POLA TANAM BERDAYA SAING KOMODITAS UNGGULAN PADA LAHAN KERING DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI Amar K. Zakaria Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.70 Bogor 16161 ABSTRACT Expansion of food crops to dry land area is an effort to increase national food production. This can be done by restructuring the cropping pattern in the area through the introduction of hybrid maize on the rainy season. The research is aimed to compare the benefit of hybrid maize introduction the cropping pattern the areas. The study was conducted in Temanggung Districts, Central Java Province in 2008. The study found out the cropping pattern of Maize-Maize-Fallow/M-M-F gave the highest net income, namely of Rp 18.45 million per ha with gross income of Rp 26.69 million per ha. All contribution came from maize crop. The cropping pattern of Maize-Tobacco/M-T gave net income of Rp 17.90 million, the cropping pattern of Maize-Peanut-Fallow/M-P-F Rp 14.50 million per ha, and the cropping pattern Maize-Cassava/M-C Rp 11.80 million per ha, respectively. Based on cost and income (R/C) of ratio, it can be concluded that all cropping pattern in dry land areas gave R/C ratios that were more than two and the levels of financial profitability were between 60.3 69.1 percent. With those indicators it can be concluded that all type of cropping pattern activities in dry land areas are economically feasible. Key words : croppng pattern, hybrid corn, major commodity, dryland areas ABSTRAK Pengembangan pangan di lahan kering adalah suatu upaya untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Untuk itu, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah perubahan dalam sistem pola tanam dengan memasukkan tanaman jagung di musim penghujan. Penelitian ini ditujukan untuk membandingkan manfaat komoditas jagung hibrida dalam pola tanam di lahan kering. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola tanam Jagung-Jagung-Bero/J-J-B memberikan pendapatan bersih yang paling tinggi, yaitu sebesar Rp 18,45 juta per hektar dengan pendapatan kotornya sebesar Rp 26,69 juta per ha. Pendapatan yang tinggi tersebut, seluruhnya berasal dari usahatani tanaman jagung. Sedangkan pola Jagung-Tembakau/J-T memberikan pendapatan bersih sebesar Rp 17,90 juta per ha, pola Jagung-Kacang Tanah-Beras/J-KT-B Rp 14,50 juta dan pola Jagung-Ubi Kayu/J-UK Rp 11,80 juta per ha. Dilihat berdasar imbangan biaya dan pendapatan (R/C) dari semua pola tanam nilai indikatornya lebih dari dua dengan tingkat profitabilitas finansialnya berkisar 60,3 69,1 persen. Dengan indikator tersebut dapat disimpulkan semua pola tanam yang diusahakan pada lahan kering secara ekonomi adalah layak dijalankan. Kata kunci : jagung hibrida, komoditas unggulan, lahan kering
Amar K. Zakaria PENDAHULUAN Besarnya kontribusi sektor pertanian dalam Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dan dalam penyerapan tenaga kerja, menyebabkan pihak pemerintah selalu memberi prioritas utama pada pelaksanaan pembangunan sektor pertanian. Kebijaksanaan pembangunan pertanian menurut misi bahwa di satu sisi sektor pertanian harus mampu menyediakan kebutuhan konsumsi langsung bagi masyarakat dengan cukup, baik dalam jumlah maupun kualitasnya. Di sisi lain sektor pertanian harus pula dapat menjadi pendorong berkembangnya berbagai kegiatan, baik pada sektor hulu maupun hilir pada setiap pembangunan wilayah pertanian. Dan strategi yang dapat dilakukan adalah melalui pembangunan usahausaha pertanian dan system