BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA SAWAH NGGANTUNG PARI DI DESA BECIRONGENGOR KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA ISLAM TENTANG SEWA POHON MANGGA

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

Solution Rungkut Pesantren Surabaya Perspektif Hukum Islam

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBULATAN TIMBANGAN PADA PT. TIKI JALUR NUGRAHA EKAKURIR DI JALAN KARIMUN JAWA SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERPANJANGAN SEWA- MENYEWA MOBIL SECARA SEPIHAK DI RETAL SEMUT JALAN STASIUN KOTA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB IV ANALISIS DATA. A. Proses Akad yang Terjadi Dalam Praktik Penukaran Uang Baru Menjelang Hari Raya Idul Fitri

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

BAB I PENDAHULUAN. manusia guna memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat. Salah satu aspek

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA- MENYEWA TANAH FASUM DI PERUMAHAN TNI AL DESA SUGIHWARAS CANDI SIDOARJO

MUZARA'AH dan MUSAQAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA SAWAH SAWAH NGGANTUNG PARI DI DESA BECIRONGENGOR KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMOTONGAN HARGA JUAL BELI BESI TUA DAN GRAM BESI DI PT. FAJAR HARAPAN CILINCING JAKARTA UTARA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI RIGHT ISSUE DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SURABAYA

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBULATAN HARGA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGUPAHAN DI DESA SUMBERREJO KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO. Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PELAKSANAAN UTANG PIUTANG BENIH PADI DENGAN SISTEM BAYAR GABAH DI

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK MERTELU LAHAN PERTANIAN CABAI MERAH DI DESA SARIMULYO KECAMATAN CLURING KABUPATEN BANYUWANGI

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KODE UNIK DALAM JUAL BELI ONLINE DI TOKOPEDIA. A. Analisis Status Hukum Kode Unik di Tokopedia

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

MURA<BAH{AH BIL WAKA<LAH DENGAN PENERAPAN KWITANSI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

Pada hakikatnya pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank. pemenuhan kebutuhan akan rumah yang disediakan oleh Bank Muamalat

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR DAN APLIKASI PERFORMANCE BOND DI BANK BUKOPIN SYARIAH CABANG SURABAYA

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PETANI TAMBAK KEPADA TENGKULAK DI DUSUN PUTAT DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV. A. Tinjauan terhadap Sewa Jasa Penyiaran Televisi dengan TV Kabel di Desa Sedayulawas

Sunnah menurut bahasa berarti: Sunnah menurut istilah: Ahli Hadis: Ahli Fiqh:

BAB IV ANALISIS TENTANG PEMOTONGAN GAJI KULI KONTRAKTOR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

ISLAM dan DEMOKRASI (1)

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PENETAPAN HARGA PADA JUAL BELI AIR SUMUR DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS SEWA MENYEWA TAMBAK YANG DIALIHKAN SEBELUM JATUH TEMPO MENURUT HUKUM ISLAM. A. Analisis Terhadap Akad Sewa Menyewa Tambak

Iman Kepada KITAB-KITAB

BAB IV ANALISIS PENENTUAN NISBAH BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM DI BMT BINTORO MADANI DEMAK

JUAL-BELI SISTEM DROPSHIPPING

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

ZAKAT PENGHASILAN. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 3 Tahun 2003 Tentang ZAKAT PENGHASILAN

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TENTANG PERILAKU JUAL BELI MOTOR DI UD. RABBANI MOTOR SURABAYA

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

KOMPETENSI DASAR INDIKATOR:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI IKAN TANGKAPAN NELAYAN OLEH PEMILIK PERAHU DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV. A. Analisis terhadap Sistem Bagi Hasil Pengelolaan Ladang Pesanggem Antara

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Orang Yang Meninggal Namun Berhutang Puasa

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Mengganti Puasa Yang Ditinggalkan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL PENGOLAHAN TANAH DI DUSUN DARAH DESA SADENGREJO KEC. REJOSO KAB.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN HARGA JUAL BELI SAPI SECARA SEPIHAK DI DESA TLOGOREJO KECAMATAN

ISLAM IS THE BEST CHOICE

adalah suatu transaksi yang sering terjadi saat masyarakat membutuhkan adalah penjual mencari seorang pembeli melalui jasa makelar.

