BAB I PENDAHULUAN. Internasional. Tidak mustahil peredaran narkotika yang sifatnya telah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, pendidikan, dan pengajaran 1. Penggunaannya diluar pengawasan dokter atau dengan kata lain

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal.

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus termasuk derajat kesehatannya. dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemidanaan terhadap Pecandu Narkotika merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sudah membuat kalangan masyarakat resah dan tidak nyaman.

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan secara terus menerus usaha usaha dibidang pengobatan dan

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. sebagai negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. perlakuan yang sama dihadapan hukum 1. Menurut M. Scheltema mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

I. PENDAHULUAN. harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi diri sendiri hak-haknya, berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia telah lahir beberapa peraturan perundang-undangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan korban kejahatan dengan pelaku

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak

I. PENDAHULUAN. segala bidanng ekonomi, kesehatan dan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. berhak untuk mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan negara Indonesia secara konstitusional adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Bagi negara Indonesia, narkotika merupakan kejahatan global yang sudah menjadi ancaman tersendiri bagi keamanan nasional, regional, maupun Internasional. Tidak mustahil peredaran narkotika yang sifatnya telah melewati lintas batas negara telah menjadi alasan bagi Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan Indonesia Akurat Narkotika. Hal tersebut jadi titik tolak persepsi untuk memerangi narkotika dalam peredaran gelap dan penyalahgunaannya sebagai musuh besar dunia Internasional. Masalah penyalahgunaan narkotika ini bukan saja merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian bagi negara Indonesia, melainkan juga bagi dunia Internasional. Penyalahgunaan narkotika merupakan penyakit endemik masyarakat modern sebagai penyakit kronis yang berulang kali kambuh sehingga sekarang belum ditemukan upaya penanggulangan secara universal, memuaskan dari sudut preventif maupun rehabilitasi. Penyalahgunaan 1

2 narkotika di Indonesia sekarang ini sudah sangat memprihatinkan, akibat maraknya pemakaian secara ilegal bermacam macam jenis narkotika. Bagian menimbang Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama. Narkotika apabila dipergunakan secara tidak teratur menurut takaran atau dosis akan dapat menimbulkan bahaya fisik dan mental bagi yang menggunakannya serta dapat menimbulkan ketergantungan pada pengguna itu sendiri. Artinya keinginan sangat kuat yang bersifat psikologis untuk mempergunakan obat tersebut secara terus menerus karena sebab-sebab emosional. Kekhawatiran ini semakin di pertajam akibat maraknya peredaran gelap narkotika yang telah merebak di segala lapisan masyarakat. Atas dasar hal tersebut, secara sederhana dapat disebutkan bahwa penyalahgunaan narkotika adalah pola penggunaan narkotika yang patologik sehingga mengakibatkan hambatan dalam fungsi sosial. Hambatan fungsi sosial dapat berupa kegagalan untuk memenuhi tugasnya bagi keluarga atau teman-temannya akibat perilaku yang tidak wajar dan ekspresi agresif yang tidak wajar, dapat pula membawa akibat hukum karena kecelakaan lalu lintas akibat mabuk atau berbuat 2

3 kriminal demi mendapatkan uang untuk membeli narkotika. 1 Masalah ini menjadi begitu penting mengingat bahwa narkotika teresbut adalah suatu zat yang dapat merusak fisik dan mental yang bersangkutan, apabila penggunanya tanpa resep dokter. Narkotika berpengaruh terhadap fisik dan mental, apabila digunakan dengan dosis yang tepat dan dibawah pengawasan dokter anastesia atau dokter psikiater untuk digunakan kepentingan pengobatan atau penelitian sehingga berguna bagi kesehatan fisik dan kejiwaan manusia. Adapun yang termasuk golongan narkotika adalah candu dan komponen komponennya yang aktif yaitu morphin, heroin, codein, ganja, cocoain, sabu, koplo dan sejenisnya. Bahaya penyalahgunaannya tidak hanya terbatas pada diri pecandu, melainkan dapat membawa akibat lebih jauh lagi, yaitu gangguan terhadap tata kehidupan masyarakat yang bisa berdampak pada malapetaka runtuhnya suatu bangsa negara dan dunia. Negara yang tidak dapat menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika akan diklaim sebagai sarang kejahatan ini. Hal tersebut dapat dilihat dari efektifitas peradilan pidana saat ini sangat terbatas karena proses peradilan pidana sesungguhnya bukan ditujukan untuk melegalisasi pemberian nestapa atau penderitaan terhadap pelaku atas perbuatan yang telah dilakukannya, melainkan salah satu sarana untuk 1 Kusno Adi, 2011, Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, UMM Press, Malang, hlm.19. 3

