BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan tersebut dapat meliputi berbagai hal, mulai dari aspek sosial,

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI PEMANFAATAN PARKIR UMUM DAN PARKIR KHUSUS TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DARI SEKTOR PERPARKIRAN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. Retribusi parkir merupakan salah satu potensi yang dikelola untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan informasi, komunikasi, dan transportasi dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya disebut dengan UU Pemda) yang selanjutnya mengalami perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah dan pelayanan terhadap masyarakatnya. Daerah otonom

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu

BAB V PENUTUP. maka bab ini akan mengambil kesimpulan dan saran sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan alat-alat transportasi pun semakin meningkat. Alat transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem Official Assessment ke sistem Self

BAB I PENDAHULUAN. pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja

I. PENDAHULUAN. meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Sumber daya potensial yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang. Setiap negara pasti memiliki potensi-potensi yang tinggi baik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 10 Tahun 2002 Seri: C

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan ini dalam artian bahwa karena lapangan retribusi daerah berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era otonomi daerah yang secara resmi mulai diberlakukan di Indonesia sejak 1

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PE DAHULUA. sesuai dengan perkembangan masyarakat dan Negara baik di bidang. kenegaraan maupun di bidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Penerimaan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 2 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. memaksa untuk keperluan negara yang diatur oleh undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam

PERDA KOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA 23 HLM, LD No 5

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB IV PEMBAHASAN. kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan asli daerah lain-lain yang sah.

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan walaupun masih ada aliran dana dari pusat kepada daerah seperti dalam bentuk

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada Bab. sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi, tetapi setelah bergulirnya reformasi maka pola sentralisasi berganti

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 114 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Fungsi alokasi, antara lain meliputi:

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

ISI PERATURAN DAERAH CATATAN ABSTRAK PERATURAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah perubahan dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap daerah memiliki kebebasan untuk membentuk sumber

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. maupun pembangunan di segala bidang, maka konsekuensinya Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten/Kota

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

Keterangan Pers POKOK-POKOK PENGATURAN UNDANG-UNDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 4 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK,

BAB I PENDAHULUAN. diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo. Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

LEGALITAS PEMUNGUTAN PARKIR DI KANTOR-KANTOR PEMERINTAHAN KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. adalah retribusi parkir, begitupun dengan Kabupaten Bandung. Di Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Manusia hidup

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 01 TAHUN 2002 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DI KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BAB I PENDAHULUAN. yang besar dan penduduk yang padat. Untuk mengatur dan menjalankan sebuah

I. PENDAHULUAN. bertanggung jawab secara profesional dalam menggali sumber-sumber. meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan merata dan terpadu.

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR DI KABUPATEN GRESIK (Studi tentang parkir di tepi jalan umum kawasan Alun-alun Gresik) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan bermotor maupun tidak bermotor. Berdasarkan data Badan Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Apartemen di D.I. Yogyakarta. Tabel 1. 1 Jumlah Penduduk DIY menurut Kabupaten/Kota Tahun (000 jiwa)

2016 PENGARUH EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN PASAR TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK:

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat kebijakan telah memberi

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan peningkatan kualitas dan. buatan serta sumberdaya sosial (Maulidyah, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang. Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka

Perda No. 18/2001 tentang Retribusi dan Penyelenggaraan Terminal Bus / Non Bus di Kabupaten Magelang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan pembangunan yang semakin meningkat seiring dengan kemajuan zaman telah mempengaruhi terjadinya perubahan dalam berbagai aspek, baik secara fisik maupun psikologis. Berbagai aspek dalam kehidupan yang mengalami perubahan tersebut dapat meliputi berbagai hal, mulai dari aspek sosial, budaya, ekonomi, lingkungan, hingga masalah infrastruktur. Pembangunan yang meningkat identik dengan pembangunan sarana dan prasarana serta infrastruktur seperti pembangunan jalan, perumahan, pertokoan dan layanan publik lainnya sebagai sarana pelengkap, sehingga dari adanya perubahan tersebut membawa dampak pada kehidupan masyarakat. Salah satu dampak positif dari adanya pembangunan tersebut adalah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan infrastruktur dalam upaya melancarkan peningkatan kegiatan perekonomian. Salah satunya adalah dengan dibangunnya akses jalan yang bagus akan memudahkan masyarakat untuk bermobilisasi mencapai tujuan yang dikehendaki, membuat wilayah yang dituju tersebut menjadi aktif terutama dalam kegiatan perekonomian. Hal tersebut tentu saja mudah ditemukan di perkotaan dimana kegiatan masyarakat berlangsung dengan aktif, karena mudahnya akses untuk pelayanan publik tersebut 1

