I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional. Berbagai jenis tanaman pangan diusahakan untuk memenuhi kebutuhan manusia namun selalu saja mengalami kekurangan. Hal ini selain diakibatkan oleh jumlah penduduk yang terus meningkat, adanya alih fungsi lahan pertanian, menurunnya kesuburan tanah dan perubahan iklim. Berbagai cara telah dilakukan untuk meningkatkan produksi tanaman pangan baik dengan introduksi tanaman, teknologi, sampai pada pembukaan lahan hutan namun masih tetap kurang. Tanaman pangandibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat, tanaman pangan bisa berupa biji-bijian, umbi, maupun daging buah. Salah satu tanaman pangan yang sering dibudidayakan adalah jagung dan kacang kedelai. Jagung merupakan jenis bahan pangan berupa biji-bijian dengan kandungan karbohidrat tertinggi ketiga di dunia setelah gandum dan padi dan kedua setelah padi di Indonesia, yang berperan dalam perekonomian nasional. Hampir seluruh daerah di Indonesia mengenal tanaman jagung dan beberapa daerah menjadikan jagung sebagai bahan makanan pokok. Produksi jagung mengalami fluktuasi setiap tahunnya selama lima tahun terakhir berturut-turut dari tahun 2009-2013 adalah 17.629.748, 18.327.636, 17.643.250, 19.387.022, 18.511.853 ton (BPS Nasional, 2014 a) Selain jagung, kacang kedelai juga sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan akan gizi. Ini disebabkan oleh kacang kedelai sebagai bahan pangan sumber protein nabati bagi manusia dan diperlukan dalam berbagai industri serta pakan ternak (Wirawan,2000). Namun produksi kacang kedelai pada saat ini terus mengalami penurunan selama lima tahun terakhir berturu-turut dari tahun 2009-2013 adalah 974.512, 907.031,851.286, 843.153,779.992(BPS Nasional, 2014 b). Kendala yang dihadapi saat ini adalah lahan yang digunakan untuk mengusahakan tanaman jagung dan kacang kedelai semakin sempit. Pembukaan hutan tidak direkomendasikan lagikarena menimbulkan ketimpangan ekologi. Salah satu cara tepat meningkatkan produksi jagung adalah dengan memanfaatkan ruang kosong antar tanaman kehutanan. Salah satu ruang yang memungkinkan untuk membudidayakan tanaman jagung dan
kacang kedelai adalah tanaman kayu putih karena memiliki ruang yang cukup lebar, tajuk tanaman kayu putih yang memiliki sifat tumbuh secara vertikal dan tidak terlalu lebar dan keuntungan lain adalah tanaman kayu putih selalu dipangkas untuk dimanfaatkan daunnya (penyulingan minyak atsiri). Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki hutan seluas 15.724,50 ha yang terdiri dari hutan produksi dan hutan lindung yang dibagi menjadi 5 wilayah Bagian Daerah Hutan (BDH) dengan 25 wilayah Resort Pengelolaan Hutan (RPH). Dari luasan tersebut 4.603,02 ha merupakan hutan kayu putih dan 233,72 ha terdapat di RPH Menggoran (Dinas Kehutanan DIY, 2013). Saat ini petani pengelola hutan kayu putih atau pesanggem memanfaatkan ruang antar tanaman kayu putih untuk membudidayakan tanaman pangan seperti jagung, padi gogo, singkong dan kacang kedelai secara tumpangsari. Permasalahan yang dihadapi dalam ruang antar tanaman dalam agroforestri adalah distribusi perakaran dan tajuk tanaman semusim dan tanaman kayu dalam memanfaatkan sumberdaya seperti hara, air dan cahaya matahari dalam pemenuhan kebutuhan hidup tanaman. Namun ada sedikit perbedaan dalam agroforestri kayu putih karena kayu putih sering dipangkas sehingga kompetisi cahaya lebih rendah. Walaupun kompetisi cahaya rendah, kompetisi akar tanaman