agribisnis. Operasionalisasi dari strategi pembangunan tersebut dituangkan dalam dua program utama, yaitu : (1) Program Pengembangan Agribisnis, dan (2) Program Peningkatan Ketahanan Pangan. Sistem agribisnis merupakan kesatuan usaha yang komersial di bidang pertanian dengan memanfaatkan semua sumberdaya secara optimal untuk memperoleh manfaat yang maksimal bagi seluruh pelaku subsistem agribisnis yang terlibat, seperti subsistem pengadaan sarana produksi, subsistem produksi primer serta subsistem pengolahan dan pemasaran hasil (Suryana dan Adnyana, 1997). Lebih lanjut, Soeharjo (1996), memandang sistem agribisnis sebagai suatu sistem yang terdiri dari beberapa subsistem yang satu dengan lainnya saling berhubungan erat dan mempunyai peranan yang sama pentingnya dalam sistem. Oleh karena itu, pengembangan agribisnis harus mengembangkan semua subsistem di dalamnya. Dalam rangka peningkatan produksi tanaman pangan telah dilaksanakan antara lain melalui peningkatan produktivitas usahatani, perluasan lahan pertanian serta peningkatan pemanfaatan lahan kering yang didukung dengan penyediaan sarana dan prasarana yang makin efisien serta kebijakan harga yang sesuai (Anonim, 1995). Dan untuk mewujudkan swasembada pangan selain beras yang sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap satu komoditas dimana seperti jagung dan kedelai masih belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pelaksanaan Gerakan Padi, Kedelai dan Jagung (Gema Palagung 2001) melalui upaya khusus (Upsus) merupakan strategi untuk peningkatan produktivitas per hektar dengan peningkatan mutu intensifikasi dan perluasan areal dengan peningkatan indeks pertanaman yang secara simultan dilakukan pemberdayaan petani (Departemen Pertanian, 1998). Sejalan dengan kondisi tersebut, penerapan pola tanam pada areal lahan kering dengan menggunakan komoditas unggulan (jagung hibrida) menjadi salah satu alternative positif terhadap keberhasilan yang dikelola petani. METODOLOGI Kegiatan penelitian dilaksanakan pada Tahun 2007 di wilayah Kabupaten Temanggung Provinsi Jawa Tengah. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja 126
Pola Tanam Berdaya Saing Komoditas Unggulan pada Lahan Kering dalam Peningkatan Kesejahteraan Petani (purposive sampling) dimana desa terpilih adalah Desa Pager Gunung dan Desa Canggal yang merupakan desa berbasis ekologi lahan kering. Penelitian ini merupakan kegiatan penelitian dengan metode deskriptif yaitu suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada fakta dan masalah-masalah aktual yang ada pada saat penelitian dan selanjutnya dijabarkan dengan interpretasi tabel (Soejono dan Abdurrahman, 1977). Data primer diperoleh dengan pengisian kuesioner terstruktur kepada rumah tangga contoh secara perorangan dengan teknik wawancara, berdasar penerapan pola tanam setahun. Jumlah rumah tangga contoh seluruhnya berjumlah 80 petani yang terdiri dari 10 orang petani pada setiap pola tanam di setiap desa. Selanjutnya data dianalisis secara explanatary yang disajikan dalam bentuk tabel dari aspek karakteristik petani contoh aspek biaya usahatani, sedangkan untuk mengukur tingkat pendapatan usahatani, digunakan metode kelayakan ekonomi yang sederhana, yaitu dengan rumus sebagai berikut : PB = PK TB; dimana PB = pendapatan bersih; PK = pendapatan kotor, yaitu nilai tingkat hasil dengan harga jual dan TB = total biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi pada skala luasan tertentu. HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Penelitian. Pemilihan