman, 2007) konstruktivisme adalah salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan berbagai

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut teori belajar konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran

LEARNING CYCLE SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN PEMBELAJARAN SAINS YANG BERMAKNA

I. PENDAHULUAN. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mutu lulusan pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan

I. PENDAHULUAN. kinerja dari proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar merupakan rangkaian

II. TINJAUAN PUSTAKA. tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Menurut Nuraeni (2010),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses aktualisasi peserta didik melalui berbagai pengalaman

I. PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu ilmu kimia yang diperoleh siswa

I. PENDAHULUAN. SMA Gajah Mada Bandar Lampung yang berjumlah 35 orang siswa yang terdiri

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

1. PENDAHULUAN. berdasarkan pada fenomena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil dan merupakan

1. PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu ilmu kimia yang diperoleh siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing).

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains, yang sangat erat kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran dapat lebih menarik jika menggunakan media pembelajaran.

I. PENDAHULUAN. konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai peran yang penting bagi

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang pada awalnya

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi merupakan bagian dari IPA. Pendidikan Ilmu. hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu

BAB II KAJIAN TEORI. Robert Karplus. Learning cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan

1. PENDAHULUAN. Fungsi pendidikan sesungguhnya membentuk karakter yang baik, berpikiran cerdas,

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ilmu kimia merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang

I. PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Sains berkaitan dengan cara mencari

I. PENDAHULUAN. penguasaan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

2014 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) 5E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan guru kimia kelas X 1 SMA Tri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kelemahan-kelemahan yaitu: 1) Sebanyak 27 siswa (79,4%) kurang

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi dari kenyataan (realitas). Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman (2007) menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Tetapi pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Menurut Slavin dalam Trianto (2010) : Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturanaturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ideide. Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Bettencourt menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti

9 hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu. Menurut Sagala (2010), konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tibatiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Landasan berfikir konstruktivisme adalah lebih menekankan pada strategi memperoleh dan mengingat pengetahuan. Dalam pandangan konstruktivisme, pengetahuan tumbuh dan berkembang mela- lui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan kuat apabila selalu diuji oleh berbagai macam pengalaman baru. Teori belajar yang berlandaskan kontruktivisme adalah teori belajar menurut Piaget. Menurut Piaget dalam Baharuddin dan Wahyuni (2010): Manusia memiliki struktur dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi seseorang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan di dalam kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak-kotak atau struktur pengetahuan dalam otak manusia. Oleh karena itu, pada saat manusia belajar, menurut Piaget, sebenarnya telah terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi.

10 Dalam kaitannya dengan pandangan kontruktivisme Suparno (1997) menyatakan bahwa secara garis besar prinsip dasar kontruktivisme adalah 1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial. 2. Pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan keaktivan siswa sendiri untuk bernalar. 3. Siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmia. 4. Guru berperan membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus. Piaget mengemukakan bahwa perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis. Teori belajar Jean Piaget digunakan karena model pembelajaran Learning Cycle 3E juga berbasis konstruktivistik seperti halnya teori belajar ini. Dilihat pada pembelajaran yang dilakukan, peserta didik diberikan masalah yang harus dikerjakan dengan baik secara individu maupun kelompok dengan mengkonstruk pengetahuannya sendiri melalui kegiatan memahami, menyusun rencana, melaksanakan rencana, dan mengevaluasi kerja. Selanjutnya, teori belajar Vygotsky yang menekankan bahwa pada aspek sosial dari pembelajaran Vygotsky mengkritik pendapat Piaget yang menyatakan bahwa