BAB I PENDAHULUAN. Diantara larangan Allah yang tertulis di Al-Qur an adalah tentang larangan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB IV ANALISIS TENTANG APLIKASI PERJANJIAN SEWA SAFE DEPOSIT BOX DITINJAU DARI BNI SYARIAH HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

APA PEDOMANMU DALAM BERIBADAH KEPADA ALLAH TA'ALA?

Oleh: Shahmuzir bin Nordzahir

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA YANG TIDAK UMMAT SIDOARJO. Keuangan Syariah dalam melakukan aktifitasnya yaitu, muraba>hah, ija>rah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN TARIF JUAL BELI AIR PDAM DI PONDOK BENOWO INDAH KECAMATAN PAKAL SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

Hadits-hadits Shohih Tentang

MUD{A<RABAH DALAM FRANCHISE SISTEM SYARIAH PADA KANTOR

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU

HADITS TENTANG RASUL ALLAH

Bagi YANG BERHUTANG. Publication: 1434 H_2013 M. Download > 600 ebook Islam di PETUNJUK RASULULLAH

BAB IV PERNIKAHAN SEBAGAI PELUNASAN HUTANG DI DESA PADELEGAN KECAMATAN PADEMAWU KABUPATEN PAMEKASAN

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN POTONGAN TABUNGAN BERHADIAH DI TPA AL- IKHLAS WONOREJO KECAMATAN TEGALSARI SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN PASAL 106 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI TANAH MILIK ANAK YANG DILAKUKAN OLEH WALINYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PATOKAN HARGA BERAS DALAM ARISAN DARMIN DI DESA BETON KECAMATAN MENGANTI KABUPATEN GRESIK

s}ahibul ma>l. Yang digunakan untuk simpanan dengan jangka waktu 12 (dua belas)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Yang Diizinkan Tidak Berpuasa

BAB IV ANALISIS PENERAPAN BIAYA IJARAH DI PEGADAIAN SYARIAH SIDOKARE SIDOARJO MENURUT PRINSIP NILAI EKONOMI ISLAM

Menzhalimi Rakyat Termasuk DOSA BESAR

Transkripsi:

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA SAWAH NGGANTUNG PARI DI DESA BECIRONGENGOR KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Praktek Pelaksanaan Perjanjian Sewa Sawah Nggantung Pari di Desa Becirongengor Kecamatn Wonoayu Kabupaten Sidoarjo Perjanjian sewa-menyewa yang diangkat sebagai subyek dalam penelitian ini adalah perjanjian sewa-menyewa yang terjadi di Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. Praktek yang terjadi merupakan praktek pelaksanaan perjanjian sewa sawah yang biasa disebut masyarakat desa dengan perjanjian nggantung pari, yang pada bab sebelumnya telah dipaparkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, yang kemudian akan di analisis dalam bab ini. Perjanjian sewa sawah nggantung pari adalah perjanjian sewa sawah yang dilakukan masyarakat Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo, dimana petani sebagai pihak penyewa sawah dan pemilik sawah sebagai pihak yang memberikan sewa. Dengan ketentuan pihak penyewa memberikan upah sebagai penggantian atas manfaat yang telah diambil dari sawah tersebut berupa uang tunai di awal kesepakatan perjanjian dan juga hasil dari panen padi yang ditanam di sawah tersebut sebesar 30% untuk pihak yang memberikan sewa dan 70% untuk pihak penyewa, dalam jangka waktu setiap satu kali panen. 65