desa penelitian dipilih berdasar lokasi berbasis lahan kering dengan komoditas basis tanaman jagung. Berdasar data potensi desa, terlihat bahwa di kedua desa tersebut merupakan wilayah dengan sumber daya lahan kering yang potensial dengan bentangan permukaan yang bergelombang dan kondisi wilayahnya terletak pada elevasi 600-670 meter dari muka laut. Di lokasi Desa Pager Gunung sebesar 87 persen dari lahan usahatani dikerjakan sebagai budidaya lahan kering dengan komoditas jagung sebagai tanaman utamanya dan di Desa Canggal sebesar 95 persen dari luas lahan usahatani mengusahakan budidaya lahan kering (Tabel 1). Karakteristik Petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari segi umur petani di kedua desa berdasar keragaman pola tanam, pada umumnya tergolong dalam kelompok usia produktif (20-54 tahun). Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa petani di kedua wilayah tersebut dalam menjalankan aktivitas usahatani yang dikelolanya, secara fisik sangat mendukung dan cukup produktif. Demikian pula jika dilihat dari tingkat pendidikan formal yang telah diselesaikan, pada dasarnya memiliki tingkat pendidikan yang cukup memadai, sehingga sangat mendukung terhadap penetapan keputusan yang diambil terhadap kegiatan usahatani yang dikelolanya. Dilihat dari potensi sumberdaya tenaga kerja keluarga yang tersedia, menunjukkan bahwa dengan jumlah anggota rumah tangga sebesar 4,2-4,8 jiwa, pada dasarnya cukup mendukung karena petani akan lebih mengutamakan ketersediaan tenaga kerja keluarga untuk melakukan aktivitas usahatani, khususnya kegiatan lahan kering pada skala luasan lahan garapan yang rataratanya sebesar 0,26-0,34 hektar (Tabel 2). 127
Amar K. Zakaria Tabel 1. Keragaan Potensi Sumberdaya Desa Temanggung, Jawa Tengah Penelitian Tahun 2007 di Kabupaten Uraian Lokasi Desa Penelitian Pager Gunung Canggal Luas wilayah (km 2 ) 3,39 1,89 Elevasi (m-dpl) 670 600 Penduduk (jiwa)... - Laki-laki 1.512 1.057 - Perempuan Jumlah 1.616 3.128 1.069 2.126 Penggunaan lahan (hektar) - Pekarangan - Sawah - Tegalan/ladang - Kebun/kayu-kayuan - Lainnya.. 48,6 24,8 35,5 7,7 175,6 107,3 72,8 43,5 6,5 2,7 Total 339,0 189,0 Sumber : Data Primer, 2007 Tabel 2. Keragaan Karakteristik Petani Contoh di Desa Penelitian Berdasar Keragaman Pola Tanam Setahun Di Kabupaten Temanggung, 2008 Uraian Pola A Pola B Pola C Pola D Rataan Kisaran Rataan Kisaran Rataan Kisaran Rataan Kisaran Umur Petani (tahun) 40,4 28-52 41,8 26-56 43,5 32-58 42,2 30-57 Pendidikan petani (tahun) 7,4 4-10 7,2 4-12 6,4 3-12 6,3 2-10 Jumlah ART (jiwa) 4,2 2-7 4,4 3-7 48 2-8 4,3 3-7 Luas garapan (hektar) 0,29 0,12-0,70 Sumber : data primer, 2008. 0,26 0,10-0,50 0,32 0,20-0,80 0,34 0,21-1,00 Keragaman Pola Tanam. Pada awal Tahun 2000 pola tanam yang paling dominan diusahakan oleh petani di kedua desa penelitian adalah Jagung- Tembakau/J-T yaitu sekitar 60 persen diterapkan petani. Namun pada Tahun 2003 terjadi pergeseran dalam penerapan pola tanam setahunnya, dimana untuk pola tanam Jagung-Jagung menjadi pola yang banyak diusahakan petani. Hal ini terjadi karena harga jual dari hasil jagung memberikan tingkat harga yang kompetitif, sehingga memberikan pendapatan usahatani yang memadai. Dilain pihak tingkat harga jual dari tembakau memiliki kecenderungan yang terus menurun dalam setiap tahunnya. Dalam penelitian ini kondisi pola tanam yang diteliti dan diterapkan oleh petani adalah Sebagai berikut: (1) Pola A Jagung- Jagung-Bera/J-J-B dengan proporsi 38 persen dari seluruh petani contoh, (2) Pola B Jagung-Kacang Tanah-Bera/J-KT-B, 18 persen, (3) Pola C Jagung-Tembakau/ J-T 31 persen, dan (4) Pola D Jagung-Ubi Kayu/J-UK 13 persen. Kegiatan usahatani lahan kering berbasis tanaman jagung, selain terjadi pergeseran jenis pola tanam yang diusahakan juga untuk komoditas basis tersebut, 128
