BAB I PENDAHULUAN. peradilan umum yang telah disyahkan oleh sidang pleno B.P L.P.H.N. Ke 13, pada

dokumen-dokumen yang mirip
Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB III TEORI TEORI HUKUM YANG MENYANGKUT HUKUM ACARA PERDATA

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

BAB I PENDAHULUAN. kebenaran yang harus ditegakkan oleh setiap warga Negara.

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PHI 5 ASAS HUKUM ACARA PERDATA

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat.

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

Oleh Helios Tri Buana

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

I. HUKUM ACARA PERDATA

BAB 1 PENDAHULUAN. Tengker, cet. I, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2001), hal (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 37.

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA MELALUI PERDAMAIAN MEDIASI

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,

DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

BERACARA DALAM PERKARA PERDATA Sapto Budoyo*

Hukum Acara Perdata Pertemuan Ke-2

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. diantara mereka. Hal itu dikarenakan setiap manusia memiliki. kepentingannya, haknya, maupun kewajibannya.

Oleh : YUDI PRASETYO

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdas arkan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Didalam sistem hukum Negara Republik Indonesia ini, terdapat

BAB I PENDAHULUAN. kepada Hakim menjatuhkan putusan tanpa hadirnya Tergugat. Putusan verstek

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Soerjono Soekanto bahwa : 103. asas sesuatu (inquiry) secara sistematis dengan adanya penekanan bahwa

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN PUTUSAN TERHADAP PERKARA WARISAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi atau melakukan hubungan-hubungan antara satu sama

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D

PEMERIKSAAN GUGATAN SEDERHANA (SMALL CLAIM COURT)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selaku anggota masyarakat, selama masih hidup dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

: KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVITAWATI KUSUMANINGTYAS C

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. proses beracara yang sesuai dengan hukum acara perdata. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. melidungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH

PEMBAHARUAN SISTEM HUKUM ACARA PERDATA Oleh: Dwi Agustine * Naskah diterima: 11 Juni 2017; disetujui: 15 Juni 2017

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

BAB I PENDAHULUAN. menemukan hukum yang akan diterapkan (rechtoepasing) maupun ditemukan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum acara perdata nasional saat ini belum diatur dalam Undang-undang. Rancangan undang-undang tentang hukum acara perdata dalam lingkungan peradilan umum yang telah disyahkan oleh sidang pleno B.P L.P.H.N. Ke 13, pada tanggal 12 juni 1967, sampai sekarang belum disyahkan menjadi undang-undang. Pada dewasa ini kaidah-kaidah hukum acara perdata masih terdapat berserakan, sebagian termuat dalam Het Herzine Indonesisch Reglement, disingkat H.I.R, yang hanya khusus berlaku untuk daerah Jawa dan Madura, sedangkan Rechtsreglement buitengewesten, disingkat R.Bg., berlaku untuk kepulauankepulauan yang lainya di Indonesia. Selain itu Burgerlijk wetboek voor indonesie disingkat B.W., dalam buku kesatu, buku keempat dan Reglement Catatan Sipil, memuat pula peraturanperaturan hukum acara perdata, kaidah-kaidah mana khusus berlaku untuk golongan penduduk tertentu, yang baginya berlaku hukum perdata barat. 1 Sebagian besar kaidah kaidah hukum acara perdata itu termuat dalam H.I.R. dan R.Bg. Menurut Prof. Dr. RM. Sudikno Mertokusumo S,H., Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin 1 Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata, hukum acara perdata dalam teori dan praktek, Alumni Bandung 1979 1

