BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan mampu menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari zaman dahulu hingga sekarang, manusia akan selalu berhubungan dengan matematika.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. konsep-konsep sehingga siswa terampil untuk berfikir rasional. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip yang saling berkaitan satu sama lain. Guru tidak hanya

08. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari tidak dipungkiri selalu digunakan aplikasi matematika. Saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

2 menguasai bidang ilmu lainnya. Abdurahman (2009:253) mengatakan bahwa ada lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan: (1) s

Sejalan dengan ini Cornelius (dalam Abdurrahman,2009: 253)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Setiap individu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika yang ada di SD Negeri 2 Labuhan Ratu khususnya pada

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

Puji Asih Program Studi Pendidikan Matematika ABSTRAK

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi. Dalam matematika terdapat banyak rumus-rumus

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi

42. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kemampuan untuk memperoleh informasi, memilih informasi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN. rasional yang harus dibina sejak pendidikan dasar. (Hasratuddin, 2010 : 19).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan Queen and Servant of Science, maksudnya

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari dan dapat memajukan daya pikir manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya dan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, sehingga manusia mampu untuk menghadapi setiap perubahan yang terjadi, menuju arah yang lebih baik. Seperti yang dikemukakan oleh John Dewey (dalam Sagala, 2009:3) bahwa: Pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir atau daya intelektual, maupun daya emosional atau perasaan yang diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya. Pembelajaran adalah suatu proses, dimana siswa tidak hanya menyerap informasi yang disampaikan guru, tetapi melibatkan berbagai kegiatan dan tindakan yang harus dilakukan untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik. Sagala (2009: 61) menyatakan pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau siswa. Matematika merupakan salah satu ilmu dasar dan sarana berpikir ilmiah yang sangat diperlukan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, sistematis, mengkomunikasikan gagasan, dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Slameto (2003:72) menyatakan bahwa: Matematika adalah suatu jalan untuk menuju pemikiran yang jelas, tepat, teliti, yang melandasi semua ilmu pengetahuan dan filsafat bahkan keberhasilan suatu Negara tergantung dari kemajuan matematikanya.matematika merupakan pelajaran yang selalu ada dalam tingkat pendidikan, dari tingkat TK, SD, SMP, SMA, bahkan juga sampai keperguruan tinggi. Menurut Cornelius (dalam Abdurrahman, 2003: 253) mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika bahwa: Matematika merupakan sarana berpikir yang jelas dan logis, sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari hari, sarana mengenal pola pola hubungan dan generalisasi pengalaman, sarana untuk 1

2 mengembangkan kreativitas, sarana untuk menigkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya. Pada umumnya disekolah sering dijumpai siswa-siswa yang tidak tertarik belajar matematika. Hal ini terjadi karena pada kenyataannya pelaksanaan pembelajaran matematika, metode pembelajaran yang digunakan masih berpusat pada guru dan monoton. Guru masih mendominasi kelas ketika proses belajar mengajar berlangsung dan metode mengajar yang kurang bervariasi. Seperti yang dikemukakan Suherman (2009): Konon dalam pelaksanaan pembelajaran matematika sekarang ini pada umumnya masih menggunakan metode konvensional yaitu guru masih menominasi kelas, siswa pasif (datang, duduk, nonton, berlatih, dan lupa). Guru memberitahukan konsep, siswa menerima bahan jadi. Demikian juga dalam latihan dari tahun ke tahun soal yang diberikan adalah soal-soal yang itu juga dan tidak bervariasi. Untuk mengikuti pembelajaran di sekolah kebanyakan siswa tidak siap terlebih dahulu dengan membaca bahan yang akan dipelajari, siswa datang tanpa bekal pengetahuan seperti membawa wadah kosong. http://educare.e-fkipunla.net Matematika juga merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki karakteristik bersifat abstrak. Sifat matematika yang abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami berbagai kesulitan dalam mempelajari matematika, terutama dalam memahami dan menyelesaikan masalah matematik. Akibatnya siswa kurang menghayati atau memahami konsep-konsep matematika dan mengalami kesulitan untuk mengaplikasikan matematika dalam kehidupan seharihari. Sebagaimana yang dikatakan oleh Bambang R (dalam http://rbaryans.wordpress.com/2008) : Banyak faktor yang menyebabkan matematika dianggap pelajaran sulit, diantaranya adalah karakterisitik materi matematika yang bersifat abstrak, logis, sistematis, dan penuh dengan lambang-lambang dan rumus yang membingungkan. Selain itu pengalaman belajar matematika bersama guru yang tidak menyenangkan atau guru yang membingungkan, turut membentuk sikap negatif siswa terhadap pelajaran matematika. Hal ini berakibat pada pemahaman matematika yang semakin berkurang. Karena itu diperlukan perbaikan pembelajaran matematika untuk meningkatkan