4 mewujudkan tujuan pidana dan hukum pidana. Kepemilikan atau penguasaan atas suatu narkotika dan sejenisnya harus dilihat maksud dan tujuan atau kontekstualnya. Dalam hal ini, tidak hanya melihat isi aturan dalam undangundang narkotika tersebut melainkan dengan melihat barang bukti yang ada dengan jenis narkotika tertentu, seperti tersangka atau terdakwa yang bermaksud untuk menggunakan atau memakai narkotika yang tentu saja menguasai atau memiliki narkotika tersebut meskipun kepemilikan atau penguasaan itu semata untuk digunakan. Prakteknya, lembaga penegakan hukum baik Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan belum sepenuhnya atau memaksimalkan dalam menjalankan hukum yang mengatur tentang Narkotika. Dalam mengualifikasikan jenis tindak pidana narkotika antara sebagai penyalah guna disamakan dengan pengedar. Seringkali terdapat suatu penafsiran yang berbeda-beda dari para aparat penegak hukum, bahkan seringkali mengarah pada ketidakpatuhan terhadap hukum positif yang ada, baik dalam hukum acara pidana, hukum acara lainnya maupun administrasi peradilan dalam praktek sehari-hari di lembaga peradilan. Dalam memberikan penafsiran ketika narkotika ditemukan berada dalam penguasaan seseorang, maka ia dianggap melawan hukum dan diancam pidana. Kalimat memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika harus dimaksudkan terpenuhinya dua unsur saat benda narkotika itu di tangan 4

5 tersangka atau terdakwa. Kedua unsur itu adalah kekuasaan atas suatu benda dan adanya kemauan untuk memiliki benda itu yang ditafsirkan berbeda oleh penyidik kepolisian, penuntut umum maupun hakim. Hal ini, ada yang mengualifikasikan sebagai pengedar, pengguna serta korban dari penyalahgunaan narkotika. Hal ini memberikan wacana kepada para Hakim dalam merumuskan vonis penjatuhan sanksi kepada para pelaku kejahatan. Kenyataan empiris di bidang pemidanaan pelaku pengedar gelap narkotika secara umum masih menganut memperbaiki terpidana di lembaga pemasyarakatan. Kejahatan tersebut hanya terhenti sesaat dan akan muncul kembali dalam lingkungan kehidupan sosial. Setelah undang-undang yang lama diganti dengan undangundang yang baru yakni, Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika memiliki harapan bahwa undang-undang ini memberikan pembedaan antara pengedar dengan pengguna narkotika. Dengan demikian Hakim seharusnya cermat dan berpihak pada korban narkotika, sepanjang bukti-buktinya mendukung. Hakim jangan memberikan hukuman yang minimal terhadap perkara pidana narkotika karena termasuk perkara yang sensitif. Prinsip dasar penerapan sanksi hukum pidana penjara dalam kerangka penegakan hukum penyalahgunaan narkotika seharusnya diterapkan bagi pelaku pengedar dan merujuk pada pendekatan norma hukum yang bersifat memberikan hukuman bagi penjahat sehingga dapat memberikan efek jera. Mengingat putusan Hakim yang sangat minim untuk 5

6 memutus pecandu dengan perintah rehabilitasi di Indonesia tentunya berakibat terhadap efektifitas peraturan perundang-undangan Narkotika. Dalam Undang-Undang Narkotika yang baru disebutkan bahwa jika seseorang terbukti sebagai pengguna maka Hakim dapat memberikan vonis yang bersangkutan ke Panti Rehabilitasi. Maka dengan undang-undang ini perlakuan negara terhadap pengguna narkotika harus berbeda dengan pengedar narkotika. Dalam penerapan hukum sebagai upaya dekriminalisasi pengguna narkotika, titik pentingnya ada di wilayah pembedaan status pengedar dan pengguna narkotika. Pembedaan ini secara mutatis mutandis akan berbeda pula dalam penanganannya. Penyalahguna narkotika merupakan jenis kejahatan yang mempunyai (potensi) dampak sosial yang sangat luas dan kompleks. 2 Di dalam konsideran Undang-Undang Narkotika pada huruf c, disebutkan bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Maka dengan demikian narkotika memang diperlukan di bidang kesehatan, tetapi harus diupayakan agar tidak disalahgunakan, karena dapat menimbulkan ketergantungan (menjadi pecandu) dan menimbulkan kerugian 2 Ibid, hlm.17. 6