2 ditaatinya hukum perdata materill dengan perantaraan hakim; atau peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materill atau konkritnya Hukum Acara Perdata mengatur terhadap bagaimana caranya menjalankan tuntutan hak, memeriksa serta memutuskannya dan pelaksanaanya dari putusannya. Menurut Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat bagaiamana cara orang harus bertindak terhadap pihak lain dimuka Pengadilan dan cara bagaimana pengadilan harus bertindak untuk melaksanakan berjalannya ketentuan hukum perdata. Dari definisi tersebut Hukum Acara Perdata merupakan suatu kaidah hukum yang mengatur cara dan proses hukum dalam mengajukan, memrmemutuskan, dan melaksanakan putusan tuntutan hak dan kewajiban tertentu sehingga menjamin tegaknya Hukum Perdata Materill melalui lembaga peradilan. Tujuan Hukum Acara Perdata adalah untuk memperoleh perlindungan hukum yang diberikan oleh lembaga peradilan untuk mencegah pemaksaan kehendak pihak lain atau main hakim sendiri (Eigenrichting), atau mempertahankan Hukum Perdata materill dengan perantara hakim (Peradilan) atau peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materill, yaitu mengatur cara bagaimana mengajukan tuntutan hak, memeriksa dan menuntut perkara serta pelaksanaan putusan tersebut. Sumber - Sumber Hukum Acara Perdata Yaitu: 2

3 1. HIR (HET Herziene Indonesisch Reglement atau Reglemen Indonesia yang diperbaharui, S. 1848 nomor 16, S. 1941 nomor 44), yang berlaku hanya untuk Jawa dan Madura. 2. Rbg (Reglement Buitengwestwn, S. 1927 nomor 227) ditetapkan berdasarkan Ordonasi 11 Mei 1927 dan berlaku sejak tanggal 1 Juli 1927, khususnya Bab ll Pasal 104 sampai dengan 323 RBg, dan diterapkan untuk luar Jawa dan Madura. 3. Rv (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering) yang lazim disebut dengan Reglemen Hukum Acara Perdata untuk Golongan Eropa (S. 2847 Nomor 52 dan S. 1849 Nomor 63) 4. RO ( Reglement op de Rechterlijke Organisatie in Het Beleid der Justitie in Indonesie) yang biasa disebut dengan reglemen tentang Organisasi Kehakiman (S. 1847 Nomor 23) juga merupakan salah satu sumber hukum acara perdata dalam praktik peradilan di Indonesia. 5. Undang undang yang telah dikodifikasi, ada dua kitab undang- undang yang telah dikodifikasi yang juga mengatur tentang hukum acara perdata yaitu KUHPerdata dan KUHD. 6. Undang undang yang belum di kodifikasi 7. Yurisprudensi, menurut kamus Fockema Andrea adalah pengumpulan yang sistematis dari putusan Mahkamah Agung dan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dan diikuti oleh Hakim lain dalam membuat putusan dalam perkara yang sama. 3

4 8. Perjanjian Internasional (Teraktat), salah satu sumber hukum acara perdata adalah perjanjian internasional. 9. Doktrin, adalah pendapat pendapat para ahli hukum atau ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan salah satu sumber oleh hakim untuk menggali Hukum Acara Perdata. 2 Asas Hukum Acara Perdata di Indonesia : 1. Asas Hakim bersifat menunggu; 2. Asas Hakim bersifat pasif (Lijdelijkeheid van rechter); 3. Peradilan terbuka untuk umum (Openbaarheid van techtspaak); 4. Asas Hakim mengadili kedua belah pihak (Horen van beide partjen); 5. Asas pemeriksaan dalam dua tingkat (Onderzoek in twee instanties); 6. Asas pengawasan putusan pengadilan melalui kasasi (Toezicht op de rechtspaark door van cassatie) 7. Mahkamah Agung adalah puncak peradilan di Indonesia; 8. Asas putusan hakim harus disertai alasan; 9. Asas berperkara dikenakan biaya (Niet-kosteloze rechtspraak); 10. Asas tidak ada keharusan mewakilkan dalam beracara; 11. Susunan majelis hakim di persidangan; 12. Prinsip Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa; 13. Asas proses peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan; 2 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1975, Hlm 4

