BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PAJAK HOTEL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH 2.1 Pajak Hotel 2.1.1 Pengertian Pajak dan Pajak Hotel Sebelum membahas mengenai pengertian pajak hotel, terlebih dahulu dijelaskan pengertian pajak. Secara umum pajak adalah kontribusi wajib berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dan terutang oleh wajib pajak dengan tidak mendapat kontra prestasi secara langsung yang hasilnya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan. 1 Sementara itu undang-undang perpajakan sendiri tidak memberikan definisi pajak sampai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disingkat UU 28 Tahun 2007). Adapun definisi pajak menurut pasal 1 ayat (1) UU 28 Tahun 2007 tersebut, yaitu pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R., memberikan definisi pajak sebagai suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat dari adanya pelanggaran hukum, dilaksanakan 1 Marihot P. Siahaan, 2004, Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 5 1 24
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan, tanpa mendapatkan imbalan langsung yang proporsional, agar tugas pemerintah dapat terselenggara. 2 Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan terdapat dua hal penting dalam definisi pajak antara lain: a. Iuran yang dapat dipaksakan, artinya rakyat atau badan hukum harus membayar iuran tersebut. Tidak dibayarnya iuran tersebut akan berakibat sanksi atau tindakan hukum oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan. b. Tanpa jasa timbal/kontra prestasi/imbalan langsung, yang mengandung arti bahwa wajib pajak yang membayar iuran kepada pemerintah tidak mendapat atau ditujukkannya imbalan secara langsung oleh pemerintah atas apa yang dibayarkannya. Berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah membuat hubungan fungsi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dilaksanakan dengan sistem otonomi, yang meliputi desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan tanpa ada saling membawahi. 3 Otonomi daerah membagi urusan pemerintahan menjadi tiga, yakni urusan pemerintah yang dikelola oleh pemerintah pusat (pemerintah), urusan pemerintah yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi, dan urusan pemerintah yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Sebagai daerah otonom pemerintah kabupaten/kota berhak membuat Peraturan Daerah untuk menyelenggarakan urusan otonomi daerah 2 Mohammad Zain, 2003, Manajemen Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta, h. 12 3 H. Siswanto Sunarno, 2012, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h.5 2
termasuk dalam bidang keuangan meliputi pajak. Berdasarkan kewenangan pemungutan pajak dapat dibedakan yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan Kabupaten Badung bersumber dari: a. Pendapatan asli daerah yang terdiri dari pendapatan pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. b. Dana perimbangan yang terdiri dari bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak, dana alokasi umum, dana alokasi khusus. c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah terdiri dari dana bagi hasil pajak dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya, dana penyesuaian dan otonomi khusus, bantuan keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya, dana insentif daerah. Berdasarkan hal diatas pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah. Menurut A. Siagian pajak daerah adalah pajak Negara yang diserahkan kepada daerah dan dinyatakan sebagai pajak daerah berdasar Undang-Undang. 4 Kriteria atau ciri yang menyertai pajak daerah adalah sebagai berikut: a. Pajak daerah berasal dari pajak Negara yang diserahkan pada daerah sebagai pajak daerah berdasarkan Undang-Undang. b. Pemungutan pajak daerah didasarkan pada Undang-Undang atau 4 A. Siagian, 1985, Pajak Daerah Sebagai Sumber Keuangan Daerah, Institut Ilmu Pemerintah, Jakarta, h. 64 3
peraturan hukum lainnya. c. Hasil pemungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan rumah tangga daerah atau membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik. d. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan yang dilaksanakan oleh daerah itu sendiri. 5 Pasal 1 angka 10 UU 28 Tahun 2009 memberikan definisi, Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasar Undang- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Beberapa pengertian atau istilah yang terkait pajak daerah antara lain 6 : 1. Daerah otonom selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas daerah yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk membiayai pembangunan daerah dan penyelenggaraan pemerintahan daerah. 3. Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah. 4. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pemungutan atau pemotongan pajak tertentu serta melakukan pembayaran pajak yang terutang. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 membagi jenis pajak 5 K.J. Davey, 1988, Pembiayaan Pemerintahan Daerah, UI-Press, Universitas Indonesia, h.39 6 Mardiasmo, 2009, Perpajakan Edisi Revisi 2009 Ed.XVI. Andi, Yogyakarta, h. 12. 4
