BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. wanita atau laki-laki sampai anak-anak, dewasa, dan orangtua bahwa dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prayogi Guntara, 2014 Pengaruh Recovery Aktif Dengan Recovery Pasif Terhadap Penurunan Kadar Asam Laktat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang Masalah. Lari jarak pendek (sprint) adalah lari yang menempuh jarak antara 100

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Energi. Kinerja manusia memerlukan energi. Energi tersebut berasal. dari bahan makanan yang dimakan sehari-hari. Tujuan makan antara lain

KETAHANAN (ENDURANCE)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan tujuan untuk memperoleh prestasi optimal pada cabang-cabang olahraga.

BAHAN AJAR BIOKIMIA Sistem energi untuk olahraga. Oleh: Cerika Rismayanthi, M.Or FIK UNY

RESPIRASI SELULAR. Cara Sel Memanen Energi

Kontraksi otot membutuhkan energi, dan otot disebut sebagai mesin. pengubah energi kimia menjadi kerja mekanis. sumber energi yang dapat

METABOLISME ENERGI PADA SEL OTOT INTRODUKSI. dr. Imas Damayanti ILMU KEOLAHRAGAAN FPOK-UPI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. cabang-cabang olahraga. Atlet yang menekuni salah satu cabang tertentu untuk

BAB I PENDAHULUAN. landasan awal dalam pencapaian prestasi (M. Sajoto, 1988)

AFC B LICENCE COACHING COURSE

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. VO2max dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik.

TEORI DAN METODOLOGI LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA

LATIHAN KETAHANAN (ENDURANCE) Oleh: Prof. Dr. Suharjana, M.Kes Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta

1. Glikolisis, yakni proses pemecahan molekul c6 atau glukosa menjadi senyawa bernama asam piruvat atau dikenal dengan rumus kimia C3.

Secara sederhana, oksidasi berarti reaksi dari material dengan oksigen. Secara kimiawi: OKSIDASI BIOLOGI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari salah satu jalur energi dalam tubuh yang dikenal sebagai glikolisis (Mc

Metabolisme (Katabolisme) Radityo Heru Mahardiko XII IPA 2

KEGIATAN OLAHRAGA DAN KESINAMBUNGAN ENERGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE MELATIH FISIK SEPAKBOLA. Subagyo Irianto

SISTEM ENERGI DAN ZAT GIZI YANG DIPERLUKAN PADA OLAHRAGA AEROBIK DAN ANAEROBIK. dr. Laurentia Mihardja, MS *

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk meningkatkan keterampilan (kemahiran) dalam berolahraga

Secara sederhana, oksidasi berarti reaksi dari material dengan oksigen OKSIDASI BIOLOGI

Metabolisme karbohidrat

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

oksaloasetat katabolisme anabolisme asetil-koa aerobik

DOSEN PENGAMPU : Dra.Hj.Kasrina,M.Si

LATIHAN FISIK DAN ASAM LAKTAT

4. Respirasi aerob menghasilkan produk berupa A. sukrosa B. glukosa C. CO D. oksigen

PENGARUH SUPLEMEN TERHADAP KADAR ASAM LAKTAT DARAH

BAHAN AJAR. : Pengelolaan Ekskul Olahraga Sekolah Kode Mata Kuliah : POR 309. Materi : Latihan

BAB I PENDAHULUAN. satu karakteristik permainan sepak bola yaitu menendang dan mengoper bola

SISTEM ENERGI DAN ZAT GIZI YANG DIPERLUKAN PADA OLAHRAGA AEROBIK DAN ANAEROBIK dr. Laurentia Mihardja, MS

Penemunya adalah Dr. Hans Krebs; disebut juga sebagai siklus asam sitrat atau jalur asam trikarboksilik. Siklus yang merubah asetil-koa menjadi CO 2.

2015 KONTRIBUSI DENYUT NADI ISTIRAHAT DAN KAPASITAS VITAL PARU-PARU TERHADAP KAPASITAS AEROBIK

PRINSIP-PRINSIP LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen.

organel yang tersebar dalam sitosol organisme

Metabolisme Karbohidrat. Oleh : Muhammad Fakhri, S.Pi, MP, M.Sc Tim Pengajar Biokimia

Pertemuan : Minggu ke 7 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Respirasi dan metabolisme lipid Sub pokok bahasan : 1. Respirasi aerob 2.

BAB I PENDAHULUAN. Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu

PENDAHULUAN Dayung adalah satu cabang olahraga yang membutuhkan kondisi tubuh prima agar dapat tampil sebaik mungkin pada saat latihan maupun ketika p

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

LATIHAN KETAHANAN (KEBUGARAN AEROBIK)

Disarikan dari berbagai sumber. Oleh : Octavianus Matakupan

KONSEP Latihan kebugaran jasmani

TINJAUAN PUSTAKA Struktur Anatomi Otot Rangka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Oleh Cerika Rismayanthi, M.Or. Ahmad Nasrulloh, M.Or. Fatkhurahman Arjuna, M.Or. (TIM PENGAMPU)

BIOLOGI. Nissa Anggastya Fentami, M.Farm, Apt

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

2.1.3 Terjadi dimana Terjadi salam mitokondria

direncanakan antara pembebanan dan recovery. Lari interval ini merupakan lari

KOMPONEN-KOMPONEN LATIHAN

A. Respirasi Selular/Aerobik

Pertemuan III: Cara Kerja Sel dan Respirasi Seluler. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011

MEMBANGUN PRESTASI OLAHRAGA BERDASAR ILMU OLAHRAGA

BAB II KAJIAN PUSTAKA Passing dan Ketepatan Tembakan Sepak Bola

FUNGSI PHOSPOR DALAM METABOLISME ATP

BAB V PEMBAHASAN. jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PERUBAHAN FISIOLOGIS KARENA LATIHAN FISIK Efek latihan a. Perubahan biokhemis b. Sistem sirkulasi dan respirasi c. Komposisi badan, kadar kholesterol

Kesinambungan Energi dan Aktifitas Olahraga. (Nurkadri)

BIOLOGI JURNAL ANABOLISME DAN KATABOLISME MEILIA PUSPITA SARI (KIMIA I A)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Siklus Krebs. dr. Ismawati, M.Biomed

POKOK BAHASAN IX IX. PENGGUNAAN ENERGI MEKANIK PADA TERNAK KERJA. Mengetahui proses metabolisme dan dinamika fisiologi pada ternak kerja

PERBEDAAN NILAI KAPASITAS VO 2 MAKSIMUM PADA ATLIT SEPAK BOLA DENGAN FUTSAL DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Jurnal Ilmu Keolahragaan Vol. 16 (2), Juli Desember 2017: 27-36

Fitria Dwi Andriyani, M.Or.

Metabolisme karbohidrat - 4

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

P E N G E M B A N G A N E K T R A K U R I K U L E R O L A H R A G A S E K O L A H H E D I A R D I Y A N T O H E R M A W A N

ADAPTASI CARDIORESPIRATORY SAAT LATIHAN AEROBIK DAN ANAEROBIK Nugroho Agung S.

BAB I PENDAHULUAN. darah. Masase adalah pemijatan atau pengurutan pada bagian tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan

Suharjana FIK UNY Suharjana FIK UNY

PENGARUH LATIHAN LARI INTERVAL TERHADAP KECEPATAN LARI PADA PEMAIN SEPAK BOLA DI SEKOLAH SEPAK BOLA RUKUN AGAWE SANTOSA (RAS) KLATEN NASKAH PUBLIKASI

Giant Panda (Ailuropoda melanoleuca)

Definisi Energi pada makhluk hidup (manusia) mampu ditimbulkan dengan cara tanpa O2 (cepat) maupun dengan O2 (lama). Di lapangan pelatih sukar menguku

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kebugaran dan kesehatan tubuh (Giam dan Teh, 1992).