5 14. Hak menguji tidak di kenal; 15. Asas Obyektivitas; 3 Kemudian dalam Pasal 2 ayat (3) Perma No.1 Tahun 2008 Tentang Mediasi apabila pihak yang berperkara tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 RBg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum. 4 Namun pada kenyataannya pada 7 Agustus 2015 secara resmi Mahkamah Agung menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana atau juga dikenal small claim court. Perma tersebut sebagai jawaban atas kebutuhan masyarakat akan kecepatan dalam proses penyelesaian perkara perdata dan salah satu cara mengurangi tumpukan di MA 5. Karena Perma gugatan sederhana masih baru, bukan tidak mungkin di dalamnya masih akan ditemukan kelemahan. Dalam gugatan sederhana tidak terdapat mediasi, seperti pada gugatan perdata biasa. Lamanya tenggang waktu dimulai dari gugatan hingga putusan hanya 25 (dua puluh lima ) hari, itu tentu saja sangat berbeda dengan lamanya waktu pada gugatan perdata umum yang bisa memakan waktu 6 (enam) bulan lebih sampai belasan tahun lebih. 6 Hal- hal tersebut adalah bertentangan dengan azas hukum perdata di Indonesia yaitu azas hakim mengadili kedua belah pihak (Horen Van Beide). Hakim dalam pemeriksaan harus 3 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1975, Hlm 4 Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang mediasi, Pasal 3 ayat (2) 5 gugatan sederhana pemangkas tumpukan perkara, Danapala, Edisi 8 Oktober 2015, Hlm 12 6 Ibid Hlm 12 5

6 memperlakukan kedua belah pihak yang berperkara dalam kapasitas yang sama, tidak memihak dan mendengar keterangan dari kedua belah pihak, kedua belah pihak harus diberikan kesempatan yang sama dalam menyatakan pendapatnya. Dari uraian latar belakang di atas, merupakan faktor yang dijadikan alasan bagi peneliti untuk melakukan penelitian yang dikaji dari Perma No. 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana Dengan Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi. yang dituangkan dalam bentuk Skripsi yang berjudul KAJIAN KOMPERATIF PERMA NO. 2 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN GUGATAN SEDERHANA DENGAN PERMA NO. 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI B. Identifikasi Masalah. Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana proses penyeleasian gugatan sederhana berdasarkan Perma No. 2 Tahun 2015 di bandingkan dengan Perma No.1 Tahun 2008 Tentang Mediasi? 2. Apakah proses penyelesaian gugatan sederhana bertentangan dengan Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang mediasi? C. Tujuan Penelitian. 6

7 Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis proses penyelesaian gugatan sederhana berdasarkan Perma No. 2 Tahun 2015 di bandingkan dengan Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi. 2. Untuk mengetahui, mengkaji, dan menganalisis apakah proses penyelesaian gugatan sederhana bertentangan dengan Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi. D. Kegunaan Penelitian. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis yang diuraikan sebagai berikut : 1. Kegunaan Teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pembangunan ilmu hukum pada umumnya dan pengembangan ilmu hukum acara perdata khususnya dalam studi komperatif Perma No. 2 Tahun 2015 dengan Perma No. 1 Tahun 2008. b. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan referensi dibidang akademis dan sebagai bahan kepustakaan Hukum Perdata khususnya di Bidang Hukum Acara Perdata. 2. Kegunaan Praktis a. Diharapkan dari hasil penelitian ini, dapat memberikan masukan positif bagi peneliti untuk mengetahui aspek hukum acara perdata dalam studi 7

8 komperatif Perma No. 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. b. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pemerintah dan instansi yang terkait dalam melakukan pengaturan tata cara gugatan sederhana dengan tata cara gugatan biasa. E. Kerangka Pemikiran. Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke empat ditegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (rechstaat). Ini berarti bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menjungjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjungjung tinggi hukum pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pemahaman negara hukum adalah bahwa segala tindakan atau perbuatan harus didasarkan atas hukum. Menurut Immanuel Kant, hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaian diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan. 7 Hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja, tidak saja merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehiduan manusia dalam 7 Kansil dan christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2010. Hlm.31 8

