BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belag Masalah Perkembangan penyakit infeksi telah dimulai sejak ribuan tahun yang lalu. Sangat sulit membayang kehidupan sebelum ditemunya. Sembilan dari 1000 wanita yang melahir a meninggal, 40% karena sepsis. Di beberapa wilayah, 30% anak meninggal sebelum berumur 1 tahun. Pneumonia membunuh 30%, sedang meningitis 70% penderitanya. Tinda bedah memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi akibat infeksi (Poole, 2015). Gambaran-gambaran tersebut berubah secara dramatis dengan perkembangan tiga hal, yaitu: peningkatan kesehatan masyarakat, vaksin, dan. Angka kematian akibat infeksi telah turun secara drastis dan angka harapan hidup meningkat (Poole, 2015). Pada tahun 1962, Sir McFarland Burnett, seorang ahli imunologi dan peraih nobel dari Australia, menyata bahwa Setelah perang dunia ke dua, dapat dikata bahwa semua permasalahan mayor yang berkaitan dengan penyakit infeksi telah teratasi (Brachman, 2003). Namun demikian, dengan keberadaan vaksin dan yang ada saat ini, penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Jika pada periode 1900an merupa penyebab utama kematian, saat ini infeksi bakteri sebagai penyebab kematian nomor dua di dunia, dimana 17 juta orang meninggal dunia akibat infeksi bakteri tiap tahunnya (Demain & Sánchez, 2015). Kekuatan yang sangat meyakin, baik untuk terapi maupun pencegahan, membuat pemakaian di seluruh dunia meningkat (Laxminarayan et al., 2013). Penelitian Hadi et al. (2008) di dua rumah sakit pendidi milik pemerintah di Indonesia mendapat bahwa angka pada pasien rawat inap tinggi (84%). Angka tersebut jauh lebih tinggi dibanding dengan nilai yang didapat pada penelitian di 5 rumah sakit pendidi di eropa yang menyimpul hanya 14-32% pasien yang dirawat yang mendapat (Vlahovic-Palcevski et al., 2007). Beberapa faktor sosio-ekonomi dan perilaku diduga berkontribusi terhadap 1
yang tidak tepat, dan sebagai konsekuensinya, adalah terjadinya peningkatan angka resistensi di negara-negara berkembang (Okeke et al., 1999). Patogen yang resisten terhadap a menyebab infeksi yang terjadi dapat meningkat mortalitas dan morbiditas. Disamping itu, resistensi terhadap a juga memberi dampak ekonomi yang besar karena kebutuhan dari obat a lini kedua yang lebih mahal dan karena masa di rumah sakit yang memanjang akibat dari kegagalan terapi (McGowan, 2001). Demam tifoid dan pneumonia merupa dua diantara sekian banyak penyakit infeksi bakteri yang telah ada sejak ribuan tahun yang lalu dan masih menyebab permasalahan di berbagai wilayah. Demam tifoid masih bersifat endemik di Indonesia dan beberapa negara lainnya, terutama pada daerah tertinggal, dimana menginfeksi sekitar 21,6 juta orang dan membunuh 200.000 orang setiap tahun (Judarwanto, 2014). Diperkira biaya pengobatan tiap pasien untuk demam tifoid di Indonesia dapat mencapai hingga 500 Dolar Amerika (US$) dan diperkira biaya untuk pengobatan keseluruhan kasu s demam tifoid di Indonesia adalah sebesar 60 juta US$ (Punjabi, 1998). Pneumonia merupa penyakit yang umum sepanjang peradaban manusia, dimana gejalanya pertama kali dideskripsi oleh Hipokrates. Pada tahun 1902 angka mortalitas pneumonia mencapai 40%. Saat ini, pneumonia masih menjadi masalah kesehatan besar di Amerika Serikat bah lebih besar lagi di negara berkembang (Podolsky, 2006). Diperkira sebanyak 151,8 juta kasus baru pneumonia terjadi tiap tahunnya, dimana 95% kasus terjadi di negara berkembang. Pneumonia menyebab 4 juta kematian tiap tahunnya dan menyebab hingga sepertiga kasus kematian pada anak-anak di bawah usia 5 tahun (Rudan et al., 2008). Rumah Sakit Restu Ibu (RSRI) Balikpapan adalah rumah sakit umum swasta tipe C yang memiliki 148 buah tempat tidur pasien. RSRI memiliki tenaga dokter spesialis sebanyak 50 orang, dimana status kepegawaian seluruh dokter spesialis adalah sebagai dokter tamu, dalam artian para dokter spesialis tidak 2