REAKSI KIMIA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

BAB I PENDAHULUAN. remaja akhir dan dewasa awal berdasarkan tahap perkembangannya, yaitu

kardiovaskuler, sistem respirasi, jaringan ikat dan komposisi tubuh, sistem reproduksi, ketahanan tubuh sampai kepada pengendalian stress dan

METABOLISME ENERGI TUBUH & OLAHRAGA. M. Anwari Irawan. Sports Science Brief

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. interval-interval yang berupa masa-masa istirahat. Interval training dapat

Metabolisme karbohidrat - 2

BAB I PENDAHULUAN. lari terdiri dari enam macam yang salah satunya adalah Lari cepat (Sprint) yang

Metabolisme : Enzim & Respirasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu perubahan pembangunan bangsa. Peranan penting tersebut

MODUL 9 KEBUTUHAN ZAT GIZI DAN JUMLAH KALORI YANG DIPERLUKAN OLEH ATLET

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Asam Laktat a. Asam Laktat dan Latihan Laktat merupakan intermediate product dari metabolisme glukosa. Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen. Dalam tubuh asam laktat diproduksi secara terus menerus dalam sitoplasma. Meskipun demikian jumlah asam laktat dalam tubuh relatif tetap. Kadar laktat darah orang sehat dalam keadaan istirahat sekitar 1-2 mm/l (Jensen, 1989:14, fox 1993 dalam Mochamad, 2011:161). Pada latihan fisik intensitas tinggi otot berkontraksi dalam keadaan anaerobik, sehingga penyediaan ATP terjadi melalui proses glikolisis anaerobik. Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar asam laktat dalam darah maupun otot. Berbagai bentuk latihan fisik yang dilakukan dengan menggunakan intensitas tinggi dapat menyebabkan peningkatan kadar asam laktat dalam otot maupun dalam darah (Fox, 1993 dalam Purnomo, 2013:182). Pada latihan fisik dengan intensitas tinggi otot berkontraksi dalam keadaan anaerobik, sehingga penyediaan ATP terjadi melalui proses glikolisis anaerobik. Hal ini mengakibatkan meningkatnya kadar lakat dalam darah maupun otot. Menurut Mochamad (2011:156) bahwa terbentuknya asam laktat merupakan akibat aktivitas latihan dengan intensitas tinggi dan latihan dalam waktu yang lama (prolonged exercise). Tetapi otot yang terlatih tetap dapat berkontraksi dengan baik pada konsentrasi asam laktat yang cukup tinggi. Segera setelah mendapat oksigen, asam laktat diubah kembali menjadi asam piruvat dan selanjutnya diubah menjadi energi, karbon 11

12 dioksida, dan air. Jadi, asam laktat merupakan sumber energi yang akan dikonversi menjadi piruvat, piruvat masuk dalam Siklus Kreb s dan Sistem Transport Electron sehingga menghasilkan energi, H 2 O, dan CO 2 (Soekarman, 1987:10). Konsentrasi maksimal asam laktat pada otot dan darah selama melakukan aktivitas latihan fisik tidak diketahui secara pasti. Namun demikian, toleransi kadar asam laktat pada manusia diperkirakan mencapai di atas 20 mm/l darah dan 25 mm/1 kg berat otot basah dan bahkan bisa mencapai di atas 30 mm pada latihan dinamis dengan intensitas tinggi (Mochamad, 2011:161). b. Efek Penumpukan Asam Laktat Latihan anaerobik dengan pemenuhan energi yang berlangsung secara glikolisis anaerobik akan meningkatkan konsentrasi asam laktat dalam sel otot. Peningkatan asam laktat tersebut akan menurunkan ph dari sel (tingkat keasaman dalam sel lebih tinggi dibandingkan di luar sel). Enzim-enzim di dalam sel sangat peka terhadap ph. Penurunan ph menyebabkan penurunan kecepatan reaksi dari enzim-enzim di dalam sel sehingga menurunkan kemampuan metabolisme dan produksi ATP. Keberadaan asam di dalam otot akan mengganggu berbagai mekanisme sel otot yaitu: (1) menghambat enzim aerobik dan anaerobik sehingga menurunkan kapasitas ketahanan aerobik (endurance aerobic capacity) dan kapasitas ketahanan anaerobik (endurance anaerobic capacity); (2) menghambat terbentuknya creatin phospat (CP) dan akan mengganggu koordinasi gerak; (3) menghambat enzim fosfofruktokinase; (4) menghambat pelepasan ion Ca ++ pada troponin C mengalami penurunan dan mengakibatkan gangguan atau terhentinya kontraksi serabut otot; (5) menghambat aktivasi matpase terutama pada serabut otot cepat karena matpase pada serabut otot cepat peka terhadap asam. Pada latihan dengan intensitas tinggi akan meningkatkan penumpukan asam laktat sehingga dapat menurunkan ph. Pada latihan maksimal

13 diperkirakan terjadi penumpukan H + yang berpengaruh terhadap perubahan ph. Dalam keadaan istirahat tubuh memiliki ph darah normal 7,4 dan pada latihan fisik ph dapat menurun menjadi 7.0 serta pada latihan fisik yang maksimal ph darah dapat turun hingga 6,5. Penurunan ph darah dan otot dapat menyebabkan produksi asam laktat pada jaringan hypoxia dan menurunkan penggusuran asam laktat oleh hati karena terhambatnya glikolisis. Penimbunan asam laktat dalam darah menjadi masalah mendasar dalam kinerja fisik karena menimbulkan kelelahan yang kronis dan menurunkan kinerja fisik (Ahmaidi, 1996:450). Penggusuran laktat yang lambat menyebabkan sindroma latihan yang berlebih (overtraining syndrome) pada atlet sehingga mengakibatkan peningkatan insiden cedera yang dapat menyebabkan kecacatan baik sementara maupun menetap. Bentuk aktivitas yang dapat mempercepat pemulihan laktat adalah meningkatkan proses oksidasi, glukoneogenesis, banyak melibatkan serabut otot merah, dan mempercepat distribusi laktat dari otot aktif ke otot yang kurang aktif (Falks, 1995:7). Sejumlah besar asam laktat yang diproduksi oleh otot selama latihan dirubah menjadi asam piruvat kemudian dipecah menjadi karbon dioksida dan air di dalam mitokondria. Bagaimanapun juga, asam laktat dapat berdifusi keluar dari otot dan masuk ke dalam darah, diambil kembali, dan digradasi untuk energi oleh otot yang lain. Cara lain tentang penggunaan asam laktat sebagai energi adalah asam laktat dikeluarkan oleh darah ke hati, di hati asam laktat dirubah menjadi glikogen hati melalui glukoneogenesis. Glikogen hati kemudian dipecah menjadi glukosa yang masuk ke dalam darah dan diangkut kembali ke otot untuk dipergunakan di dalam glikolisis atau disimpan sebagai glikogen. Daur dari otot ke hati dinamakan Daur Cori. Daur Cori terutama berguna selama latihan yang lama dan pulih asal karena keduanya membantu untuk mengangkut asam laktat sebagai zat yang

14 mempercepat kelelahan. Daur Cori mengisi glukosa untuk kontinuitas suplai energi ke otot sehingga latihan dapat diteruskan (Hairy, 1989:84). c. Asam Laktat dan Kelelahan Kelelahan (fatigue) adalah suatu fenomena fisiologis, suatu proses terjadinya keadaan penurunan toleransi terhadap kerja fisik. Penyebabnya sangat spesifik bergantung pada karakteristik kerja tersebut. Penyebab kelelahan dapat ditinjau dari aspek anatomi berupa kelelahan sistem saraf pusat, neuromuskular dan otot rangka, serta dari aspek fungsi berupa kelelahan elektrokimia, metabolik, berkurangnya substrat energi, hiper/hipotermia, dan dehidrasi (Septiani et al, 2010:179). Kelelahan otot didefenisikan sebagai kegagalan mempertahankan kekuatan atau daya yang keluar selama kontraksi yang berkelanjutan atau berulang (Zuhal, 2006:376). Kelelahan juga membatasi kinerja, menimbulkan perasaan tidak nyaman, dan frustasi. Kelelahan otot membatasi kinerja otot. Kelelahan otot dapat bersifat lokal maupun menyeluruh. Dapat menyertai olahraga endurance maupun olahraga yang berintensitas tinggi yang berlangsung singkat (Sarifin, 2010:59). Kelelahan otot lokal (local muscular fatigue) mengikuti latihan fisik berintensitas tinggi dan berlangsung singkat disebabkan oleh akumulasi produksi asam laktat di dalam otot dan darah. Hal ini berhubungan dengan mekanisme resintesa energi (ATP) selama proses kontraksi otot di dalam serabut otot FT (fast-twitch) yang lebih banyak berperan pada aktivitas fisik atau olahraga yang berintensitas tinggi. Sebagaimana diketahui bahwa serabut otot FT lebih cepat mengalami kelelahan dibandingkan dengan serabut otot ST (slow-twitch) karena serabut otot FT mempunyai kemampuan sistem anaerobik yang tinggi dengan sistem aerobik yang rendah sehingga cepat terbentuk asam laktat. Hal ini akan menyebabkan kelelahan otot lebih cepat terjadi (Sarifin, 2010:59).