66 Asal-usul terjadinya perjanjian sewa sawah nggantung pari ini disebabkan adanya ketidakseimbangan antara jumlah pemilik sawah dengan petaninya. Misalnya, di Desa Becirongengor satu orang berkemungkinan memiliki sawah 5-10 petak sawah bahkan lebih dengan luas 6x25m 2 tiap petaknya, akan tetapi banyaknya warga yang hanya berpotensi sebagai petani namun tidak memiliki sawah. Adanya ketidakseimbangan antara pemilik sawah dan petani terjadi karena pada zaman dahulu sawah tidak terlalu berharga dan mahal seperti saat sekarang ini. Dahulu di desa ini terdapat sistem adat berhutang beras dibayar dengan sawah jika jumlah hutangnya sudah banyak. Contohnya A berkata saya pinjam beras satu karung untuk makan keluarga saya kemudian B memberikan berasnya untuk dihutangkan, beberapa waktu kemudian A berhutang lagi saya hutang beras lagi 2 karung besok kalo hutang saya sudah banyak saya akan membayar hutang dengan sawah saya dan B menyetujuinya. Dengan berujung B memiliki banyak sawah yang kemudian diwariskan kepada keturunannya. Dari peristiwa tersebut pemilik sawah merasa dibutuhkan oleh petani yang tidak memiliki sawah, sehingga terjadinya adat sistem perjanjian sewa sawah nggantung pari. Dan juga karena harga sawah sekarang memang sangat mahal, sehingga berat bagi petani memiliki sawah sendiri untuk digarap. 1 Perjanjian sewa sawah nggantung pari ini dilakukan oleh petani Desa Becirongengor yang tidak memiliki sawah untuk dijadikan lahan pekejaannya. Setiap kali musim panen berakhir para petani sebagai pihak 1 Sutrisno, Wawancara, Surabaya, 25 Mei 2016.

67 penyewa berbondong-bondong mencari lahan sawah yang memang diperuntukkan untuk disewakan oleh pemiliknya yang tidak lain juga warga Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo sendiri, pemilik sawah biasanya juga memberitahukan kepada warga bahwa sawahnya akan disewakan karena pemilik sawah tidak mampu mengelolah sawahnya sendiri dengan berbagai macam aktifitas yang dilakukan di setiap harinya. Dengan adanya pemberitahuan yang dilakukan oleh pemilik sawah semakin memudahkan para petani untuk mendapatkan sawah yang akan disewa. Kemudian petani mendatangi rumah pemilik sawah tersebut dengan tujuan untuk menyewa sawahnya, apabila sawah yang disewakan belum disewa oleh petani lain, maka pihak penyewa menerima permintaan petani tersebut untuk menyewa sawah yang dimilikinya dengan perjanjian nggantung pari. Perjanjian ini dilakukan tanpa adanya saksi, jadi yang melakukan perjanjian ini hanya pemilik sawah sebagai pihak yang memberikan sewa dan petani sebagai pihak penyewa. Setelah terjadi kesepakatan antara kedua pihak dan saling ijab kabul maka penyewa langsung menyerahkan upah sewa sawah yang tekah disepakati. Untuk waktu sewa selama sekali panen ±6 bulan dengan upah sewa sekitar Rp. 900.000 sampai dengan Rp. 1.100.000. Ketentuan harga tersebut tergantung dari patokan harga yang ditentukan oleh pemilik sawah masing-masing. Selain itu, penyewa juga dikenakan kewajiban untuk membayar hasil panen di akhir masa sewa sawah dengan ketentuan 30% untuk pihak pemilik sawah dan 70% menjadi hak milik penyewa. Luas