mendapat gaji dari rumah sakit dan hanya mendapat jasa pelayanan yang diberi. Kondisi ini membuat kelompok staf medis (KSM) yang ada tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya karena dokter spesialis hanya datang ke rumah sakit pada saat praktek atau kunjungan pasien saja, dan cenderung enggan terlibat dalam kegiatan rumah sakit seperti rapat atau pembahasan kasus, sehingga pengawasan terhadap kinerja anggota KSM tidak berjalan. RSRI juga masih belum memiliki formularium obat rumah sakit, sehingga persediaan obatobatan di Instalasi Farmasi tergantung dari peresepan obat oleh masing-masing dokter. Demam tifoid dan bronkopneumonia merupa dua diagnosis penyakit infeksi bakteri yang selalu masuk dalam daftar sepuluh besar penyakit penyebab rawat inap pada pasien anak di RSRI. Meskipun demam tifoid jarang menimbul kasus yang fatal, namun dengan jumlah yang selalu masuk dalam lima besar penyakit penyebab rawat inap terbanyak membuat demam tifoid membutuh perhatian tersendiri. Meskipun tidak sebanyak kasus demam tifoid, diagnosis bronkopneumonia menunjuk peningkatan yang signifi tiap tahunnya dan tidak jarang terjadi kasus yang fatal, sehingga perhatian terhadap diagnosis menjadi sangat penting. Pemberlakuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang dilaksana oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada tahun 2014 telah merubah paradigma klinisi di rumah sakit. Meisme pembayaran dari semula fee for service menjadi pembayaran prospektif yang berbasis dari paket INA- CBGs yang berdasar Diagnosis-related Group (DRG) telah menuntut rumah sakit dan klinisi untuk beradaptasi. Kendali mutu dan kendali biaya menjadi faktor penting yang harus dilaksana oleh rumah sakit. Belum banyak diketahui tentang penatalaksanaan penyakit dan pola peresepan di rumah sakit swasta baik sebelum maupun pelaksanaan JKN. Pembatasan biaya berdasar diagnosis pasien membuat klinisi merubah pola peresepannya. Penelitian dari Tsiantou et al. (2015) menunjuk bahwa dokter dari negara yang mengguna meisme fee for service seperti Perancis lebih banyak meresep, yaitu sebesar 90% kunjungan pasien dibanding 3
dokter dari Swedia yang mengguna metode DRG, hanya meresep 30% dari kunjungan pasien. Penelitian lain dari Chiu et al. (2007) menunjuk penurunan lama hari pasien sebesar 29% penerapan sistem pembayaran prospektif. Perubahan sistem pembiayaan kesehatan a mengubah pula tatalaksana penyakit dan pola peresepan yang terjadi di rumah sakit, tidak terkecuali JKN yang baru saja diterap selama dua tahun. Oleh karena itu, diperlu suatu penelitian untuk mengevaluasi dampak penerapan JKN terhadap tatalaksana penyakit dan pola peresepan di rumah sakit. B. Perumusan Masalah Pola peresepan di rumah sakit dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah metode pembayaran pasien kepada dokter atau sarana pelayanan kesehatan. Program JKN memiliki sistem pembayaran prospektif, hal ini sangat berbeda dengan sistem fee for service yang berlaku sebelumnya. Demam tifoid dan bronkopneumonia merupa dua penyakit yang termasuk dalam 10 besar kasus terbanyak di RSRI, dimana hal ini juga a terpengaruh dengan kebija tersebut. Berdasar hal tersebut di atas, perlu diketahui bagaimana pola peresepan pada pasien dengan diagnosis demam tifoid dan bronkopneumonia diberlakunya JKN dan bagaimana perbandingannya. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengevaluasi pola peresepan pada pasien anak dengan diagnosis demam tifoid dan bronkopneumonia yang dirawat inap penerapan JKN. 2. Tujuan Khusus a. Mengevaluasi pola peresepan pada pasien anak dengan diagnosis demam tifoid dan bronkopneumonia yang dirawat inap sebelum penerapan JKN. 4