11 faktor utama yang mendorong perkembangan kognitif seseorang adalah motivasi atau daya dari individu sendiri untuk mau belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya. Vygotsky justru berpendapat bahwa interaksi sosial, yaitu interaksi individu tersebut dengan orang lain merupakan faktor terpenting yang mendorong adanya memicu perkembangan kognitif seseorang. Teori belajar Vygotsky digunakan karena model pembelajaran Learning Cycle 3E juga menggunakan kegiatan pembelajaran melalui kerja kelompok seperti prinsip pada teori belajar Vygotsky itu sendiri. Melalui kelompok ini peserta didik saling berdiskusi memecahkan masalah yang diberikan dengan saling bertukar ide dan temuan sehingga dapat digeneralisasi atau disimpulkan. Guru dalam proses ini hanya membantu proses penemuan jawaban jika terjadi suatu kesulitan. Setelah teori belajar Piaget dan Vygotsky, terdapat teori belajar yang lain yaitu teori belajar David Ausubel, yang mengemukakan bahwa teori bermakna (meaningfull learning). Belajar bermakna adalah proses mengkaitkan informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam kognitif seseorang. Teori belajar David Ausubel digunakan karena pada model pemebelajaran Learning Cycle 3E, ada fase penerapan konsep dimana guru menyajikan materi pelajarn baru dengan menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi peserta didik (Trianto, 2007). B. Model Pembelajaran Learning Cycle 3 phase (LC 3E) Learning Cycle merupakan salah satu model perencanaan yang telah diakui dalam pendidikan, khususnya pendidikan IPA. Model ini merupakan model yang mudah

12 untuk digunakan oleh guru dan dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas belajar IPA pada setiap siswa. Learning Cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pembelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Learning Cycle merupakan model pembelajaran yang dilandasi oleh filsafat konstruktivisme. Pembelajaran melalui model siklus belajar mengharuskan siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan memecahkan permasalahan yang dibimbing oleh guru. Model pembelajaran ini memiliki tiga langkah sederhana, yaitu fase eksplorasi (exploration), guru memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum. Fase penjelasan konsep (explaination), siswa lebih aktif untuk menentukan atau mengenal suatu konsep berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya di dalam fase eksplorasi. Fase penerapan konsep (elaboration), dimaksudkan mengajak siswa untuk menerapkan konsep pada contoh kejadian yang lain, baik yang sama ataupun yang lebih tinggi tingkatannya. Karplus dan Their dalam Fajaroh dan Dasna (2007) mengungkapkan bahwa: Siklus Belajar (Learning Cycle) atau dalam penulisan ini disingkat LC adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). LC merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Learning Cycle 3 Phase (LC 3E) terdiri dari fase-fase eksplorasi (exploration), penjelasan konsep (concept introduction/ explaination), dan penerapan konsep (elaboration).

13 Pada tahap eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan seperti melakukan eksperimen, menganalisis artikel, mendiskusikan fenomena alam atau perilaku sosial, dan lain-lain. Dari kegiatan ini diharapkan timbul ketidakseimbangan dalam struktur mentalnya (cognitive disequilibrium) yang ditandai dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi (high level reasoning) yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana. Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus merupakan indikator kesiapan siswa untuk menempuh fase pengenalan konsep. Pada fase penjelasan konsep, diharapkan terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dengan konsep-konsep yang baru dipelajari melalui kegiatan-kegiatan yang membutuhkan daya nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Pada fase terakhir, yakni penerapan konsep, siswa diajak menerapkan pemahaman konsepnya melalui berbagai kegiatankegiatan seperti problem solving atau melakukan percobaan lebih lanjut. Penerapan konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena siswa mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari. Karplus dan Their dalam Fajaroh dan Dasna (2007). LC 3E melalui kegiatan dalam tiap fase mewadahi siswa untuk secara aktif mem- bangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Hudojo (2001) mengemukakan bahwa:

14 Implementasi LC 3E dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan konstruktivis: 1. siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa, 2. informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa. Informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu, 3. orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah. Cohen dan Clough dalam Fajaroh dan Dasna (2007) menyatakan bahwa LC 3E merupakan strategi jitu bagi pembelajaran sains di sekolah menengah karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa. Dilihat dari dimensi guru, penerapan strategi ini memperluas wawasan dan meningkatkan kreativitas guru dalam merancang kegiatan pembelajaran. Lingkungan belajar yang perlu diupayakan agar LC 3E berlangsung secara konstruktivistik adalah: 1. tersedianya pengalaman belajar yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, 2. tersedianya berbagai alternatif pengalaman belajar jika memungkinkan, 3. terjadinya transmisi sosial, yakni interaksi dan kerja sama individu dengan lingkungannya, 4. tersedianya media pembelajaran, 5. kaitkan konsep yang dipelajari dengan fenomena sedemikian rupa sehingga siswa terlibat secara emosional dan sosial yang menjadikan pembelajaran berlangsung menarik dan menyenangkan.