provinsi terdiri atas: a. Pajak kendaraan bermotor b. Bea balik nama kendaraan bermotor c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor d. Pajak air permukaan e. Pajak rokok Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 membagi jenis pajak kabupaten/kota terdiri atas: a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan g. Pajak Parkir h. Pajak Air Tanah i. Pajak Sarang Burung Walet j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Pajak kabupaten/kota ditetapkan dalam bentuk Peraturan Daerah. Melihat definisi pajak daerah berdasarkan Undang-Undang, dapat dijabarkan unsur pokok dalam definisi pajak daerah yaitu: 1. Penagihannya dilakukan oleh pejabat pajak yang memiliki kewenangan mengelola pajak didaerah. 2. Obyek pajak daerah hanya sebatas yang tercantum pada Pasal 2 UU 28 Tahun 2009. Pajak pusat seperti pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, pajak penjualan atas barang mewah, bea materai, bea masuk, dan cukai tidak dapat digunakan oleh daerah. 5
3. Pembedaan tersebut diatas untuk mencegah pajak ganda yang dapat merugikan wajib pajak. Penggolongan pajak daerah yang terdiri dari pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota sudah bersifat final sesuai dengan UU 28 Tahun 2009. Undang- Undang tersebut tidak memperbolehkan daerah memungut pajak selain jenis pajak daerah yang telah ditentukan, namun jika daerah mengupayakan pajak daerah yang tidak sesuai atau tidak dikenal dalam Undang-Undang tersebut berarti daerah melakukan perbuatan hukum yang tidak sah dan peraturan daerah yang dibuat batal demi hukum. Berlakunya Perda Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011 tanggal 21 Desember 2011 dalam lembaran Daerah Kabupaten Badung Tahun 2011 Nomor 15 maka ditetapkan dalam Pasal 1 angka 7 bahwa Pajak Hotel yang selanjutnya disebut pajak adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh Hotel. Dalam Pasal 3 ayat (1) Perda Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011 menyebutkan Obyek Pajak Hotel adalah Pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan pembayaran jasa pelayanan dan jasa penunjangnya sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan termasuk fasilitas olahraga dan hiburan. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (3) Perda Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011 yang tidak termasuk obyek pajak : 1. Jasa tempat tinggal yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah. 2. Jasa sewa apartement, kondominium dan sejenisnya yang tidak difungsikan sebagai Hotel 6
3. Jasa tempat tinggal dipusat pendidikan atau kegiatan keagamaan 4. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan dan panti sosial lainnya yang sejenis, dan 5. Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh Hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum Pasal 4 ayat (1) dan (2) Perda Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011 menyebutkan bahwa Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan Hotel. Wajib Pajak adalah prang pribadi atau badan yang mengusahakan Hotel. Berdasarkan Pasal 5, 6, 7 dan 9 Perda Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011, Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada Hotel. Tarif Pajak Hotel adalah 10% (sepuluh persen). Masa Pajak Hotel adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan kalender. 2.1.2 Fungsi Pajak Mengenai fungsi pajak dapatlah dibedakan dalam tiga hal: 1. Fungsi budgetair Fungsi budgetair terjadi apabila negara yang masih mengandalkan pungutan pajak sebagai sumber pendapatan atau penerimaan yang digunakan untuk mengisi kas Negara atau fisikal untuk menutupi anggaran belanja pemerintah. Fungsi pajak ini sudah terjadi sejak abad lampau. Perbedaannya pada zaman lampau pajak semata-mata dipandang sebagai alat pengisi kas Negara tanpa memandang apakah pajak itu adil atau tidak bagi masyarakat. 2. Fungsi regulerend 7
Sejarah perkembangan pajak pada abad ke-19 telah mengenal fungsi regulerend atau mengatur adalah fungsi pajak yang tidak dimiliki oleh fungsi retribusi. Berdasarkan fungsi ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat mengatur kehidupan masyarakat untuk membentuk kemakmuran masyarakat melalui pajak. Pajak disamping digunakan untuk mengisi kas Negara atau tujuan fisikal, pajak harus pula dapat meratakan pendapatan nasional, dan menjaga keamanan Negara. Dalam fungsi mengatur ini adakalanya pemerintah melakukan pemungutan pajak dengan tarif yang tinggi atau sama sekali dengan tarif nol persen. Pemerintah menggunakan pajak sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu baik dalam bidang politik, ekonomi, kultural dan sosial. 3. Fungsi Investasi Fungsi investasi yang terdapat dalam pajak karena wajib pajak telah menyisihkan sebagian penghasilan atau kekayaan untuk kepentingan Negara maupun daerah. Pajak yang dibayar merupakan peran serta wajib pajak menanamkan modal agar dapat memberantas kemiskinan. 7 2.1.3 Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3 (tiga): 1. Self Assesment System Wajib pajak menentukan sendiri besaran pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang perpajakan yang berlaku. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak dengan sistem ini antara lain adanya kepastian hukum, perhitungannya sederhana dan mudah dimengerti oleh wajib pajak, lebih 7 M. Djafar Saidi, 2011, Pembaharuan Hukum Pajak, Rajawali Pers, Jakarta, h. 39 8
