BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI

EFEKTIVITAS TERAPI GERAK TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. juga menimbulkan dampak negatif terutama dalam lingkungan sosial. Gangguan jiwa menjadi masalah serius di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini kemajuan yang pesat dalam berbagai bidang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB I PENDAHULUAN. sangat signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. terpisah. Rentang sehat-sakit berasal dari sudut pandang medis. Rentang

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN JUMLAH LIMFOSIT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA. Skripsi

PENGARUH ELECTRO CONFULSIVE THERAPY TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan seseorang hidup secara produktif dan harmonis.

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

BAB I PENDAHULUAN. yang mengarah pada kestabilan emosional (Nasir dan Muhith, 2011). mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang Undang No. 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, mampu memberikan kontribusi pada komunitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. dan penarikan diri dari lingkungan (Semiun, 2006). Skizofrenia merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sehat adalah suatu keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial serta

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi bidang ekonomi, teknologi, politik dan budaya serta bidang-bidang lain

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi

BAB I PENDAHULUAN. emosi, pikiran, perilaku, motivasi daya tilik diri dan persepsi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. juga dengan masyarakat (Maslim, 2002 ; Maramis, 2010). masalah yang mesti dihadapi, baik menggunakan fisik ataupun psikologig

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) (2009) memperkirakan 450 juta. orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis (Maramis, 2009). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN GANGGUAN JIWA : PERILAKU KEKERASAN DI BANGSAL SEMBADRA RSJD SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

PENGARUH GUIDED IMAGERY TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOAFEKTIF DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu mempunyai masalah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 10,67 juta orang (8,61 % dari seluruh penduduk

BAB I PENDAHULUAN. unipolar, penggunaan alkohol, gangguan obsesis kompulsif (Stuart & Laraia,

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan ini sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan jiwa seseorang. yang berarti akan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. adanya tekanan fisik dan psikologis, baik secara internal maupun eksternal yang

BAB I PENDAHULUAN. faktor peningkatan permasalahan kesehatan fisik dan juga masalah kesehatan

HUBUNGAN KECEMASAN TENTANG PENULARAN PENYAKIT DENGAN PERAN KELUARGA DALAM PERAWATAN PENYAKIT TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GROGOL I SUKOHARJO

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang. mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Menurut data WHO pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. L DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menyebabkan gangguan pada fungsi kejiwaan,yang berakibat. terganggunya hubungan sosial ( Townsend, 2008). Gangguan jiwa dapat

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, dan sosialisasi dengan orang sekitar (World Health Organization,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB I PENDAHULUAN. utuh sebagai manusia. Melalui pendekatan proses keperawatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan yang pesat dalam bidang kehidupan manusia yang meliputi bidang ekonomi, teknologi, politik, dan budaya serta bidang bidang lain membawa pengaruh tersendiri bagi perkembangan manusia itu sendiri. Kehidupan yang semakin sulit dan komplek serta bertambahnya stressor psikososial akibat budaya masyarakat modern menyebabkan manusia tidak dapat menghindari tekanan-tekanan yang mereka alami sehingga menyebabkan gangguan jiwa. Menurut organisasi kesehatan dunia / WHO (World Health Organisasion), masalah gangguan kesehatan jiwa diseluruh dunia sudah menjadi masalah yang serius. WHO menyatakan paling tidak ada satu dari empat orang didunia mengalami masalah mental diperkirakan ada sekitar 450 juta orang didunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). Sekitar 1 dari 100 orang penduduk Dunia mengalami skizofrenia, tanpa memerhatikan ras, kelompok etnik, atau gender. Tiga dari empat pasien mulai mengalami skizofenia pada usia 17-25 tahun. Sembilan puluh lima persen pasien skizofrenia mengalami penyakit ini sepanjang hidupnya. Skizofrenia menduduki peringkat 4 dari 10 besar penyakit yang membebankan diseluruh dunia. Tiga teratas diduduki oleh depresi unipolar, pengguna alkohol, dan gangguan bipolar. Sekitar 20-50 % pasien 1