b. Mengevaluasi pola peresepan pada pasien anak dengan diagnosis demam tifoid dan bronkopneumonia yang dirawat inap penerapan JKN. c. Mengevaluasi pengaruh penerapan JKN terhadap pola peresepan pada pasien anak dengan diagnosis demam tifoid dan bronkopneumonia yang dirawat inap. D. Manfaat Penelitian 1. Pelayanan a. Masu kepada pelaksana JKN, yakni BPJS Kesehatan, mengenai pola peresepan penerapan JKN. b. Masu kepada rumah sakit mengenai pola peresepan dan perbedaan yang terjadi penerapan JKN sehingga rumah sakit dapat mengambil kebija untuk mengatasi permasalahan tersebut. c. Masu kepada organisasi profesi kedokteran terkait mengenai pola peresepan dan perbedaan yang terjadi diberlakunya JKN. 2. Penelitian a. Mendorong penelitian lebih lanjut tentang pengaruh JKN terhadap pola peresepan obat. b. Mendorong penelitian lebih lanjut tentang demam tifoid dan bronkopneumonia. E. Keaslian Penelitian Sejumlah penelitian yang memiliki kemiripan dengan penelitian ini dapat dirangkum dalam tabel berikut. 5
Nama Author Sood et al. (2008) Hu et al. (2015) Mora et al. (2002) Tabel 1. Penelitian lain yang serupa Judul penelitian Metode Hasil Does how much and how you pay matter? Evidence from the inpatient rehabilitation care prospective payment system Effects of Diagnosis- Related Group Payment on Health-care Provider Behaviors: A Consecutive Three-Period Study Epidemiologic Observations of the Judicious Use Of Antibiotic in a Pediatric Teaching Hospital penelitian Kuantitatif observasional dengan desain crosssectional Penurunan signifi dari total biaya dan lama rawat inap Penurunan signifi dari jasa medis, penurunan biaya medis, dan tidak ada perbedaan signifi lain antara perbandingan tiap periode 40% tidak ada jastifikasi pemberian, 14% tidak ada kultur, 46% tidak ada kultur pada saat penggantian terapi, 55% tidak ada rencana durasi pemberian, 8% Kesamaan dan perbedaan pelayanan penerapan DRG Fokus kepada diagnosis tertentu (3 diagnosis non-infeksi) Fokus kepada perhitungan biaya dan lama pelayanan penerapan DRG Mengukur perilaku secara umum Mengukur pada anak Variabel penelitian berbeda Tidak kepada diagnosis tertentu pasien fokus 6
Han et al. (2015) Chiu et al. (2007) Steffens en et al. (1997) Effects of pharmaceutical cost containment policies on doctors' prescribing behavior: Focus on antibiotics The Effects of a Prospective Case Payment System on Hospital Charges for Total Hip Arthroplasty in Taiwan Changes in reimbursement policy for antibiotics and prescribing pemberian tidak berdasar berat badan pasien Penurunan total biaya Tidak ada perbedaan Penurunan signifi dari total biaya dan komponenkomponen di dalamnya Penurunan lama hari Penurunan 13% dari total peresepan intervensi Hanya fokus pada kuantitas dan biaya pasien pelayanan penerapan DRG Fokus pada satu diagnosis (bedah ortopedi) Fokus pada perhitungan biaya (beserta komponen biayanya) dan lama hari 7
patterns general practice in Originalitas penelitian ini adalah: intervensi Hanya fokus pada kuantitas 1. Berfokus pada 2 diagnosis, yaitu demam tifoid dan bronkopneumonia. 2. Sampel berusia 0 17 tahun. 3. Mengukur banyak variabel, yang menggabung variabel-variabel yang sudah pernah diteliti dengan yang belum pernah diteliti dengan metode penelitian yang sama. 4. Bertempat di rumah sakit swasta tipe C. 8