15 C. Keterampilan Proses Sains Menurut Hariwibowo, dkk. (2009): Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuankemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lamakelamaan akan menjadi suatu keterampilan, sedangkan pendekatan keterampilan proses adalah cara memandang anak didik sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam kegiatan belajar mengajar memperhatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam bentuk kreatifitas. Hartono dalam Fitriani (2009) : Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses, produk dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS. Dalam pembelajaran IPA, aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar. KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat berlangsungnya proses sains. KPS terdiri dari beberapa keterampilan yang satu sama lain berkaitan dan sebagai prasyarat. Namun pada setiap jenis keterampilan proses ada penekanan khusus pada masing-masing jenjang pendidikan. Keterampilan proses sains terdiri dari sejumlah keterampilan yang satu sama lain yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam memahami masing-masing keterampilan tersebut. Menurut Esler & Esler (1996) keterampilan proses sains dikelompokkan seperti pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Keterampilan Proses Sains Keterampilan Proses Dasar Mengamati (observasi) Inferensi Mengelompokkan (klasifikasi) Menafsirkan (iterpretasi) Meramalkan (prediksi) Mengkomunikasikan Keterampilan Proses Terpadu Mengajukan pertanyaan Berhipotesis Penyelidikan Menggunakan alat/bahan Menerapkan Konsep Melaksanakan percobaan

16 Esler & Esler (1996) menyusun indikator keterampilan proses sains dasar seperti pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Indikator Keterampilan Proses Sains Dasar Keterampilan Dasar Mengamati (observing) Inferensi (inferring) Klasifikasi (classifying) Memprediksi (predicting) menafsirkan (interpretasi) mengkomunikasikan (Communicating) Indikator Mampu menggunakan semua indera (penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, peraba) untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan. Mampu menjelaskan hasil pengamatan, menyimpulkan dari fakta yang terbatas. Mampu menentukan perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek. Mampu mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan fakta dan yang menunjukkan suatu, misalkan memprediksi kecenderungan atau pola yang sudah ada menggunakan grafik untuk menginterpolasi dan mengekstrapolasi dugaan. Menggunakan pola/pola hasil pengamatan, mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati. memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik/ tabel/ diagram, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, menjelas-kan hasil percobaan atau penelitian, membaca grafik/ tabel/ diagram, mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa. Semiawan (1992) berpendapat bahwa terdapat empat alasan mengapa pendekatan keterampilan proses sains diterapkan dalam proses belajar mengajar sehari-hari, yaitu : 1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada siswa 2. Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret

17 3. Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak 100 %, tapi bersifat relatif 4. Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik. D. Keterampilan Mengkomunikasikan Menurut Nasution (2007) kemampuan berkomunikasi dengan orang lain merupakan dasar untuk segala yang kita kerjakan. Keterampilan mengkomunikasikan dapat dikembangkan dengan menghimpun informasi dari grafik atau gambar yang menjelaskan benda-benda serta kejadian-kejadian secara rinci. Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual. Contohcontoh kegiatan dari keterampilan mengkomunikasikan adalah mendiskusikan suatu masalah atau hasil pengamatan, membuat laporan, membaca peta, dan kegiatan lain yang sejenis. Menurut Citrobroto (1979) berdasarkan cara penyampaiannya komunikasi dibagi menjadi dua yaitu komunikasi lisan dan komunikasi tulisan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Arifin (2000), mengkomunikasikan sering disampaikan dalam bentuk lisan atau rekaman. Komunikasi lisan pada saat pembelajaran praktikum dapat terjadi pada saat diskusi kelompok ataupun kelas, sedangkan komunikasi tulisan dapat dilakukan pada saat membuat tabel pengamatan atau laporan praktikum. Adanya kegiatan dalam kelompok dapat mempermudah suatu pekerjaan atau malah menghambat pekerjaan tersebut bila tidak terdapat kerja sama dan komunikasi yang baik diantara anggota kelompok.