7 yang berdampak sangat luas, oleh karena itu penyalahgunaan narkotika merupakan suatu kejahatan yang cukup berbahaya. 3 Dalam hal ini, penulis ingin meneliti sejauh mana usaha yang sudah dilakukan pemerintah Indonesia dalam konteks pemberantasan peredaran gelap narkotika dengan adanya perbedaan penafsiran aparat penegak hukum yang menanganinya terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana narkotika berdasarkan kualifikasi sebagai Penyalah Guna, korban Penyalahgunaan Narkotika dan Pecandu Narkotika sesuai dengan ketentuan yang berlaku. B. Rumusan Masalah Penanganan masalah narkotika tidak cukup hanya pada bagian pemberantasannya saja karena pencegahan pun harus dilakukan dengan bertitik tolak pada uraian diatas, maka Rumusan Masalah yang dikemukakan oleh penulis dalam penulisan hukum ini bagaimanakah kualifikasi pecandu narkotika dalam proses penegakan hukum? C. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan hukum yaitu, untuk mengetahui kualifikasi pecandu narkotika dalam proses penegakan hukum. 3 Ibid, hlm.17-18. 7

8 D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Bagi perkembangan ilmu pengetahuan (baik di bidang ilmu pengetahuan hukum pidana). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya pada bidang hukum pidana, tentang kualifikasi masalah pecandu narkotika pada diri seseorang guna memberikan suatu perbedaan yang jelas dan dapat dibuktikan melalui proses asessment atau pengujian atas pengguna narkotika tersebut tepat dalam penjatuhan pidana penjara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau menjatuhkan tindakan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 Undang-Undang Narkotika tersebut. 2. Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau saran terhadap para penegak hukum khususnya, penyidik, penuntut umum, dan hakim agar memberikan penerapan hukum dalam penanganan masalah narkotika khususnya pada penjatuhan sanksi pidana yang harus melihat fakta, barang bukti pemakaian 1 (satu) hari, adanya surat uji laboratorium yang berisi positif menggunakan narkotika yang dikeluarkan penyidik berdasarkan permintaan penyidik dan tidak terdapat bukti bahwa tidak terlibat dalam peredaran gelap narkotika sehingga penelitian ini memberi 8

9 kontribusi yang nyata bagi terjaminnya perlindungan dan pembinaan bagi Penyalahguna, Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Pecandu Narkotika yang menjadi salah satu meminimalisir peredaran gelap narkotika. b. Bagi pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika tersebut adanya upaya pengobatan dan pemulihan bagi dirinya dalam lembaga rehabilitasi medis atau rehabilitasi sosial. c. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya peranan masyarakat dalam mendukung terciptanya penyelesaian masalah narkotika serta membuka pandangan masyarakat bahwa penyalah guna narkotika juga diposisikan sebagai korban dalam keadaan sakit ketergantungan kronis yang memerlukan rehabilitasi. d. Bagi penulis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu penulis untuk belajar lebih memahami bahwa dalam menerapkan kriteria pelaku tindak pidana narkotika, harus melihat dari peran masing-masing yang dikualifikasi berdasarkan penyalah guna, korban penyalahgunaan narkotika maupun pecandu narkotika dengan melihat pengoptimalan pembuktian agar aturan hukum tersebut dapat berjalan dengan semestinya. 9

10 E. Keaslian Penelitian Dengan ini penulis menyatakan bahwa Penulisan Hukum atau Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, bukan merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain. Jika Penulisan Hukum atau Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi atau plagiasi dari hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik atau sanksi hukum yang berlaku. Beberapa penulisan hukum yang pernah ditulis dengan tema yang sama, yaitu : 1. Resika Siboro, angkatan 2010 Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Meneliti tentang Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika di Kabupaten Temanggung. Rumusan masalahnya yaitu : a. Bagaimanakah upaya yang dilakukan aparat penegak hukum Kabupaten Temanggung dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika? b. Apa kendala yang dihadapi dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika di Kabupaten Temanggung? Tujuan penelitian tersebut ialah : a. Mengetahui dan memperoleh data tentang penanggulangan terhadap penyalahgunaan narkotika di Kabupaten Temanggung. b. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika di Kabupaten Temanggung. 10