mencerminkan asas keadilan dan merata, pelaksanaannya mudah, memperkecil adanya kemungkinan ketidakmampuan wajib pajak untuk membayar pajak akibat perhitungan yang terlalu besar. 8 Self assessment system memerlukan biaya pemungutan yang lebih kecil dibandingkan dengan sistem official assessment. Wajib pajak juga diberi kepercayaan untuk menghitung, melaporkan dan membayar sendiri jumlah pajak yang terutang, Menurut Carl S. Shoup sistem ini adalah tipe ke-6 dari tipe adminsitrasi perpajakan yang selanjutnya mengungkapkan pula bahwa tipe administrasi perpajakan banyak ditentukan oleh bentuk kerja sama atau tingkat partisipasi wajib pajak atau pemotong/pemungut pajak. Sistem ini memberikan wajib pajak beban yang berat, karena harus memberikan laporan informasi yang relevan dalam surat pemberitahuannya, menghitung dasar pengenaan pajaknya, mengkalkulasi jumlah pajak yang terutang dan melunasi pajak yang terutang atau mengangsur jumlah pajak yang terutang. Disatu sisi wajib pajak memperoleh pula kesempatan yang luas untuk melakukan penyelundupan dengan cara memberi informasi yang palsu atau menunda pembayaran. Terbuka juga peluang dengan cara melakukan kolusi dengan petugas penetapan, pemeriksa dan penagih pajak dari jajaran instansi pajak. Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak self assessment system adalah 9 : - Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak berada pada anggota masyarakat wajib pajak. Pemerintah dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pengawasan pembinaan, 8 Indra Ismawan, 2001, Memahami Reformasi Perpajakan 2000, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, h. 11 9 Mohammad Zain, Op. Cit, h. 111 9
penelitian terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib pajak - Pemungutan pajak merupakan bentuk dari pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk secara bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan Negara dan pembangunan nasional. - Diharapkan pelaksanaan administrasi perpajakan ini dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, mudah, dan sederhana untuk dipahami oleh anggota masyarakat wajib pajak. Hal tersebut berdasar pada diberikannya kepercayaan kepada anggota wajib pajak untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terutang. 2. Official Assesment System Sistem ini memberikan aparatur perpajakan inisiatif untuk menghitung dan memungut pajak. Berhasil atau tidaknya pemungutan pajak akan tergantung pada aparatur perpajakan. 10 Penerapan sistem ini akan berhasil apabila didukung kuantitas dan kualitas sumber daya manusia perpajakan yang mencukupi, aparatur perpajakan yang terlatih, aparatur perpajakan yang berintegritas, serta didukung perangkat keras dan lunak yang sanggup memperkirakan jumlah pajak dengan akurat dan cepat. 3. With Holding System Withholding tax system adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memungut atau memotong besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. 11 Pihak ketiga selanjutnya menyetorkan kepada fiskus. Wajib pajak dan fiskus tidak aktif, dikarenakan fiskus hanya mengawasi saja pelaksanaan pemotongan oleh pihak ketiga. Pemungutan pajak hendaknya tidak menimbulkan perlawanan atau hambatan dalam pemungutannya, maka pemungutan pajak harus dilakukan 10 Siti Resmi, 2003, Perpajakan: Teori dan Kasus, Salemba Empat, Jakarta, h. 10 11 Thomas Sumarsan, 2011, 99 Solusi Perpajakan untuk Anda, PT Indeks Permata Puri Media, Jakarta, h. 6 10
dengan syarat sebagai berikut 12 : 1. Pemungutan pajak harus memenuhi syarat keadilan dalam perundangundangan dan adil dalam pelaksanaannya. Adil dalam perundangundangan seperti mengenakan pajak secara umum dan merata. Adil dalam pelaksanaannya dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. 2. Pemungutan pajak di Indonesia harus berdasarkan Peraturan Perundang-Undang. 3. Pemungutan pajak di Indonesia harus memenuhi syarat ekonomis, artinya tidak mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan sehingga tidak berdampak pada kelesuan perekonomian masyarakat. 4. Pemungutan pajak harus memenuhi syarat efisien sehingga biaya pemungutannya lebih rendah dari pada hasil pemungutannya. 5. Mendorong masyarakat dalam memudahkan memenuhi kewajiban perpajakannya harus menggunakan sistem pemungutan pajak yang sederhana 2.2 Pendapatan Asli Daerah 2.2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Pembina Rakyat Daerah (selanjutnya disingkat DPRD), dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Dengan demikian APBD merupakan alat/wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik yang diwujudkan melalui berbagai kegiatan dan program dimana pada saat tertentu manfaatnya benar-benar akan dirasakan oleh masyarakat. Didalam Pasal 1 ayat (17) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyatakan bahwa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas 12 Mardiasmo, Op.Cit, h. 2. 11
dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sumber pendapatan/penerimaan daerah berdasarkan pasal 5 ayat (2) Undang- Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, terdiri atas : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. 2. Dana Perimbangan, yang terdiri dari dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil bukan pajak, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK). 3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 15 ayat (3) menyebutkan bahwa APBD memiliki beberapa fungsi sebagai berikut: 1. Fungsi otorisasi yaitu anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja daerah pada tahun bersangkutan, 2. Fungsi perencanaan yaitu anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan, 3. Fungsi pengawasan yaitu anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, 12
4. Fungsi alokasi yaitu anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja atau mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efesiensi efektifitas perekonomian. 5. Fungsi distribusi yaitu anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, dan 6. Fungsi stabilitasi yaitu anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah. Dalam rangka menyiapkan rencana APBD, pemerintah daerah bersamasama dengan DPRD menyusun arah dan kebijakan umum APBD, diawali dengan penjaringan aspirasi masyarakat. Berdasarkan arah dan kebijakan umum APBD tersebut, Kepala Daerah menyusun strategi dan prioritas APBD. 2.2.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sebagai Bagian dari APBD UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU 23 Tahun 2014) pasal 1 angka (35) menyebutkan bahwa pengertian pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu, pendapatan daerah berasal dari penerimaan dana perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal dari daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta lain-lain pendapatan yang sah. Perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah adalah sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. 13
Pendapatan asli daerah adalah semua penerimaan keuangan suatu daerah, dimana penerimaan keuangan itu bersumber dari potensi-potensi yang ada di daerah tersebut misalnya pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain, serta penerimaan keuangan tersebut diatur oleh peraturan daerah. Adapun sumber-sumber pendapatan asli menurut Pasal 285 UU 23 Tahun 2014 yaitu : 1. Pendapatan asli daerah (PAD) yang terdiri dari : a. Hasil pajak daerah yaitu Pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak daerah sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang hasilnya digunakan untu pengeluaran umum yang balas jasanya tidak langsung diberikan sedang pelaksanannya bisa dapat dipaksakan. b. Hasil retribusi daerah yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan. Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat yaitu pelaksanaannya bersifat ekonomis, ada imbalan langsung walau harus memenuhi persyaratan-persyaratan formil dan materiil, tetapi ada alternatif untuk mau tidak membayar, merupakan pungutan yang sifatnya budgetetairnya tidak menonjol, dalam hal-hal tertentu retribusi daerah adalah pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat. 14
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan, sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan daerah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan kemanfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah. d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusli daerah, pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam kegitan tersebut bertujuan untuk menunjang,melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu. 2. Pendapatan transfer yang meliputi transfer pemerintah pusat dan tranfer antar daerah. 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah pendapatan daerah dari sumber lain misalnya sumbangan pihak ketiga kepada daerah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi dapat menjadi sumberdaya yang sangat penting bagi pemerintah daerah di dalam pengembangan wilayah termasuk dalam peningkatan pendapatan daerah. Terhadap PAD yang diperoleh 15
oleh pemerintahan daerah, dalam pemanfaatannya diperlukan manajemen yang baik sehingga dapat memberi manfaat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. 16