1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. 1 Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di negara Indonesia dapat terlihat dengan adanya pembangunan pada sektor ekonomi seperti peningkatan kegiatan usaha dan standar hidup masyarakat serta terciptanya lapangan pekerjaan. Pihak pemerintah dan pihak swasta saling berkerja sama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara, hal ini dapat dilihat dengan adanya usaha pemerintah mendorong peningkatan penanaman modal dari pihak swasta yang berupa korporasi dengan melalui berbagai kebijakan ekonomi misal undang-undang pajak, deregulasi dan debirokratisasi, dan meningkatkan penanaman modal asing. 2 Pada saat ini korporasi telah memasuki berbagai sektor kehidupan antara lain di bidang perkebunan, pertambangan, industri, tekstil, dan perakitan kendaraan, 3 sehingga korporasi memainkan peranan penting dalam peningkatan kegiatan usaha, penyediaan lapangan pekerjaan, dan peningkatan penerimaan pajak sehingga selain pemerintah, korporasi juga memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun demikian terhadap peran yang dimiliki korporasi 1 Sadono Sukirno, 1981, Ekonomi Pembangunan, Borta Gorat, Medan, hlm.13 2 Mardjono Reksodiputro, 1988, Struktur Perekonomian Dewasa ini dan Permasalahan Korban, disampaikan pada seminar Viktimologi di Universitas Airlangga, Surabaya, 28 Oktober 1988, hlm.5-6
2 terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara, tidak sedikit korporasi yang melakukan pelanggaran-pelanggaran yang tidak hanya bersifat administratif dan perdata tetapi juga mengarah pada hukum pidana. Korporasi sebagai subjek tindak pidana mulai dikenal pada tahun 1951, yaitu dalam Undang-Undang Penimbunan Barang-Barang tetapi mulai dikenal secara luas dalam Undang-Undang No.7 Drt Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi, 4 yang akhirnya memberikan pengakuan tentang pemidanaan korporasi. Sejatinya korporasi sebagai badan hukum (recht persoon) telah dapat dijadikan sebagai subjek tindak pidana korupsi akan tetapi tetap mempunyai batasan pada perumusan sanksi pidana pokok yang dijatuhkan seperti pada perkara tindak pidana korupsi dimana perumusan sanksi pidana pokok yang diancamkan hanya dapat berupa pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (sepertiga) serta dapat dijatuhi pidana tambahan, 5 sementara pelaksanaan pidana denda yang tidak dibayar oleh korporasi dalam tindak pidana korporasi tidak ditentukan dalam undang-undang yang bersangkutan yakni Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU PTPK). Perilaku korupsi bertentangan dengan norma apa pun dan di mana pun, korupsi boleh saja dikatakan sebagai penyakit, yang akan menjalar dan merasuki tubuh manusia apabila tidak dicegah atau diobati, membuat tubuh menjadi rusak, 4 Andi Hamzah, 1989, Tanggung Jawab Korporasi dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup, disampaikan pada Diskusi Dua Hari Masalah-masalah Prosedural dalam Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Kantor Menteri Negara KLH, Jakarta, hlm. 32. 5 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 20 ayat (7).
3 sakit, kurus, dan akhirnya mati. 6 Di Indonesia, tindak pidana korupsi merupakan salah satu dari berbagai masalah yang perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan tindak pidana korupsi telah merambah ke seluruh lini kehidupan masyarkat dan dilakukan secara sistematis, sehingga merusak perekonomian dan menghambat pembangunan serta memunculkan stigma negatif bagi bangsa dan negara Indonesia di dalam pergaulan masyarakat internasional. 7 Tindak pidana korupsi yang sebagai extra ordinary crime dalam pencegahan maupun pemberantasan harus dilakukan secara komprehensif, yang meliputi legal substance, legal structure, dan legal culture. 8 Upaya-upaya yang telah dilakukan tidak hanya dengan menciptakan dan memperbaharui produk hukum sebagai aspek penting dalam berjalannya sistem peradilan pidana namun kelembagaan yang kuat oleh pemerintah, perilaku aparat penegak hukum, budaya hukum, dan dukungan dari masyarakat berbagai kalangan juga mendapatkan andil penting dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Akibat yang timbul dari tindak pidana korupsi tidak hanya kerugian pada bidang ekonomi, melainkan juga dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Di Indonesia, langkah-langkah pembentukan hukum positif guna memberantas tindak pidana korupsi telah dilakukan selama beberapa waktu dan telah melalui beberapa kali melakukan perubahan perundang-undangan. Dimulai dengan adanya Peraturan Penguasa Militer yang berlaku di daerah kekuasaan 6 Ali Mansyur, Menuju Masyarakat Anti Korupsi, dalam Satya Arinanto dan Ninuk Triyanti, 2012, Memahami Hukum : Dari Konstruksi Sampai Implementasi, Rajawali Pers, Jakarta, hlm.103 7 Septa Candra, Tindak Pidana Korupsi : Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan, dalam Agustinus Pohan et al., 2012, Hukum Pidana Dalam Perspektif, Pustaka Larasan, Denpasar, hlm.103 8 Ibid., hlm.104
4 Angakatan Darat (Peraturan Militer Nomor PRT/PM/061957) istilah korupsi sebagai istilah yuridis diperkenalkan, 9 hingga berlakunya UU PTPK. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebenarnya terdapat ketentuanketentuan yang mengancam pidana orang yang melakukan delik jabatan, pada khususnya delik-delik yang dilakukan oleh pejabat (ambteenar) yang terkait dengan korupsi namun kurang efektif dalam mengantisipasi permasalahan tindak pidana korupsi. 10 Telah disebutkan sebelumnya bahwa subjek tindak pidana korupsi dapat berupa badan hukum/korporasi dan sanksi yang diancamkan hanya dapat berupa pidana denda sebagai pidana pokok, namun timbul pertanyaan-pertanyaan bagaimana perumusan korporasi sebagai subjek tindak pidana dirumuskan dalam undang-undang, siapa yang bertanggung jawab bilamana korporasi melakukan tindak pidana korupsi, bagaimana kondisi dan persyaratan agar korporasi dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, dan yang terakhir tentang aturan pemidanaan yang ditujukan kepada korporasi tentang pidana pokok yang berupa pidana denda dan pidana tambahannya. Berkaitan dengan uraian di atas, terdapat sebuah kasus yang memiliki putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dengan Nomor 04/PID.SUS/2011/PT.BJM dengan terpidana PT. Giri Jaladhi Wana (PT.GJW) yang dijatuhi pidana denda sebesar Rp. 1.317.782.129,00 (satu milyar tiga ratus tujuh belas juta tujuh ratus delapan puluh dua ribu seratus dua puluh sembilan rupiah) dan pidana tambahan berupa penutupan sementara PT. GJW 9 Evi Hartanti,2005, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 24. 10 Ibid., hlm.23.
5 selama 6 (enam) bulan. Adapun besaran jumlah pidana denda sebesar Rp. 1.317.782.129,00 (satu milyar tiga ratus tujuh belas juta tujuh ratus delapan puluh dua ribu seratus dua puluh sembilan rupiah) dengan mempertimbangkan selisih dari jumlah kerugian negara yang telah dikurangkan dengan uang pengganti yang dijatuhkan kepada satu dari empat terdakwa dari berkas dan persidangan terpisah dalam perkara yang sama yakni Stephanus Widagdo selaku Direktur Utama PT. GJW. Berdasarkan contoh kasus di atas dapat dilihat dengan adanya pidana pokok berupa pidana denda juga memiliki peranan penting dalam penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi dikarenakan apabila pelaku korupsi adalah sebuah korporasi baik yang berupa badan hukum ataupun yang bukan berbentuk badan hukum maka pidana pokok yang relevan hanyalah pidana denda, namun ketentuan mengenai pidana pokok yang dicantumkan memiliki kelemahan dari segi pelaksanaan putusan yang dijatuhkan oleh hakim. Permasalahan muncul ketika sebuah korporasi yang berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) berubah status dari seorang terdakwa menjadi terpidana mempunyai beberapa kelemahan dari segi pelaksanaan putusan yang dijatuhkan oleh hakim yakni bagaimana dengan jangka waktu pelaksanaan pembayaran pidana denda setelah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan bagaimana apabila terpidana korporasi tidak membayar pidana pokok yanga berupa pidana denda. Bertitik tolak dari uraian di atas maka penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai pidana pokok berupa denda yang diberikan kepada korporasi yang
6 terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan menyusunnya dalam skripsi yang berjudul Pidana Denda Terhadap Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka terdapat 2 (dua) permasalahan yang perlu mendapat perhatian dan pengkajian terkait dengan Pidana Denda Terhadap Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi. 1. Bagaimana pengaturan pidana denda terhadap korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi ditinjau dari hukum penitensier? 2. Bagaimana kendala dan hambatan pelaksanaan pidana denda terhadap korporasi ditinjau dari studi kasus Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan Nomor : 04/PID.SUS/2011/PT.BJM atas nama Terpidana PT. GIRI JALADHI WANA? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang ada maka dapat diketahui tujuan penulisan hukum ini, sebagai berikut : 1. Tujuan Subjektif : Penulisan hukum digunakan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Objektif :
7 a. Untuk mengetahui pengaturan pidana denda terhadap korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi ditinjau dari hukum penitensier; b. Untuk mengetahui kendala dan hambatan pelaksanaan pidana denda terhadap korporasi ditinjau dari studi kasus Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan Nomor : 04/PID.SUS/2011/PT.BJM atas nama Terpidana PT. GIRI JALADHI WANA. D. Keaslian Penelitian Pada bagian ini penulis menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum ini merupakan hasil penelitian, pemikiran, dan pemaparan asli. Untuk mengetahui keaslian dari penelitian hukum ini, penulis melakukan penelusuran penelitian di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, dapat diketahui terdapat beberapa penulisan hukum yang berkaitan dengan pidana denda terhadap korporasi dalam tindak pidana korupsi. Berikut beberapa penulisan hukum yang dimaksud : 1. Penulisan hukum yang ditulis oleh Cahyo Edi Triwibowo, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2015, dengan judul Pelaksanaan Pidana Denda Dalam Tindak Pidana Korupsi, 11 dengan rincian sebagai berkut : a. Rumusan Masalah : 11 Cahyo Edi Triwibowo, 2015, Pelaksanaan Pidana Denda Dalam Tindak Pidana Korupsi, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
8 1) Bagaimana pelaksanaan putusan pengadilan yang telah inkracht berupa pidana denda dalam tindak pidana korupsi? 2) Bagaimana penentuan jangka waktu pidana kurungan pengganti denda dalam tindak pidana korupsi? b. Kesimpulan : Adapun dalam penulisan hukum tersebut membahas tentang pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap berupa pidana denda dalam tindak pidana korupsi yang dalam prakteknya belum optimal di wilayah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogayakarta dikarenakan tidak adanya peraturan yang mengatur pelaksanaan pidana denda dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, selain itu juga membahas tentang landasan penentuan jangka waktu pidana kurungan pengganti dalam tindak pidana korupsi yang digunakan sebagai pertimbangan jaksa dan hakim dari fakta dalam persidangan walaupun untuk pihak jaksa akan tetap melihat pedoman dalam Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE003/A/JA/02/2010. Berdasarkan pengamatan penulis terhadap penulisan hukum tersebut, terdapat perbedaan dengan penulisan hukum yang akan penulis lakukan, baik dari segi perumusan masalah, tujuan penelitian, maupun cakupan pembahasannya. Pada penulisan tersebut, terdapat perbedaan, yakni penulisan hukum tersebut lebih membahas mengenai penjatuhan pidana denda terhadap manusia alamiah (natuuralijke persoon), sementara yang
9 penulis teliti lingkupnya adalah penjatuhan pidana denda terhadap korporasi baik yang berupa badan hukum (recht persoon) ataupun bukan badan hukum. 2. Penulisan hukum yang ditulis sebagai Tesis oleh Reine Rofiana mahasiswa Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2012 dengan judul Pertanggung jawaban Korporasi Terhadap Pidana Pengganti Denda, 12 dengan rincian sebagai berkut : a. Rumusan Masalah : 1) Bagaimanakah reformulasi alternative pidana denda terhadap korporasi atas pidana denda yang tidak dibayar? b. Kesimpulan : Adapun dalam penulisan hukum tersebut membahas tentang reformulasi alternatif pidana denda terhadap korporasi atas pidana denda yang tidak dibayar yang dapat berupa penyitaan harta kekayaan atau aset korporasi serta tindakan administratif berupa pencabutan izin usaha korporasi atau pembubaran korporasi yang diikuti dengan likuidasi. Berdasarkan pengamatan penulis terhadap penulisan hukum tersebut, terdapat perbedaan dengan penulisan hukum yang akan penulis lakukan, baik dari segi perumusan masalah, tujuan penelitian, maupun cakupan pembahasannya. Pada penulisan tersebut, terdapat perbedaan, yakni penulisan hukum tersebut hanya membahas tindakan-tindakan yang dapat dilakukan jika korporasi tidak membayar pidana denda yang telah 12 Reine Rofiana, 2012, Pertanggung jawaban Korporasi Terhadap Pidana Pengganti Denda, Tesis, Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
10 dijatuhkan pada korporasi tersebut, sementara yang penulis teliti lingkupnya adalah peraturan perundang-undangan yang melandasi adanya pidana denda terhadap korporasi dan pelaksanaan pidana denda terhadap korporasi dalam Putusan 04/Pid.Sus/2011/PT.BJM. 3. Penulisan hukum yang ditulis oleh Adityawati Triastuti, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2010 dengan judul Pelaksanaan Pidana Tambahan Pembayaran Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi Sebagai Upaya Pengembalian Kerugian Keuangan Negara, 13 dengan rincian sebagai berikut : a. Rumusan Masalah : 1) Bagaimanakah pelaksanaan pidana tambahan pembyaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi sebagai upaya pengembalian kerugian keuangan negara? 2) Hambatan-hanmbatan dan solusi-solusi apa saja untuk mengatasinya yang dilakukan untuk pihak kejaksaan selaku eksekutor dalam pelaksanaan pidana tambahan pembyaran uang pengganti tersebut? b. Kesimpulan : Adapun dalam penulisan hukum tersebut membahas tentang pelaksanaan pidana tambahan pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi sebagai upaya pengembalian kerugian keuangan Negara dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalisasikan 13 Adityawati Triastuti, 2010, Pelaksanaan Pidana Tambahan Pembayaran Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi Sebagai Upaya Pengembalian Kerugian Keuangan Negara, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
11 pengembalian kerugian keuangan negara adalah dengan penyitaan harta benda terpidana, dan meningkatkan kinerja antar aparat penegak hukum, institusi, maupun dengan negara lain secara professional, selain itu juga membahas tentang adanya kelemahan-kelemahan dalam pidana susbider sebagai alternatif pidana tambahan pembayaran uang pengganti yang hanya dapat dilakukan apabila dalam penyitaan awal tidak ada harta benda yang bisa dilelang dan digunakan untuk membayar uang pengganti, serta sulitnya menentukan proposionalitas antara besarnya uang pengganti dengan lamanya pidana subsider, dan pidana subsider dianggap sebagai kemudahan terpidana sebagai solusi untuk tidak membayar uang pengganti. Berdasarkan pengamatan penulis terhadap penulisan hukum tersebut, terdapat perbedaan dengan penulisan hukum yang akan penulis lakukan, baik dari segi perumusan masalah, tujuan penelitian, maupun cakupan pembahasannya. Pada penulisan tersebut, terdapat perbedaan, yakni penulisan hukum tersebut lebih membahas tentang pidana pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi, sebagai upaya pengembalian keuangan negara, sementara yang penulis teliti lingkupnya adalah pidana denda dalam tindak pidana korupsi. 4. Penulisan hukum yang ditulis oleh Zukhruf Irfan, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2008 dengan judul
12 Pelaksanaan Pidana Tambahan Pembayaran Uang Pengganti dalam Tindak Pidana Korupsi, 14 dengan rincian sebagai berikut : a. Rumusan Masalah : 1) Bagaimanakah penerapan pidana tambahan pembayaran uang pengganti terhadap tindak pidana korupsi di dalam praktek peradilan? 2) Apa dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana tambahan pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi? b. Kesimpulan : Adapun dalam penulisan hukum tersebut membahas tentang penerapan pidana tambahan pembayaran uang pengganti terhadap tindak pidana korupsi di dalam praktek peradilan yang ternyata ditemukan adanya perbedaan penerapan pidana tambahan pembayaran uang pengganti terhadap tindak pidana korupsi antara Hakim di Pengadilan yang satu dengan Hakim di Pengadilan yang lain. Berdasarkan pengamatan penulis terhadap penulisan hukum tersebut, terdapat perbedaan dengan penulisan hukum yang akan penulis lakukan, baik dari segi perumusan masalah, tujuan penelitian, maupun cakupan pembahasannya. Pada penulisan tersebut, terdapat perbedaan, yakni penulisan hukum tersebut yakni penulisan hukum tersebut lebih membahas tentang pidana pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi, 14 Zukhruf Irfan, 2008, Pelaksanaan Pidana Tambahan Pembayaran Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
13 sementara yang penulis teliti lingkupnya adalah pidana denda dalam tindak pidana korupsi. Dari semua penulisan hukum diatas, dapat dilihat dan dibandingkan dengan penulisan hukum yang penulis lakukan bahwa tidak ada yang mengkaji 3 (tiga) variabel yang diteliti oleh penulis yakni pidana denda, korporasi, dan tindak pidana korupsi untuk saling dihubungkan ke dalam satu pembahasan, sehingga membuat penelitian ini berbeda dengan penulisan hukum sebelumnya dan dengan ini penulisan hukum yang dibuat oleh penulis belum pernah ditemukan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis a) Penelitian ini diharapkan menjadi bahan bacaan, referensi kajian, dan rujukan akademis serta dapat menambah pengetahuan dan wawasan studi/kajian hukum khususnya hukum pidana berkaitan dengan sanksi pidana berupa pidana denda terhadap korporasi dalam tindak pidana korupsi. 2. Manfaat praktis a) Bagi penulis
14 Menambah wawasan pengetahuan untuk penulis sendiri terkait pidana denda terhadap korporasi khususnya terkait kejahatan tindak pidana korporasi di Indonesia; b) Bagi masyarakat Penelitian yang dilakukan diharapkan mampu memberikan pengetahuan kepada masyarakat terhadap tindak pidana korupsi khususnya yang dilakukan oleh korporasi di Indonesia; c) Bagi pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi pemerintah dalam menanggulangi kejahatan tindak pidana korupsi yang dilakukan korupsi di Indonesia.