11 Hasil penelitian tersebut ialah : a. Penanggulangan penyalahgunaan narkotika di Kabupaten Temanggung dilakukan upaya pencegahan dan penegakan hukum. Upaya pencegahan dilaksanakan oleh Sat Resnarkoba Polres Temanggung dan BNNK Temanggung. Upaya penegakan hukum atau tindakan represif, dilakukan oleh aparat penegak hukum, yaitu polisi, jaksa, dan hakim. Penegakannya dilakukan sesuai dengan fungsi dan wewenang dari masing-masing lembaga. b. Kendala yang dihadapi dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika di Kabupaten Temanggung, yaitu : oleh sat Resnarkoba Temanggung ialah kendala internal dan kendala ekternal, sedangkan kejaksaan dan hakim Pengadilan Negeri Temanggung tidak memiliki kendala selama ini. 2. Thomas Narpati Hendrawan, angkatan 2005 Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Meneliti tentang Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Rehabilitasi Terhadap Penyalahguna Narkotika. Rumusan masalahnya yaitu: Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika? Tujuan penelitian tersebut ialah : 11

12 Memperoleh data dan mengkaji mengenai dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika. Hasil penelitian tersebut ialah : Dalam menjatuhkan putusan rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika, hakim mempertimbangkan aspek yuridis dan aspek non yuridis sebagai berikut : a. Aspek Yuridis Dalam menerapkan Pasal 127 ayat (1) terdapat konsekuensi yuridis bahwa penyalahguna narkotika bagi diri sendiri yang mengalami kecanduan (pecandu) narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis. b. Aspek Non Yuridis Dalam mempertimbangkan aspek non yuridis, hakim lebih mempertimbangkan faktor internal dan faktor ekternal, sebagai berikut : 1) Faktor Internal Hakim dituntut untuk mempertimbangkan sifat baik dan buruk terdakwa sebagaimana nampak dalam hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. 12

13 2) Faktor Ekternal Penjara bukan solusi terbaik, kondisi Lembaga Pemasyarakatan sudah tidak mendukung apabila narapidana kasus narkoba tinggal bersama dengan tahanan kriminal lainnya. 3. Yora Rolin Bangun, angkatan 2010 Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Meneliti tentang Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Pidana dan Rehabilitasi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika. Rumusan masalahnya yaitu: Apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana dan rehabilitasi terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika? Tujuan penelitian tersebut ialah: Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana dan rehabilitasi terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Hasil penelitian tersebut ialah: Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana dan rehabilitasi terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika adalah: a. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana penjara terhadap setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum: 1) Jumlah narkotika yang dipakai; 13

14 2) Mengedarkan narkotika kepada orang lain atau pengedar; 3) Membuat atau memproduksi narkotika. b. Hakim menjatuhkan putusan rehabilitasi terhadap pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika. Dalam Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam pasal 54 dikatakan Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Perbedaan pokok dari penulisan hukum /skripsi tersebut antara lain, terdapat pada tujuan penelitian. Tujuan penelitian yang dilakukan Resika Siboro tersebut mengenai data tentang penanggulangan terhadap penyalahgunaan narkotika di Kabupaten Temanggung serta kendala yang dihadapi dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika di Kabupaten Temanggung. Tujuan penelitian yang dilakukan Thomas Narpati Hendrawan tersebut mengenai dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika. Tujuan penelitian yang dilakukan oleh Yora Rolin Bangun yaitu dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana dan rehabilitasi terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Tujuan penelitian yang dilakukan penulis yaitu: Mengetahui kualifikasi pecandu narkotika antara Penyidik Kepolisian, Jaksa Penuntut Umum, dan 14

15 Hakim dalam proses penegakan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika F. Batasan Konsep Perlunya batasan konsep dalam penulisan hukum ini agar substansi atau kajian dari penulisan hukum ini tidak melebar atau menyimbang. Berikut adalah batasan konsep dari Kualifikasi Penyalahgunaan Narkotika Dalam Proses Penegakan Hukum. 1. Kualifikasi Kualifikasi adalah suatu penggolongan unsur esensial yang melekat pada pelaku tindak pidana narkotika yaitu, unsur memiliki, menyimpan, membawa dan menguasai narkotika. 2. Narkotika Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini. 3. Pecandu Narkotika Berdasarkan Pasal 1 Angka 13 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, adalah orang yang menggunakan atau 15