3 pemahaman matematika siswa di sekolah. Sebagaimana telah diketahui bahwa kemampuan pemahaman matematika adalah salah satu tujuan penting dalam pembelajaran, yang memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu. Dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Seperti yang dikemukakan Abdurrahman (2003: 254) : Konsep menunjuk pada pemahaman dasar. Siswa mengembangkan suatu konsep ketika mereka mampu mengklasifikasikan atau mengelompokkan benda-benda atau ketika mereka dapat mengasosiasikan suatu nama dengan kelompok benda tertentu. Arends (2012) juga menyatakan bahwa : Konsep adalah dasar untuk bernalar dan berkomunikasi sehingga dengan adanya pemahaman konsep siswa tidak akan sekedar berkomunikasi tetapi siswa akan berkomunikasi secara baik dan benar karena mereka mempunyai pemahaman tentang konsep yang mereka komunikasikan. Sebaliknya jika pemahaman konsep masih kurang maka siswa akan cenderung mengalami kesulitan dalam melakukan pemecahan masalah ataupun dalam bernalar serta mengkomunikasikan suatu konsep. (http :// repository. upi. edu/ operator/ upload/s_ d015_ 045374_ chapter1. Pdf) Pembelajaran matematika selama ini belum berhasil meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep-konsep dan aturan-aturan matematika. Namun tingginya tuntutan untuk menguasai matematika tidak berbanding lurus dengan hasil belajar matematika siswa. Hal yang mendukung rendahnya hasil belajar matematika siswa ditemukan peneliti saat melaksanakan observasi awal terhadap siswa kelas VIII pada tanggal 5 September 2012 di SMP N 1 Laguboti. Hasil observasi menunjukkan pada saat proses belajar mengajar, keterlibatan siswa sangat kurang dan guru masih mendominasi kelas. Kemudian diperkuat dari hasil wawancara dengan salah satu guru matematika kelas VIII SMP N 1 Laguboti, ibu Elvine Simamora yang mengatakan bahwa rata rata hasil belajar matematika siswa kelas VIII masih dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dan KKMnya adalah 70. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika, antara lain yaitu kurangnya minat siswa menerima pelajaran yang diberikan guru

4 karena dianggap paling sulit, rendahnya penguasaan siswa terhadap konsep. Selain itu, dalam proses pembelajaran siswa sering merasa jenuh dan bosan karena proses pembelajaran yang dilakukan guru tidak efektif dan efisien seperti metode mengajar guru yang kurang bervariasi, bersifat konvensional dan lebih banyak didominasi oleh guru, akibatnya pencapaian hasil belajar tidak optimal. bahwa : Hal ini sesuai dengan pernyataan Abbas (dalam http://depdiknas.go.id) Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya hasil belajar matematika peserta didik, salah satunya adalah ketidaktepatan penggunaan model pembelajaran yang digunakan guru di kelas. Kenyataan menunjukkan bahwa selama ini kebanyakan guru menggunakan model pembelajaran yang bersifat konvensional dan banyak didominasi oleh guru. Masih banyak siswa yang masih belum bisa memahami konsep matematika dengan baik dan belum mampu menerapkan rumus dari setiap soal yang diberikan. Pada hal belajar matematika pada dasarnya merupakan belajar konsep. Selama ini siswa cenderung menghafal konsep-konsep matematika, tanpa memahami maksud dan isinya. Siswa hanya menerima konsep seperti mengkonsumsi tanpa ada umpan balik yang dapat membuat siswa terus mengingat konsep tersebut. Akibatnya siswa hanya menghafal tanpa memahami konsep kubus dan balok tersebut. Jika konsep dasar diterima siswa secara salah, maka sangat sukar memperbaiki kembali, terutama jika sudah diterapkan dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Siswa hanya berfikir sederhana dan praktis untuk mendapat tujuan akhir, sehingga ketika dihadapkan pada masalah yang agak berbeda pada konteks yang sama, siswa tidak mampu berfikir untuk mencari alternatif solusi. Pemahaman yang seperti inilah yang disebut pemahaman instrumental, yaitu pemahaman yang hanya hafal rumus tanpa mengetahui alasanalasan dan penjelasannya. Ansari (2008:3) mengungkapkan mengakibatkan dua konsekwensi : bahwa hal yang seperti ini akan