9 masyarakat melainkan meliputi pula lembaga-lembaga dan proses-proses yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan. 8 Sedangkan menurut Utrecht memberikan batasan hukum sebagai berikut: hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu. 9 Hukum merupakan seperangkat aturan yang mengatur tingkah laku manusia baik itu berupa perintah maupun berupa larangan guna mewujudkan tata tertib didalam kehidupan masyarakat. Sifat Hukum Acara Perdata : Hukum Acara Perdata adalah seperangkat hukum yang mengatur tentang perdata formil, yakni seperangkat aturan hukum yang mengatur tentang bagaimana cara mempertahankan hukum materill melalui perantara hakim, atau berproses di pengadilan dengan lancar atau sederhana, cepat, biaya murah, serta dapat dilaksanakannya putusan hakim. Adapun tujuan dari berproses di pengadilan adalah untuk mendapatkan kepastian kedudukan hukum dalam suatu sengketa yang diajukan oleh para pihak ke hadapan sidang pengadilan. Oleh karena untuk menjamin kepastian hukum, maka sifat dari Hukum Acara Hukum Perdata adalah bersifat Mengikat dan Memaksa. 10 Proses berperkara di pengadilan dalam perkara perdata : 8 Moh. Kusnandar dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV Sinar Bakti, Jakarta 1988, hlm. 153 9 Ibid, hlm. 153 10 Aang Achmad, Buku Ajar, Bandung 2010 9

10 1. Kewenangan/Kompetensi Relatif ; Pada prinsipnya ketika seseorang (penggugat) hendak mengajukan Gugatan ke pengadilan Negeri, harus atau wajib memperlihatkan identitas pihak tergugat. Hal ini berkaitan dengan Teori dalam Hukum Acara Perdata yang disebut dengan Kewenangan atau Kompetensi Relatif Pengadilan. Adapun yang harus diperlihatkan adalah yang terkait dalam Pasal 118 HIR yang mengandung prinsip essensial dan prinsip pengecualiannya, yakni, Prinsip Essensialianya yaitu, pada prinsipnya gugatan dalam tingkat pertama/wakilnya menurut (Pasal 123 HIR/147RBg) kepada Ketua Pengadilan Negeri dalam daerah hukum tempat tinggal tergugat atau domisili tergugat. Yang dikenal dengan asas Actor Sequituur Forum Rei. Prinsip Pengecualiannya yakni, 1. Dalam Pasal 118 ayat (2) HIR menyebutkan jika tergugat lebih dari seorang, sedangkan mereka bertempat tinggal yang berbeda, tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan Negeri, maka gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang meliputi tempat tinggal salah seorang tergugat menurut pilihan penggugat. Jika tempat tinggal tergugat tidak diketahui atau kalau tidak dikenal, maka gugatan itu diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri tempat tinggal penggugat atau salah seorang pengguagat. 2. Kemudian dalam Pasal 118 ayat (3) HIR menentukan bahwa apabila antara para tergugat dalam hubungan satu dengan yang lainnya masing-masing sebagai pihak yang menanggung maka gugatan diajukan kepada Ketua 10

11 Pengadilan yang meliputi wilayah hukum tempat tinggal atau domisili yang berhutang aslinya; Dalam HIR apabila gugatan itu tentang benda tidak bergerak, maka gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang meliputi dalam wilayah hukumnya di mana terletak benda tidak bergerak tersebut berada. 3. Dalam Pasal 118 ayat (4) HIR menentukan bahwa apabila ada tempat yang dipilih dan ditentukan bersama dalam satu akta, maka gugatan diajukan di daerah yang meliputi wilayah tempat atau daerah hukum yang dipilihnya itu. 4. Pengecualian selanjutnya adalah sebagaimana yang diatur dalam ketentuan RBg, yaitu dalam hal gugtan tentang benda tidak bergerak, maka gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dalam daerah hukum benda tidak bergerak itu. 2. Kewenangan Mutlak/Absolut Pasal 134 HIR/160RBg. Apabila persengketaan itu adalah suatu perkara yang tidak termasuk wewenang Pengadilan Negeri untuk mengadilinya, maka pada setiap saat dalam pemeriksaan perkara itu tergugat dapat mengajukan tangkisan. Gugatan Lisan, Bilamana penggugat tidak dapat menulis, maka gugatan dapat diajukan secara lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri tersebut menyuruh atau membuat catatan tentang gugatan itu. 3. Hari Sidang/Panggilan/Persekot Ongkos Perkara. Pasal 121 HIR/145RBg, untuk berperkara pada asasnya dikenakan beaya (Pasal 121 ayat (4), 182 HIR, Pasal 145 ayat (4), Pasal 192-194 RBg). 11