16 menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis. 4. Proses Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah rangkaian tindakan, pembuatan, atau pengolahan yang menghasilkan produk. 4 5. Penegakan Hukum Dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun melalui prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya atau alternative desputes or conflicts resolution. 5 G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang berfokus pada norma hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan dan dalam penelitian ini memerlukan data sekunder. 2. Sumber Data Data sekunder terdiri atas: 4 5 Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2010, Balai Pustaka, hlm.703. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, 2010, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.130. 16

17 a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan yang tata urutannya sesuai dengan Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tentang Kualifikasi Pecandu Narkotika Dalam Proses Penegakan Hukum, yang meliputi atas: 1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, BAB XA tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 28D Ayat (1) mengenai setiap orang yang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. 2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana, Penjelasan Pasal 102 Ayat (1) mengenai tindakan-tindakan penyelidikan; Penjelasan Pasal 106 mengenai penyidik yang mencari bukti harus melalui prosedur yang diatur dalam Kitab Hukum Acara Pidana; Pasal 138 mengenai tindakan penuntutan terhadap orang dan atau benda yang sesuai dengan hasil penyidikan. 3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, khususnya Pasal 127 ayat (2) mengenai dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103, dan Pasal 127 ayat (3) mengenai 17

18 dalam hal Penyalahguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. 4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, khususnya Pasal 8 mengenai setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 5) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2415/MENKES/PER/XII/2014 tentang Rehabilitasi Medis Pecandu, Penyalah Guna dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, khususnya Pasal 2 Ayat (1) mengenai Petunjuk Teknis Pelaksanaan Rehabilitasi Medis Pecandu, Penyalahguna, dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang sedang dalam proses Penyidikan, Penuntutan, dan Persidangan atau telah mendapatkan penetapan atau putusan Pengadilan. 6) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial 18

19 b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder merupakan: 1) Pendapat hukum yang diperoleh dari buku, jurnal, hasil penelitian, surat kabar, internet, dan majalah ilmiah. 2) Asas-asas hukum, dan fakta hukum. 3) Dokumen yang berupa putusan pengadilan, data dari instansi atau lembaga resmi. 4) Narasumber 3. Cara Pengumpulan Data a. Studi kepustakaan, yaitu dengan mempelajari bahan hukum primer dan sekunder. b. Wawancara dengan Narasumber, yaitu: 1) Bapak Anggiat P. Pardede, S.H selaku Kepala Seksi Pidana Umum di Kejaksaan Negeri Sambas Kalimanta Barat. 2) Bapak Indra Joseph Marpaung, S.H selaku Hakim Pengadilan Negeri Sambas Kalimantan Barat. 3) Bapak Hesmu Purwanto, S.H., M.H selaku Ketua Pengadilan Tinggi Palangka Raya Kalimantan Tengah. 4. Analisis Data Analisis data dilakukan terhadap: a. Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan, sesuai 5 tugas ilmu hukum normatif atau dogmatif, yaitu: 19

20 1) Deskripsi Hukum Positif Bahwa isi dan struktur hukum positif mengenai uraian tentang Kualifikasi Pecandu Narkotika dalam Proses Penegakan Hukum dalam peraturan perundang-undangan yakni, Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika 2) Sistematisasi hukum positif Sistematisasi dari peraturan perundang-undangan tersebut satu sama lain saling terkait. Ditemukan adanya sistematisasi secara vertikal dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam Pasal 103 Ayat (2), yang berisi tentang masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, hal yang sama diatur dalam Pasal 13 Ayat (1), Pasal 13 Ayat (2), dan Pasal 13 Ayat (4) serta dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial dalam Angka 4 huruf a dan b dan Angka 6. Secara vertikal telah ada sinkronisasi, sehingga prinsip penalaran hukum yang digunakan adalah prinsip penalaran hukum subsumtif, yaitu 20

21 adanya hubungan logis antara dua aturan dalam hubungan antara peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah, sehingga tidak diperlukan asas berlakunya peraturan perundangundangan. Selain sistematisasi secara vertikal, juga dilakukan sistematisasi secara horizontal dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Pasal 54 dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Penjelasan Pasal 21 Ayat (4) huruf b, mengatur mengenai tersangka atau terdakwa pecandu narkotika sejauh mungkin ditahan di tempat tertentu yang sekaligus merupakan tempat perawatan. Sistematisasi secara horizontal ditunjukkan dengan adanya harmonisasi, maka prinsip penalaran hukumnya adalah non kontradiksi yaitu tidak ada pertentangan dalam ketentuan yang sejajar atau setara, sehingga tidak diperlukan berlakunya asas peraturan perundang-undangan. 21