Pola Tanam Berdaya Saing Komoditas Unggulan pada Lahan Kering dalam Peningkatan Kesejahteraan Petani terjadi pergeseran penggunaan benih. Dalam hal ini, dapat dikemukakan bahwa pada awalnya yaitu pada dekade tahun 1990 varietas jagung yang ditanam adalah jagung lokal khususnya jagung putih dan berperan sebagai sumber bahwa konsumsi rumah tangga. Akan tetapi, dalam perkembangannya terjadi perubahan dengan tingkat harga jual hasil jagung yang cenderung membaik yaitu sebesar Rp 2.200 Rp 2.400 per kilogram pipilan kering. Sejalan dengan itu, maka untuk memperoleh tingkat produksivitas yang tinggi dari kegiatan budidaya jagung digunakan benih jagung varietas hibrida, walaupun harga benih hibrida relatif mahal. Selanjutnya, hasil penelitian yang mengacu berdasar keragaman pola tanam yang diusahakan, terlihat bahwa petani pengguna jagung hibrida adalah sebesar 70 85 persen dengan jumlah benih yang dipakai untuk setiap hektarnya adalah 24,2 26,3 kg. Sedangkan untuk pemakaian benih jagung lokal adalah 30,2 36,6 kg. Dalam hal penerapan komponen teknologi untuk penggunaan sarana pupuk pabrik/kimia pada budidaya jagung, menunjukkan bahwa pada semua pola tanam yang diusahakan petani (Pola A s/d Pola D) dalam budidaya jagung menggunakan pupuk kimia secara lengkap (Pupuk Urea, SP36 dan NPK), walaupun dari segi takarannya belum sesuai dengan yang dianjurkan. Dalam pemakaian pupuk pabrik ini, petani pola A cenderung lebih tinggi yaitu sebesar 300,5 kg per hektar, sedangkan terendah pada petani pola B, yaitu sebesar 251,3 kg per hektarnya. Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk urea, SP-36 dan pupuk NPK (Tabel 3). Tabel 3. Keragaan Petani Contoh dalam Penerapan Komponen Teknologi Budidaya Jagung di Desa Penelitian, 2008 Komponen Teknologi Pola A Pola B Pola C Pola D Varietas Ditanam (%) - Hibrida - Non-hibrida 85,0 15,0 72,5 27,5 60,0 40,0 70,0 30,0 Pemakaian Benih (kg/ha) - Hibrida - Non-hibrida 23,4 32,6 26,3 36,6 25,6 34,2 24,4 30,2 Pemakaian Pupuk (kg/ha) - Urea/ZA - SP 36 - KCL - NPK - Pupuk Kandang... 87 83-35 298 164 62-27 324 172 37-27 308 176 48-20 245 Pemakaian Pestisida (l/ha) 10,96 0,75 0,52 0,82 Sumber : data primer, 2008. Struktur Biaya Usahatani. Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengelolaan usahatani, yaitu faktor luar petani yang meliputi lingkungan fisik, biotik ketersediaan teknologi dan sistem kelembagaan ditingkat usahatani. Sedangkan dari faktor dalam petani adalah ketersediaan sumberdaya lahan usahatani yang dikuasai, modal yang tersedia dan 129
Amar K. Zakaria kemampuan mengelola (manajemen). Berdasar pada faktor -faktor tersebut menyebabkan petani menghadapi berbagai keterbatasan dalam pengelolaan usahatani dalam upaya pencapaian produktivitas serta profitabilitas yang tinggi. Untuk melihat dampak struktur biaya yang dialokasikan pada kegiatan usahatani berdasarkan pola tanam yang diterapkan oleh petani, dalam hal ini digunakan konsepsi pengukurannya, yakni : (1) seluruh pengeluaran untuk sarana produksi yang digunakan dinilai, baik yang dibeli maupun tidak dibeli, (2) penilaian curahan tenaga kerja baik tenaga kerja upahan maupun tenaga kerja keluarga termasuk upah berupa natura, (3) untuk nilai lahan tidak dihitung. Keberhasilan