BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PANJANG MINI COLUMN T-SHAPE TERHADAP BEBAN DAN DEFORMASI PELAT FLEKSIGLASS DI ATAS TANAH LEMPUNG EKSPANSIF

Pengaruh Panjang Mini Kolom T-Shape Terhadap Beban dan Deformasi Pelat Fleksiglass di atas Tanah Lempung Ekspansif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. A. Karakteristik Tanah Lempung

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Keywords: expansive clay, SiCC column, triaxial, UU, CU. Kata-kata kunci: lempung ekspansif, kolom SICC, triaksial, UU, CU

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH DIAMETER KEPALA MINI KOLOM TERHADAP BEBAN DAN DEFORMASI PELAT FLEXIGLASS DI ATAS TANAH LEMPUNG EKSPANSIF

BULETIN TEKNIK SIPIL. Nilai Indeks Pemampatan (Cc) Dan Indeks Pengembangan (Cs) Tanah Lempung Ekspansif Di Sekitar Kolom Sicc.

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

Kata kunci: pelat fleksibel, teknik kolom Eko-SiCC, defleksi, tanah ekpansif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENAMBAHAN SUPERPLASTICIZER TERHADAP KUAT LENTUR BETON RINGAN ALWA MUTU RENCANA f c = 35 MPa

2

GESER LANGSUNG (ASTM D

PENGARUH PENAMBAHAN KOLOM PASIR (SAND COLUMN) SEBAGAI PERKUATAN TERHADAP NILAI LENDUTAN PADA TANAH DASAR (SUB GRADE)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

> NORMAL CONCRETE MIX DESIGN <

PRESSUREMETER TEST (PMT)

STUDI KAPASITAS DUKUNG PONDASI LANGSUNG DENGAN ALAS PASIR PADA TANAH KELEMPUNGAN YANG DIPERKUAT LAPISAN GEOTEKSTIL

KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

DAFTAR ISI. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Landasan Teori Tanah Dasar (subgrade)... 5

BAB III LANDASAN TEORI

IX. UJI TEKAN BEBAS (ASTM D )

CBR LABORATORIUM (ASTM D )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. 1 Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lanau yang berasal dari. Desa Yoso Mulyo, Kecamatan Metro Timur

Keywords: granular soil, subbase course, k v, CBR. Kata Kunci: tanah granuler, subbase course, nilai k v, CBR

LAMPIRAN A DIAGRAM ALIR PENGUJIAN KOMPRESIBILITAS SPA VARIASI PARTIKEL DENGAN METODE CONSTANT RATE OF STRAIN. Universitas Indonesia

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BAJA DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG DIAGONAL DI TENGAH TULANGAN SENGKANG.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI PENURUNAN PONDASI TELAPAK DIPERKUAT KOLOM KAPUR DI ATAS PASIR

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET

ANALISIS SAMBUNGAN PAKU

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB XI PERENCANAAN PONDASI TIANG PANCANG

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah berbutir halus yang. diambil dari Desa Yoso Mulyo, Kecamatan Metro Timur, Metro.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

PENGARUH VARIASI KADAR AIR PEMADATAN TANAH EKSPANSIF TERHADAP TEKANAN PENGEMBANGAN ARAH VERTIKAL DAN HORIZONTAL

Pengaruh Siklus Basah Kering Terhadap Kuat Tekan Bebas Campuran Kapur Karbit Dan Abu Sekam Padi Dengan Dan Tanpa Serat Plastik

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang. diambil dari Desa Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. uji raw material, komposit sandwich untreatment dan komposit sandwich

MIX DESIGN Agregat Halus

ANTIREMED KELAS 10 FISIKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI EKSPERIMENTAL PENGGUNAAN PECAHAN BETON RECYCLE SEBAGAI AGREGAT KASAR PADA BETON DENGAN MUTU RENCANA f c = 25 MPa

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

BAB III LANDASAN TEORI

Antiremed Kelas 10 Fisika

BAB I PENDAHULUAN. digunakan di Indonesia dalam pembangunan fisik. Karena sifat nya yang unik. pembuatan, cara evaluasi dan variasi penambahan bahan.