5 Pertama, siswa kurang aktif dan pola pembelajaran ini kurang menanamkan pemahaman konsep sehingga kurang mengundang sikap kritis. Kedua, jika siswa diberi soal yang berbeda dengan soal latihan, mereka kebingungan karena tidak tahu harus mulai darimana mereka bekerja. Tetapi jika siswa bersifat terbuka masih ada harapan untuk memperbaikinya sebelum siswa menerapkannya dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Namun jika siswa bersifat tertutup, maka kesalahan itu akan dibawa terus sampai pada suatu saat mereka menyadari bahwa konsep-konsep dasar yang mereka miliki adalah keliru. Oleh karena itu, yang penting adalah bagaimana siswa memahami konsep-konsep matematika secara bulat dan utuh, sehingga jika diterapkan dalam menyelesaikan soal-soal matematika siswa tidak mengalami kesulitan. Untuk itulah mengapa pemahaman konsep menjadi hal yang penting dan menjadi tuntutan dalam kurikulum matematika. Sebagaimana tujuan dari pelajaran matematika menurut KTSP 2006 (dalam litbang.kemdikbud.go.id/.../ Buku%20Standar%20Isi%20SMP(1).pdf) adalah: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Pemahaman yang dituntut dalam tujuan pelajaran matematika tersebut adalah pemahaman relasional, yaitu pemahaman atas konsep yang termuat dalam suatu skema atau struktur pengetahuan yang kompleks yang dapat digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas dan kompleks.

6 Hudojo (1988:3) mendukung pentingnya pemahaman konsep dengan pernyataan bahwa : Dalam proses belajar matematika, prinsip belajar harus terlebih dahulu dipilih, sehingga sewaktu mempelajari metematika dapat berlangsung dengan lancar, misalnya mempelajari konsep B yang mendasarkan pada konsep A, seseorang perlu memahami lebih dahulu konsep A. Tanpa memahami konsep A, tidak mungkin orang itu memahami konsep B. Ini berarti mempelajari matematika haruslah bertahap dan berurutan serta mendasarkan pada pengalaman belajar yang lalu. Berdasarkan pernyataan inilah maka pemahaman konsep akan suatu materi dalam matematika haruslah ditempatkan pada prioritas yang utama. Dengan paham akan suatu konsep, maka berbagai macam variasi soal dan permasalahannya akan mudah teratasi. SMP N 1 Laguboti adalah salah satu sekolah yang berlokasi di Jl. Ahmad Yani Laguboti. Sekolah ini masih memiliki masalah tentang proses dan produk pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran Matematika. Hal ini berdasarkan hasil observasi awal peneliti. Dari hasil wawancara peneliti dengan Ibu Elvine Simamora selaku guru matematika kelas VIII SMP N 1 Laguboti, mengatakan bahwa : Siswa sulit menyelesaikan soal yang berhubungan dengan luas permukaan kubus dan balok, dan volume kubus dan balok. Apabila pada saat guru mengubah bentuk soal kubus dan balok dari contoh yang diberikan guru saat menjelaskan materi kubus dan balok, jadi siswa menganggap soal tersebut sulit karena bentuk soal beda dengan contoh soal. Misalnya pada contoh soal yang diketahui adalah panjang rusuk pada kubus atau panjang, lebar, tinggi pada balok dan yang ditanya adalah luas permukaan dan volume kubus atau balok. Sedangkan pada soal guru mengubahnya menjadi yang diketahui volume atau luas permukaan dan yang di cari jawabannya adalah panjang rusuk pada kubus dan panjang atau tinggi atau lebar pada balok. Selain itu, dari hasil wawancara yang diberikan kepada Ibu Elvine Simamora bahwa hasil belajar siswa pada pelajaran matematika masih rendah yaitu masih di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Sementara KKM pada