68 sawah yang disewakan dengan ukuran ±6x25m 2, dengan luas sawah tersebut padi yang dapat dihasilkan antara 8-12 kuintal. Bagi hasil yang harus dibayar oleh pihak penyewa memang memberatkan, karena penyewa harus membayar dua kali yaitu berupa uang di awal kesepakatan perjanjian dan yang kedua berupa hasil panen padi. Akan tetapi, bagi hasil yang harus dibayarkan sudah menjadi konsekuensi yang timbul dalam perjanjian ini. Banyaknya petani yang mencari sawah untuk disewa menyebabkan pemilik sawah merasa dibutuhkan dan tidak merasa kekurangan orang yang mau menyewa sawahnya sehingga sulit untuk menghapuskan ketentuan tambahan pembayaran berupa bagi hasil panen padi. Alasan lain juga karena pemilik sawah merasa berkuasa dengan banyaknya bagian sawah yang dimiliki, misalnya satu orang memiliki sawah 5 sampai 10 bagian, serta banyaknya masyarakat yang hanya mampu berprofesi sebagai petani namun tidak memiliki sawah yang dapat dikelolah. Perjanjian sewa sawah nggantung pari ini menimbulkan keuntungan berlebih untuk pemilik sawah, karena pemilik sawah hanya bermodal lahan sawahnya sedangkan yang diperoleh adalah uang dan padi. Petani sebagai pihak penyewa sawah merasa dirugikan atas perjanjian sewa sawah nggantung pari ini. Akan tetapi mereka tidak bisa merubah kebiasaan ini dengan menghapuskan salah satu dari bentuk pembayaran sebagai penggantian atas pengambilan manfaat sawah yang disewa, karena petani merasa membutuhkan sawah tersebut sebagai lahan untuk mencari nafkah untuk keluarga dan dapat meneruskan kehidupan mereka. Tidak ada lagi

69 pekerjaan yang dapat dilakukan, hanya bertani dan berdagang sebagai uang tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga petani bersedia untuk terus-menerus melakukan perjanjian ini. Dikatakan rugi karena hasil panen dari sawah tersebut antara 8-12 kuintal tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan penyewa sampai musim panen tiba kembali. Misalnya, dalam penghitungan panen gagal yaitu jika panen menghasilkan 8 kuintal. Dengan harga padi Rp. 5000/kg, jika 8 kuintal dirubah dalam satuan kilogram jadi 800kg dikalikan harga Rp. 5.000/kg jadi 800x5000= Rp. 4.000.000, hasil panen yang gagal tersebut belum lagi dikurangi biaya sewanya Rp. 1.000.000, biaya perawatannya Rp. 900.000 kemudian bagi hasil 30% dari hasil panen yaitu 30%x4.000.000= Rp. 1.200.000, jadi perolehan bersih adalah Rp. 4.000.000 dikurangi keseluruhan dari biaya yang dikeluarkan Rp. 3.100.000 sisanya Rp. 900.000. Sedangkan untuk penghitungan panen berhasil yaitu jika hasil panen mencapai 12 kuintal maka penghasilan yang didapatkan adalah 12 kuintal jika dirubah dalam satuan kilogram adalah 1.200kg dikalikan harga padi Rp. 5.000/kg jumlahnya Rp. 6.000.000 dikurangi biaya sewa Rp. 1.000.000, biaya perawatannya Rp. 900.000 kemudian bagi hasil 30% dari hasil panen yaitu 30%x6.000.000= Rp. 1.800.000, jadi perolehan bersih adalah Rp. 6.000.000 dikurangi keseluruhan dari biaya yang dikeluarkan Rp. 3.700.000 sisanya Rp. 2.300.000 tidak sebanding dengan kontribusi tenaga dan biaya perawatan yang dikeluarkan. Nominal untuk panen berhasil ini lebih besar nilainya akan tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan selama ±6

70 bulan, namun dirasa sangat merugikan penyewa ketika panen gagal dibanding dengan saat panen berhasil. Konsekuensi tersebut harus diterima oleh penyewa karena sebelum dilakukannya adat perjanjian ini sudah ada banyak pertimbangan yang dilakukan dari segi positif dan negatifnya. Dari segi positifnya, penyewa bisa mencari nafkah untuk keluarganya, meneruskan kehidupannya, dan bisa berusaha untuk dapat memaksimalkan hasil panen. Sedangkan sisi negatifnya, perjanjian ini menimbulkan ketidakseimbangan antara petani dan pemilik sawah, karena petani dirugikan dan pemilik sawah diuntungkan dengan adanya perjanjian ini. Kelemahan dalam perjanjian ini adalah tidak adanya bentuk tulisan hitam di atas putih dan tidak adanya saksi, karena memang dalam perjanjian ini pihak-pihak yang melakukan adalah warga Desa Becirongengor sendiri, sehingga berlandaskan dengan kepercayaan dan kebiasaan saja. Meskipun berlandaskan kepercayaan dan kerelaan antara kedua belah pihak karena saling mengenal satu sama lain, akan tetapi manusia hidup di muka bumi ini diciptakan dengan berbagai macam perilaku dan sifat yang berbeda-beda, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa perjanjian yang dilakukan tanpa adanya bukti tertulis dan saksi tersebut seringkali menimbulkan masalah. Masalah yang pernah terjadi penyewa tidak memberikan sepenuhnya dari hasil panen, misalnya petani mendapat hasil panen 9,7 kuintal sehingga yang harus dibayarkan kepada pemilik sawah adalah 30% nya yaitu 2,9 kuintal tetapi dia\ tidak jujur dengan berkata bahwa hasil panen hanya 8,9 kuintal