KUAT LENTUR DAN PERILAKU LANTAI KAYU DOUBLE STRESS SKIN PANEL (250M)

LATIHAN PEMAHAMAN SOAL APROKSIMASI KESALAHAN

METODE PENELITIAN. Pada penelitian paving block campuran tanah, fly ash dan kapur ini digunakan

STUDI ANALISIS PEMODELAN BENDA UJI BALOK BETON UNTUK MENENTUKAN KUAT LENTUR DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE KOMPUTER

SNI Standar Nasional Indonesia

TRIAXIAL UU (UNCONSOLIDATED UNDRAINED) ASTM D

Antiremed Kelas 10 Fisika

PENGARUH PASIR TERHADAP PENINGKATAN RASIO REDAMAN PADA PERANGKAT KONTROL PASIF (238S)

PENURUNAN PONDASI TELAPAK YANG DIPERKUAT KOLOM KAPUR

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa yang juga dikenal dengan nama

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

K13 Antiremed Kelas 10 Fisika

UJI KONSOLIDASI (CONSOLIDATION TEST) ASTM D2435

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang

LAMPIRAN 1 HASIL PENGUJIAN TRIAKSIAL UNCOSOLIDATED UNDRAINED (UU)

METODE PENGUJIAN TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR DENGAN CLEVE LAND OPEN CUP

Jalan Ir.Sutami No.36A Surakarta Telp.(0271)

Metode penentuan karakteristik gesek (indeks) geosintetik dengan uji geser langsung

HASIL PENELITIAN AWAL (VICAT TEST) I. Hasil Uji Vicat Semen Normal (tanpa bahan tambah) Penurunan (mm)

BAB III LANDASAN TEORI. dibebani gaya tekan tertentu oleh mesin tekan.

LAMPIRAN 1 Evaluasi Dengan Software Csicol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rarta (2016) melakukan penelitian tentang Beton High Volume Fly Ash

PROPOSAL TUGAS AKHIR DAFTAR ISI

III. METODE PENELITIAN. Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung/tanah liat dari YosoMulyo,

Metode pengujian lentur posisi tegak kayu dan bahan struktur. bangunan berbasis kayu

1 Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung lunak (soft cly) 2 Abu sekam padi diperoleh dari pembakaran sekam padi.

IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Data input simulasi. Shear friction factor 0.2. Coeficient Convection Coulomb 0.2

RISET PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI (IPTEK)

STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA

TINJAUAN KUAT GESER TANAH LEMPUNG LUNAK YANG DISTABILISASI DENGAN KOLOM CAMPURAN PASIR KAPUR DENGAN VARIASI DIAMETER

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

Contoh Perhitungan Beban Gempa Statik Ekuivalen pada Bangunan Gedung

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan

BAB III METODE PENELITIAN

STUDI PEMBUATAN BEKISTING DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN, KEKAKUAN DAN KESTABILAN PADA SUATU PROYEK KONSTRUKSI

BAB III LANDASAN TEORI. Kuat tekan beton adalah besarnya kemampuan beton untuk menerima gaya

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

Transkripsi:

Pengembangan (mm) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari pengujian didapatkan dua macam data, yaitu data perilaku deformasi akibat pengembangan dan data perilaku deformasi akibat pembebanan. A. Hasil Deformasi Pengembangan Hasil uji pengembangan pada pengujian ini, ditunjukkan dalam grafik hubungan antara pengembangan (mm) dengan waktu (menit) dan grafik hubungan antara pengembangan (%) dengan waktu (menit). Grafik tersebut ditunjukkan pada Gambar 4.1 sampai Gambar 4.6 8 7 6 5 4 3 2 1 0.01 0.1 1 10 100 1000 10000 100000 Waktu (menit) Gambar 4.1 Hubungan Pengembangan dengan Waktu pada Titik A (tengah pelat) dalam satuan mm 26