12 Biaya perkaraa ini meliputi biaya kepanitraan dan biaya untuk panggilan, pemberitahuan para pihak serta biaya materai, di samping itu apabila diminta bantuan seorang pengacara, maka harus pula dikeluarkan biaya. Bagi mereka yang tidak mampu untuk membayar biaya perkara dapat mengajukan perkara secara cuma-cuma (prodeo) dengan melampirkan surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh aparat setempat (Pasal 237 HIR, 273 RBg). 4. Acara Istimewa. a. Putusan Gugur Pasal 124 HIR/148 RBg, Apabila pada hari yang telah di tentukan Penggugat/wakilnya tidak hadir, padahal ia telah dipanggil dengan patut, maka gugatannya dinyatakan gugur dan ia dihukum membayar biaya perkara tetapi ia berhak untuk memajukan gugatan sekali lagi, setelah ia membayar biaya tersebut 11. Namun tidak serta merta kemudian Hakim menjatuhkan Putusan Gugur, karena Pasal 126 HIR hakim diberikan wewenang untunk mengundurkan hari sidang dan memerintahkan kepada panitera untuk memanggil pihak Penggugat sekali lagi, namun apabila penggugat tidak hadir lagi maka penggugat dianggap tidak serius dalam mengajukan gugatannya, sehingga barulah hakim dapat menjatuhkan Putusan Gugur. b. Putusan Verstek Pasal 125 HIR/148 RBg, Panggilan untuk kedua kali pasal 126 HIR/150RBg. Apabila pada hari sidang yang telah ditentukan, 11 M.Tresna, HIR, Pradnya Paramita, Jakarta 1979, Hlm 128 12

13 tergugat/wakilnya tidak hadir, padahal ia telah dipanggil secara patut maka gugatan itu diterima atau diperiksa, dan akan diputus dengan putusan tidak hadir (verstek). 12 Namun tidak serta merta kemudian Hakim menjatuhkan Putusan Verstek, karena Pasal 126 HIR hakim diberikakan wewenang untuk mengundurkan hari sidang dan memerintahkan kepada panitera untuk memanggil pihak Tergugat sekali lagi, namun apabila Tergugat tidak hadir lagi maka Tergugat dianggap tidak menggunakan haknya untuk menanggapi gugatan penggugat, oleh karenanya Hakim dapat menjatuhkan Putusan Verstek. Namun apabila Tergugat pada sidang pertama dating, kemudian sidang kedua Tergugat tidak hadir, maka Perkara tersebut tidak dapat diputus dengan Putusan Verstek, atau sebaliknya. Perlawanan (Verzet) Terhadap Putusan Verstek. Pasal 129 HIR/153RBg; 1. Tergugat yang dikalahkan dengan putusan verstek dan tidak menerima putusan itu, dapat mengajukan perlawanan (verzet) terhadap putsan itu. 2. Jika putusan itu diberitahukan kepada Tergugat sendiri, maka perlawanan (verzet) dapat diterima dalam 14 hari sesudah pemberitahuan. 12 Ibid, Hlm 129 13