membuat pemukiman semakin bertambah dan peluang industri pun bermunculan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dampak dari pembangunan tersebut dapat dirasakan oleh banyak golongan masyarakat, baik dari kelas atas, menengah, maupun bawah, karena beragamnya pekerjaan yang dapat dilakukan dikota sesuai dengan kemampuan masing-masing individu sehingga dampak tersebut mengena pada seluruh lapisan masyarakat. Mulai dari sektor pemerintahan, swasta maupun dari sektor informal yang mana semua hal tersebut memiliki kesinambungan antara satu dengan yang lain. Dengan pertumbuhan wilayah tersebut akan merangsang lajunya pertumbuhan industri, namun dengan dibangunnya pertokoan-pertokoan tersebut tidak hanya melibatkan peran antara pedagang dan pembeli saja karena di sisi lain terdapat produk tidak langsung yang ada bersisian pada perkembangan industri, tidak hanya berupa barang namun ada hal lain lagi yaitu jasa keamanan. Dibalik pertumbuhan industri diiringi dengan maju pesatnya sektor industri transportasi yang dengan mudahnya dimiliki sekarang ini membuat masyarakat banyak menjangkau tempat tujuannya dengan kendaraan pribadi mereka dan tidak lagi menggunakan transportasi umum. Hal tersebut menciptakan suatu korelasi dimana diperlukan adanya ruang untuk menempatkan kendaraan mereka ditempat tujuan. 2

Pentingnya peran transportasi bagi kehidupan masyarakat seperti telah diuraikan sebelumnya menyebabkan jumlah alat transportasi terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Berikut adalah tabel yang menunjukkan jumlah alat transportasi di Propinsi DIY dalam kurun waktu tahun 2007-2011: Tabel 1.1. Jumlah Kendaraan Bermotor di Propinsi DIY tahun 2007-2011 Tahun Jumlah Kendaraan 2007 1.065.571 2008 1.276.309 2009 1.374.202 2010 1.488.033 2011 1.618.457 2012 1.749.738 Sumber : Daerah Dalam Angka, BPS Propinsi DIY (2014) Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun jumlah kendaraan bermotor di wilayah Propinsi DIY terus mengalami peningkatan. Kota Yogyakarta merupakan wilayah dengan angka kepadatan penduduk tertinggi di Propinsi DIY dan angka tersebut semakin bertambah setiap tahunnya. Semakin meningkatnya angka kepadatan penduduk tanpa didukung dengan pelayanan transportasi umum yang memadai membuat banyak masyarakat beralih untuk memilih menggunakan kendaraan pribadi, sedangkan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor tanpa didukung peningkatan ketersediaan ruang publik mendorong diperlukannya pelayanan lain pada tempat tujuan, salah satu produk lain yang mau tidak mau masyarakat harus membelinya adalah keamanan seperti yang disinggung sebelumnya yaitu dimana seseorang harus mengeluarkan biaya demi mendapatkan keamanan untuk kendaraan mereka pada ruang atau lahan khusus yang 3

disebut dengan lahan parkir. Dari lahan parkir inilah terdapat kesinambungan dimana industri yang lebih besar ternyata dapat melibatkan sektor yang kecil dimana dari lahan parkir tersebut dapat memberikan penghasilan bagi orang yang menjaga lahan parkir atau biasa disebut dengan tukang parkir. Apabila tidak ada lahan parkir, maka toko-toko biasanya akan sepi karena tidak adanya jaminan keamanan atas kendaraan mereka selama mereka berada didalam toko, swalayan, mall, rumah makan, dan sebagainya. Sehingga dapat dipandang bahwa lahan parkir adalah sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari toko atau mall. Tabel 1.2. Tingkat Kepadatan Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi DIY Tahun 2010-2012 Kabupaten/Kota Luas/Area (Km 2 ) Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) 2010 2011 2012 Kulonprogo 586,27 663 666 670 Bantul 506,85 1.798 1.818 1.831 Gunungkidul 1.485,36 455 456 461 Sleman 574,82 1.902 1.926 1.939 Kota Yogyakarta 32,50 11.958 12.017 12.123 DIY 3.185,80 1.085 1.095 1.103 Sumber : Daerah dalam angka, BPS Provinsi DIY (2014) Untuk menciptakan ketertiban dan keamanan di lahan parkir, maka pemilik toko atau mall biasanya mempercayakan lahan parkirnya untuk dikelola oleh pihak ketiga. Pihak ketiga ini dikenal sebagai penyedia jasa parkir atau pengelola parkir. Pengelola parkir bisa individu, kelompok atau badan hukum. Lalu mengenai 4

