BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru. pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. usia subur. Perdarahan menstruasi adalah pemicu paling umum. kekurangan zat besi yang dialami wanita.meski keluarnya darah saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan

BAB 1 PENDAHULUAN. partus lama karena inertia uteri, perdarahan post partum karena atonia. uteri, syok, infeksi (baik intrapartum atau post partum).

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Proposal

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak

Bab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN

BAB I PENDAHULUAN. vitamin B12, yang kesemuanya berasal pada asupan yang tidak adekuat. Dari

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai batas normal, akibatnya dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asupan gizi yang baik selama kehamilan merupakan hal yang penting,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB I PENDAHULUAN. makanan pada masa itu menjadi penyebab utama munculnya masalah gizi remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Menurut data World

BAB I PENDAHULUAN. Anak sekolah merupakan Sumber Daya Manusia (SDM) generasi. penerus bangsa yang potensinya perlu terus dibina dan dikembangkan.

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting. dalam menentukan derajat kesehatan masyatakat.

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

BAB I PENDAHULUAN. anemia masih tinggi, dibuktikan dengan data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi

BAB I PENDAHULUAN. panjang badan 50 cm (Pudjiadi, 2003). Menurut Depkes RI (2005), menyatakan salah satu faktor baik sebelum dan saat hamil yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.

BAB I PENDAHULUAN. negara maju maupun negara berkembang adalah anemia defisiensi besi.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) wanita dengan usia tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan gizi antara lain anemia. Anemia pada kehamilan merupakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) ambang menurut umur dan jenis kelamin (WHO, 2001).

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Masa kehamilan merupakan masa yang dihitung sejak Hari Pertama

BAB I PENDAHULUAN. melalui alat indra (Lukaningsih, 2010: 37). Dengan persepsi ibu hamil dapat

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan. Terdapat sebanyak 3-5 gram besi dalam tubuh manusia dewasa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia secara klinis didefinisikan sebagai tidak cukupnya massa sel darah merah (hemoglobin) yang beredar di dalam tubuh. Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta orang sehingga menjadi masalah kesehatan masyarakat yang bersifat epidemik. Berdasarkan sumber WHO prevalensi anemia secara global adalah sekitar 51% (WHO,1990) dan anemia yang disebabkan oleh defisiensi besi dengan kejadian sekitar 30% (De Maeyer EM, 1989). Prevalensi anemia defisiensi besi sebahagian besar terjadi pada ibu hamil 41,8%, anak prasekolah 38% dan ibu tidak hamil sebesar 30,2% (WHO, 2005). Sumber lain menyebutkan bahwa ibu ibu nifas merupakan kelompok yang paling rentan menderita anemia defisiensi besi (Bergmann et al, 2010). Adapun prevalensi anemia dalam masa nifas menyumbangkan 20% dari total kematian ibu diseluruh dunia (WHO,1999) dan sebahagian besar terjadi pada negara berkembang yaitu sebesar 70 80% (Millman, 2011). Anemia defisiensi besi yang terjadi pada masa nifas dipengaruhi oleh terjadinya anemia selama dalam kehamilan dan banyaknya kehilangan darah pada saat proses persalinan. Diperkirakan perdarahan ± 300 ml akan mengakibatkan kehilangan besi sekitar 130 mg. Hal ini akan memacu cepatnya kehilangan cadangan besi (deplesi besi) sehingga mengakibatkan terjadi anemia defisiensi

besi. Millman (2011) menyebutkan anemia selama kehamilan dapat meningkatkan kejadian anemia pada masa nifas sebesar 20 30%. Akibat anemia dalam masa nifas sangat erat kaitannya dengan berkurangnya kualitas hidup, penurunan kemampuan kognitif, emosi tidak stabil, depresi dan permasalahan kesehatan lainnya pada wanita usia reproduksi (Milman, 2011). Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap anemia yang terjadi pada waktu masa nifas ini. Pemberian tablet besi sebagai profilaksis dapat memperbaiki dan mempertahankan status besi yang adekuat. Selama ini upaya penanggulangan anemia defisiensi besi masih difokuskan pada kelompok ibu hamil, sedangkan kelompok lain seperti bayi, balita, anak sekolah, ibu nifas dan wanita usia produktif belum ditangani padahal dampak negatif yang ditimbulkan anemia defisiensi besi pada kelompok lain juga teramat serius. Pemberian tablet besi pada masa nifas perlu diberikan mengingat kebutuhan besi ibu nifas meningkat rata-rata 478 mg selama masa nifas (Cunningham et al). Banyak sumber menyebutkan pemberian besi sejak dalam kehamilan dan masa laktasi dapat memperbaiki status besi pada ibu menyusui dan bayinya (Milman et al, 1999; Kilbride et al, 1999; WHO, 1998). Penelitian Baykan et all, 2006 melaporkan pemberian tablet besi saja 1-4 bulan setelah melahirkan tidak memberikan efek terhadap status besi dan kadar feritin pada ibu dan bayinya. Untuk itu perlu pemberian kombinasi mikronutrien lainnya untuk menangani defisiensi besi pada ibu nifas tersebut.