Pengembangan (%) 27 12.00 1 8.00 6.00 4.00 2.00 0.01 0.10 1.00 1 10 1,0010,00100,00 Waktu (menit) Gambar 4.2 Hubungan Pengembangan dengan Waktu pada Titik A (tengah pelat) dalam satuan % Berdasarkan grafik hubungan pengembangan dengan waktu di titik A pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2, tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 70 cm, mengalami pengembangan yang paling kecil dari ketiga kondisi, dengan nilai pengembangan maksimum sebesar 43,73 mm atau mengembang sebesar 6,25% dari kondisi awal pada waktu 11.520 menit. Sedangkan pengembangan yang paling besar terjadi pada tanah tanpa perkuatan kolom dengan pengembangan maksimum sebesar 67,09 mm atau mengembang sebesar 9,58% pada waktu 11.520 menit.

Pengembangan (%) Pengembangan (mm) 28 70 60 50 40 30 20 10 0 0.01 0.10 1.00 1 10 1,00 10,00100,00 Waktu (menit) Gambar 4.3 Hubungan Pengembangan dengan Waktu pada Titik B (samping pelat) dalam satuan mm 1 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.01 0.10 1.00 1 10 1,0010,00100,00 Waktu ( menit) Gambar 4.4 Hubungan Pengembangan dengan Waktu pada Titik B (samping pelat) dalam satuan % Berdasarkan grafik hubungan pengembangan dengan waktu di titik B pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4, tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 70 cm, mengalami pengembangan yang paling kecil dari ketiga kondisi, dengan nilai pengembangan maksimum sebesar 41,33 mm atau mengembang sebesar 5,09%

Pengembangan (%) Pengembangan (mm) 29 dari kondisi awal pada waktu 11.520 menit. Sedangkan pengembangan yang paling besar terjadi pada tanah tanpa perkuatan kolom dengan pengembangan maksimum sebesar 64,79 mm atau mengembang sebesar 9,26% pada waktu 11.520 menit. 60 50 40 30 20 10 0 0.01 0.1 1 10 100 1000 10000 100000 Waktu (menit) Gambar 4.5 Hubungan Pengembangan dengan Waktu pada Titik C (diatas tanah) dalam satuan mm 9.00 8.00 7.00 6.00 Gambar 5.00 4.5 Hubungan Pengembangan dengan Waktu pada Titik C 4.00 (diatas tanah) dalam satuan mm 3.00 2.00 1.00 0.01 0.10 1.00 1 10 1,0010,00100,00 Waktu (menit) Gambar 4.6 Hubungan Pengembangan dengan Waktu pada Titik C (diatas tanah) dalam satuan %

30 Berdasarkan grafik hubungan pengembangan dengan waktu di titik C pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6, tanah tanpa perkuatan kolom T-shape, mengalami pengembangan yang paling kecil dari ketiga kondisi, dengan nilai pengembangan maksimum sebesar 44,79 mm atau mengembang sebesar 6,40% dari kondisi awal pada waktu 11.520 menit. Sedangkan pengembangan yang paling besar terjadi pada tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 50 cm dengan pengembangan maksimum sebesar 54,30 mm atau mengembang sebesar 7,76% pada waktu 11.520 menit. B. Deformasi Pengembangan Dari ketiga grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa pada titik A dan B yang berada di atas pelat fleksiglass memiliki nilai pengembangan paling kecil terjadi pada tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 70 cm. Hal ini dapat dikarenakan fleksiglass diperkuat oleh kolom T-shape, yang membuat pengembangan pada tanah ekspansif tertahan. Sedangkan pada titik C yang berada di atas tanah (diluar fleksiglass) pengembangan paling kecil terjadi pada tanah tanpa perkuatan kolom. Hal ini dapat dikarenakan tanah tanpa diperkuat kolom mengembang secara merata, seperti pada Gambar 4.7. Sedangkan pada benda uji yang lain pengembangan di bawah fleksiglass terhambat oleh kolom T-shape, sehingga arah pengembangan tanah di bawah kolom teralihkan kearah samping yang menambah pengembangan ke atas, seperti pada Gambar 4.8. Gambar 4.7 Sketsa Pengembangan pada Tanah Tanpa kolom