14 Jika putusan itu tidak diberitahukan kepada tergugat sendiri, maka perlawanan masih diterima sampai pada hari ke-8 sesudah peneguran seperti yang tersebut dalam Pasal 196 HIR/207RBg. 13 Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Para pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang bukan kuasa hukum yang bersengketa dan membawa sengketa mereka ke pengadilan untuk memperoleh penyelesaian. Apabila kedua belah pihak hadir pada sidang pertama, maka hakim dengan mendasarkan Perma No. 1 Tahun 2008 tentang mediasi, memerintahkan kedua belah pihak yang berperkara untuk melakukan atau menempuh proses mediasi terlebih dahulu, dengan kewajiban untuk menentukan siapa yang akan menjadi mediator dalam perkaranya. Mediator tersebut atas dasar kesepakatan kedua belah pihak, yang kemudian akan dibuatkan penetapan oleh ketua majelis hakim. Apabila proses mediadi tersebut gagal maka perkara bisa dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan penggugat. Namun apabila proses mediasi berhasil, maka perkara Penggugat dan Tergugat berhenti sampai proses mediasi, artinya perkaranya telah dianggap selesai. dan kepada kedua belah pihak dikeluarkanlah Akta Perdamaian (Akta Van Dading) atau 13 M.Tresna, HIR, Pradnya Paramita, Jakarta 1979, Hlm 132 14

15 yang disebut dengan Putusan Perdamaian. Terhadap Putusan Perdamaian tersebut tidak dapat dimintakan Upaya Hukum. 14 Proses Mediasi tertutup karena proses mediasi hanya dihadiri para pihak atau kuasa hukum mereka dan mediator atau pihak lain yang diizinkan oleh para pihak serta dinamika yang terjadi dalam pertemuan tidak boleh disampaikan kepada publik terkecuali atas izin para pihak. Prosedur mediasi diatur dalam PERMA No.1 Tahun 2008 yang mewajibkan setiap perkara gugatan yang diajukan ke Pengadilan pada saat sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak penggugat dan tergugat untuk menempuh upaya damai melalui mediator. Jangka waktu untuk menyelesaikan sengketa dengan mediasi melalui mediator selama 40 hari dan dapat diperpanjang selama 14 hari atas permintaan para pihak. Mediator dapat dipilih oleh para pihak dari daftar mediator yang telah bersertifikasi dan memilih tempat pertemuan diluar gedung Pengadilan Negeri sesuai kesepakatan atas biaya para pihak. Apabila tidak ada mediator bersertifikasi diluar Pengadilan Negeri, para pihak dapat memilih mediator di Pengadilan Negeri yang telah ditunjuk dan sesuai ketentuan PERMA No.1 Tahun 2008 dapat dipilih salah satu hakim anggota majelis sesuai kesepakatan para pihak. Apabila tercapai kesepakan perdamaian maka kedua belah pihak dapat mengajukan rancangan draf perdamaian yang nantinya disetujui dan ditanda tangani 14 M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: gugatan, persidangan penyitaan, pembuktian, Dan putusan pengadilan, Sinar Grafika 2007, 15

16 kedua belah pihak untuk dibuatkan akta perdamaian yang mengikat kedua belah pihak untuk mematuhinya dan melaksanakannya. Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secra tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai. Dan sengketa kedua belah pihak berakhir dengan perdamaian. 15 Sebaliknya jika mediator tidak berhasil mencapai kesepakatan damai bagi kedua belah pihak,maka sidang dilanjutkan dengan membacakan gugatan, jawaban, replik duplik, pembuktian, kesimpulan dan putusan. Walaupun mediator tidak berhasil mendamaikan para pihak, dalam proses pemeriksaan perkara selanjutnya Majelis Hakim tetap memberikan kesempatan para pihak untuk menyelesaikan sengketanya secara damai sesuai ketentuan Pasal 130 HIR. 16 Jenis perkara yang dimediasi adalah semua perkara gugatan wajib terlebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator, terkecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Para pihak atas dasar kesepakatan mereka, dapat menempuh upaya perdamaian terhadap perkara yang sedang dalam proses banding, kasasi, atau peninjauan kembali atau terhadap perkara yang sedang diperiksa pada tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali sepanjang perkara itu belum diputus. 15 arriemarrioza.wordpress.com/category/hukum-acara-perdata. 16 Ibid 16