71 dengan tujuan agar bagi hasil yang diserahkan hanya 30% dari 8,9 kuintal tersebut yaitu 2,6 kuintal, sehingga petani memiliki tambahan 0,3 kuintal dari yang seharusnya diserahkan kepada pemilik sawah. Dalam pelaksanaan penimbangan hasil panen ini biasanya dilakukan dengan bantuan warga, jadi apabila ada salah satu warga yang melapor dan akhirnya diketahui oleh pemilik sawah maka cara penyelesaiannya dengan kekeluargaan dibicarakan baik-baik, ada dua kemungkinan yang pertama pihak pemilik sawah mengikhlaskan padi senilai 0,3 kuintal dengan alasan mungkin pihak penyewa membutuhkannya sehingga melakukan hal tersebut, kemungkinan kedua, pihak pemilik sawah meminta ganti rugi atas kebohongan yang dilakukan pihak penyewa dengan membayarkan kekurangan dari yang seharusnya dibayarkan 0,3 kuintal tersebut. Berakhirnya perjanjian ini ketika musim panen tiba kemudian petani membayarkan bagi hasil yang telah ditentukan berdasarkan hasil panen yang diperoleh. Setelah itu petani mengembalikan sawah pasca panen, dengan demikian hak dan kewajiban kedua belah pihak telah terpenuhi. Akan tetapi jika salah satu pihak meninggal dunia sebelum berakhirnya masa perjanjian atau panen tiba maka pelaksaan perjanjian sewa sawah nggantung pari ini tetap dilanjutkan sesuai kesepakatan dengan mewariskannya kepada salah satu pihak keluarga seperti suami, istri, atau anak yang mampu meneruskan perjanjian tersebut. Jika tidak ada keluarga yang dapat diwarisi, maka perjanjian sewa sawah nggantung pari dianggap berakhir dengan ketentuan apabila masih mempunyai keluarga namun tidak mampu mengelolah sawah,

72 maka sawah yang sudah ditanami akan digantikan sewanya kepada petani lain dengan penggantian sejumlah biaya sewa dan perkiraan biaya perawatan yang sudah dikeluarkan, kemudian uang penggantian tersebut diserahkan kepada keluarga penyewa. Namun, jika sudah tidak ada lagi keluarga dari penyewa yang meninggal dunia tersebut, maka uang penggantian tersebut diserahkan kepada pemerintah desa dan dimasukkan sebagai uang kas desa. B. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Pelaksanaan Perjanjian Sewa Sawah Nggantung Pari di Desa Becirongengor Kecamatn Wonoayu Kabupaten Sidoarjo Setelah penulis melakukan penelitian dan pengumpulan data yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan dalam penulisan ini, penulis akan mengkolaborasikan dengan teori-teori berdasarkan hukum Islam untuk memperoleh kesimpulan dan jawaban dari status hukum dari praktek sewa sawah nggantung pari yang terjadi di Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. Ditinjau dari pengertian sewa-menyewa dalam Islam (ija>rah) yaitu pemindahan hak guna atas barang atau jasa dalam batasan waktu tertentu melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang. Dalam praktek perjanjian sewa sawah nggantung pari ini telah dilakukan sesuai dengan hukum Islam karena praktek sewa sawah nggantung pari ini hanya sebatas pengambilan manfaat dari sawah yang disewakan sesuai dengn kesepakatan jumhur ulama fiqh yang hanya

