BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan pembangunan yang semakin meningkat seiring dengan kemajuan zaman telah mempengaruhi terjadinya perubahan dalam berbagai aspek, baik secara fisik maupun psikologis. Berbagai aspek dalam kehidupan yang mengalami perubahan tersebut dapat meliputi berbagai hal, mulai dari aspek sosial, budaya, ekonomi, lingkungan, hingga masalah infrastruktur. Pembangunan yang meningkat identik dengan pembangunan sarana dan prasarana serta infrastruktur seperti pembangunan jalan, perumahan, pertokoan dan layanan publik lainnya sebagai sarana pelengkap, sehingga dari adanya perubahan tersebut membawa dampak pada kehidupan masyarakat. Salah satu dampak positif dari adanya pembangunan tersebut adalah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan infrastruktur dalam upaya melancarkan peningkatan kegiatan perekonomian. Salah satunya adalah dengan dibangunnya akses jalan yang bagus akan memudahkan masyarakat untuk bermobilisasi mencapai tujuan yang dikehendaki, membuat wilayah yang dituju tersebut menjadi aktif terutama dalam kegiatan perekonomian. Hal tersebut tentu saja mudah ditemukan di perkotaan dimana kegiatan masyarakat berlangsung dengan aktif, karena mudahnya akses untuk pelayanan publik tersebut 1
membuat pemukiman semakin bertambah dan peluang industri pun bermunculan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dampak dari pembangunan tersebut dapat dirasakan oleh banyak golongan masyarakat, baik dari kelas atas, menengah, maupun bawah, karena beragamnya pekerjaan yang dapat dilakukan dikota sesuai dengan kemampuan masing-masing individu sehingga dampak tersebut mengena pada seluruh lapisan masyarakat. Mulai dari sektor pemerintahan, swasta maupun dari sektor informal yang mana semua hal tersebut memiliki kesinambungan antara satu dengan yang lain. Dengan pertumbuhan wilayah tersebut akan merangsang lajunya pertumbuhan industri, namun dengan dibangunnya pertokoan-pertokoan tersebut tidak hanya melibatkan peran antara pedagang dan pembeli saja karena di sisi lain terdapat produk tidak langsung yang ada bersisian pada perkembangan industri, tidak hanya berupa barang namun ada hal lain lagi yaitu jasa keamanan. Dibalik pertumbuhan industri diiringi dengan maju pesatnya sektor industri transportasi yang dengan mudahnya dimiliki sekarang ini membuat masyarakat banyak menjangkau tempat tujuannya dengan kendaraan pribadi mereka dan tidak lagi menggunakan transportasi umum. Hal tersebut menciptakan suatu korelasi dimana diperlukan adanya ruang untuk menempatkan kendaraan mereka ditempat tujuan. 2
Pentingnya peran transportasi bagi kehidupan masyarakat seperti telah diuraikan sebelumnya menyebabkan jumlah alat transportasi terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Berikut adalah tabel yang menunjukkan jumlah alat transportasi di Propinsi DIY dalam kurun waktu tahun 2007-2011: Tabel 1.1. Jumlah Kendaraan Bermotor di Propinsi DIY tahun 2007-2011 Tahun Jumlah Kendaraan 2007 1.065.571 2008 1.276.309 2009 1.374.202 2010 1.488.033 2011 1.618.457 2012 1.749.738 Sumber : Daerah Dalam Angka, BPS Propinsi DIY (2014) Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun jumlah kendaraan bermotor di wilayah Propinsi DIY terus mengalami peningkatan. Kota Yogyakarta merupakan wilayah dengan angka kepadatan penduduk tertinggi di Propinsi DIY dan angka tersebut semakin bertambah setiap tahunnya. Semakin meningkatnya angka kepadatan penduduk tanpa didukung dengan pelayanan transportasi umum yang memadai membuat banyak masyarakat beralih untuk memilih menggunakan kendaraan pribadi, sedangkan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor tanpa didukung peningkatan ketersediaan ruang publik mendorong diperlukannya pelayanan lain pada tempat tujuan, salah satu produk lain yang mau tidak mau masyarakat harus membelinya adalah keamanan seperti yang disinggung sebelumnya yaitu dimana seseorang harus mengeluarkan biaya demi mendapatkan keamanan untuk kendaraan mereka pada ruang atau lahan khusus yang 3