17 Dari uraian di atas adalah bahwa dalam proses Hukum Acara Perdata pada sidang pertama hakim memerintahkan kepada kedua belah pihak untuk melakukan atau menempuh proses mediasi terlebih dahulu, agar sengketa perkara bisa diselesaikan secara perundingan dan tercapai kesepakatan para pihak pihak. Sedangkan dalam proses Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana pada sidang pertama tidak terdapat mediasi, pada sidang pertama Hakim memeriksa materi gugatan sederhana berdasarkan syarat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4 Perma No. 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Maka tahapan proses penyelesaian gugatan sederhana tidak sesuai atau bertentangan dengan proses Hukum Acara Perdata, HIR, dan Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang mediasi. F. Metode Penelitian. Metode merupakan cara kerja, yaitu cara kerja yang dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Dalam pengertiannya yang luas, metode penelitian merupakan cara prosedur yang sistematis dan terorgnisasi untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan informasi untuk digunakan sebagai solusi atas masalah tersebut. 17 Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan, karena peneitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten. Metodologi penelitian hukum mempunyai 17 Anton F. Susanto, penelitian Hukum Transformatif-Partisipatori Fondasi Penelitian Kolaboratif dan Aplikasi Mix Method dalam Penelitian Hukum. LoGoz Publishing, Bandung, 2011, hlm 196 17

18 ciri-ciri tertentu yang merupakan identitasnnya, oleh karena itu ilmu hukum dapat dibedakan atau berbeda dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. metode penelitian adalah prosedur atau cara memperoleh pengetahuan yang benar atau kebenaran melalui langkah-langkah sistematis. 18 Untuk mengetahui dan membahas suatu permasalahan maka diperlukan adanya pendekatan dengan mempergunakan metode-metode tertentu bersifat ilmiah. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Spesifikasi Penelitian. Spesifikasi Penelitian yang digunakan penulis adalah deskriptif-analitis, yaitu penelitian yang menggambarkan situasi atau peristiwa yang sedang diteliti dan kemudian dianalisis berdasarkan fakta-fakta berupa data sekunder maupun data primer dengan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang relevan. 19 2. Metode Pendekatan. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan secara Yuridis- Normatif yaitu mengkaji dan menguji secara logis peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penelitian, yang menempatkan data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sebagai data utama dan ditunjang oleh data primer 18 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo, Persada, Jakarta, 1995, hlm 2. 19 Ronny Hanityo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Yudimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hlm.5. 18

19 agar data sekunder yang ada lebih akurat dan dapat lebih dipertanggung jawabkan oleh peneliti. 3. Tahap Penelitian. a. Studi Kepustakaan penelitian kepustakaan (library research) yaitu suatu tahap pengumpulan data melalui kepustakaan (literature/dokumen), dimana dalam tahapan ini penulis akan mengkaji data sekunder, data sekunder terbagi menjadi tiga yaitu: 1). Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah dan bersifat mengikat berupa: a. Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 b. HIR ( Het herziene Indonesisch reglement ) c. Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi d. Perma No. 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugata Sederhana 2). Bahan hukum sekunder berupa tulisan-tulisan para ahli dibidang hukum yang berkaitan dengan hokum primer dan dapat membantu menganalisa bahan-bahan hukum primer, berupa buku-buku yang relevan. 3). Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan informasi mengenai bahan hukum primer dan sekunder, Misalnya: 1. Ensiklopedia; 2. Kamus Hukum; 3. Artikel-artikel dari internet. 19