Defisiensi zat besi memang dianggap sebagai penyebab utama anemia, namun terdapat penyebab lainnya yaitu penyakit malaria, infeksi cacing, infeksi kronis dan defisiensi mikronutrien seperti vitamin A, riboflavin, asam folat, vitmin C dan B12 (Fishman.SM, 2000) dan B6 (Ronnenberg.AG et al., 2000). Berdasarkan Chen et al, 2012 total rata-rata konsumsi nutrisi yang mengandung vitamin dan mineral pada ibu nifas lebih rendah dari nutrisi yang dibutuhkan. Pada ibu nifas tersebut rata-rata mengkonsumsi vitamin A (Haskell, 1999), riboflavin (Bates et al, 1982), selenium, docosahexaenoid (DHA), besi dan vitamin D dalam jumlah yang sedikit (Scopesi et al, 2001). Untuk itu sangat diperlukan pemberian suplementasi vitamin dan mineral pada ibu nifas tersebut. Vitamin A adalah suatu vitamin yang berfungsi dalam sistem penglihatan, fungsi pembentukan kekebalan dan fungsi reproduksi, diferensiasi sel, morfologenesis, sintesis glikoprotein, ekspresi gen dan pencegahan kanker serta penyakit jantung (Almatsier, 2004; Mann Jim, 2002). Disamping fungsi diatas vitamin A juga dapat meningkatkan kadar hemoglobin darah karena vitamin A juga berperan dalam pembentukan sel darah merah melalui interaksi dengan besi (Almatsier, 2004; Zimmerman MB, 2007). Retinoid acid terlibat dalam erythropoiesis dengan cara menstimulasi pembentukan colony BFU-E dalam proses pembentukan eritrosit baru (Semba RD, 2002). Disamping itu, retinoid acid bekerja terhadap ekspresi gen yang terlibat dalam absorpsi besi di duodenal. Retinoid acid mampu meningkatkan ekspresi gen pada ferroportin (FPN) melalui mekanisme yang melibatkan hepcidin. Retinoid acid juga mampu meningkatkan fungsi komplemen dalam absorbsi besi, seperti pengangkut logam

divalen 1 (DMT- 1) dan reseptor transferin ( TfR 1) (Citelli et al, 2011). Hal ini akan mempengaruhi bioavibitas besi dan mempercepat metabolisme besi sehingga akan meningkatkan proses eritropoiesis (Hoffbran AV, 2005). Indikator yang paling peka mengetahui anemia zat besi adalah mengukur nilai feritin dalam serum darah. Nilai ini menggambarkan persediaan besi di dalam tubuh (Almatsier, 2004). Kadar feritin kadar feritin <12 µg/l adalah keadaan anemia defisiensi besi (WHO, 2011). Selain penilaian feritin, status besi dalam tubuh dapat disimpulkan dengan pemeriksaan hemoglobin darah, serum/plasma saturasi transferin dan soluble transferin reseptor (stfr). Pada penelitian yang dilakukan Tanumihardjo (2002), terdapat kenaikan status besi ibu hamil yang signifikan pada kelompok yang diberikan tablet besi dan vitamin A 8000 IU setiap harinya. Perbandingan pemberian zat besi dan vitamin A dosis tinggi 200.000 IU juga pernah dilakukan Nugrohowati (2008) pada anak usia 2-5 tahun dengan status gizi kurang dan hasilnya terjadi peningkatan kadar feritin. Hal tersebut memperlihatkan hubungan antara vitamin A dengan besi dalam tubuh manusia. Menurut data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013, prevalensi anemia di Indonesia yaitu 21,7 %. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa proporsi anemia pada perempuan lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki. Prevalensi anemia pada kelompok wanita tidak hamil di perkotaan 22,4% dan pedesaan 23 % (Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jambi Tahun 2016, Kabupaten Merangin merupakan kabupaten dengan cakupan pemberian zat besi terendah

sebagai upaya penanggulangan anemia sekitar 81,41%, sedangkan menurut Profil Kesehatan Kabupaten Merangin, kasus anemia dalam masa nifas belum ada dilaporkan. Pada Tahun 2015 kejadian anemia dalam kehamilan paling tinggi di kecamatan Bangko sekitar 49,3 % dan pada Tahun 2016 mengalami peningkatan sekitar 59,21% (Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin Tahun 2016). Tingginya kejadian anemia dalam kehamilan akan berdampak besar terhadap keadaan anemia dalam masa nifas pada daerah tersebut. Pada survei awal yang dilakukan peneliti denagn melakukan wawancara dan didapatkan sebahagian besar ibu nifas di kecamatan Bangko memiliki kepercayaan setelah melahirkan hanya diperbolehkan makan dengan sayur - sayuran dan tidak makan lauk pauk terutama daging dan telur. Disamping itu ditemukan menu makanan yang kurang bervariasi. Hal ini akan berakibat dengan kurangnya konsumsi zat besi yang berasal dari besi heme sehingga akan mengakibatkan anemia defisiensi besi pada ibu nifas. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti Pengaruh Pemberian Suplementasi dan Vitamin A Terhadap Kadar Feritin Serum Ibu Nifas Anemia di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin Tahun 2017. 1.2 Rumusan Masalah Apakah terdapat pengaruh pemberian suplementasi besi dan vitamin A terhadap kadar feritin serum pada ibu nifas anemia di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin?

1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui pengaruh pemberian suplementasi besi dan vitamin A terhadap kadar feritin serum pada ibu nifas anemia di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Diketahuinya rata-rata kadar hemoglobin ibu nifas anemia pada kelompok pemberian suplementasi besi ditambah vitamin A dan pemberian suplementasi besi saja. 1.3.2.2 Diketahuinya rata-rata kadar feritin serum ibu nifas anemia pada kelompok pemberian suplementasi besi ditambah vitamin A dan pemberian suplementasi besi saja. 1.3.2.3 Diketahuinya pengaruh pemberian suplementasi besi dan vitamin A terhadap kadar feritin serum ibu nifas anemia. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Akademik Dapat menambah nuansa ilmu pengetahuan tentang anemia pada ibu nifas dan penanganannya. 1.4.2 Aplikasi Dapat memberikan masukan kepada Dinas Kesehatan dan program yang terlibat dalam upaya promotif, preventif dan kuratif terhadap anemia ibu nifas.