73 memperbolehkan menjual manfaat bukan bendanya. Sewa-menyewa merupakan perjanjian yang mempunyai kekuatan hukum yaitu ketika sewamenyewa berlangsung maka pihak yang menyewakan berkewajiban untuk menyerahkan barang kepada pihak penyewa dan dengan diserahkannya manfaat barang/benda maka pihak penyewa berkewajiban pula untuk menyerahkan uang sewanya. Dalam perjanjian sewa sawah nggantung par ini pun seperti demikian, akan tetapi penyewa tidak hanya berkewajiban menyerahkan uang sewa saja, namun juga berkewajiban menyerahkan tambahan bagi hasil dari panen yang diperoleh dengan persentase 30% untuk pemilik sawah dan 70% untuk penyewa. Jadi, yang menjadi permasalahan adalah tambahan bagi hasil panen tersebut, seharusnya kewajiban penyewa hanya memberikan uang sewa saja sebagai penggantian atas manfaat sawah yang diambil tanpa harus membayar bagi hasil yang dapat memberatkan pihak penyewa. Sistem sewa sawah nggantung pari ditinjau dari rukun sewamenyewanya yaitu ada empat dan telah terpenuhi keempat rukunnya dalam perjanjian sewa sawah nggantung pari karena telah adanya mu jir (orang yang menyewakan sawah) dan musta jir (orang yang menyewa sawah), adanya Shigat (ijab dan kabul) antara kedua belah pihak yang dilakukan di rumah pemilik sawah tanpa adanya saksi, adanya u>jrah (upah/imbalan) berupa uang yang berkisar antara Rp. 900.000 - Rp. 1.100.000 serta berupa hasil panen padi sebesar 30%, dan juga adanya manfaat yang diambil oleh penyewa berupa sawah dengan luas 6x250 m 2 yang dikelolah untuk ditanami padi.

74 Syarat-syarat ija>rah yang harus dipenuhi adalah: 1. Mu jir dan musta jir adalah baligh, berakal, cakap melakukan tasharruf (mengendalikan harta), dan saling meridhai. Sewa sawah nggantung pari ini memenuhi syarat karena dalam praktek yang dilakukan, kedua belah pihak telah merelakan untuk berakad. Sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat An-Nisa ayat 29 berikut: Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (Q.S. An-Nisa: 29). 2 tersebut berupa uang dan padi. 2. Shighat akad 3 merupakan ucapan atau pernyataan yang dilakukan saat akad, yang terdiri dari ijab dan kabul antara mu jir dan musta jir. Dalam perjanjian sewa sawah nggantung pari ini ijab yang dilakukan adalah permulaan penjelasan yang keluar dari petani (penyewa) yang mendatangi rumah pemilik sawah sebagai gambaran kehendaknya untuk mengadakan perjanjian sewa sawah nggantung pari. Sedangkan kabul adalah perkataan yang keluar dari pihak yang berakad pula yang diucapkan setelah adanya 2 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur an dan Terjemahannya, (Jakarta: Al-Fattah, 2013), 73. 3 Ismail Nawawi, Fiqh Mu amalah, (Jakarta: Dwiputra Pustaka Jaya, 2010), 37.