31 Gambar 4.8 Sketsa Pengembangan Pada Tanah Dengan kolom T-shape Keterangan : A : Gaya pengembangan tanah B : Gaya pengembangan tanah dibawah kolom C : Gaya hambat pengembangan dari kolom D : Gaya friction (gesekan) anatara kolom dan tanah

Penurunan (cm) 32 C. Hasil Deformasi Pembebanan Hasil dari pengujian pembebanan ditunjukkan dalam bentuk grafik hubungan antara penurunan (cm) dengan tekanan (kpa). Grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.9 sampai Gambar 4.12 sebagai berikut : Tekanan (kpa) 5.00 1 15.00 2 25.00 3 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 Gambar 4.9 Hubungan Penurunan dengan Tekanan pada Titik A (diatas tanah) Berdasarkan grafik hubungan penurunan dengan tekanan di titik A Gambar 4.9, didapatkan nilai penurunan yang terkecil pada tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 50 cm sebesar 0,14 cm dengan tekanan maksimum 27,99 kpa. Sedangkan penurunan terbesar terjadi pada kondisi tanah tanpa perkuatan kolom, karena hanya dengan tekanan 9,00 kpa penurunan telah mencapai 0,26 cm. Apabila pada tanah tanpa perkuatan kolom tekanan dinaikkan sampai batas maksimum sebesar 27,99 kpa, maka nilai penurunannya akan jauh lebih besar.

Penurunan (cm) 33 Tekanan (kpa) 5.00 1 15.00 2 25.00 3 2.00 4.00 6.00 8.00 1 12.00 14.00 Gambar 4.10 Hubungan Penurunan dengan Tekanan pada Titik B (ditengah pelat) Berdasarkan grafik hubungan penurunan dengan tekanan di titik B (Gambar 4.10), didapatkan nilai penurunan yang terkecil pada tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 70 cm sebesar 7,68 cm dengan tekanan maksimum 27,99 kpa. Sedangkan penurunan terbesar terjadi pada kondisi tanah tanpa perkuatan kolom, karena hanya dengan tekanan 9,00 kpa penurunan telah mencapai 11,84 cm. Apabila pada tanah tanpa perkuatan kolom tekanan dinaikkan sampai batas maksimum sebesar 27,99 kpa, maka nilai penurunannya akan jauh lebih besar.

Penurunan (cm) 34 Tekanan (kpa) 5.00 1 15.00 2 25.00 3 2.00 4.00 6.00 8.00 1 12.00 Gambar 4.11 Hubungan Penurunan dengan Tekanan pada Titik C (samping pelat) Berdasarkan grafik hubungan penurunan dengan tekanan di titik C (Gambar 4.11), didapatkan nilai penurunan yang terkecil pada tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 70 cm sebesar 6,65 cm dengan tekanan maksimum 27,99 kpa. Sedangkan penurunan terbesar terjadi pada kondisi tanah tanpa perkuatan kolom, karena hanya dengan tekanan 9,00 kpa penurunan telah mencapai 8,96 cm. Apabila pada tanah tanpa perkuatan kolom tekanan dinaikkan sampai batas maksimum sebesar 27,99 kpa, maka nilai penurunannya akan jauh lebih besar.

Penurunan (cm) 35 5.00 1 15.00 2 25.00 3 2.00 4.00 6.00 8.00 1 12.00 Tekanan (kpa) Gambar 4.12 Hubungan Penurunan dengan Tekanan pada Titik D (samping pelat) Berdasarkan grafik hubungan penurunan dengan tekanan pada titik D Gambar 4.12, didapatkan nilai penurunan yang terkecil pada tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 70 cm sebesar 6,30 cm dengan tekanan maksimum 27,99 kpa. Penurunan terbesar terjadi pada kondisi tanah tanpa perkuatan kolom, karena hanya dengan tekanan 9,00 kpa penurunan telah mencapai 4,76 cm. Apabila pada tanah tanpa perkuatan kolom tekanan dinaikkan sampai batas maksimum sebesar 27,99 kpa, maka nilai penurunannya akan jauh lebih besar. D. Deformasi Pembebanan Hasil dari Gambar 4.10, Gambar 4.11, dan Gambar 4.12 menunjukkan bahwa pada tanah tanpa perkuatan kolom mengalami penurunan dengan rata-rata sebesar 8,52 cm. Pada tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 70 cm terjadi penurunan dengan rata-rata sebesar 6,87 cm. Penurunan pada tanah dengan perkuatan kolom T-shape L = 50 cm, terjadi penurunan dengan rata-rata sebesar 10,67 cm. Nilai rata-rata deformasi hanya diambil dari 3 grafik, karena pada Gambar 4.9 merupakan deformasi pembebanan diluar fleksiglass dan Gambar 4.9 menunjukkan pola deformasi yang unik. Jadi rata-rata diambil dari 3 grafik yang

36 merupakan data deformasi diatas fleksiglass. Dapat disimpulkan bahwa dengan tekanan 27,99 kpa penurunan terkecil terjadi pada tanah dengan perkuatan kolom T- shape dengan nilai rata-rata sebesar 6,87 cm, sedangkan penurunan terbesar terjadi pada tanah tanpa perkuatan kolom. Karena tanah tanpa perkuatan kolom dengan tekanan <27,99 kpa sudah mengalami penurunan rata-rata sebesar 8,52 cm. E. Pengaruh Kolom SiCC Terhadap Modulus Reaksi Tanah Dasar Modulus reaksi tanah dasar merupakan perbandingan antara tekanan terhadap penurunan. Dengan tekanan yang sama, semakin besar penurunan yang terjadi pada pelat fleksibel maka semakin kecil nilai modulus reaksi tanah dasarnya (Hardiyatmo, 2009). Berdasarkan ASTM D1196 nilai modulus reaksi tanah dasar pada tanah tanpa diperkuat kolom adalah sebesar 6,4 N/mm 3, tanah yang diperkuat oleh kolom T-Shape L50 adalah sebesar 7.04 N/mm 3, dan tanah yang diperkuat dengan kolom T-Shape L70 adalah sebesar 8 x N/mm 3. Hasil menunjukkan bahwa tanah lempung ekspansif yang diperkuat oleh kolom T- Shape L70 mempunyai nilai modulus reaksi tanah dasar 2 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan tanah yang diperkuat kolom T-Shape L50 dan 12 kali lipat lebih besar dibandingakn dengan tanah tanpa kolom. Tabel 4.1 Nilai Tekana dan Modulus Reaksi Tanah Dasar Benda Uji Tekanan, P (N/mm 2 ) k = P/ (N/mm 3 ) Tanah Tanpa Kolom 08 064 Tanah + Kolom T-Shape 50 88 704 Tanah + Kolom T-Shape 70 0.01 8

Penurunan (mm) 37 0 2 4 6 8 10 12 14 Tekanan (kpa) 0 5 10 15 20 25 30 Tanah + Kolom T-Shape 50 cm Tanah Tanah + Kolom T-Shape 70 cm Gambar 4.13 Hubungan Penurunan dengan Tekanan ditengah pelat F. Kadar Air Setelah Pengujian Kadar air setelah pengujian diambil dari setiap drum uji dengan ke dalaman pengambilan sampel adalah 0, 35, dan 70 cm. Gambar 4.14 menunjukkan bahwa kadar air untuk drum uji berisi tanah tanpa diperkuat kolom pada kedalam 0, 35, dan 70 cm berturur-turut adalah 81%, 70%, dan 76%. Kadar air untuk drum uji berisi tanah yang diperkuat kolom T-Shape L 70 cm adalah 67%, 58%, dan 62%. Selanjutnya, kadar air untuk drum uji yang diperkuat kolom T-Shape L 50 cm berturut-turut adalah 81%, 72%, dan 76%.

Kedalaman (cm) 38 Kadar (%) 55 60 65 70 75 80 85 35.00 7 tanah tanpa kolom kolom T-Shape 70 cm kolom T-Shape 50 cm Gambar 4.14 Kadar Air Setelah Pengujian