18 Dengan adanya keterampilan berkomunikasi, siswa dapat menyampaikan ide dan gagasannya dan menerima informasi, gagasan atau ide agar lebih efektif baik secara lisan maupun secara tulisan pada anggota kelompok atau temannya. Dalam suatu kelompok, individu menjadi bagian yang saling berkaitan dengan individu lain sebagai anggota kelompok, sedangkan kelompok memiliki sifat-sifat yang tidak dimiliki individu. Kemampuan berkomunikasi siswa biasanya ditunjukkan pada saat kegiatan diskusi yang mampu merangsang keberanian dan kreatifitas siswa dalam mengemukakan gagasan, membiasakan siswa bertukar pikiran dengan teman, menghargai dan menerima pendapat orang lain serta belajar bertanggung jawab terhadap hasil pemikiran bersama (Rustaman et al, 2003). E. Keterampilan Inferensi Keterampilan inferensi dapat dikatakan juga sebagai keterampilan membuat kesimpulan. Menurut Semiawan (1994) membuat kesimpulan sementara atau inferensi sering dilakukan oleh seorang ilmuwan dalam proses penelitiannya. Para guru dapat melatih anak-anak dalam menyusun kesimpulan sementara dalam proses penelitian sederhana yang dilakukan. Pertama-tama data dikumpulkan, kadang-kadang melalui eksperimen terlebih dahulu, lalu dibuat kesimpulan sementara berdasarkan informasi yang dimiliki sampai suatu waktu tertentu. Kesimpulan tersebut bukan merupakan kesimpulan akhir, hanya merupakan kesimpulan sementara yang dapat diterima pada saat itu.

19 F. Kerangka Pemikiran Model pembelajaran adalah salah satu faktor yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran yang menempati peran penting dalam proses pembelajaran. Kemampuan untuk memilih dan menerapkan model yang tepat untuk menentukan hasil belajar siswa terhadap konsep yang diberikan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan tinjauan pustaka yang dikemukakan sebelumnya bahwa pada tahap pertama model pembelajaran LC 3E yaitu eksplorasi (exploration), guru memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum. Misalnya pertemuan pertama, siswa diarahkan untuk melakukan praktikum dan mengamati hasil pengamatan pada praktikum yang dilakukan. Pada tahap kedua yakni tahap penjelasan konsep (explaination), siswa lebih aktif untuk menentukan atau mengenal suatu konsep berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya di dalam fase eksplorasi. Siswa diarahkan untuk menuliskan hasil praktikum yang telah mereka peroleh dalam bentuk tabel. Dalam tahap ini, siswa bebas mengkomunikasikan pengamatan mereka ke dalam tabel. Selain mengkomunikasikan data dalam bentuk tabel, siswa juga diberi pertanyaan-pertanyaan untuk menarik kesimpulan dari tabel data hasil percobaan pembuatan amonia. Pada tahap ketiga yakni tahap penerapan konsep (elabora-tion), siswa menerapkan konsep pada contoh kejadian yang lain, baik yang sama tingkatannya ataupun

20 yang lebih tinggi tingkatannya. Pada tahap ini, dari pertemuan pertama sampai pertemuan terakhir guru meminta siswa untuk mengerjakan LKS dan memberi tugas berupa pekerjaan rumah untuk melatih keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi siswa. Berdasarkan uraian dan langkah-langkah di atas, pada pembelajaran kimia digunakan model pembelajaran LC 3E diharapkan efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi. G. Anggapan Dasar Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah: 1. Siswa kelas XI IPA 4 dan XI IPA 5 semester ganjil SMA Negeri 7 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi subjek penelitian mempunyai pengetahuan awal yang sama; 2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi pada materi kesetimbangan kimia siswa kelas XI IPA 4 dan XI IPA 5 semester ganjil SMA Negeri 7 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 diabaikan. H. Hipotesis Umum Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah: Model pembelajaran LC 3E pada materi pokok kesetimbangan kimia efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi.