BAB V KESIMPULAN. sosial, serta hubungan sosial antara perempuan dan laki-laki yang terbentuk

dokumen-dokumen yang mirip
Seks Laki-laki dan Laki-laki, perempuan, interseks, transgender

I. PENDAHULUAN. Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi

Modul Panduan Media Meliput LGBTIQ

BAB I PENDAHULUAN. seperti rasa kasih sayang, rasa aman, dihargai, diakui, dan sebagainya.memenuhi

BAB II INSTITUT PELANGI PEREMPUAN (IPP) SEBAGAI ORGANISASI PRO LGBT

BAB I PENDAHULUAN. dan McMullin (1992) (dikutip dalam Siahaan, 2009: 47) mengungkapkan

LATAR BELAKANG: Tentang Prinsip-Prinsip Yogyakarta

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. penerima pesan atau yang biasa disebut dengan komunikan.manusia merupakan

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. seksual kepada sesama jenisnya, disebut gay bila laki-laki dan lesbian bila

MENGAPA? APA? BAGAIMANA? Kontrak standar untuk pekerjaan rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

MAKALAH. CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Oleh: Antarini Pratiwi Arna, S.H., LL.M

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi kodratnya manusia diciptakan berpasang-pasangan antara lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat, terlebih di masyarakat perkotaan. Fenomena waria merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sebuah kumpulan individu yang memiliki sebuah

KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA PRINSIP-PRINSIP YOGYAKARTA

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA DAN DISKRIMINASI ORIENTASI SEKSUAL DI INDONESIA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. adalah perubahan yang terjadi pada perkembangan pribadi seseorang. Masuknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah fenomena tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu aset bangsa, karena pendidikan mencirikan pembangunan karakter bangsa.

Discrimination and Equality of Employment

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

BAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial.

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini, kita dituntut untuk menjalani aktifitas hidup yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

2. Konsep dan prinsip

BAB III LGBT DAN SEXUAL ORIENTATION AND GENDER IDENTITY (SOGI)

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap

BAB V KESIMPULAN. standar Internasional mengenai hak-hak perempuan dan diskriminasi peremupuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai individu yang kompleks memiliki orientasi

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional.

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

Budaya Perilaku Menyimpang Lesbian,Gay,Biseksual dan Transgender(LGBT)

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. Jadi singkatnya Seks bisa disebut juga sebagai Jenis kelamin biologis.

Di akhir sesi paket ini peserta dh diharapkan mampu: memahami konsep GSI memahami relevansi GSI dalam Pendidikan memahami kebijakan nasional dan

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

Pembela Hak Asasi Perempuan tentang DEKLARASI ASEAN TENTANG HAK ASASI MANUSIA

Anggaran Dasar Arus Pelangi

K69 SERTIFIKASI BAGI JURU MASAK DI KAPAL

BAB I PENDAHULUAN. muka atau melalui media lain (tulisan, oral dan visual). akan terselenggara dengan baik melalui komunikasi interpersonal.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

EKSISTENSI LESBIAN DI MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi

HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG LGBT DENGAN STIGMA LGBT PADA MAHASISWA KEBIDANAN SEMESTER IV DI UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA

MELINDUNGI SECARA UTUH : Layanan Sinergitas. Gama Triono

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY. Faculty of Humanities. English Department. Strata 1 Program

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

Bab 1. Pendahuluan. elektronik. Media hiburan ini yang sering disebut dengan dorama atau serial televisi

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita.

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

BAB I PENDAHULUAN. menyalahi norma yang berlaku. Seolah menjadi suatu aib bagi mereka yang

BAB I PENDAHULUAN. sama dengan pegawai lainnya. Kaum minoritas berjumlah sedikit dibanding kaum

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF TENTANG

LPF 1 MEMAHAMI KONSEP PERENCANAAN BERBASIS HAK (90 MENIT)

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia.

Standar Perburuhan Internasional yang mendukung kebebasan berserikat, dialog sosial tripartit, perundingan bersama dan SDG

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LGBT, SYARIAH & HAM: Catatan Praktisi Media. Oleh Asrori S. Karni. Pengantar

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

COPING KAUM GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL MASYARAKAT DI YOGYAKARTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Kerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun


BAB V PENUTUP. Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

SEJARAH SINGKAT LGBT DI INDONESIA

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN Gender merupakan salah satu isu yang sangat penting dalam masalah pembangunan, terkhusus Sumber Daya Manusia di dunia. Meskipun isu ini tergolong ke dalam isu yang masih baru, gender telah menjadi sebuah pokok bahasan yang menarik untuk di kaji. Gender identik dengan jenis kelamin, padahal geder berbeda dengan jenis kelamin. Konsep gender merujuk pada atribut, peran sosial, serta hubungan sosial antara perempuan dan laki-laki yang terbentuk berdasarkan konstruksi sosial dan di pelajari melalui proses sosialisasi. Isu gender tidak dapat dilepaskan dari kesetaraan dan keadilan. Di era saat ini, muncul berbagai masalah di setiap negara tentang kesetaraan gender dan ketidakadilan terhadap kaum gender tertentu. Permasalahan yang timbul biasanya berupa tindakan diskriminasi yang diterima oleh kaum minoritas atau kelompok tertentu. Salah satu kaum minoritas yang menerima perlakuan diskriminatif adalah kaum LGBT atau Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender. LGBT merupakan sebuah istilah yang menggambarkan kaum dengan orientasi seksual yang dianggap menyimpang. Jika menyebut istilah LGBT tentunya tidak bisa dilepaskan dengan Sexual Orientation and Gender Identity (SOGI). Hal tersebut memang benar apa adanya mengingat SOGI merupakan hak kaum LGBT yang sangat diperjuangkan demi mendapatkan pengakuan. Berbagai cara telah dilakukan oleh kaum LGBT maupun kelompok yang peduli terhadap mereka untuk memperkenalkan SOGI. Istilah 69

SOGI tumbuh seiring dengan semakin gencarnya para kaum LGBT untuk menuntut haknya, namun hal tersebut tidak berbanding lurus dengan pemikiran masyarakat awam yang masih buka akan LGBT maupun SOGI. Kaum LGBT sering mendapatkan tindakan kekerasan maupun diskriminasi yang didasarkan pada SOGI. Kebanyakan masyarakat masih menganggap mereka sebagai sebuah penyimpangan karena berbeda dari apa yang seharusnya. Pelaku tindakan dikriminasi dan kekerasan belum paham mengenai apa yang mereka lakukan juga merupakan sebuah Hak Asasi Manusia akibat dari kurangnya pengenalan akan SOGI tersebut. Perkembangan gerakan LGBT secara internasional semakin bertambah seiring dengan permasalahan yang semakin kompleks. Dalam perkembanganya, terdapat individu dan kelompok yang pro dan kontra terhadap adanya fenomena ini. Munculnya organisasi-organisasi untuk memperjuangkan hak asasinya sebagai manusia merupakan bentuk eksistensi yang nyata dari kaum yang tergolong minoritas. Organisasi-organisasi ini bermunculan untuk menyikapi fenomena LGBT yang memperjuangkan haknya sebagai manusia dengan orientasi seksual yang berbeda. Salah satu organisasi yang melakukan dukungan atau organisasi pro LGBT adalah Institut Pelangi Perempuan (IPP). Institut Pelangi Perempuan (IPP) sebagai salah satu organisasi yang memfokuskan diri pada kesetaraan gender tentunya akan menggunakan segala instrumen yang berkaitan dengan tujuannya dalam mewujudkan kesetaraan gender. Salah satu instrumen yang digunakan oleh IPP adalah Yogyakarta Principles yang membahas mengenai orientasi seksual dan identitas gender. Seperti yang kita 70

ketahui bahwa isu gender tidak bisa terlepas dari tindakan diskriminatif yang diterima oleh kaum LGBT dan kembali lagi tindakan diskriminatif tersebut sebagian besar akibat dari orientasi seksual dan identitas gender yang berbeda dari yang semestinya. Yogyakarta Principles adalah sebuah tatanan prinsip-prinsip dalam penerapan Undang-Undang Hak Asasi Manusia yang terkait dengan orientasi seksual dan idetitas gender. Prinsip-prinsip ini berisikan 29 prinsip yang menegaskan standar hukum internasional yang mengikat dan harus dipatuhi oleh semua negara. Prinsip-prinsip tersebut terdiri atas beberapa urutan dan juga berisi rekomendasi-rekomendasi bagi setiap negara. Prinsip 1-3 menetapkan prinsip-prinsip universal HAM dan pengaplikasiannya untuk semua orang tanpa diskriminasi. Prinsip 4-11 mengenai hak-hak dasar kehidupan, kebebasan dari kekerasan dan penyiksaan, privasi, akses kepada keadilan dan kebebasan dari penahanan yang sewenang-wenang. Prinsip 12-18 mengenai pentingnya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, termasuk pekerjaan, akomodasi, jaminan sosial, pendidikan, dan kesehatan. Prinsip 19-21 menekankan kepentingan kebebasan untuk mengekspresikan diri, identitas dan seksualitas seseorang tanpa campur tangan negara berdasarkan orientasi seksual atau identitas gender, termasuk hak untuk berpartisipasi dalam pertemuan dan kegiatan publik dan sebaliknya bergabung dalam kelompok dengan yang lainnya. Prinsip 22 dan 23 menyoroti hak untuk mencari suaka dari tindakan penganiayaan berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender. Prinsip 24-26 menekankan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan keluarga, urusan publik, dan 71

kehidupan budaya komunitas mereka tanpa diskriminasi berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender. Prinsip 27 mengakui hak untuk mempertahankan dan mempromosikan HAM tanpa diskriminasi berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender, dan kewajiban negara untuk memastikan perlindungan pembela HAM yang bekerja dalam bidang ini. Prinsip 28 dan 29 menegaskan pentingnya memegang pelanggar hak-hak yang bertanggung jawab dan memastikan bahwa mendapatkan ganti rugi untuk mereka yang menghadapi pelanggaran HAM. Dalam mewujudkan tujuannya tersebut, IPP menjalin kerjasama atau lebih tepatnya membangun sebuah jejaring advokasi transnasional dengan organisasi serupa di negara lain yang telah terlebih dahulu mengakui kaum LGBT tersebut. Salah satu contohnya adalah dengan membangun jejaring dengan International Lesbian, Gay, Bisexual, Trans, and Intersex Association (ILGA). IPP dan ILGA sama-sama merupakan organisasi yang berorientasi Hak Asasi Manusia yang berhubungan dengan kaum LGBT. IPP bekerjasama dengan ILGA mengingat sama-sama menggunakan Yogyakarta Principles sebagai alat untuk mengadvokasikan tujuan mereka. Adanya kesamaan instrumen tersebut lah yang membuat IPP semakin tertarik untuk menjalin sebuah jejaring. IPP bekerjasma dalam penyebaran dan publikasi dari produk yang mereka hasilkan yang terkait dengan Yogyakarta Principles. IPP membuat sebuah terobosan baru dalam dunia advokasi yaitu dengan menggunakan media komik. Komik yang dikeluarkan oleh IPP bernama Komik Yogyakarta Principles. Komik tersebut memang mengadopsi Yogyakarta Principles sebagai tema dalam pembuatannya. Untuk ceritanya sendiri, Komik Yogyakarta Principles 72

bercerita mengenai pengalaman hidup sesungguhnya dari beberapa lesbian muda yang juga menjadi anggota dari IPP sendiri. Dalam komik ini menjelaskan prinsip-prinsip HAM yang terkait dengan orientasi seksual dan identitas gender. komik tersebut tidak sepenuhnya mengadopsi ke-29 prinsip yang ada dalam Yogyakarta Principles, namun prinsip yang digunakan hanyalah prinsip-prinsip yang berhubungan dengan kehidupan kaum LGBT muda seperti hak untuk pendidikan, hak untuk kesetaraan dan nondiskriminasi atau hak untuk kebebasan dalam beropini dan berekspresi. Komik ini secara resmi diluncurkan pada Oktober 2010 di beberapa kota di Jakarta (Apollo Bar, Kuningan, Jakarta Selatan), Bandung, dan Yogyakarta. Peluncuran Komik Yogyakarta Principles tersebut banyak mendapatkan tanggapan positif baik dari sesama organisasi maupun dari masyarakat. IPP telah menerima penawaran dari para aktivis di Brazil, Argentina, China, Thailand, Taiwan, Turki, dan Pakistan. Pada saat peringatan IDAHO (International Day Against Homophobia dan Transphobia) tahun 2012, IPP bekerjasama dengan organisasi LGBT Belgia Rainbow House dan Tels Quels untuk meluncurkan Komik Yogyakarta Principles dalam bahasa Belanda dan Perancis pada tanggal 15 Mei 2012 di Brussels, Belgia yang juga dihadiri oleh State Secretary of Brussels, Bruno De Lille. Komik Yogyakarta Principles tersebut juga semakin mendapatkan pengakuan di dunia internasional setelah dipresentasikan kedalam panel PBB atau tepatnya dalam Commission on the Status of Woman (CSW) ke-55 di New York, Amerika Serikat pada Januari 2012. Hal tersebut dapat terwujud berkat kerjasama IPP dengan ILGA dimana ILGA memiliki status sebagai bagian dari Dewan Konsultatif Badan ECOSOC (Economic and Social Council) PBB. 73

74