15 Kelelahan yang mengikuti olahraga atau latihan endurance tidak disebabkan oleh karena akumulasi produksi asam laktat. Kelelahan ini disebabkan selain oleh karena terjadinya kelelahan pada otot (komponen lokal) juga karena faktor di luar otot (komponen tubuh lainnya). Kelelahan karena faktor komponen lokal disebabkan terkurasnya cadangan glikogen otot baik pada serabut otot FT maupun ST, sedangkan kelelahan karena komponen tubuh lainnya mungkin disebabkan oleh: (1) hipoglikemia; (2) penipisan glikogen hati; (3) dehidrasi; (4) kehilangan elektrolit; (5) hipertermia; (6) kebosanan (psikologis). Jadi kelelahan yang menyertai olahraga endurance merupakan kelelahan yang bersifat menyeluruh (Sarifin, 2010:60). Ciri adanya penimbunan asam laktat (acidosis) adalah rasa sakit pada tungkai (untuk pembalap sepeda atau pelari) atau rasa sakit pada lengan (untuk dayung), rasa sakit pada kaki, tungkai atas, dan tungkai bawah (pada pesilat). Produksi energi yang sejalan dengan nilai laktat yang tinggi tidak lebih dari sebuah solusi darurat (Janssen Peter G.J.M, 1993:13 dalam Purnomo 2013:182). Menurut Giriwijoyo dan Sidik (2013:51), kelelahan dibagi dalam 2 tipe, yaitu kelelahan mental dan kelelahan fisik. Kelelahan mental adalah kelelahan yang merupakan akibat dari kerja mental. Kelelahan ini sering disebabkan oleh kejemuan sebab kurangnya minat dan hal ini lebih merupakan masalah bagi para ahli psikologi, psikiatri, sosiologi, termasuk pula para ahli ilmu faal. Lebih lanjut Giriwijoyo dan Sidik (2013:52) mengemukakan bahwa kelelahan fisik disebabkan oleh karena kerja fisik atau kerja otot dan menjadi masalah yang sangat menarik minat para ahli ilmu faal. Perlu dipahami bahwa kelahan fisik adalah kelelahan dari Ergosistema (ES-I) dan dari ES-I yang berfungsi secara aktif adalah sistem nevorum dan sistem muscular. Gabungan dari keduanya lebih dikenal sebagai sistem neuromuscular sehingga kelelahan hakikatnya dapat terjadi pada salah satu dari keduanya

16 atau keduanya. Faktor faktor penyebab pertama kelelahan fisik maupun mental haruslah berupa kegiatan yang menggunakan daya (energi) karena tidak akan terjadi kelelahan bila sama sekali tidak ada penggunaan daya. 1) Faktor-Faktor Penyebab Kelelahan Otot Telah diketahui bahwa kelelahan otot merupakan ketidak mampuan otot untuk berkontraksi secara cepat dan kuat. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kelelahan otot. Berikut adalah penyebab dari kelelahan otot: a) Pengosongan ATP-PC ATP merupakan sumber energi kontraksi otot dan PC untuk resintesa ATP secepatnya. Jika ATP dan PC digunakan untuk kontraksi terus maka terjadi pengosongan fosfagen intraselular sehingga mengakibatkan kelelahan. Selain itu ada peningkatan konsentrasi ion H + di dalam intraselular yang diakibatkan penumpukan asam laktat. b) Pengosongan Simpanan Glikogen Otot Pengosongan glikogen terjadi karena proses latihan yang lama (30 menit 4 jam). Karena pengosongan glikogen demikian hebat, maka menyebabkan kelelahan kontraktil. Faktor lain penyebab kelelahan antara lain rendahnya tingkat glukosa darah yang menyebabkan pengosongan glikogen hati, pengosongan cadangan glikogen otot yang menyebabkan kelelahan otot lokal, dehidrasi, dan kurangnya elektrolit yang menyebabkan temperatur meningkat. c) Akumulasi Asam Laktat Akumulasi asam laktat akan menumpuk di otot dan di pembuluh darah. Menyebabkan konsentrasi H + meningkat dan ph menurun. Ion H + menghalangi proses eksitasi yaitu menurunnya Ca 2+ yang dikeluarkan dari retikulum sarkoplasmik. Ion H + juga mengganggu kapasitas mengikat Ca 2+ oleh troponin. Ion H + juga akan menghambat kegiatan fosfo-fruktokinase.

17 2) Mekanisme Kelelahan Otot Kelelahan dapat diklasifikasikan menjadi kelelahan yang berlokasi di sistem saraf pusat yang dikenal dengan kelelahan pusat dan kelelahan yang berlokasi di luar sistem saraf pusat yang dikenal dengan kelelahan perifer (Almuktabar, 2009:97). a) Kelelahan Pusat Kelelahan pusat disebabkan karena kegagalan sistem saraf pusat merekrut jumlah dan mengaktifkan motor unit yang dilibatkan dalam kontraksi otot. Padahal kedua hal tersebut berperan dalam besarnya potensial yang dihasilkan selama kontraksi otot. Dengan demikian, berkurangnya jumlah motor unit dan frekuensi pengaktifan motor unit menyebabkan berkurangnya kemampuan kontraksi otot. Rekruitmen jumlah motor unit juga dipengaruhi oleh motivasi. Pada perangsangan elektrik pada otot yang lelah masih dapat mengembangkan kekuatan kontraksi otot. Hal ini membuktikan bahwa pengembangan kekuatan otot tersebut dapat dipengaruhi oleh aspek psikologis (Robert, 1999 dalam Almuktabar, 2009:97). Selain itu ada penelitan lain mengenai pengaruh motivasi terhadap performance. Seseorang yang memiliki motivasi yang rendah akan mudah lelah dibandingkan dengan seseorang yang memiliki motivasi tinggi (Robert, 1999 dalam Almuktabar, 2009:97). Dengan demikian, diyakini bahwa rendahnya motivasi pada sistem saraf pusat akan menurunkan rekruitmen jumlah motor unit sehingga terjadi kelelahan pusat. b) Kelelahan Perifer Otot dalam berkontraksi membutuhkan energi berupa ATP. ATP tersebut dapat diproduksi secara anaerobik (sistem ATP-PC dan glikolisis laktasid) dan aerobik. Sistem ATP-PC merupakan produksi ATP yang cepat melalui pemecahan PC. Phospocreatin (PC) merupakan senyawa yang mengandung fosfat dan tertimbun di

18 otot. Sistem glikolisis laktasid merupakan produksi ATP dari rangkaian glikolisis anaerobik yang menghasilkan asam laktat. Sedangkan sistem aerobik merupakan produksi ATP dari sumber energi glukosa/glikogen dan asam lemak dengan bantuan oksigen. Dengan demikian, sumber energi yang dominan digunakan untuk memproduksi ATP adalah glikogen/glukosa dan asam lemak. Rendahnya cadangan glikogen otot akan mengurangi kemampuan otot untuk memproduksi ATP melalui glikolisis sehingga mengganggu kontraksi otot. Cadangan glikogen otot kurang dari 20 mmol/kgbb yang akan mengganggu kontraksi otot. Kemudian rendahnya mobilisasi asam lemak juga akan mengganggu pembentukan ATP secara aerobik. Produksi ATP secara aerobik melibatkan bantuan oksigen. Suplai oksigen tergantung dari VO 2 max yang melibatkan peran ventilasi, kardiovaskular, dan respirasi otot. Bila suplai oksigen tidak terpenuhi akan mengakibatkan produksi ATP secara anaerobik (sistem glikolisis laktasid) yang berdampak pada penumpukan asam laktat. Kelelahan karena gangguan perambatan impuls, mekanik kontraksi otot, dan suplai energi akan menyebabkan kelelahan perifer. 3) Kemungkinan Tempat-tempat Kelelahan Giriwijoyo dan Sidik (2013:56) mengemukakan bahwa ada enam yang mungkin menjadi tempat terjadinya kelelahan bila ditinjau dari anatomi sistema neuromuscular yaitu: a) Serabut otot. b) Keping ujung saraf motor (motor nerve endplate) di dalam otot. c) Serabut saraf motorik itu sendiri. d) Synaps di dalam ganglion saraf dan di susunan saraf pusat. e) Badan sel saraf. f) Ujung saraf sensoris di dalam otot atau dimanapun di dalam tubuh.

19 Perlu diingat juga bahwa terjadinya penimbunan asam laktat dalam otot oleh karena pembentukan asam laktat lebih cepat daripada pembuangannya. Hal ini berkaitan dengan tidak adekuatnya sistem sirkulasi dalam otot yang bersangkutan dan tidak adekuatnya pasokan oksigen (O 2 ) baik secara absolut maupun relatif. Pasokan oksigen (O 2 ) yang secara absolut tidak kuat disebabkan oleh rendahnya kapasitas aerobik yang dimiliki seseorang sedangkan pasokan oksigen (O 2 ) yang secara relatif tidak adekuat disebabkan oleh tingginya intensitas kerja yang dilakukan. Salah satu cara untuk pulih kembali dari kelelahan yaitu dengan pemulihan atau recovery. Untuk mengurangi kelelahan yang terjadi, maka kadar asam laktat dalam darah maupun otot harus segera dibersihkan sampai pada batas ambang normal (Purnomo 2013:182). Penimbunan laktat dalam darah menjadi masalah mendasar dalam kinerja fisik karena menimbulkan kelelahan dan menurunkan kinerja fisik. Mekanisme pemulihan laktat dari darah dan otot sangat dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan setelah aktivitas maksimalnya (Golnick, 1990 dalam Purnomo 2013:182). 2. Latihan a. Pengertian Latihan Istilah latihan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yang dapat mengandung beberapa makna seperti practice, exercise, dan training (Sukadiyanto, 2011:5). Pada prinsipnya latihan merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik yaitu untuk meningkatkan kualitas fisik, kemampuan fungsional organ tubuh, dan kualitas psikis seseorang. Latihan yang berasal dari kata practice adalah aktivitas untuk meningkatkan keterampilan berolahraga dengan menggunakan peralatan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan olahraga tersebut. Selama dalam kegiatan proses latihan agar dapat menguasai keterampilan gerak cabang olahraganya selalu

20 dibantu dengan menggunakan berbagai peralatan pendukung. Latihan yang berasal dari kata exercise adalah latihan harian untuk meningkatkan kualitas fungsi sistem organ tubuh manusia sehingga mempermudah olahragawan dalam penyempurnaan geraknya (Sukadiyanto, 2011:5). Latihan (exercise) merupakan materi latihan yang dirancang dan disusun oleh pelatih untuk satu sesi latihan atau satu kali tatap muka. Pengertian latihan yang berasal dari kata training adalah suatu perencanaan untuk meningkatkan kemampuan berolahraga yang berisikan materi teori, praktek, dan metode serta aturan pelaksanaannya (Martin, 1982 dalam Sukadiyanto, 2011:6). Sedangkan Menurut Harre dan Nossek (1982) dalam Sukadiyanto (2011:6) bahwa latihan yang berasal dari kata training adalah suatu proses penyempurnaan kemampuan berolahraga dengan pendekatan ilmiah, memakai prinsip pendidikan yang terencana dan teratur sehingga dapat meningkatkan kesiapan dan kemampuan olahragawan. Bompa (1999:48) mengatakan bahwa latihan merupakan aktivitas olahraga yang sistematis dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara progresif dan individual yang mengarah kepada ciri-ciri fungsi psikologis dan fisiologis manusia untuk mencapai sasaran yang ditentukan. Menurut Harsono (1988) dalam Roesdiyanto dan Budiwanto (2008:17) latihan adalah suatu proses berlatih yang sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang dan kian hari jumlah beban latihannya kian bertambah. Latihan juga dapat didefenisikan sebagai peran serta yang sistematis dalam latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fungsional fisik dan daya tahan dalam latihan (Russel, 1993:317). Latihan akan berjalan sesuai dengan tujuan apabila diprogram sesuai dengan kaidah-kaidah latihan yang benar. Program latihan tersebut mencakup segala hal mengenai takaran latihan, frekuensi latihan, waktu latihan, dan prinsip-prinsip latihan lainnya. Program latihan ini disusun secara sistematis, terukur, dan disesuaikan dengan tujuan latihan yang dibutuhkan.

21 Dalam istilah Indonesia kata practice, exercise, dan training secara umum dianggap mempunyai arti yang sama yaitu latihan. Salah satu ciri dari latihan baik yang berasal dari kata practice, exercise, maupun trainng adalah adanya beban latihan. Oleh karena diperlukannya beban latihan selama proses latihan agar hasil latihan dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas fisik, psikis, sikap, dan sosial olahragawan sehingga puncak prestasi dapat dicapai dalam waktu yang singkat dan dapat bertahan relatif lebih lama. Pada dasarnya dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa latihan merupakan suatu proses yang sangat kompleks yang melibatkan variabel-variabel internal dan eksternal antara lain motivasi dan ambisi atlet, kuantitas dan kualitas latihan, volume dan intensitas latihan, serta pengalaman bertanding. Dalam proses latihan juga diperlukan berbagai pengetahuan pendukung agar proses latihan dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan sehingga dimaksudkan untuk proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja secara berulang-ulang dengan kian hari menambah jumlah beban latihan atau pekerjaannya memperbaiki penguasan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci, dan rutin. Secara singkat dapat dinyatakan bahwa latihan digunakan untuk menyiapkan diri agar hasil latihan selalu positif dan optimal. b. Komponen komponen Latihan Setiap kegiatan fisik yang dilakukan atlet akan mengarah kepada sejumlah perubahan yang bersifat anatomis, fisiologis, biokimia, dan psikologis. Menurut Bompa (1994:81) bahwa efisiensi dari suatu kegiatan merupakan akibat dari waktu yang dipakai, jarak yang di tempuh dan jumlah pengulangan (volume), beban dan kecepatannya (intensitas), serta frekuensi penampilannya (densitas). Menurut Sukadiyanto (2011:26), ada beberapa komponen latihan, yaitu: (1) intensitas; (2) volume; (3) recovery; (4) interval; (5) repetisi; (6) set; (7) seri atau sirkuit; (8) durasi; (9) densitas; (10) irama; (11) frekuensi; dan (13) sesi atau unit. Semua komponen di atas

22 tersebut harus diperhatikan dalam penerapan latihan. Semua komponen dibuat sedemikian rupa dalam berbagai model yang sesuai dengan karakteristik fungsional dan ciri suatu pertandingan. Semua komponen latihan harus ditingkatkan sesuai dengan perbaikan atau kemajuan yang dicapai atlet secara keseluruhan. 1) Volume Latihan Volume latihan adalah jangka waktu yang dipakai selama sesion latihan yang melibatkan beberapa bagian yang integral seperti jangka waktu, jumlah tegangan, dan jumlah pengulangan yang dipakai dalam latihan (Bompa, 1994:82). Volume adalah komponen utama pelatihan, volume adalah prasyarat kuantitatif untuk prestasi teknis, taktis, dan fisik yang tinggi (Bompa, 1999:80). Volume latihan kadang-kadang tidak akurat disebut durasi pelatihan karena yang disebut volume adalah sebagai berikut: a) Waktu atau durasi pelatihan. b) Jarak yang ditempuh atau berat angkatan per unit waktu. c) Pengulangan dari latihan atau elemen teknis atlet melakukan dalam waktu tertentu. Jadi, volume latihan adalah keseluruhan waktu atau total waktu aktivitas dalam latihan. Artinya bahwa jumlah aktivitas yang dihitung dari durasi, jarak tempuh maupun pengulangan dalam latihan. Dalam pencapaian prestasi yang tinggi kita tidak boleh berpikir untuk melakukan jalan pintas untuk meningkatkan kuantitas dalam volume latihan secara cepat. Volume latihan harus ditingatkan secara bertahap dan berkelanjutan. Terlalu tinggi peningkatan volume latihan dapat merusak atlet. Here (1981) dalam Bompa (1994:83) menyatakan bahwa peningkatan volume latihan yang kurang bijaksana dapat mengakibatkan kelelahan, efisiensi latihan rendah, kerja otot tidak ekonomis, dan meningkatkan kemungkinan cedera. Ada dua jenis volume latihan yang

23 harus diperhitungkan yaitu volume relatif dan volume absolut. Volume relatif adalah jumlah total waktu yang dipakai dalam latihan oleh seorang atlet sewaktu melakukan latihan yang khusus atau tahap latihan sedangkan volume absolut adalah ukuran jumlah kerja yang dilakukan setiap atlet per satuan waktu, biasanya dalam menit (Bompa, 1994:84). 2) Intensitas Latihan Intensitas latihan adalah fungsi dari kekuatan rangsangan saraf yang dilakukan dalam latihan yang tergantung dari beban, kecepatan gerakannya, variasi interval atau istirahat diantara tiap ulangannya (Bompa 1994:84). Kejiwaan juga merupakan elemen penting dalam latihan. Intensitas tidak semata-mata diukur dari usaha yang dilakukan otot saja, tetapi juga pengeluaran tenaga pada saraf selama melakukan latihan atau pertandingan. Penting sekali untuk mengetahui kejiwaan seseorang dalam latihan. Dengan demikian dapat diterima bahwa cabang olahraga yang menuntut tingkat usaha fisik yang rendah seperti menembak, panahan, dan catur juga memiliki komponen intensitas. Untuk mengukur besarnya intensitas dapat menggunakan cara 1 RM (Repetisi Maximum), denyut jantung per menit, kecepatan, jarak tempuh, jumlah repetisi, dan pemberian waktu recovery dan interval (Sukadiyanto, 2011:26). a) 1 RM ( Repetisi Maximum) 1 RM adalah satu ukuran intensitas yang bentuknya mengukur kemampuan otot atau sekelompok otot untuk melawan beban secara maksimal dalam satu kali kerja. 1 RM seringkali digunakan dalam hal menentukan beban latihan dengan ukuran berat dan jumlah repetisi maksimal yang dapat dilakukan dalam waktu tertentu. Cara mencari beban latihan dengan metode trial and error, mencoba mengangkat beban hingga tidak mampu mengangkat lagi (satu kali angkatan kuat kemudian yang kedua tidak kuat inilah yang dikatakan 1 RM). Metode ini tidak dianjurkan bagi mereka

24 yang belum terlatih, hal ini disebabkan karena otot-otot mereka belum kuat atau belum biasa menerima beban berat sehingga dikhawatirkan dapat mengalami cedera. b) Denyut Jantung Per Menit Denyut jantung per menit sebagai ukuran intensitas dihitung berdasarkan denyut jantung maksimal. Denyut jantung maksimal seseorang biasanya menggunakan rumus 220 - usia. Namun untuk mengukur denyut jantung untuk olahraga prestasi terutama yang memiliki denyut jantung sedikit, penggunaan rumus tersebut kurang sesuai. Namun secara sederhana rumus tersebut masih tetap dapat digunakan. Tabel 1.Prediksi Rumus Menghitung Denyut Jantung Maksimal Kategori Denyut Jantung Denyut Jantung Istirahat Maksimal Orang Awam 60x/ Menit 220 usia Terlatih 51 s.d 59x/Menit 210 usia Sangat Terlatih 50x/Menit 200 - usia (Sukadiyanto, 2011:27) c) Kecepatan Kecepatan dapat dijadikan sebagai ukuran intensitas, yaitu lamanya waktu tempuh yang digunakan untuk mencapai jarak tertentu. Misalnya seorang atlet lari dapat menempuh jarak 100 meter dengan waktu 12:50 detik, untuk menentukan intensitas latihannya dengan cara jarak tempuh dibagi waktu tempuh yaitu 100/12:50 detik = 8 meter/detik. Sehingga ukuran intensitas latihannya adalah 8 meter per detik. d) Jarak Tempuh Jarak tempuh dapat dijadikan sebagai ukuran intensitas, yaitu kemampuan seseorang dalam menempuh jarak tertentu dalam

25 waktu tertentu. Kebalikan dari kecepatan di atas, intensitas latihan dengan menggunakan jarak tempuh 8 meter per detik diartikan bahwa setiap satu detik atlet tersebut mampu lari menempuh jarak 8 meter. e) Jumlah Repetisi Jumlah repetisi dapat sebagai ukuran intensitas, yaitu dengan cara melakukan aktivitas dalam waktu tertentu dan mampu melakukannya dalam beberapa ulangan. f) Pemberian Waktu Repetisi dan Interval Cara lain untuk menentukan intensitas latihan adalah dengan lama singkatnya pemberian waktu recovery dan interval. Semakin singkat pemberian waktu recovery dan interval selama latihan berarti semakin tinggi intensitas latihannya. Sebaliknya semakin lama pemberian waktu recovery dan waktu interval selama latihan berarti semakin rendah intensitasnya. Dalam Bompa (1994:85) bahwa tingkat intensitas dapat diukur sesuai dengan jenis latihannya. Untuk latihan yang melibatkan kecepatan diukur dalam meter per detik, untuk kegiatan yang melawan tahanan dapat diukur dalam kg, sedangkan untuk olahraga beregu ritme permainan dapat membantu untuk mengukur intensitasnya. Lebih lanjut dijelaskan alternatif lain untuk menentukan intensitas adalah berdasarkan sistem energi yang dipakai dalam kegiatan tertentu. Klasifikasi ini lebih tepat untuk cabang olahraga yang siklik (Bompa, 1994:86). Cyclic sendiri artinya adalah suatu gerakan yang sama dan diulang-ulang, biasanya yang paling mudah diingat yang termasuk olahraga kategori cyclic salah satunya adalah lari.

26 Tabel 2. Lima Daerah Intensitas Untuk Olahraga Siklik No Waktu Tingkat Sistem Ergogenesis % Zona Kerja Intensitas Energi Anaerobik Aerobik 1 1 15 s.d batas detik kemampuan ATP PC 100 95 0 5 2 15 60 ATP PC Maksimal detik dan LA 90 80 10 20 3 1 6 Sub. LA + 70 (40 30 ( 60 menit Maksimal Aerobik 30) 70) 4 6 30 (40 30) (60 70) Menengah Aerobik menit 10 90 5 > 30 menit Rendah Aerobik 5 95 (Bompa, 1994:86) Lima zona intensitas ini mempunyai arti sendiri-sendiri sesuai dengan tingkatan latihannya, karena itu detail waktunya juga disebutkan. Untuk lebih jelasnya bisa dijelaskan sebagai berikut: Zona pertama merupakan kerja yang tinggi yang harus dilakukan oleh para atlet, dimana kerja yang dilakukan adalah jangka pendek sampai l5 detik yang dilakukan sangat dinamik dan dengan frekwensi gerak yang sangat tinggi dan mobilitas saraf yang tinggi. Pada sistem kerja ini sering dilakukan oleh para sprinter 100 meter yang membutuhkan oksigen yang tinggi yang tidak dapat dipenuhi oleh organisme tubuh manusia. Menurut Gandelsman dan Smirnov (1970) dalam Devi (2012:94) bahwa selama melakukan lari sprint l00 meter, tuntutan O 2 adalah 66-80 liter per menit dan selama cadangan O 2 pada jaringan tidak mampu memenuhi kebutuhan maka akan terjadi hutang oksigen sampai 80% - 90% dari kebutuhan oksigen yang dipakai pada pacuan yang cepat. Hutang oksigen (O 2 ) ini akan dibayar setelah

27 aktivitas berakhir, artinya saat kegiatan sprint berakhir maka kegiatannya dilakukan dengan bantuan O 2. Dengan adanya kegiatan yang menggunakan oksigen juga akan memberikan kesempatan mengganti cadangan ATP-PC yang habis selama aktivitas yang tinggi. Jadi bahwa kegiatan yang dilakukan dengan intensitas yang tinggi dengan waktu sampai 15 detik menggunakan sistem energi yang pertama kali digunakan datam tubuh yaitu ATP-PC. Zona lntensitas yang ke dua atau zona maksimal dimana jenis kegiatan yang dilakukan antara 15-60 detik dan jenis kegiatan ini antara lain 200 m dan 400 m sprint atletik juga l00 m sprint renang dan lain sebagainya. Intensitas dan kecepatannya adalah maksimal yang akan memberikan tekanan terhadap sistem saraf pusat dan sistem lokomotor yang akan menghambat kemampuan seseorang untuk mempertahankan kecepatan tinggi lebih dari 60 detik. Kebutuhan energi seseorang untuk jarak yang termasuk zona ini (400 meter) adalah kebutuhan tertinggi diantara cabang olahraga. Seseorang membutuhkan 4.500% di atas kebutuhan normal biologinya (dalam keadaan istirahat) (Ghircoiasu, 1979 dalam Devi, 2012:94). Zona yang ketiga disebut juga sub - maksimal yang melibatkan sejumlah aktivitas yang berjangka waktu 1 6 menit. Pada zona ini kecepatan dan daya tahan menjadi demikian dominan dalam keberhasilan olahraga seseorang. Aktivitas yang benar-benar kompleks pada cabang olahraga dimana fisiologisnya berubah secara mendadak (denyut nadi mencapai 200 denyut per menit dan tekanan darah maksimal mencapai sekitar 200 mm.hg), membuat sangat sulit untuk melakukan aktivitas lebih lama dari 6 menit. Melihat dari waktu intensitasnya, atlet akan mengumpulkan hutang oksigen sebanyak 20 liter/menit dan asam laktat mendekati 250 mg (Gandelsman & Smirnov, 1970 dalam Devi, 2012:95).

28 Pada zona ke empat ini intensitas menengah, ini menunjukan adanya tantangan yang tinggi terhadap organisme tubuh karena harus berusaha melakukan kegiatan sampai jangka waktu 30 menit. Termasuk dalam olahraga ini misalnya lari 1.500 meter, 5.000 meter dan lain - lain. Sistem peredaran darah benar-benar dipercepat dan otot-otot jantung mendapatkan tekanan. Sebagai klasifikasi akhir dari intensitas berdasarkan atas denyut jantung berikut ini dikemukakan oleh Nikoforov (1974) yaitu: Tabel 3. Daerah Intensitas Berdasarkan Reaksi Denyut Jantung Terhadap Beban Latihan Jenis intensitas Denyut Jantung Per Menit Rendah 120 150 Menengah 150 170 Tinggi 170 185 Maksimal Lebih dari 185 (Dalam Bompa, 1994:91, Devi, 2012:96) Menurut Suharmo (1985) dalam Budiwanto (2012:61), intensitas latihan dikategorikan menjadi lima tingkatan, yaitu super maksimal lebih dari 101%, maksimal 100%, submaksimal 80%-99%, medium 60%-79%, dan low kurang dari 59% dari denyut jantung maksimal. 3) Densitas Latihan Suatu frekuensi dimana atlet dihadapkan pada sejumlah rangsangan persatuan waktu disebut dengan densitas latihan (Bompa, 1994:105). Menurut Sukadiyanto (2011:31), densitas adalah ukuran yang menunjukkan padatnya waktu perangsangan (lamanya pembebanan). Jadi dentisitas berkaitan dengan waktu kerja dan pemulihan. Semakin pendek waktu pemulihan maka semakin tinggi

29 densitas latihannya begitupula dengan sebaliknya, semakin lama waktu pemulihan yang diberikan maka semakin rendah densitas latihannya. Densitas yang mencukupi akan menjamin efisiensi latihan, jadi menghindarkan atlet dari kelelahan yang kritis. Suatu densitas yang seimbang akan mengarah pada pencapaian rasio antara ransangan latihan dan pemulihan yang optimal. Ada beberapa cara untuk mengukur densitas latihan diantaranya dengan menggunakan rumus Densitas Nisbi (RD) dan Densitas Mutlak (AD). a) Densitas Nisbi Densitas nisbi adalah persentase volume keseluruhan per satuan latihan. RD = Keterangan: RD = densitas nisbi AV = volume latihan RV = volume nisbi (Bompa, 1994:107) b) Densitas Mutlak Densitas mutlak adalah rasio antara efektifitas kerja yang dilakukan atlet, volume latihan, dan volume interval. ( ) Keterangan: AD = densitas mutlak AV = volume latihan VRI= volume interval istirahat (Bompa, 1994:107).

30 4) Kompleksitas Latihan Kompleksitas dikaitkan kepada kerumitan bentuk latihan yang dilaksanakan dalam latihan. Kompleksitas dalam suatu keterampilan membutuhkan koordinasi. Keterampilan teknik yang rumit atau sulit mungkin akan menimbulkan permasalahan dan akhirnya akan menyebabkan tekanan tambahan terhadap otot. Suatu gambaran kelompok individu terhadap keterampilan yang kompleks dapat menjadi pembeda yang cepat, mana yang memiliki koordinasi yang baik dan jelek sepanjang kelompok individu tersebut belum pernah melakukan keterampilan sebelumnya. Astran dan Rodahl dalam Bompa (1994:108) menyatakan bahwa semakin sulit bentuk latihan semakin besar juga perbedaan individu serta efisiensi mekanismenya. Penguasaan keterampilan dengan tingkat yang tinggi dapat menjadi sumber tekanan. Reaksi pemain terhadap taktik yang sulit dapat dilihat melalui peningkatan denyut nadi sekitar 20-30 denyut per menit. Oleh karena itu, di dalam proses perencanaan latihan pelatih harus memperhatikan tingkat kesulitan suatu bentuk latihan sehingga atlet tidak menderita kelebihan kerja. Pada kondisi tertentu pelatih harus memberikan kesempatan untuk waktu pemulihan menjelang latihan atau kompetisis berikutnya. 5) Recovery Istilah recovery selalu terikat erat dengan interval sebab kedua istilah tersebut memiliki makna yang sama yaitu pemberian waktu istrahat. Recovery adalah pemberian waktu istirahat antar repetisi (ulangan). Ada dua macam recovery dan interval yaitu recovery lengkap lebih dari 90 detik dan recovery tidak lengkap kurang dari 90 detik. Namun jenis recovery tersebut kurang cocok digunakan pada saat latihan kecepatan sehingga sering dijumpai jenis recovery dan interval menggunakan perbandingan antara waktu kerja dan istirahat. Dalam sesi latihan biasa tertulis t.r =1:5 yang berarti recovery yang diberikan 5 kali

31 lebih lama dari waktu kerja. Misalnya, lari 30 meter dengan waktu tempuh 4 detik, maka waktu recovery yang diberikan selama 20 detik. 6) Interval Interval adalah waktu istirahat yang diberikan pada saat antar sesi, sirkuit atau antar sesi per unit latihan. Prinsip pemberian waktu recovery selalu lebih singkat dari pada pemberian waktu interval. 7) Repetisi Repetisi adalah jumlah ulangan yang dilakukan untuk setiap item latihan. Dalam satu sesi latihan biasanya terdapat beberapa item latihan yang harus dilakukan berulang-ulang. 8) Set Set dan repetisi memiliki pengertian yang sama yaitu pengulangan. Perbedaannya set adalah pengulangan untuk satu jenis item latihan. 9) Seri atau Sirkuit Seri atau sirkuit adalah ukuran keberhasilan dalam menyelesaikan beberapa rangkaian item latihan yang berbeda-beda. Artinya dalam satu seri terdiri dari beberapa macam latihan yang semuanya harus diselesaikan dalam satu rangkaian. 10) Durasi Durasi adalah ukuran yang menunjukkan lamanya waktu pemberian rangsangan (lamanya waktu latihan). Tiap satu sesi latihan (tiap satu kali tatap muka). 11) Irama Irama latihan adalah ukuran yang menunjukkan kecepatan pelaksanaan suatu perangsangan atau pembebanan. Ada tiga macam irama latihan, yaitu: irama cepat, sedang, dan lambat. 12) Frekuensi Frekuensi adalah jumlah latihan yang dilakukan dalam periode waktu tertentu (dalam satu minggu). Atlet yang berlatih 10 kali setiap

32 minggu, dari hari senin-jumat, pagi dan sore, berarti frekuensi latihannya adalah 10 kali. 13) Sesi atau Unit Sesi atau unit adalah jumlah materi program latihan yang disusun dan yang harus dilakukan dalam satu kali pertemuan (tatap muka). 3. Sistem Energi Olahraga merupakan serangkaian gerak yang terstruktur dan sistematis serta memiliki tujuan. Dalam aktivitas gerak akan memerlukan energi. Energi adalah sumber utama terjadinya gerak. Semakin tinggi aktivitasnya maka transfer energi juga akan meningkat. Dalam pemenuhan kebutuhan dan penyediaan energi selalu dapat terpenuhi karena dalam tubuh manusia ada cadangan untuk penyediaan energi di dalam otot. Menurut Sukadiyanto ( 2011:35) bahwa dalam keadaan istirahat otot mendapat energi sebesar 2/3 metabolisme aerobik asam lemak dan hanya 1/3 energi yang bersumber dari karbohidrat. Lebih lanjut di jelaskan pada saat beraktivitas sumber energi utamanya berasal dari glikogen otot, glukosa darah, dan asam laktat dalam taraf ambang tertentu (di bawah 4 mmol). Energi yang dihasilkan dari proses oksidasi bahan makanan tidak dapat secara langsung digunakan untuk proses kontraksi otot atau proses-proses yang lainnya. Energi ini terlebih dahulu diubah menjadi senyawa kimia berenergi tinggi yaitu Adenosine Tri Phosphate (ATP). Energi tersebut dibentuk oleh bahan-bahan pangan penghasil energi (karbohidrat, protein, dan lemak). ATP sendiri di bentuk oleh satu molekul adenosin dan tiga molekul phosphate, dibebaskan dengan merubah ATP bertenaga tinggi menjadi ADP + P (Adenosine diphosphate + Phosphate). Sewaktu satu molekul phosphate dipecah, maka ADP + P dibentuk dari ATP dan energi dilepaskan (Bompa, 1994:28). Walaupu demikian penyediaan ATP harus secara berkesinambungan diganti untuk memudahkan aktivitas fisik secara berkelanjutan yang berdasar pada jenis kegiatan atau aktivitas yang dilakukan. Inti dari semua proses metabolisme energi di dalam tubuh adalah untuk meresintesis molekul ATP dimana prosesnya

33 akan dapat berjalan secara aerobik maupun anearobik. Di dalam jaringan otot, hidrolisis 1 mol ATP akan menghasilkan energi sebesar 31 kj (7.3 kkal) serta akan menghasilkan produk lain berupa ADP (adenosine diphospate) dan Pi (inorganik fosfat). a. Jenis Sistem Energi Menurut Sukadiyanto (2011:36), pada dasarnya ada dua macam sistem metabolisme energi yang diperlukan dalam setiap aktivitas gerak manusia yaitu: (1) sistem energi anaerob; dan (2) sistem energi aerobik. Kedua sistem tersebut tidak dapat dipisahkan secara mutlak selama aktivitas kerja otot berlangsung. Oleh karena sistem energi merupakan serangkaian proses pemenuhan kebutuhan tenaga yang secara terus menerus berkesinambungan dan saling silih berganti. Perbedaan di antara kedua sistem energi tersebut adalah pada ada dan tidaknya bantuan oksigen (O 2 ) selama proses pemenuhan kebutuhan energi berlangsung. Lebih lanjut dijelaskan dalam sistem metabolisme anaerob dibedakan menjadi dua sistem, yaitu: (1) anaerob alaktik; dan (2) anaerob laktik (Sukadiyanto, 2011:37). Menurut MCArdle dkk (1986) dalam Sukadiyanto (2012:37), sistem energi anaerob alaktik adalah sistem ATP PC dan sistem anaerob laktik adalah sistem glikolisis (asam laktat). Dalam Bompa (1994:28) dijelaskan bahwa ada tiga sistem energi yaitu: (1) sistem ATP PC; (2) sistem asam laktat; dan (3) sistem O 2 atau oksigen. Kedua sistem pertama mengganti ATP dengan sistem tanpa oksigen dan dikenal sebagai sistem anaerobik sedangkan sistem ketiga menghasilkan ATP melalui bantuan oksigen (O 2 ) atau lebih dikenal dengan sistem aerobik. 1) Sistem ATP PC Pada setiap awal kerja otot kebutuhan energi dipenuhi oleh persediaan ATP yang terdapat di dalam sel otot. Karena ATP yang tersimpan di dalam sel otot sangat sedikit sekali, maka kehilangan energi terjadi sangat cepat apabila seseorang memulai latihan fisik yang cukup berat. ATP (Adenoshin Triphosphate) hanya mampu menopang

34 kerja selama 5 detik bila tidak ada sistem energi yang lain (Sukadiyanto, 2011:37). Gambar 1. ATP dipecah menjadi ADP dan P. Energi yang dilepaskan dari hasil pemecahan ATP digunakan untuk kerja biologis. (Richard W.Bowers 1992 dalam Shadiqin, 2012:23). Respon dari hal tersebut untuk membuat otot bekerja lebih lama Creatin Phosphate (CP) atau Phospho Creatin (PC) yang tersimpan di dalam otot dipecah menjadi creatin dan phosphate. Proses ini akan menghasilkan energi yang akan meresintesis ADP + P menjadi ATP dan selanjutnya akan dirubah sekali lagi menjadi ADP + P yang menyebabkan terjadinya pelepasan energi yang dibutukan untuk kontraksi otot. Perubahan CP menjadi C + P tidak menghasilkan energi yang dapat dipakai langsung untuk kontraksi otot, melainkan digunakan untuk meresintesis ADP + P menjadi ATP. Menurut Sukadiyanto (2011:37) bahwa di dalam seluruh otot menyimpan ATP dan PC dalam jumlah sedikit secara kolektif yang disebut dengan phosphagen yang akan memperpanjang kerja otot kira-kira sampai dengan 10 detik. Jumlah ATP PC di dalam otot perempuan sebesar 0.3 mol dan untuk otot laki laki sebesar 0.6 mol (Bowers dan Fox, 1992 dalam Sukadiyanto, 2011:37). Dalam olahraga pasokan energi utama ATP-PC sangat penting pada saat sprint (100 m), lompat dan berbagai keterampilan dengan waktu dalam hitungan detik.

35 Gambar 2. Sintesis ATP yang berasal dari PC di sel otot. (Richard W.Bowers, 1992 dalam Shadiqin, 2012:25). 2) Sistem Asam Laktat Sistem asam laktat ini disebut juga dengan istilah glikolisis anaerobik (anaerobic glycolysis) yang berarti penguraian glikogen tanpa oksigen. Dalam beberapa referensi dijelaskan juga bahwa glikolisis anaerobik berarti metabolisme karbohidrat yang tidak sempurna. Oleh karena dalam proses ini menghasilkan produk samping berupa asam laktat (lactic acid) maka disebut juga sistem asam laktat. Secara umum produk akhir dari karbohidrat yang dikonsumsi dalam saluran pencernaan hampir seluruhnya dalam bentuk glukosa, fruktosa, dan galaktosa dengan glukosa yang mewakili rata rata sekitar 80 persen dari produk akhir tersebut (Guyton dan Hall, 2014:878). Setelah absorpsi dari saluran pencernaan banyak fruktosa dan hampir semua galaktosa diubah secara cepat menjadi glukosa dalam hati. Glukosa kemudian menjadi jalur umum akhir untuk mentranspor hampir semua karbohidrat ke sel jaringan. Menurut Guyton dan Hall (2014:880) bahwa cara terpenting untuk melepaskan energi dari molekul glukosa dimulai dengan proses glikolisis. Produk akhir glikolisis selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan energi. Glikolisis berarti memecah molekul glukosa untuk membentuk dua molekul asam piruvat. Glikolisis terjadi melalui 10

36 reaksi kimia yang berurutan seperti yang ditunjukkan pada gambar. Masing-masing langkah dikatalisis oleh enzim-enzim yang spesifik. Gambar 3. Urutan reaksi kimia yang bertanggung jawab pada glikolisis. (Guyton dan Hall, 2014:880) Oleh karena dalam proses glikolisis anaerobik pemenuhan oksigen tidak cukup atau tidak tersedia maka asam piruvat akan diubah menjadi asam laktat. Proses ini juga dikatakan sangat mubazir untuk glukosa sebab hanya menghasilkan 2 ATP. Hukum kerja massa (the law of massa action) menyatakan bahwa sewaktu terbentuk dua hasil akhir reaksi kimia dalam medium reaksi, maka kecepatan reaksi akan menurun yang mendekati nol (Guyton dan Hall, 2014:884). Dua hasil akhir dari reaksi glikolisis adalah asam piruvat dan atom hidrogen yang dikombinasikan dengan NAD + untuk membentuk NADH dan H +. Menurut Guyton dan Hall (2014:884) hasil pembentukan salah satu atau keduanya akan menghentikan proses glikolisis dan mencegah pembentukan ATP lebih lanjut. Bila jumlah

37 keduanya mulai berlebihan, kedua hasil akhir ini akan bereaksi satu sama lain untuk membentuk asam laktat. Asam laktat yang terakumulasi sangat tinggi dalam darah dan otot dapat menyebabkan kelelahan otot. Hal ini terjadi karena oksigen tidak mencukupi lagi (insufficient) dalam memenuhi kebutuhan oksigen dalam sirkulasi. Reaksi ganda pada sistem ini dapat dituliskan sebagai berikut: a) (C 6 H 12 O 6 ) n 2 C 3 H 6 O 3 + Energi (glycogen) (lactic acid) b) Energi + 2 Pi + 2ADP 2 ATP Gambar 4. Glikolisis anaerobik (anaerobic glycolysis) dalam sel otot. (Brown & Benchmark, 1993 dalam Shadiqin, 2012:26). Seperti halnya sistem fosfagen, glikolisis anaerobik merupakan faktor sangat penting dalam aktivitas olahraga terutama dalam fungsinya memberikan energi (ATP) secara cepat. Menurut Sukadiyanto (2011:38), sistem glikolisis anaerob akan mampu memperpanjang kerja selama kira-kira sampai dengan 120 detik. Sebagai contoh: aktivitas olahraga seperti lari 400 m, 800 m energi yang digunakan tergantung pada sistem ini. Demikian juga saat menjelang akhir pada lomba lari 1.500 m, sistem ini berperan untuk kinerja maksimal sampai melewati garis finish. Kelelahan yang diderita akibat penumpukan asam laktat bukan merupakan petaka bagi atlet sebab asam laktat merupakan sumber

38 energi kimia yang sangat bermanfaat. Jika oksigen sudah cukup kembali (melalui pertukaran gas) seperti pada saat pulih asal (recovery) atau pada saat intensitas latihan diturunkan atau dikurangi, maka hidrogen akan terikat ke asam laktat dan diangkut oleh NAD+ selanjutnya terjadilah oksidasi. Akibat dari mekanisme oksidasi ini maka asam laktat akan dikonversi menjadi asam piruvat dan dipergunakan sebagai sumber energi. 3) Sistem Aerobik Aerobik berarti ada bantuan oksigen, sehingga metabolisme aerobik adalah menyangkut serentetan reaksi kimiawi yang memerlukan bantuan adanya oksigen (Sukadiyanto, 2012:39). Oksigen (O 2 ) diperoleh melalui sistem pernapasan. Oksigen (O 2 ) yang masuk melalui sistem pernapasan digunakan untuk membantu memecah glikogen dan karbohidrat (Bowers dan fox et al, 1992 dalam Sukadiyanto, 2011:39). Rangkaian reaksi pada sistem ini berlangsung di dalam mitokondria. Ada tiga rangkaian reaksi utama dalam sistem aerobik yaitu: (1) Glikolisis aerobik; (2) siklus Krebs; dan (3) Sistem Transport Elektron (STE) (Shadiqin, 2012:27). a) Glikolisis Aerobik Dengan hadirnya oksigen berarti glikogen akan diurai secara sempurna. Perbedaan antara glikolisis anaerobik dan glikolisis aerobik terletak pada pembentukan asam laktat. Pada glikolisis aerobik asam piruvat tidak akan terkonvensi menjadi asam laktat karena hadirnya oksigen. Hal ini dikarenakan oleh adanya degradasi komplit dari glukosa menjadi CO 2 dan H 2 O melalui proses oksidasi dalam Siklus Krebs dan Sistem Transport Elektron (STE). Dua asam piruvat yang terbentuk dari 1 mol glukosa selanjutnya akan masuk dalam siklus krebs.

39 b) Siklus Krebs Dua molekul asam piruvat yang terbentuk dalam proses glikolisis aerobik akan dikonversi menjadi dua molekul asetil koenzim A (asetil-koa). Pada tahap awal asetil-koa bergabung dengan asam oksaloasetat untuk membentuk asam sitrat, itulah mengapa siklus krebs disebut juga siklus asam sitrat. Proses perubahan dari asam piruvat menjadi asetil-koa ini akan berjalan dengan ketersediaan oksigen serta akan menghasilkan produk samping berupa NADH yang juga dapat menghasilkan 2-3 molekul ATP (Irawan, 2007:5). Untuk memenuhi kebutuhan energi bagi selsel tubuh, asetil KoA hasil konversi asam piruvat ini kemudian masuk ke dalam siklus asam sitrat untuk kemudian diubah menjadi karbon dioksida, ATP, NADH, dan FADH 2 melalui tahapan reaksi yang kompleks. Setelah melewati berbagai tahapan proses reaksi di dalam siklus asam sitrat, metabolisme energi dari glukosa kemudian akan dilanjutkan kembali melalui proses reaksi yang disebut sebagai proses fosforilasi oksidatif. Dalam proses ini molekul NADH dan juga FADH yang dihasilkan dalam siklus asam sitrat akan diubah menjadi molekul ATP dan H 2 O. Dari 1 molekul NADH akan dapat dihasilkan 3 buah molekul ATP dan dari 1 buah molekul FADH 2 akan dapat menghasilkan 2 buah molekul ATP. Proses metabolisme energi secara aerobik melalui pembakaran glukosa/glikogen secara total menghasilkan 36 buah molekul ATP dan juga akan menghasilkan produk samping berupa karbon dioksida dan air (Irawan, 2007:5). c) Sistem Transport Elektron (STE) Kelanjutan dari penguraian glikogen, produk akhir (H 2 0) terbentuk dari ion hidrogen dan elektron yang telah dihilangkan di dalam siklus krebs serta oksigen yang kita hirup. Rangkaian spesifik atas berbagai reaksi dimana H 2 0 terbentuk disebut sistem

40 transport elektron atau rantai respiratori. Intinya, apa yang terjadi di dalam sistem transport elektron adalah bahwa ion hidrogen dan elektron "ditransport" menuju oksigen oleh "pengangkut elektron" melalui serangkaian reaksi enzymatic, yang mana produk ahkirnya adalah air (Shadiqin, 2012:28). Dengan kata lain: 4H+ + 4e- + O 2 2H 2 O Dimana 4 ion hidrogen (4H + ) ditambah 4 elektron (4e - ) ditambah 1 mol oksigen (O 2 ) menghasilkan 2 mol air (2H 2 0). Ketika elektron melewati rantai respirasi, energi akan dilepaskan dan ATP akan di-resintesis melalui reaksi berpasangan. Untuk setiap pasang elektron (2e - ) yang melewati rantai tersebut, sejumlah energi dilepaskan untuk resintesis sekitar 2 mol ATP. Keseluruhannya 12 pasang elektron dihilangkan dari penguraian glikogen dan oleh karena itu 36 mol ATP dapat dibentuk. Maka selama metabolisme aerobik kebanyakan dari total 38 mol ATP di-resintesis di dalam sistem transport elektron bersamaan dengan terbentuknya air. b. Sistem Energi Predominan dalam Olahraga Pada dasarnya setiap aktivitas olahraga tidak menggunakan salah satu sistem saja, yaitu aerobik atau anaerobik, melainkan menggunakan keduanya dengan proporsi yang berbeda-beda atau dikenal dengan sistem energi predominan dalam olahraga. Istilah predominan sistem energi ini dipakai sehubungan dengan pemakaian energi selama penampilan. Kalau seseorang dalam penampilannya baik sesaat ataupun lama relatif memakai energi aerobik maka dikatakan memakai predominan energi aerobik. Tujuan dari predominan sistem energi ini ialah mencari metode melatih yang paling baik. Menurut Sukadiyanto (2011:41) menjelaskan bahwa setiap cabang olahraga memiliki karakteristik kebutuhan kebugaran otot dan kebugaran energi yang berbeda-beda dimana perbedaan kebutuhan predominan sumber energi

41 tersebut berpengaruh terhadap penyususnan program, penentu sasaran, dan pemilihan metode latihan. Berikut cabang olahraga dan perkiraan predominan sumber energi yang digunakan: Tabel 4. Prediksi Predominan Sumber Energi Cabang Olahraga Cabang Olahraga Predominan Sistem Energi ATP-PC-LA LA-O 2 O 2 Baseball 80 20 - Bolabasket 85 15 - Anggar 90 10 - Hoki Lapangan 60 20 20 Football (sepakbola ala Amerika 90 10 - Golf 95 5 - Senam 90 10 - Hoki Es : Pemain depan dan belakang 80 20 - Penjaga Gawang 95 5 - Olahraga Rekreatif 5 5 90 Dayung 20 30 50 Sepakbola : keeper, pemain sayap, penyerang 80 20 - Pemain belakang dan gelandang 60 20 20 Softball 80 20 - Renang dan Loncat Indah - 50 m gaya bebas dan indah 98 2-100 m semua gaya, 100 yd 80 15 5 200 m semua gaya, 220 yd 30 65 5 400 m semua gaya, 440 yd, 500 yd 20 55 25 Gaya bebas 1500 m, 1.650 yd 10 20 70 Tenis lapangan 70 20 10 Atletik : sprint 100 m, 100 yd ; 200 m, 220 yd 95 5 - Nomor lompat, loncat, lempar, tolak 98 2-400 m, 440 yd 80 15 5 800 m, 880 yd 30 65 5 1.500 m, 1 mile 15 55 30 2 mile 15 20 65 3 mil, 5.000 m 10 20 70 6 mile (lari lintas alam), 10.000 m 5 15 80 Marathon - 2 98 Bolavoli 85 10 5 Gulat 90 10 - Ski : slalom, jumping, turunn bukit 90 20 - Sky lintas alam - 5 95 (Sukadiyanto, 2011:42).