22 3) Analisis hukum positif Open sistem (peraturan perundang-undangan terbuka untuk dievaluasi atau dikaji). 4) Interpretasi hukum positif Melakukan Interpretasi Hukum, dengan menggunakan metode: a) Interpretasi gramatikal, yaitu mengartikan suatu term hukum atau suatu bagian kalimat dalam bahan-bahan hukum primer menurut bahasa sehari-hari atau bahasa hukum. b) Interpretasi sistematis, secara horisontal dan vertikal, yaitu dengan titik tolak dari sistem aturan mengartikan suatu ketentuan hukum. c) Interpretasi teleologis, yaitu mendasarkan pada maksud atau tujuan tertentu suatu aturan. 5) Menilai hukum positif Bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kualifikasi pecandu narkotika dalam proses penegakan hukum mengandung beberapa penilaian yang mana hal tersebut menyangkut nilai perlindungan terhadap pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika serta nilai keadilan, nilai kemanusiaan dan nilai kepastian hukum terhadap pengguna penyalah guna narkotika. 22

23 Bahan hukum sekunder yaitu, pendapat hukum yang diperoleh dari buku, jurnal, hasil penelitian, internet, dan majalah ilmiah; asas-asas hukum, dan fakta hukum; dokumen yang berupa putusan pengadilan, data dari instansi atau lembaga resmi; serta narasumber. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan yang tata urutannya sesuai dengan Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tentang Kualifikasi Pecandu Narkotika dalam Proses Penegakan Hukum b. Bahan hukum sekunder didiskripsikan, dicari persamaan dan perbedaan pendapat hukum untuk mengkaji peraturan perundangundangan mengenai Kulaifikasi Pecandu Narkotika dalam Proses Penegakan Hukum. 5. Proses Berpikir Dalam penarikan kesimpulan, proses berpikir atau prosedur bernalar digunakan secara deduktif, yaitu bertolak dari proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini atau aksiomatik) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat khusus. Dalam hal ini yang umum berupa peraturan perundang-undangan mengenai narkotika dan yang khusus berupa data dan wawancara dengan narasumber. 23

24 H. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan jawaban atas permasalahan, maka penulisan ini dibagi dalam tiga bab, yaitu : BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep, metode penelitian, sistematika penulisan. BAB II PEMBAHASAN Pada bagian ini pembahasan berisi tentang : A. Tinjauan Umum tentang Kualifikasi Penyalahgunaan Narkotika Konsepsi penyalahgunaan narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pengertian penyalahgunaan narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pengertian pecandu narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pengertian korban penyalahgunaan narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pemidanaan terhadap penyalahguna narkotika berdasarkan kualifikasinya dengan barang bukti, jenis narkotika dan jumlah pemakaian, perlindungan terhadap penyalahguna narkotika, pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika. 24

25 B. Tinjauan Umum tentang Proses Penegakan Hukum, meliputi : Pengertian penegakan hukum, Proses penegakan hukum yang meliputi : penyidik kepolisian, jaksa penuntut umum dan hakim dalam tindak pidana narkotika, proses penyelidikan dan penyidikan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, proses penuntutan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, proses hakim menjatuhkan putusannya. C. Hasil Penelitian Hasil penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis yakni mengenai kualifikasi pecandu narkotika serta mengenai pemidanaan yang dikenakan terhadap pengguna pecandu narkotika oleh aparat penegak hukum yang seringkali adanya perbedaan penerapan pasal pemidanaan mengenai penyalahgunaan sebagai pengguna pecandu narkotika. BAB III SIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi jawaban dari rumusan masalah yang berupa kesimpulan yakni mengenai perbedaan penerapan pasal pemidanaan aparat penegak hukum yang meliputi : penyidik kepolisian, jaksa penuntut umum, dan kekuasaan hakim dalam menjatuhkan putusan serta mengenai kualifikasi pecandu narkotika yang seharusnya dilakukan perawatan dan pengobatan di 25

26 rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial dan yang dilakukan pemidanaan serta saran yang diberikan penulis dari permasalahan yang diteliti. 26