kompensasi atau penghasilan yang diterima oleh pengelola parkir bisa dalam tiga bentuk: 1 1. Pemilik toko atau mall membayar pihak pengelola parkir. Sehingga pengunjung tidak dipungut biaya, atau bebas parkir. 2. Pengunjung toko atau mall yang membayar pihak pengelola parkir melalui retribusi parkir. 3. Pemilik toko atau mall membayar sebagian jasa pengelola parkir, lalu sisanya dibebankan ke konsumen. Dengan adanya lahan parkir tersebut dapat menjadi lapangan pekerjaan dan menghasilkan pendapatan bagi juru parkir sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya secara personal, selain itu juga dari usaha parkir ini memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan daerah dan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari retribusi parkir. 1 Wibowo Tunardy, Artikel: Kemenangan Konsumen Melawan Klausa Baku Karcis Parkir. Diunduh dari http://www.tunardy.com/kemenangan-konsumen-melawan-klausula-baku-karcis-parkir/ ( diakses pada 31-10-2011/8.27 pm) 5

Menurut data yang diperoleh dari Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, penerimaan retribusi bidang perparkiran adalah sebagai berikut: Tabel 1.3. Penerimaan Retribusi Parkir Bidang Parkir Tahun 2012-2013 Tahun Retribusi Jumlah Target Capaian Target Tepi Jalan Tempat Khusus (%) Umum Parkir 2012 1.484.495.500 331.986.650 1.816.482.150 1.785.853.850 101,72% 2013 2.379.455.000 472.000.625 2.851.455.625 2.699.129.500 105,64% Sumber : Data Penerimaan Retribusi Parkir Dinas Perhubungan bidang Perparkiran Kota Yogyakarta Tahun 2012-2013. Diolah Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa penerimaan retribusi parkir memiliki nilai yang cukup tinggi, pada tahun 2012 penerimaan retribusi parkir sebesar Rp 1.816.482.150,- telah melebihi dari target yang telah ditentukan yaitu sebesar 101,72%. Pendapatan retribusi parkir semakin meningkat pada tahun berikutnya pada tahun 2013 sebesar Rp 2.851.455.625,- yang juga berhasil melampaui target yang ditentukan yaitu sebesar 105,64%. Secara lengkap data dapat dilihat pada Lampiran 1. Namun dalam mencapai angka yang cukup tinggi tersebut terdapat hambatan dan permasalahan yang melingkupinya. Apabila ditinjau melalui Perda Nomor 18 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perparkiran yang dimaksud dengan tempat parkir adalah tempat pemberhentian kendaraan di lokasi yang ditentukan, yaitu di tepi jalan umum atau di badan jalan termasuk tempat parkir tidak tetap atau parkir kendaraan dibadan jalan secara tetap atau rutin dilokasi yang sama atau tempat diluar badan jalan yang merupakan fasilitas 6

parkir untuk umum meliputi Tempat Khusus Parkir, dan tempat penitipan kendaraan yang memungut biaya tertentu. Di Indonesia permasalahan mengenai penyelenggaraan perparkiran dapat berbeda di tiap-tiap wilayah karena ragam kondisi fisik maupun budaya di negara ini yang juga berbeda dan membutuhkan perhatian yang khusus dalam setiap permasalahan yang dihadapi dalam masyarakat. Begitu pula dengan penyelenggaraan perparkiran, pemerintah mencoba memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, tetapi dengan adanya perbedaan permasalahan dan kondisi di tiap wilayah menjadikan kebijakan negara tidak serta merta dapat diterapkan dengan mudah di masing-masing daerah. Oleh karena itu dengan adanya reformasi tata pemerintahan melalui diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dengan amandemennya UU No.32 Tahun 2004 merupakan langkah awal untuk dilaksanakannya desentralisasi dan otonomi daerah yang diharapkan dapat meningkatkan dan mendekatkan pelayanan masyarakat, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menciptakan demokrasi lokal. Sejak saat itu berbagai pemikiran inovatif dan uji coba terus dilakukan sebagai upaya untuk menyempurnakan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelayanan publik dan penanggulangan kemiskinan secara efektif. 2 Melalui kebebasan otonomi tersebut maka tiap wilayah atau daerah memiliki hak dan peran dalam menentukan prioritas dan preferensinya dalam membuat kebijakan masing-masing yang disesuaikan dengan karakteristik kebutuhan dan 2 Arif Roesman Effendy, Paper: Pemekaran Wilayah Kabupaten/Kota 7

permasalahan yang dimiliki daerahnya. Termasuk dalam hal penyelenggaraan perparkiran, sebagai salah satu permasalahan untuk diperlukannya otonomi daerah. Masalah perparkiran yang juga termasuk dalam masalah pelayanan masyarakat di tiap wilayah memiliki karakter yang berbeda-beda, sehingga membutuhkan pemahaman dan penanganan yang berbeda dari stakeholders terkait untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi di wilayahnya, sehingga tercipta pedoman pelayanan yang baik bagi pengelola untuk memberikan jasa parkir bagi masyarakat khususnya di Kota Yogyakarta melalui adanya Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perparkiran. Dari kebijakan tentang pengelolaan perparkiran melalui perda parkir yang telah dibuat bertujuan untuk mengurangi masalah yang kerap dihadapai dalam penyelenggaraan perparkiran, antara lain adalah untuk meminimalisir maraknya juru parkir liar yang sering menaikkan tarif parkir di atas ketentuan perundangan yang berlaku dan masalah lainnya, untuk itu dibutuhkan penanganan yang serius untuk pengelola parkir yakni melalui Dinas Perhubungan. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh mantan Pansus Parkir, Zuhrif Hudaya yang dikutip dari harian KR, Senin 15 Februari 2010. Selama ini saya melihat tindakan yang dilakukan Dishub masih terbatas. Saya berharap setelah munculnya perda baru ini Dishub lebih meningkatkan pengawasannya apalagi dalam perda baru tersebut Dishub telah diberikan 8

kelonggaran dan memiliki kewenangan untuk melakukan penindakan berupa pidana dan administrasi dengan bekerja sama dengan Dintib, jelasnya. 3 Hal tersebut diungkapkan karena dengan Perda pengelolaan parkir Kota Yogyakarta sebelumnya yaitu Perda Nomor 17 Tahun 2002 tentang Perparkiran dirasa kurang efektif karena maraknya pelanggaran lain seperti menaikkan tarif, pemakaian karcis ilegal dan memakai lahan parkir yang dilarang. Namun hendaknya aturan ini diberlakukan secara sungguh-sungguh sehingga menimbulkan efek jera bagi jukir dan berimbas pada ketaatan mereka pada perda. Indikasi mengenai adanya kebocoran penerimaan daerah dari retribusi parkir dan pelanggaran hak-hak publik seperti ruang pejalan kaki ini dapat dilihat dari banyaknya komplain masyarakat terhadap pelayanan jasa parkir di media-media publik. 4 Untuk itu dibutuhkan adanya penelitian yang mampu melihat bagaimana kebijakan mengenai pengelolaan perparkiran dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan atau tidaknya. Sehingga dibutuhkan adanya perhatian dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai bagaimana stakeholders atau pemerintah dalam membuat dan memberikan suatu kebijakan mengenai penyelenggaraan perparkiran. 3 Kedaulatan Rakyat, Senin 15 Februari 2010. 4 Informasi mengenai komplain masyarakat akan pelayanan parkir di kota Yogyakarta diakses dari berbagai media publik seperti http://krjogja.com, http://www.kotajogja.com, http://www.antarayogya.com 9

Karena dalam tiap wilayah memiliki permasalahan dan karakter yang berbeda dalam pengelolaan perparkiran, dari beberapa masalah yang muncul seperti telah diungkapkan sebelumnya dalam pengelolaan perparkiran, maka dalam penelitian ini akan mencoba untuk menggali hal-hal apa saja yang menjadi hambatan dalam implementasi kebijakan perparkiran. Penelitian ini dilakukan pada wilayah Kota Yogyakarta dengan kebijakan mengenai pengelolaan perparkirannya yaitu Perda Kota Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perparkiran. 1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apa sajakah yang menjadi hambatan implementasi Perda Kota Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perparkiran? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hambatan yang melingkupi implementasi kebijakan pengelolaan perparkiran dan bagaimana kesesuaian antara implementasi dengan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perparkiran terhadap sistem perparkiran. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan mengenai bagaimana implementasi dan hambatan yang terjadi pada Peraturan Daerah 10

Kota Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perparkiran terhadap sistem perparkiran yang ada. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu pelaksanaan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah serta memberikan masukan dan perubahan lebih baik untuk kebijakan pengelolaan perparkiran yang akan datang. Sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya. 11