disebut dengan lahan parkir. Dari lahan parkir inilah terdapat kesinambungan dimana industri yang lebih besar ternyata dapat melibatkan sektor yang kecil dimana dari lahan parkir tersebut dapat memberikan penghasilan bagi orang yang menjaga lahan parkir atau biasa disebut dengan tukang parkir. Apabila tidak ada lahan parkir, maka toko-toko biasanya akan sepi karena tidak adanya jaminan keamanan atas kendaraan mereka selama mereka berada didalam toko, swalayan, mall, rumah makan, dan sebagainya. Sehingga dapat dipandang bahwa lahan parkir adalah sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari toko atau mall. Tabel 1.2. Tingkat Kepadatan Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi DIY Tahun 2010-2012 Kabupaten/Kota Luas/Area (Km 2 ) Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) 2010 2011 2012 Kulonprogo 586,27 663 666 670 Bantul 506,85 1.798 1.818 1.831 Gunungkidul 1.485,36 455 456 461 Sleman 574,82 1.902 1.926 1.939 Kota Yogyakarta 32,50 11.958 12.017 12.123 DIY 3.185,80 1.085 1.095 1.103 Sumber : Daerah dalam angka, BPS Provinsi DIY (2014) Untuk menciptakan ketertiban dan keamanan di lahan parkir, maka pemilik toko atau mall biasanya mempercayakan lahan parkirnya untuk dikelola oleh pihak ketiga. Pihak ketiga ini dikenal sebagai penyedia jasa parkir atau pengelola parkir. Pengelola parkir bisa individu, kelompok atau badan hukum. Lalu mengenai 4
kompensasi atau penghasilan yang diterima oleh pengelola parkir bisa dalam tiga bentuk: 1 1. Pemilik toko atau mall membayar pihak pengelola parkir. Sehingga pengunjung tidak dipungut biaya, atau bebas parkir. 2. Pengunjung toko atau mall yang membayar pihak pengelola parkir melalui retribusi parkir. 3. Pemilik toko atau mall membayar sebagian jasa pengelola parkir, lalu sisanya dibebankan ke konsumen. Dengan adanya lahan parkir tersebut dapat menjadi lapangan pekerjaan dan menghasilkan pendapatan bagi juru parkir sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya secara personal, selain itu juga dari usaha parkir ini memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan daerah dan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari retribusi parkir. 1 Wibowo Tunardy, Artikel: Kemenangan Konsumen Melawan Klausa Baku Karcis Parkir. Diunduh dari http://www.tunardy.com/kemenangan-konsumen-melawan-klausula-baku-karcis-parkir/ ( diakses pada 31-10-2011/8.27 pm) 5
Menurut data yang diperoleh dari Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, penerimaan retribusi bidang perparkiran adalah sebagai berikut: Tabel 1.3. Penerimaan Retribusi Parkir Bidang Parkir Tahun 2012-2013 Tahun Retribusi Jumlah Target Capaian Target Tepi Jalan Tempat Khusus (%) Umum Parkir 2012 1.484.495.500 331.986.650 1.816.482.150 1.785.853.850 101,72% 2013 2.379.455.000 472.000.625 2.851.455.625 2.699.129.500 105,64% Sumber : Data Penerimaan Retribusi Parkir Dinas Perhubungan bidang Perparkiran Kota Yogyakarta Tahun 2012-2013. Diolah Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa penerimaan retribusi parkir memiliki nilai yang cukup tinggi, pada tahun 2012 penerimaan retribusi parkir sebesar Rp 1.816.482.150,- telah melebihi dari target yang telah ditentukan yaitu sebesar 101,72%. Pendapatan retribusi parkir semakin meningkat pada tahun berikutnya pada tahun 2013 sebesar Rp 2.851.455.625,- yang juga berhasil melampaui target yang ditentukan yaitu sebesar 105,64%. Secara lengkap data dapat dilihat pada Lampiran 1. Namun dalam mencapai angka yang cukup tinggi tersebut terdapat hambatan dan permasalahan yang melingkupinya. Apabila ditinjau melalui Perda Nomor 18 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perparkiran yang dimaksud dengan tempat parkir adalah tempat pemberhentian kendaraan di lokasi yang ditentukan, yaitu di tepi jalan umum atau di badan jalan termasuk tempat parkir tidak tetap atau parkir kendaraan dibadan jalan secara tetap atau rutin dilokasi yang sama atau tempat diluar badan jalan yang merupakan fasilitas 6
parkir untuk umum meliputi Tempat Khusus Parkir, dan tempat penitipan kendaraan yang memungut biaya tertentu. Di Indonesia permasalahan mengenai penyelenggaraan perparkiran dapat berbeda di tiap-tiap wilayah karena ragam kondisi fisik maupun budaya di negara ini yang juga berbeda dan membutuhkan perhatian yang khusus dalam setiap permasalahan yang dihadapi dalam masyarakat. Begitu pula dengan penyelenggaraan perparkiran, pemerintah mencoba memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, tetapi dengan adanya perbedaan permasalahan dan kondisi di tiap wilayah menjadikan kebijakan negara tidak serta merta dapat diterapkan dengan mudah di masing-masing daerah. Oleh karena itu dengan adanya reformasi tata pemerintahan melalui diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dengan amandemennya UU No.32 Tahun 2004 merupakan langkah awal untuk dilaksanakannya desentralisasi dan otonomi daerah yang diharapkan dapat meningkatkan dan mendekatkan pelayanan masyarakat, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menciptakan demokrasi lokal. Sejak saat itu berbagai pemikiran inovatif dan uji coba terus dilakukan sebagai upaya untuk menyempurnakan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelayanan publik dan penanggulangan kemiskinan secara efektif. 2 Melalui kebebasan otonomi tersebut maka tiap wilayah atau daerah memiliki hak dan peran dalam menentukan prioritas dan preferensinya dalam membuat kebijakan masing-masing yang disesuaikan dengan karakteristik kebutuhan dan 2 Arif Roesman Effendy, Paper: Pemekaran Wilayah Kabupaten/Kota 7