75 ijab, jadi kabul ini jawaban dari ijab yang dilakukan oleh pemilik sawah sebagai pihak yang menyewakan atas ketersediaannya untuk menyewakan sawahnya. Sehingga shigat akad yang dilakukan dalam perjanjian sewa sawah nggantung pari telah memenuhi syarat dalam Islam. 3. U<jrah 4 adalah upah/ganti atas pengambilan manfaat barang atau tenaga orang lain. U<jrah disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa-menyewa maupun dalam upah-mengupah. Serta dengan ketentuan harus jelas, tertentu, dan sesuatu yang memiliki nilai ekonomi. 5 U<jrah dalam perjanjian sewa sawah nggantung pari tidak sesuai dengan dasar hukum ija>rah yang telah dijelaskan dalam hadist berikut ini: ح ن ظ ل ة ب ن ق ي س األ ن ص ار ى ق ال س أ ل ت ر اف ع ب ن خ د ي ج ع ن ك ر اء األ ر ض ب الذ ه ب و ال و ر ق ف ق ال ل ب أس ب ه إ ن م ا ك ان الن اس ي ؤ اج رون ع ل ى ع هد الن ب ي ص ل ى للا ع ل ي ه و س ل م ع ل ى ال م اذ ي ان ات و أ ق ب ال ال ج د او ل و أ ش ي اء م ن الز ر ع ف ي هل ك ه ذ او ي س ل م ه ذ ا و ي س ل م ه ذ ا و ي هل ك ه ذ ا ف ل م ي كن ل لن اس ك ر اء إ ل ه ذ ا ف ل ذ ل ك ز ج ر ع ن ه ف أ م ا ش ى ء م ع ل وم م ض مون ف ل ب أس ب ه Artinya: Pada suatu hari, Hanzhalah bin Qais al-anshari bertanya kepada Rafi bin Khadij perihal hukum menyewakan ladang dengan uang sewa berupa emas dan perak. Maka Rafi bin Khadij menjawab, tidak mengapa. Dahulu semasa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam masyarakat menyewakan ladang dengan uang sewa berupa hasil dari bagian ladang tersebut yang berdekatan dengan parit atau sungai, dan beberapa bagian hasil tanaman. Dan kemudian di saat panen tiba, ladang bagian ini rusak, sedang bagian yang lain selamat, atau bagian yang ini selamat, namun bagian yang lain rusak. Kala itu tidak ada penyewaan ladang selain dengan cara ini, maka penyewaan semacam ini dilarang. Adapun menyewakan 4 Ibnu Mas ud dan Zainul Abidin, Fiqh Madzab Syafi i Buku 2 Edisi lengkap, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), 138. 5 Abdul Rahman Ghazaly, et al., Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), 280.

76 ladang dengan nilai sewa yang pasti, maka tidak mengapa (H.R. Imam Muslim). 6 Hadist tersebut menjelaskan tentang u>jrah yang dibayarkan yaitu apabila u>jrah ladang pertanian dibayar dengan uang, emas, dan perak maka diperbolehkan. Karena dengan pembayaran tersebut telah jelas nominal yang harus dibayarkan sesuai dengan perjanjian di awal akad perjanjian sehingga tidak ada kemungkinan timbulnya kerugian antara salah satu pihak. Namun, apabila upah sewa dibayar berupa hasil tanaman yang ditanam di ladang dalam nilai persentase tertentu maka tidak diperbolehkan, dengan alasan tidak adanya nilai u>jrah yang pasti. Dalam praktek perjanjian sewa sawah nggantung pari u>jrah yang dibayarkan adalah uang tunai di awal perjanjian dan hasil panen padi sebesar 30% sesuai ketentuan yang disepakati, pembayaran u>jrah berupa panen padi yang dilakukan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dalam syarat u>jrah dengan memperhitungkan jumlah u>jrah berdasarkan 30% dari hasil panen yang tidak pasti diketahui perolehan besarnya, sehingga tidak adanya kejelasan u>jrah dalam pelaksanaannya 4. Ma qud alaih (barang/manfaat) yang disewakan dalam sewa-menyewa, disyaratkan pada barang yang disewakan dengan beberapa syarat berikut ini: a. Objek ija>rah itu boleh diserahkan dan digunakan secara langsung dan tidak ada cacatnya. Berdasarkan penjelasan tersebut perjanjian sewa 6 Almanhajindo, Media Islam Salafiyyah, Ahlussunnah wal Jama'ah, https://almanhaj.or.id/ 3270-menyewakan-tanah-pertanian.html, diakses pada 28 April 2016.