tetap terjadi karena sama-sama memanfaatkan sumberdaya hara dan air yang sama walaupun memiliki jumlah yang berbeda pada setiap jenis tanaman. Pada sistem pertanaman campuran dari berbagai jenis tanaman atau mixed cropping (pohon dengan tanaman semusim, atau hanya pepohonan saja), maka setiap jenis tanaman dapat mengubah lingkungannya dengan caranya sendiri. Misalkan jenis tanaman yang memiliki perakaran lebih dalam dari pada yang lain sehingga lebih memungkinkan untuk menyerap air dan hara dari lapisan yang lebih dalam. Dalam waktu singkat kondisi lingkungan di sekitar tanaman akan berubah (ketersediaan hara semakin berkurang), sehingga akhirnya akan menimbulkan kompetisi antar tanaman. Selain kompetisi akan sumberdaya ada interaksi lain yang terjadi dalam mixed cropping yaitu interaksi langsung dan tidak langsung. Interaksi langsung jarang terlihat seperti alelopati namun sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman semusim (Hairiahet.al., tanpa tahun). Hal ini diakibatkan oleh dilepaskannya alelo kimia oleh tanaman pohon yang mampu menghambat pertumbuhan akar tanaman semusim.
Djazuli (2011) menyebutkan bahwa senyawa-senyawa kimia (alelopati) tersebut dapat mempengaruhi tumbuhan yang lain melalui penyerapan unsur hara, penghambatan pembelahan sel, pertumbuhan, proses fotosintesis, proses respirasi, sintesis protein, dan proses-proses metabolisme yang lain. Lebih lanjut, menjelaskan tentang pengaruh alelopati terhadap pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut: senyawa alelopati dapat menghambat penyerapan hara yaitu dengan menurunkan kecepatan penyerapan ion-ion oleh tumbuhan, beberapa alelopati menghambat pembelahan sel-sel akar tumbuhan dapat menghambat pertumbuhan yaitu dengan mempengaruhi pembesaran sel tumbuhan, memberikan pengaruh menghambat respirasi akar, memberikan pengaruh menghambat sintesis protein, dan beberapa senyawa alelopati dapat menurunkan daya permeabilitas membran pada sel tumbuhan dan dapat menghambat aktivitas enzim. Distribusi akar tanaman baik tanaman pohon maupun tanaman semusim memiliki jangkauan yang berbeda-beda dalam mencapai hara dan air. Tanaman pohon tentu memiliki jangkauan yang lebih luas dan dalam dibandingkan tanaman semusim. Hal ini berhubungan erat dengan zona pengolahan lahan pada sistem agroforestri. Semakin dekat zona pengolahan lahan untuk tanaman semusim dengan tegakan tanaman hutan ada kecendrungan tanaman semusim mengalami tekanan kekurangang hara maupun air. Sistem berbagi sumberdaya dalam sistem agroforestri awal menunjukkan bahwa pada zona 1 (pemanfaatan energi didominasi oleh pohon/tanaman semusim sangat tertekan), zona 2 (respon tanaman semusim tertekan) dan pada zona 3 (respon tanaman semusim optimal) (Suryanto, et al., 2005) Selain faktor zona pengolahan lahan, input teknologi perlu diperhatikan, salah satunya adalah jarak tanam. Jarak tanam rapat akan mengakibatkan tanaman saling bersaing dalam memperebutkan sumberdaya seperti hara, air maupun cahaya matahari sehingga hasil fotosintesis lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan daun yang ternaungi dibandingkan dengan penyimpanan hasil fotosintesis, sebaliknya jarak tanam yang terlampau longgar bisa saja menurunkan hasil tanaman karena jumlah populasi tanaman per satuan luas lahan sangat sedikit. Petani pengelola lahan kayu putih belum menggunakan jarak tanam tetap pada setiap satuan petak tanah sehingga perlu dilakukan kajian mengenai
jarak tanam jagung pada berbagi satuan petak tanah pada lahan hutan kayu putih. 1.2 Keaslian Berbagai penelitian terhadap tumpangsari jagung kedelai pada lahan hutan telah dilaksanakan oleh banyak peneliti baik peneliti dalam negeri maupun luar negeri. Selain hasil biji tanaman jagung dan kedelai, sebagian besar peneliti lebih mengarahkan penelitiannya pada kompetisi tanaman hutan dan tanaman semusim. Berikut tabel perbandingan hasil penelitian sebelumnya yang mengkaji tumpangsari jagung kedelai pada lahan hutan: Tabel 1. Keaslian Penelitian No Peneliti Tujuan Metode Hasil 1. Zainal Arifin, 2015 2. Gao, et all., 2013 Menentukan jenis tanaman pangan semusim yang sesuai pada perkebunan kelapa sawit TBM 3 Untuk menganalisis hubungan kompetisi antar spesies antara pohon dan tanaman Mapping 2D perakaran tanaman kelapa sawit S shaped sampling method Tanaman pangan yang ditanam monokultur memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan tumpangsari bersama kelapa sawit Tumpang sari pohon apel dan kacang kedelai, kacang tanah cocok untuk ditumpangsarikan namun jarak antar tanaman dan pohon harus disesuaikan untuk meminimalkan persaingan 1.3 Kebaharuan Kebaruan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh jarak tanam dan zona ruang temu tanaman pada tumpangsari jagung dan kedelai di hutan kayu putih terhadap pertumbuhan dan hasil jagung dan kacang kedelai. Dibandingkan dengan beberapa penelitian lainnya, penelitian ini memiliki tujuan yang berbeda, penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2015), adalah untuk menentukan jenis tanaman pangan semusim yang sesuai pada perkebunan kelapa sawit TBM 3 sedangkan penelitian ini bertujuan untuk melihat produksi tanaman jagung dan kacang kedelai pada pada berbagai jarak tanam pada hutan kayu putih, sehingga penelitian ini dapat dikatakan sebagai sesuatu yang baru.
Penelitian Gao, et all.,(2013) untuk melihat hubungan kompetisi antar spesies antara pohon dan tanaman sedangkan penelitian ini bertujuan untuk menentukan jarak tanam optimal pada setiap zona pengolahan lahan agroforestri berbasis kayu putih, sehingga penelitian ini dapat dikatakan sebagai sesuatu yang baru. 1.4 Tujuan 1. Mengetahui pola interaksi ruang (jarak tanam dan zona ruang temu) jagung dalam tumpangsari kayu putih. 2. Mengetahui ruang optimum tanaman jagung dan kedelai dalam sistem tumpangsari di lahan kayu putih 3. Mengetahuikarakteristik antara alelopati kayu putih dan pengarunya terhadap jagung dan kedelai. 4. Mengetahui efiseinsi ruang untuk tanaman semusim (jagung dan kedelai) pada tumpangsari kayu putih. 1.5 Kegunaan 1. Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi ilmiah dalam menentukan jarak tanam jagung dalam tumpangsari jagung kedelai pada lahan hutan kayu putih. 2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi ilmiah dalam mengambil keputusan budidaya jagung kedelai berdasarkan pendekatan zona pengolahan.
1.6 Alur Berpikir Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pengujian lapangan dibawah tegakan kayu putih dan tahap pengujian bioassay. Tahap I Pengelolaan Lahan Tumpangsari Manajamen Jarak Tanam Pemetaan Zona Ruang Temu Interaksi Tanaman Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Rekomendasi Teknologi Gambar 1. Diagram alur berpikir penelitian tahap I
Tahap II Pengujian Allelopathy Bioassay Benih Ekstrak dan Konsentrasi Tanaman Kayu Putih Interaksi Pertumbuhan Kecambah Tanaman Rekomendasi Gambar 2. Diagram alur berpikir penelitian tahap II