20 b. Studi Lapangan atau penelitian lapangan (field research) yaitu suatu tahapan penelitian melalui pengumpulan data sekunder dengan cara melakukan Tanya jawab secara langsung dari atau wawancara langsung dengan yang bersangkutan atau melihat langsung di apangan (observasi lapangan) untuk memperoleh data yang kongkrit yang sesuai dengan masalah yang akan penulis bahas yang merupakan data primer yang ada, sehingga data yang diperoleh dalam penelitian lebih akurat. 4. Teknik Pengumpulan Data. Penelitian ini, akan diteliti mengenai data primer dan sekunder. Dengan demikian ada dua kegian utama yang dilakukan dalam melaksanakan penelitian ini, yaitu studi dokumen dan wawancara. a. Studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan data sekunder dengan melakukan studi dokumen atau studi kepustakaan yang dilakukan peneliti terhadap dokumen-dokumen yang erat kaitannnya dengan perkawinaan. b. Wawancara, yaitu cara untuk memperoleh informasi denggan bertanya langsung pada yang diwawaancarai. Wawancara merupakan suatu proses interaksi komunukasi. 5. Analisis Pengumpulan Data. a. Alat pengumpulan data dalam penelitian kepustakaan yaitu menginventarisasi bahan hukum dan berupa catatan bahan-bahan yang relevan. 20

21 b. Alat pengumpul data dalam penelitian lapangan berupa daftar pertanyaan, alat tulis, dan flashdisk. 6. Analisis Data. Analisis penelitian yang telah terkumpul akan dianalisis secara yuridiskualitatif, yaitu seluruh data yang diperoleh diinventarisasi, dikaji, dan diteliti secara menyeluruh, sistematis dan terintegrasi untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas. 7. Lokasi Penelitian. Perpustakaan: 1). Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Pasundan. Jl. Lengkong Dalam No.68 Bandung. 2). Perpustakaan Hukum Mochtar Kusumaatmadja Fakultas Hukum Universitas Padjajaran. Jl. Dipatiukur Bandung No. 35 Bandung. 8. Jadwal Penelitian Penelitian ini direncanakan berlangsung selama 6 (enam) bulan dan diharapkan dapat selesai sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Adapun jadwal penelitian ini direncanakan dengan tahap sebagai berikut. No. Kegiatan Bulan Jan Feb mar apr mei Jun 2016 2016 2016 2016 2016 2016 21

22 1. Persiapan Proposal 2. Seminar Proposal 3. Persiapan Penelitian 4. Pengumpulan Data 5. Pengolahan Data 6. Analisis Data 7. Penyusunan Hasil Penelitian kedalam Bentuk Penulisan Hukum 8. Sidang Komprehensif 9. Perbaikan 10. Penjilidan 11. Pengesahan Catatan: jadwal penelitian sewaktu-waktu bisa berubah G. Sistematika Penulisan dan Outline. Sistematika penulisan dalam penulisan hukum (skripsi) ini terdiri dari 5 (lima) bab, dan dalam bab-bab tersebut terdapat beberapa sub-bab, sebagai mana yang tersusun dalam uraian berikut : 22

23 BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian,kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN GUGATAN SEDERHANA Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai mediasi berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi, gugatan sederhana berdasarkan Perma No. 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. BAB III TEORI-TEORI HUKUM YANG MENYANGKUT HUKUM ACARA PERDATA Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai teoriteori hukum, yang menyangkut hukum acara perdata menurut para ahli. 23

24 BAB IV KAJIAN KOMPERATIF PERMA NO. 2 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN GUGATAN SEDERHANA DENGAN PERMA NO. 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI Dalam bab ini merupakan bab pembahasan mengenai jawaban dari identifikasi masalah, yaitu tentang, Bagaimana proses penyelesaian gugatan sederhana berdasarkan Perma No. 2 Tahun 2015 di bandingkan dengan Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi. Dan Apakah proses penyelesaian gugatan sederhana bertentangan dengan Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi. BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan akhir dari penulisan penilitian yang berisi kesimpulan dari hasil analisis penulis terhadap permasalahan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya dan kemudian penulis mencoba memberikan saran-saran yang dianggap perlu. 24