7 mata pelajaran matematika adalah 70 (tujuh puluh) namun persentase nilai siswa yang memenuhi KKM hanya 20%. Hal ini ditunjukkan dengan hasil tes diagnostik kelas VIII SMP N 1 Laguboti yaitu dari 23 orang siswa hanya 4 orang siswa (17,39%) yang memperoleh nilai yang memenuhi KKM dan sisanya sebanyak 82,60% belum mencapai KKM. Dari hasil tes diagnostik tersebut, ada beberapa masalah yang dialami oleh siswa dalam menyelesaikan soal luas permukaan dan volume kubus dan balok yaitu : siswa sulit memahami konsep atau siswa tidak memahami masalah yang diberikan seperti menuliskan apa yang diketahui dan ditanya (69,56%), siswa tidak dapat atau masih bingung untuk menunjukkan hubunganhubungan misalnya tidak tahu harus memulai pekerjaan darimana dan tidak tahu mengaitkan antara yang diketahui dan ditanya dari soal (56,52%), siswa mengalami kesulitan dalam penggunaan konsep matematika yang akan digunakan dalam menyelesaikan suatu masalah luas permukaan dan volume kubus dan balok (65,21%), dan siswa kurang teliti sehingga salah dalam melakukan perhitungan (43,47%). Menyadari hal tersebut di atas, perlu adanya suatu pembaharuan dalam pembelajaran matematika untuk memungkinkansiswa aktif dalam belajar baik secara mental fisik maupun sosial sehingga memberikan pengalaman bagi siswa, dapat mempelajari matematika lebih mudah, lebih cepat, lebih bermakna, efektif dan menyenangkan, salah satu cara untuk mengatasi yaitu dengan menerapkan metode pembelajaran problem solving. Hamdani (2010; 84) menyatakan bahwa : Metode problem solving (pemecahan masalah) adalah suatu cara menyajikan pelajaran dengan mendorong siswa untuk mencari dan memecahkan suatu masalah atau persoalan dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Pemecahan masalah matematika juga merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh seorang individu atau kelompok untuk menentukan penyelesaian

8 dari suatu masalah dengan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan yang dimiliki oleh orang tersebut. John Dewey (dalam Sujono, 1988: 215) memberikan lima langkah utama dalam pemecahan masalah antara lain sebagai berikut : 1)Tahu bahwa ada masalah - kesadaran tentang adanya kesukaran, rasa putus asa, keheranan, atau keraguan; 2) mengenali masalah klasifikasi dan defenisi termasuk pemberian tanda pada tujuan yang dicari; 3) menggunakan pengalaman yang lalu, misalnya informasi yang relevan, penyelesaian soal yang dulu, atau gagasan untuk merumuskan hipotesa dan proposisi pemecahan masalah; 4) menguji secara berturut-turut hipotesa akan kemungkinan-kemungkinan penyelesaian. Bila perlu, masalahnya dapat dirumuskan kembali; 5) mengevaluasi penyelesaian dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti yang ada. Hal ini meliputi mempersatukan penyelesaian yang benar dengan pengertian yang telah ada dan menerapkannya pada contoh lain dari masalah yang sama. Dengan menerapkan metode Problem Solving (Pemecahan Masalah), maka siswa diharapkan tidak hanya sekedar mendengarkan, mencatat, dan menghapal materi pelajaran akan tetapi siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dapat menghadapi berbagai masalah, baik masalah pribadi maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau bersama-sama, berpikir dan bertindak kreatif, mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan, memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis, serta mampu menyelesaikan soal matematika yang berupa suatu pemecahan masalah sehingga lebih mudah memahami konsep matematika. Seperti yang dikemukakan oleh Noor (http://pagesyourfavorite. com/ppsupi/abstrakmat2005.html) bahwa : Pemecahan masalah penting dalam pembelajaran matematika yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap penguasaan konsep, aturan-aturan dalil, dan sebagainya. Selain itu, melalui metode ini siswa dapat lebih diarahkan pada pengaplikasian konsep pemecahan masalah yang merupakan tujuan dari pembelajaran. Berkaitan dengan pembelajaran matematika, pelajaran matematika yang beracuan pada pembelajaran yang melibatkan siswa aktif belajar memahami dan mampu memecahkan masalah matematika berdasarkan pengalaman sendiri. Melalui metode Problem Solving maka diharapkan dapat mengatasi kesulitan siswa dalam mempelajari matematika khususnya pada materi Kubus dan balok