2 skizofrenia berupaya melakukan bunuh diri dan 10 % berhasil melakukannya. Ganguan jiwa psikosa terbanyak adalah skizofrenia. Studi epidemologi menyebutkan bahwa diperkirakan angka prevalensi skizofrenia secara umum berkisar antara 0.2-2.0 %. Di Indonesia angka prevalensi skizofrenia yang tercatat Departemen Kesehatan berdasarkan survei pada tahun 2011 di Rumah Sakit antara 0.5-0.15% (Hawari, 2002). Pelayanan kesehatan jiwa merupakan salah satu upaya mengatasi masalah gangguan jiwa yang ada di masyarakat. Salah satu upaya tersebut menyediakan sarana pelayanan rumah sakit jiwa (Nurjanah, 2004). Rumah sakit jiwa merupakan fasilitas utama untuk menangani masalah gangguan kejiwaan tapi ternyata jumlah rumah sakit jiwa belum cukup memadai untuk dapat menampung semua penderita gangguan jiwa yang ada. Dari 33 provinsi yang ada di Indonesia hanya memiliki 35 rumah sakit jiwa. Bahkan, ada 8 provinsi yang tidak memiliki rumah sakit jiwa sama sekali yaitu: Kepulauan Riau, banten, Kalimantan Barat, Gorontalo, Sulawesi Barat, NTT, Maluku Utara dan Irian Barat (Anonim, 2010). Seperti rumah sakit pada umumnya, salah satu bentuk pelayanan yang diberikan di rumah sakit jiwa adalah asuhan keperawatan terhadap penderita yang menjalani rawat inap. Oleh karena itu pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan salah satu tolak ukur kualitas pelayanan dari suatu rumah sakit, termasuk rumah sakit jiwa. Keperawatan sebagai

3 bentuk profesional merupakan bagian intregral yang tidak dapat dipisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara keseluruhan (Nurjanah, 2004). Pelayanan keperawatan yang diberikan adalah upaya mencapai derajat kesehatan semaksimal mungkin sesuai dengan potensi yang dimiliki dalam menjalankan kegiatan di bidang promotif, prefentif, kuratif, dan reahabilitatif dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, perencenaan, pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan. Pelaku asuhan keperawatan tersebut diberikan perawat professional (Nurjanah, 2004). Perawat professional berfungsi memberikan asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan jiwa merupakan asuhan keperawatan spesialistik, dan harus dilakukan secara holistik pada saat melakukan asuhan kepada klien. Berbagai terapi keperawatan difokuskan kepada klien secara individu, kelompok, keluarga maupun komunitas. Salah satu dari terapi pada klien jiwa adalah terapi kognitif. Terapi kognitif merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat pada sekelompok klien yang memiliki masalah keperawatan yang sama. kognitif digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan (Stuart, 2006). Angka kejadian skizofrenia di RSJD Surakarta menjadi jumlah kasus terbanyak dengan jumlah 16.430 (31,29 % dari 52.507 klien tercatat dari jumlah seluruh klien tahun 2009). Skizofrenia hebefrenik 355,

4 paranoid 3136, tak terinci 4111, katatonik 351, residual 4923, simplek 31, lainnya 3344 (Rekam medik RSJD Surakarta, 2009). Gejala yang muncul pada pasien skizofrenia bervariasi tergantung perjalanan penyakitnya, antara lain: kelainan pikiran, kelainan emosi, kelainan kemauan, katatonia, halusinasi, waham, gangguan ekpresi, penarikan diri, dan kecemasan. Pada gejala yang banyak muncul didapat pula banyak pasien yang mengalami kecemasan. Kecemasan merupakan pengalaman tegang baik disebabkan oleh keadaan khayalan ataupun nyata. Konflik-konflik yang ditekan dan berbagai masalah tidak terselesaikan akan menimbulkan kecemasan. Rasa cemas yang dialami individu akan menjadikan penggangu yang sama sekali tidak diharapkan kemunculanya, kecemasan normal dapat membuat orang bergerak cepat dan gesit (Hawari, 2002). Kecemasan sendiri banyak terjadi pada klien skizofrenia Hal ini perlu dilakukan pemberian terapi menunjang kesembuhan pasien yang mengalami kecemasan tersebut. Diharapkan mampu memberiakan pengaruh terhadap kesembuah klien. Dengan mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk berdiskusi, terutama pada klien skizofrenia merupakan kelompok gangguan psikosis dengan ganguan dasar kepribadian, perasaaan bahwa dirinya dikendalikan oleh kekuatan, kadang-kadang terjadi keanehan yang berbentuk gangguan persepsi, afek abnormal yang bertolak belakang

5 dengan realita, yang ini sendiri membuat timbulnya perasaan cemas, tetapi pada dasarnya kesadaran dan kapasitas intelekualnya masih dibatas normal atau tidak tergangu (Depkes RI, 2005). Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti di RSJD Surakarta, diperoleh informasi yang menyatakan bahwa di RSJD Surakarta sebelumnya telah banyak dilakukan dan dicanangkan tentang pemberian terapi bagi klien skizofrenia. Di RSJD Surakarta juga telah banyak memberikan berbagai macam terapi, seperti terapi musik, terapi bermain dan lain-lain. Pemberian terapi kognitif sebenarnya telah diberikan namun pemberian terapi ini tidak rutin karena klien juga menjalani berbagai terapi lain yang telah diterapkan oleh pihak rumah sakit yang telah dijadikan terapi rutin untuk klien. Terapi kognitif telah menunjukkan kefektifan penanganan dalam masalah klinik misalnya cemas, schizophrenik, substance abuse, gangguan kepribadian, gangguan mood. Terapi kognitif adalah metode perawatan psikoterapi yang membantu seseorang mengatasi masalah yang terkait dengan emosi, perilaku dan kognisi melalui metodis dan berorientasi pada tujuan rute. Berdasarkan hal tersebut diatas maka perlu untuk diteliti salah satu model terapi yang ini belum pernah dilakukan di rumah sakit jiwa daerah surakarta yaitu terapi kognitif dimana terapi ini dimodifikasi menjadi terapi kelompok untuk mengetahui bagaimana pengaruh terapi tersebut terhadap tingkat kecemasan klien skizofrenia.

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan pada diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : adakah pengaruh pemberian terapi kelompok kognitif terhadap tingkat kecemasan pada klien skizofrenia di RSJD Surakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahuai perbedaan pengaruh terapi kelompok kognitif terhadap tingkat kecemasan pada klien Skizofrenia di RSJD Surakarta pada kelompok kontrol maupun perlakuan. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui efektifitas pemberian terapi kelompok kognitif pada pasien skizofrenia di RSJD Surakarta. b. Untuk mengetahui perubahan tingkat kecemasan pada pasien skizofrenia pada kelompok perlakuan di RSJD Surakarta c. Untuk mengetahui perubahan tingkat kecemasan pada pasien skizofrenia pada kelompok kontrol di RSJD Surakarta. d. Untuk mengetahui pengaruh terapi kelompok kognitif terhadap tingkat kecemasan pada pasien skizofrenia di RSJD Surakarta. e. Untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan pada klien skizofrenia kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan.

7 D. Manfaat Penelitian 1 Bagi pasien dan masyarakat Sebagai dasar supaya individu dan keluarga yang menderita skizofrenia mampu mengelola kecemasan yang terjadi dengan berbagai aktivitas salah satunya dengan terapi kognitif. 2 Bagi rumah sakit Sebagai bahan masukan tentang terapi kognitif dan pengelolaan kecemasan yang digunakan pasien sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang dapat lebih memfokuskan pada pemberian terapi kognitif sehingga pasien dapat mengelola kecemasan dengan mengikuti terapi kognitif. 3 Bagi institusi pendidikan Sebagai masukan untuk mengembangkan terapi kognitif sebagai salah satu cara pengurang tingkat kecemasan pada pasien skizofrenia. 4 Bagi peneliti Untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta untuk meningkatkan kinerja peneliti dalam mengelola pasien skizofrenia yang mengalami kecemasan di lingkungan kerja peneliti.

8 E. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan peneliti, belum pernah dilakukan penelitian yang sama dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang berhubungan dengan tingkat kecemasan yang pernah dilakukan, antara lain : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Sulastin (2005) dengan judul Hubungan tingkat kecemasan dengan profil tekanan darah pada pasien pre operasi Trans Ureter Resection Prostat di IBS RSUD dr. Moewardi Surakarta. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif non eksperimen dengan desain deskriptif korelatif dengan rancangan cross sectional. Tingkat kecemasan diukur dengan kuesioner. Hasil dari penelitian ini adalah ada hubungan yang bermakna antara tingkat kecemasan dengan propil tekanan darah pada pasien pre operasi Trans Ureter Resection Prostat. Pasien yang mengalami kecemasan, tekanan darahnya cenderung meningkat secara signifikan. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Rosmalina (2002) dengan judul Hubungan kecemasan menghadapi ujian klinik antenatal care dengan hasil yang dicapai mahasiswa Akademi Kebidanan Depkes Magelang angakatan 1999/2000. Penelitian ini bersifat cross sectional, menggunakan tehnik random sampling dengan hasil tidak ada hubungan antara kecemasan dalam menghadapi ujian klinik antenatal care dengan hasil yang dicapai mahasiswa. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Marwiati (2005) dengan judul Hubungan antara tingkat kecemasan dengan strategi koping pada

9 keluarga dengan anggota keluarga yang dirawat dengan penyakit jantung. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Hasil dari penelitian ini adalah ada hubungan yang bermakna antara kecemasan dengan penggunaan strategi koping pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya dirawat dengan penyakit jantung. Keluarga dengan kecemasan ringan dan sedang cenderung menggunakan strategi koping yang adaptif sedangkan keluarga dengan kecemasan berat cenderung menggunakan strategi koping yang maladaptif.