permasalahan yang dimiliki daerahnya. Termasuk dalam hal penyelenggaraan perparkiran, sebagai salah satu permasalahan untuk diperlukannya otonomi daerah. Masalah perparkiran yang juga termasuk dalam masalah pelayanan masyarakat di tiap wilayah memiliki karakter yang berbeda-beda, sehingga membutuhkan pemahaman dan penanganan yang berbeda dari stakeholders terkait untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi di wilayahnya, sehingga tercipta pedoman pelayanan yang baik bagi pengelola untuk memberikan jasa parkir bagi masyarakat khususnya di Kota Yogyakarta melalui adanya Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perparkiran. Dari kebijakan tentang pengelolaan perparkiran melalui perda parkir yang telah dibuat bertujuan untuk mengurangi masalah yang kerap dihadapai dalam penyelenggaraan perparkiran, antara lain adalah untuk meminimalisir maraknya juru parkir liar yang sering menaikkan tarif parkir di atas ketentuan perundangan yang berlaku dan masalah lainnya, untuk itu dibutuhkan penanganan yang serius untuk pengelola parkir yakni melalui Dinas Perhubungan. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh mantan Pansus Parkir, Zuhrif Hudaya yang dikutip dari harian KR, Senin 15 Februari 2010. Selama ini saya melihat tindakan yang dilakukan Dishub masih terbatas. Saya berharap setelah munculnya perda baru ini Dishub lebih meningkatkan pengawasannya apalagi dalam perda baru tersebut Dishub telah diberikan 8
kelonggaran dan memiliki kewenangan untuk melakukan penindakan berupa pidana dan administrasi dengan bekerja sama dengan Dintib, jelasnya. 3 Hal tersebut diungkapkan karena dengan Perda pengelolaan parkir Kota Yogyakarta sebelumnya yaitu Perda Nomor 17 Tahun 2002 tentang Perparkiran dirasa kurang efektif karena maraknya pelanggaran lain seperti menaikkan tarif, pemakaian karcis ilegal dan memakai lahan parkir yang dilarang. Namun hendaknya aturan ini diberlakukan secara sungguh-sungguh sehingga menimbulkan efek jera bagi jukir dan berimbas pada ketaatan mereka pada perda. Indikasi mengenai adanya kebocoran penerimaan daerah dari retribusi parkir dan pelanggaran hak-hak publik seperti ruang pejalan kaki ini dapat dilihat dari banyaknya komplain masyarakat terhadap pelayanan jasa parkir di media-media publik. 4 Untuk itu dibutuhkan adanya penelitian yang mampu melihat bagaimana kebijakan mengenai pengelolaan perparkiran dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan atau tidaknya. Sehingga dibutuhkan adanya perhatian dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai bagaimana stakeholders atau pemerintah dalam membuat dan memberikan suatu kebijakan mengenai penyelenggaraan perparkiran. 3 Kedaulatan Rakyat, Senin 15 Februari 2010. 4 Informasi mengenai komplain masyarakat akan pelayanan parkir di kota Yogyakarta diakses dari berbagai media publik seperti http://krjogja.com, http://www.kotajogja.com, http://www.antarayogya.com 9
Karena dalam tiap wilayah memiliki permasalahan dan karakter yang berbeda dalam pengelolaan perparkiran, dari beberapa masalah yang muncul seperti telah diungkapkan sebelumnya dalam pengelolaan perparkiran, maka dalam penelitian ini akan mencoba untuk menggali hal-hal apa saja yang menjadi hambatan dalam implementasi kebijakan perparkiran. Penelitian ini dilakukan pada wilayah Kota Yogyakarta dengan kebijakan mengenai pengelolaan perparkirannya yaitu Perda Kota Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perparkiran. 1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apa sajakah yang menjadi hambatan implementasi Perda Kota Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perparkiran? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hambatan yang melingkupi implementasi kebijakan pengelolaan perparkiran dan bagaimana kesesuaian antara implementasi dengan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perparkiran terhadap sistem perparkiran. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan mengenai bagaimana implementasi dan hambatan yang terjadi pada Peraturan Daerah 10
Kota Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perparkiran terhadap sistem perparkiran yang ada. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu pelaksanaan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah serta memberikan masukan dan perubahan lebih baik untuk kebijakan pengelolaan perparkiran yang akan datang. Sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya. 11