9 yaitu tentang luas permukaan dan volume kubus dan balok dan siswa dapat secara aktif menemukan sendiri permasalahan dari suatu materi. Sehingga siswa akan termotivasi untuk belajar matematika dan mampu mengembangkan ide-ide atau gagasan mereka dalam memecahkan masalah matematika. Berdasarkan masalah yang dikemukan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa kelas VIII SMP N 1 Laguboti. T.A. 2012/2013 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Rendahnya pemahaman konsep matematika siswa. 2. Keterlibatan para siswa dalam proses pembelajaran sangat kurang. 3. Metode yang digunakan guru kurang bervariasi. 4. Dalam pembelajaran matematika guru masih mendominasi kelas. 1.3. Batasan Masalah Melihat luasnya cakupan masalah-masalah yang teridentifikasi dibandingkan waktu dan kemampuan yang dimiliki peneliti, maka peneliti membatasi masalah pada Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa kelas VIII pada materi kubus dan balok di SMP N 1 Laguboti. 1.4. Rumusan Masalah Sesuai dengan batasan masalah diatas maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah 1. Bagaimana strategi penerapan metode pembelajaran Problem Solving dalam pembelajaran kubus dan balok untuk meningkatkan kemampuan

10 pemahaman konsep siswa Kelas VIII SMP N 1 Laguboti T.A 2012/2013? 2. Bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran kubus dan balok dengan metode pembelajaran Problem Solving di SMP N 1 Laguboti T.A 2012/2013? 3. Bagaimana peningkatan kemampuan pemahaman konsep siswa Kelas VIII SMP N 1 Laguboti T.A 2012/2013 dengan menerapkan metode pembelajaran problem solving? 1.5. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana strategi penerapan metode pembelajaran Problem Solving dalam pembelajaran kubus dan balok untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa kelas VIII SMP N 1 Laguboti T.A 2012/2013 2. Untuk mengetahui bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran kubus dan balok dengan metode pembelajaran Problem Solving di SMP N 1 Laguboti T.A 2012/2013 3. Untuk mengetahui bagaimana peningkatan kemampuan pemahaman konsep siswa kelas VIII SMP N 1 Laguboti T.A 2012/2013 dengan menerapkan metode pembelajaran problem solving 1.6. Manfaat Penelitian Setelah melakukan penelitian diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yang berarti yaitu : 1. Bagi guru, sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi guru bidang Studi matematika dan mahasiswa calon guru supaya dapat memilih salah satu alternatif metode dan model pembelajaran yang tepat, efektif dan efisien dalam melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar.

11 2. Bagi siswa, dengan menggunakan metode pembelajaran problem solving dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa dalam memecahkan masalah matematika. 3. Bagi peneliti, menambah wawasan peneliti tentang kesulitan apa saja yang dialami siswa. 4. Bagi pihak sekolah, sebagai bahan masukan kepada pengelola sekolah dalam rangka perbaikan model pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan.