BAB I PENDAHULUAN. dapat terlihat dengan adanya pembangunan pada sektor ekonomi seperti

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Di Indonesia, tindak pidana ko. masyarakat dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. korupsi telah membuat noda hitam di lembaran sejarah bangsa kita. Bagaimana

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

BAB III HASIL PENELITIAN KESEIMBANGAN SANKSI PIDANA KURUNGAN SEBAGAI SANKSI PENGGANTI SANKSI PIDANA DENDA

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan exra ordinary crime 1, sehingga memerlukan. dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB IV ANALISIS TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI KORPORASI

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ingin meningkatkan pencapaian di berbagai sektor. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

BAB I PENDAHULUAN. 95 BT hingga 141 BT (sekitar 5000 km) dan 6 LU hingga 11 LS 2 tentu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang. menghubungkan antara korupsi dengan kekuasaan, yakni: power tends

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian serius sekitar tahun 1970-an, yaitu setelah diadakannya

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, hal ini tertulis jelas di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu ditingkatkan usahausaha. yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

SANKSI PIDANA BAGI KORPORASI ATAS PEMALSUAN UANG RUPIAH 1 Oleh : Putri Sofiani Danial 2

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional

1. Beberapa rumusan pidana denda lebih rendah daripada UU Tipikor

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Singkatnya korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk. semakin melemahkan citra pemerintah di mata masyarakat.

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan

BAB IV PENUTUP. diajukan dalam tesis dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat (memberikan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi), sedangkan

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

UANG PENGGANTI. (Sumber Gambar : tokolarismanis.files.wordpress.com)

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua

BAB I PENDAHULUAN. didasarkan atas kekuasaan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2002/30, TLN 4191]

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

URGENSI PENERAPAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

HAK MENUNTUT KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SETELAH PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI 1 Oleh: Jekson Kasehung 2

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. 1 Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di negara Indonesia dapat terlihat dengan adanya pembangunan pada sektor ekonomi seperti peningkatan kegiatan usaha dan standar hidup masyarakat serta terciptanya lapangan pekerjaan. Pihak pemerintah dan pihak swasta saling berkerja sama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara, hal ini dapat dilihat dengan adanya usaha pemerintah mendorong peningkatan penanaman modal dari pihak swasta yang berupa korporasi dengan melalui berbagai kebijakan ekonomi misal undang-undang pajak, deregulasi dan debirokratisasi, dan meningkatkan penanaman modal asing. 2 Pada saat ini korporasi telah memasuki berbagai sektor kehidupan antara lain di bidang perkebunan, pertambangan, industri, tekstil, dan perakitan kendaraan, 3 sehingga korporasi memainkan peranan penting dalam peningkatan kegiatan usaha, penyediaan lapangan pekerjaan, dan peningkatan penerimaan pajak sehingga selain pemerintah, korporasi juga memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun demikian terhadap peran yang dimiliki korporasi 1 Sadono Sukirno, 1981, Ekonomi Pembangunan, Borta Gorat, Medan, hlm.13 2 Mardjono Reksodiputro, 1988, Struktur Perekonomian Dewasa ini dan Permasalahan Korban, disampaikan pada seminar Viktimologi di Universitas Airlangga, Surabaya, 28 Oktober 1988, hlm.5-6

2 terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara, tidak sedikit korporasi yang melakukan pelanggaran-pelanggaran yang tidak hanya bersifat administratif dan perdata tetapi juga mengarah pada hukum pidana. Korporasi sebagai subjek tindak pidana mulai dikenal pada tahun 1951, yaitu dalam Undang-Undang Penimbunan Barang-Barang tetapi mulai dikenal secara luas dalam Undang-Undang No.7 Drt Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi, 4 yang akhirnya memberikan pengakuan tentang pemidanaan korporasi. Sejatinya korporasi sebagai badan hukum (recht persoon) telah dapat dijadikan sebagai subjek tindak pidana korupsi akan tetapi tetap mempunyai batasan pada perumusan sanksi pidana pokok yang dijatuhkan seperti pada perkara tindak pidana korupsi dimana perumusan sanksi pidana pokok yang diancamkan hanya dapat berupa pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (sepertiga) serta dapat dijatuhi pidana tambahan, 5 sementara pelaksanaan pidana denda yang tidak dibayar oleh korporasi dalam tindak pidana korporasi tidak ditentukan dalam undang-undang yang bersangkutan yakni Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU PTPK). Perilaku korupsi bertentangan dengan norma apa pun dan di mana pun, korupsi boleh saja dikatakan sebagai penyakit, yang akan menjalar dan merasuki tubuh manusia apabila tidak dicegah atau diobati, membuat tubuh menjadi rusak, 4 Andi Hamzah, 1989, Tanggung Jawab Korporasi dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup, disampaikan pada Diskusi Dua Hari Masalah-masalah Prosedural dalam Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Kantor Menteri Negara KLH, Jakarta, hlm. 32. 5 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 20 ayat (7).