77 sawah nggantung pari sesuai dengan ketentuan objek ija>rah karena ketika perjanjian dilakukan maka pihak penyewa langsung dapat menggunakan sawah tersebut untuk ditanami. b. Objek ija>rah adalah sesuai syara, tidak boleh menyewakan tempat atau orang yang digunakan untuk hal-hal maksiat. Dalam perjanjian sewa sawah nggantung pari sawah yang disewakan sebagai sumber untuk mencari nafkah dengan ditanami c. Obyek yang disewakan bukan merupakan suatu kewajiban bagi penyewa, jadi obyek yang disewakan adalah benda yaitu sawah yang bukan merupakan jasa yang dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban pihak penyewa seperti contoh kewajiban sholat dan puasa. d. Adanya penjelasan waktu batas pelaksanaan perjanjian sewa menyewa, dalam perjanjian sewa sawah nggantung pari ini dilakukan dalam waktu satu kali panen ±6bulan. Ija>rah yang dilakukan dalam perjanjian sewa sawah nggantung pari termasuk dalam jenis ija>rah yang bersifat manfaat, dan manfaat yang digunakan dalam perjanjian ini merupakan manfaat yang diperbolehkan dalam syara untuk digunakan. Ija>rah pada dasarnya adalah perjanjian dimana masing-masing pihak yang terikat dalm perjanjian tidak mempunyai hak untuk membatalkan perjanjian, karena jenis perjanjian ini termasuk perjanjian timbal balik. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan dapat terjadinya pembatalan perjanjian dari salah satu pihak dengan alasan/dasar yang kuat. Dalam bab 2 telah

78 dijelaskan hal-hal yang dapat mebatalkan ija>rah serta hal yang dapat membuat akad ija>rah berakhir. Penelitian yang dilakukan di Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo menggunakan perjanjian sewa sawah nggantung pari sebagai obyeknya diperoleh hasil bahwa berakhirnya ija>rah karena terpenuhinya manfaat yang diperjanjikan, yang dimaksudkan disini adalah, bahwa apa yang menjadi tujuan perjanjian sewa-menyewa telah tercapai yaitu ketika panen tiba atau masa sewamenyewa telah berakhir sesuai dengan ketentuan yang disepakati oleh kedua belah pihak berupa selesainya panen yang ditutup dengan pembayaran bagi hasil dari panen padi. Ija>rah dianggap batal karena salah satu pihak meninggal dunia, seharusnya ketika salah satu pihak yang melakukan perjanjian meninggal dunia, maka perjanjian tersebut batal, akan tetapi dalam praktek perjanjian sewa sawah nggantung pari ini meskipun salah satu pihak meninggal dunia praktek perjanjian ini masih berlanjut yaitu dengan mewariskannya kepada salah satu keluarga yang dapat diwariskan. Hal tersebut tidak sesuai dengan Islam yang seharusnya berakhir dan kembali kepada pemilik sawah meskipun dalam keadaan masih terdapat padi yang ditanam. Pengembalian barang sewaan dalam perjanjian sewa sawah nggantung pari ini telah sesuai dengan aturan syara karena sawah yang sudah dipanen dikembalikan kepada pemilik sawah seperti keadaan semula waktu menyewa. Dari tinjauan hukum Islam dengan menggunakan akad sewa-menyewa atau ija>rah terhadap praktek pelaksanaan perjanjian sewa sawah nggantung

79 pari di Desa Becirongengor Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo dapat disimpulkan bahwa ija>rah merupakan hubungan kerjasama antara dua p ihak yang memberikan timbal balik saling menguntungkan dan dengan keridhaan antara keduanya. Namun, dalam perjanjian yang terjadi ini menimbulkan ketidakadilan salah satu pihak karena merugikan pihak penyewa yang harus membayar uang dan hasil panen padi, seharusnya upah sewa yang dibayarkan salah satu saja yaitu berupa uang atau hasil panen padi. Jika pembayaran u>jrah disertai hasil panen padi dengan ketentuan persentase sebesar 30%, maka tidak memenuhi syarat-syarat u>jrah dalam ija>rah karena tidak adanya kepastian dan kejelasan berapa nilai u>jrah yang harus dipenuhi musta jir.