3 sakit, kurus, dan akhirnya mati. 6 Di Indonesia, tindak pidana korupsi merupakan salah satu dari berbagai masalah yang perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan tindak pidana korupsi telah merambah ke seluruh lini kehidupan masyarkat dan dilakukan secara sistematis, sehingga merusak perekonomian dan menghambat pembangunan serta memunculkan stigma negatif bagi bangsa dan negara Indonesia di dalam pergaulan masyarakat internasional. 7 Tindak pidana korupsi yang sebagai extra ordinary crime dalam pencegahan maupun pemberantasan harus dilakukan secara komprehensif, yang meliputi legal substance, legal structure, dan legal culture. 8 Upaya-upaya yang telah dilakukan tidak hanya dengan menciptakan dan memperbaharui produk hukum sebagai aspek penting dalam berjalannya sistem peradilan pidana namun kelembagaan yang kuat oleh pemerintah, perilaku aparat penegak hukum, budaya hukum, dan dukungan dari masyarakat berbagai kalangan juga mendapatkan andil penting dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Akibat yang timbul dari tindak pidana korupsi tidak hanya kerugian pada bidang ekonomi, melainkan juga dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Di Indonesia, langkah-langkah pembentukan hukum positif guna memberantas tindak pidana korupsi telah dilakukan selama beberapa waktu dan telah melalui beberapa kali melakukan perubahan perundang-undangan. Dimulai dengan adanya Peraturan Penguasa Militer yang berlaku di daerah kekuasaan 6 Ali Mansyur, Menuju Masyarakat Anti Korupsi, dalam Satya Arinanto dan Ninuk Triyanti, 2012, Memahami Hukum : Dari Konstruksi Sampai Implementasi, Rajawali Pers, Jakarta, hlm.103 7 Septa Candra, Tindak Pidana Korupsi : Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan, dalam Agustinus Pohan et al., 2012, Hukum Pidana Dalam Perspektif, Pustaka Larasan, Denpasar, hlm.103 8 Ibid., hlm.104

4 Angakatan Darat (Peraturan Militer Nomor PRT/PM/061957) istilah korupsi sebagai istilah yuridis diperkenalkan, 9 hingga berlakunya UU PTPK. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebenarnya terdapat ketentuanketentuan yang mengancam pidana orang yang melakukan delik jabatan, pada khususnya delik-delik yang dilakukan oleh pejabat (ambteenar) yang terkait dengan korupsi namun kurang efektif dalam mengantisipasi permasalahan tindak pidana korupsi. 10 Telah disebutkan sebelumnya bahwa subjek tindak pidana korupsi dapat berupa badan hukum/korporasi dan sanksi yang diancamkan hanya dapat berupa pidana denda sebagai pidana pokok, namun timbul pertanyaan-pertanyaan bagaimana perumusan korporasi sebagai subjek tindak pidana dirumuskan dalam undang-undang, siapa yang bertanggung jawab bilamana korporasi melakukan tindak pidana korupsi, bagaimana kondisi dan persyaratan agar korporasi dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, dan yang terakhir tentang aturan pemidanaan yang ditujukan kepada korporasi tentang pidana pokok yang berupa pidana denda dan pidana tambahannya. Berkaitan dengan uraian di atas, terdapat sebuah kasus yang memiliki putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dengan Nomor 04/PID.SUS/2011/PT.BJM dengan terpidana PT. Giri Jaladhi Wana (PT.GJW) yang dijatuhi pidana denda sebesar Rp. 1.317.782.129,00 (satu milyar tiga ratus tujuh belas juta tujuh ratus delapan puluh dua ribu seratus dua puluh sembilan rupiah) dan pidana tambahan berupa penutupan sementara PT. GJW 9 Evi Hartanti,2005, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 24. 10 Ibid., hlm.23.

5 selama 6 (enam) bulan. Adapun besaran jumlah pidana denda sebesar Rp. 1.317.782.129,00 (satu milyar tiga ratus tujuh belas juta tujuh ratus delapan puluh dua ribu seratus dua puluh sembilan rupiah) dengan mempertimbangkan selisih dari jumlah kerugian negara yang telah dikurangkan dengan uang pengganti yang dijatuhkan kepada satu dari empat terdakwa dari berkas dan persidangan terpisah dalam perkara yang sama yakni Stephanus Widagdo selaku Direktur Utama PT. GJW. Berdasarkan contoh kasus di atas dapat dilihat dengan adanya pidana pokok berupa pidana denda juga memiliki peranan penting dalam penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi dikarenakan apabila pelaku korupsi adalah sebuah korporasi baik yang berupa badan hukum ataupun yang bukan berbentuk badan hukum maka pidana pokok yang relevan hanyalah pidana denda, namun ketentuan mengenai pidana pokok yang dicantumkan memiliki kelemahan dari segi pelaksanaan putusan yang dijatuhkan oleh hakim. Permasalahan muncul ketika sebuah korporasi yang berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) berubah status dari seorang terdakwa menjadi terpidana mempunyai beberapa kelemahan dari segi pelaksanaan putusan yang dijatuhkan oleh hakim yakni bagaimana dengan jangka waktu pelaksanaan pembayaran pidana denda setelah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan bagaimana apabila terpidana korporasi tidak membayar pidana pokok yanga berupa pidana denda. Bertitik tolak dari uraian di atas maka penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai pidana pokok berupa denda yang diberikan kepada korporasi yang

6 terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan menyusunnya dalam skripsi yang berjudul Pidana Denda Terhadap Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka terdapat 2 (dua) permasalahan yang perlu mendapat perhatian dan pengkajian terkait dengan Pidana Denda Terhadap Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi. 1. Bagaimana pengaturan pidana denda terhadap korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi ditinjau dari hukum penitensier? 2. Bagaimana kendala dan hambatan pelaksanaan pidana denda terhadap korporasi ditinjau dari studi kasus Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan Nomor : 04/PID.SUS/2011/PT.BJM atas nama Terpidana PT. GIRI JALADHI WANA? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang ada maka dapat diketahui tujuan penulisan hukum ini, sebagai berikut : 1. Tujuan Subjektif : Penulisan hukum digunakan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Objektif :

7 a. Untuk mengetahui pengaturan pidana denda terhadap korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi ditinjau dari hukum penitensier; b. Untuk mengetahui kendala dan hambatan pelaksanaan pidana denda terhadap korporasi ditinjau dari studi kasus Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan Nomor : 04/PID.SUS/2011/PT.BJM atas nama Terpidana PT. GIRI JALADHI WANA. D. Keaslian Penelitian Pada bagian ini penulis menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum ini merupakan hasil penelitian, pemikiran, dan pemaparan asli. Untuk mengetahui keaslian dari penelitian hukum ini, penulis melakukan penelusuran penelitian di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, dapat diketahui terdapat beberapa penulisan hukum yang berkaitan dengan pidana denda terhadap korporasi dalam tindak pidana korupsi. Berikut beberapa penulisan hukum yang dimaksud : 1. Penulisan hukum yang ditulis oleh Cahyo Edi Triwibowo, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2015, dengan judul Pelaksanaan Pidana Denda Dalam Tindak Pidana Korupsi, 11 dengan rincian sebagai berkut : a. Rumusan Masalah : 11 Cahyo Edi Triwibowo, 2015, Pelaksanaan Pidana Denda Dalam Tindak Pidana Korupsi, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

8 1) Bagaimana pelaksanaan putusan pengadilan yang telah inkracht berupa pidana denda dalam tindak pidana korupsi? 2) Bagaimana penentuan jangka waktu pidana kurungan pengganti denda dalam tindak pidana korupsi? b. Kesimpulan : Adapun dalam penulisan hukum tersebut membahas tentang pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap berupa pidana denda dalam tindak pidana korupsi yang dalam prakteknya belum optimal di wilayah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogayakarta dikarenakan tidak adanya peraturan yang mengatur pelaksanaan pidana denda dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, selain itu juga membahas tentang landasan penentuan jangka waktu pidana kurungan pengganti dalam tindak pidana korupsi yang digunakan sebagai pertimbangan jaksa dan hakim dari fakta dalam persidangan walaupun untuk pihak jaksa akan tetap melihat pedoman dalam Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE003/A/JA/02/2010. Berdasarkan pengamatan penulis terhadap penulisan hukum tersebut, terdapat perbedaan dengan penulisan hukum yang akan penulis lakukan, baik dari segi perumusan masalah, tujuan penelitian, maupun cakupan pembahasannya. Pada penulisan tersebut, terdapat perbedaan, yakni penulisan hukum tersebut lebih membahas mengenai penjatuhan pidana denda terhadap manusia alamiah (natuuralijke persoon), sementara yang

9 penulis teliti lingkupnya adalah penjatuhan pidana denda terhadap korporasi baik yang berupa badan hukum (recht persoon) ataupun bukan badan hukum. 2. Penulisan hukum yang ditulis sebagai Tesis oleh Reine Rofiana mahasiswa Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2012 dengan judul Pertanggung jawaban Korporasi Terhadap Pidana Pengganti Denda, 12 dengan rincian sebagai berkut : a. Rumusan Masalah : 1) Bagaimanakah reformulasi alternative pidana denda terhadap korporasi atas pidana denda yang tidak dibayar? b. Kesimpulan : Adapun dalam penulisan hukum tersebut membahas tentang reformulasi alternatif pidana denda terhadap korporasi atas pidana denda yang tidak dibayar yang dapat berupa penyitaan harta kekayaan atau aset korporasi serta tindakan administratif berupa pencabutan izin usaha korporasi atau pembubaran korporasi yang diikuti dengan likuidasi. Berdasarkan pengamatan penulis terhadap penulisan hukum tersebut, terdapat perbedaan dengan penulisan hukum yang akan penulis lakukan, baik dari segi perumusan masalah, tujuan penelitian, maupun cakupan pembahasannya. Pada penulisan tersebut, terdapat perbedaan, yakni penulisan hukum tersebut hanya membahas tindakan-tindakan yang dapat dilakukan jika korporasi tidak membayar pidana denda yang telah 12 Reine Rofiana, 2012, Pertanggung jawaban Korporasi Terhadap Pidana Pengganti Denda, Tesis, Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

10 dijatuhkan pada korporasi tersebut, sementara yang penulis teliti lingkupnya adalah peraturan perundang-undangan yang melandasi adanya pidana denda terhadap korporasi dan pelaksanaan pidana denda terhadap korporasi dalam Putusan 04/Pid.Sus/2011/PT.BJM. 3. Penulisan hukum yang ditulis oleh Adityawati Triastuti, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2010 dengan judul Pelaksanaan Pidana Tambahan Pembayaran Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi Sebagai Upaya Pengembalian Kerugian Keuangan Negara, 13 dengan rincian sebagai berikut : a. Rumusan Masalah : 1) Bagaimanakah pelaksanaan pidana tambahan pembyaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi sebagai upaya pengembalian kerugian keuangan negara? 2) Hambatan-hanmbatan dan solusi-solusi apa saja untuk mengatasinya yang dilakukan untuk pihak kejaksaan selaku eksekutor dalam pelaksanaan pidana tambahan pembyaran uang pengganti tersebut? b. Kesimpulan : Adapun dalam penulisan hukum tersebut membahas tentang pelaksanaan pidana tambahan pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi sebagai upaya pengembalian kerugian keuangan Negara dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalisasikan 13 Adityawati Triastuti, 2010, Pelaksanaan Pidana Tambahan Pembayaran Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi Sebagai Upaya Pengembalian Kerugian Keuangan Negara, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

11 pengembalian kerugian keuangan negara adalah dengan penyitaan harta benda terpidana, dan meningkatkan kinerja antar aparat penegak hukum, institusi, maupun dengan negara lain secara professional, selain itu juga membahas tentang adanya kelemahan-kelemahan dalam pidana susbider sebagai alternatif pidana tambahan pembayaran uang pengganti yang hanya dapat dilakukan apabila dalam penyitaan awal tidak ada harta benda yang bisa dilelang dan digunakan untuk membayar uang pengganti, serta sulitnya menentukan proposionalitas antara besarnya uang pengganti dengan lamanya pidana subsider, dan pidana subsider dianggap sebagai kemudahan terpidana sebagai solusi untuk tidak membayar uang pengganti. Berdasarkan pengamatan penulis terhadap penulisan hukum tersebut, terdapat perbedaan dengan penulisan hukum yang akan penulis lakukan, baik dari segi perumusan masalah, tujuan penelitian, maupun cakupan pembahasannya. Pada penulisan tersebut, terdapat perbedaan, yakni penulisan hukum tersebut lebih membahas tentang pidana pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi, sebagai upaya pengembalian keuangan negara, sementara yang penulis teliti lingkupnya adalah pidana denda dalam tindak pidana korupsi. 4. Penulisan hukum yang ditulis oleh Zukhruf Irfan, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2008 dengan judul

12 Pelaksanaan Pidana Tambahan Pembayaran Uang Pengganti dalam Tindak Pidana Korupsi, 14 dengan rincian sebagai berikut : a. Rumusan Masalah : 1) Bagaimanakah penerapan pidana tambahan pembayaran uang pengganti terhadap tindak pidana korupsi di dalam praktek peradilan? 2) Apa dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana tambahan pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi? b. Kesimpulan : Adapun dalam penulisan hukum tersebut membahas tentang penerapan pidana tambahan pembayaran uang pengganti terhadap tindak pidana korupsi di dalam praktek peradilan yang ternyata ditemukan adanya perbedaan penerapan pidana tambahan pembayaran uang pengganti terhadap tindak pidana korupsi antara Hakim di Pengadilan yang satu dengan Hakim di Pengadilan yang lain. Berdasarkan pengamatan penulis terhadap penulisan hukum tersebut, terdapat perbedaan dengan penulisan hukum yang akan penulis lakukan, baik dari segi perumusan masalah, tujuan penelitian, maupun cakupan pembahasannya. Pada penulisan tersebut, terdapat perbedaan, yakni penulisan hukum tersebut yakni penulisan hukum tersebut lebih membahas tentang pidana pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi, 14 Zukhruf Irfan, 2008, Pelaksanaan Pidana Tambahan Pembayaran Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

13 sementara yang penulis teliti lingkupnya adalah pidana denda dalam tindak pidana korupsi. Dari semua penulisan hukum diatas, dapat dilihat dan dibandingkan dengan penulisan hukum yang penulis lakukan bahwa tidak ada yang mengkaji 3 (tiga) variabel yang diteliti oleh penulis yakni pidana denda, korporasi, dan tindak pidana korupsi untuk saling dihubungkan ke dalam satu pembahasan, sehingga membuat penelitian ini berbeda dengan penulisan hukum sebelumnya dan dengan ini penulisan hukum yang dibuat oleh penulis belum pernah ditemukan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis a) Penelitian ini diharapkan menjadi bahan bacaan, referensi kajian, dan rujukan akademis serta dapat menambah pengetahuan dan wawasan studi/kajian hukum khususnya hukum pidana berkaitan dengan sanksi pidana berupa pidana denda terhadap korporasi dalam tindak pidana korupsi. 2. Manfaat praktis a) Bagi penulis

14 Menambah wawasan pengetahuan untuk penulis sendiri terkait pidana denda terhadap korporasi khususnya terkait kejahatan tindak pidana korporasi di Indonesia; b) Bagi masyarakat Penelitian yang dilakukan diharapkan mampu memberikan pengetahuan kepada masyarakat terhadap tindak pidana korupsi khususnya yang dilakukan oleh korporasi di Indonesia; c) Bagi pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi pemerintah dalam menanggulangi kejahatan tindak pidana korupsi yang dilakukan korupsi di Indonesia.