kegiatan budidaya tanaman akan sangat tergantung dari tingkat produktivitas yang dicapai dan tingkat harga jual produknya secara memadai serta efisiensi biasa dalam proses produksinya. Dengan mengacu berdasar pola tanam setahun yang diterapkan, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada petani contoh yang menerapkan Pola A (dua kali tanam jagung), total biaya produksinya mencapai tujuh koma sembilan juta rupiah. Dalam hal ini, komponan biaya sarananya sebesar 39,6 persen dimana untuk pengadaan benih mencapai 69 persen dari total (biaya sarana, karena harga benih jagung hibrida nilainya relatif mahal). Alokasi biaya sarana produksi ini, menunjukkan kesamaan dengan petani yang menerapkan Pola B (37,7%) dan Pola D (36,8%). Sedangkan pada penerap Pola C kecenderungannya lebih tinggi, yaitu sebesar 44,3 persen. Dengan mengacu pada Tabel 4, menunjukkan bahwa dari struktur biaya usahatani dalam pola tanam setahun berdasarkan keempat pola yang diteliti adalah sebagai berikut: (1) Untuk pengeluaran biaya usahatani secara keseluruhan nilai biaya yang dikeluarkan (total biay a), Pola C paling besar yaitu sebesar 11,80 juta rupiah dan tanpa menilai tenaga kerja keluarga adalah sebesar 8,98 juta rupiah. Sedangkan pada pola A menempati urutan kedua, yaitu sebesar 8,72 juta rupiah dan 5,02 juta rupiah (tanpa penilaian tenaga kerja keluarga). Selanjutnya diikuti Pola B (7,24 juta rupiah dan 4,56 juta rupiah) serta Pola D yang terendah yaitu 5,40 juta rupiah dan 3,15 juta rupiah); (2) Jika dilihat dari alokasi biaya, pada Pola A, Pola B dan Pola D untuk biaya tenaga kerja merupakan alokasi yang terbesar dengan kecenderungannya tidak berbeda yaitu 56,8-58,8 persen. Akan tetapi dari segi alokasi curahan tenaga upahan yang tertinggi adalah pada Pola B, yaitu 21,8 persen dari total biaya. Sedangkan pada Pola C, merupakan alokasi terendah yaitu sebesar 44,5 persen dengan alokasi tenaga kerja upahan sebesar 20,6 persen. (3) Apabila dilihat dari alokasi pengeluaran untuk biaya sarana produksi, pada Pola C yang terbesar yaitu sebesar 53,0 persen dimana sebesar 33,7 persen dipakai untuk pengadaan benih/bibit. Sedangkan pada Pola A dari alokasi untuk sarana produksi sebesar 41 persen, dipakai untuk pengadaan benih sebesar 26,1 persen. Selanjutnya diikuti Pola D (40 persen 24,8 persen) dan Pola B (38,7 persen dan 28,6 persen untuk pengadaan benih). Dengan melihat alokasi pengadaan benih yang cukup besar dibandingkan dengan pengadaan sarana pupuk dan pestisida adalah sebagai cerminan bahwa petani sudah berorientasi terhadap penerapan teknologi benih yang lebih bermutu dan memiliki nilai ekonomis yang dijadikan sebagai komoditas unggulan. 130
Pola Tanam Berdaya Saing Komoditas Unggulan pada Lahan Kering dalam Peningkatan Kesejahteraan Petani Tabel 4. Keragaan Biaya Usahatani Per Hektar pada Lahan Kering Berdasar Pola Tanam Setahun di Desa Penelitian Kabupaten Temanggung, Tahun 2008 Komponen biaya usahatani Pola A Pola B Pola C Pola D Benih A. Tanam I B. Tanam II 1.120 (13,5) 1.040 (12,6) 1.020 (14,1) 1.050 (14,5) 820 (6,9) 3.160 (26,8) 1.060 (19,6) 335 (6,2) Pupuk 986 (11,9) 585 (8,1) 1.880 (15,9) 670 (12,4) Pestisida 244 (3,0) 145 (2,0) 396 (3,4) 98 (1,8) Jumlah Sarana 3.390 (41,0) 2.800 (38,7) 6.256 (53,0) 2.163 (40,0) Tenaga Kerja - Upahan - Keluarga 1.450 (17,5) 3.250 (39,3) 1.580 (21,8) 2.680 (37,0) 2.430 (20,6) 2.820 (23,9) 850 (15,7) 2.250 (41,7) Jumlah T. Kerja 4.700 (56,8) 4.260 (58,8) 5.250 (44,5) 3.100 (57,4) Biaya Lainnya 182 (2,2) 178 (2,5) 294 (2,5) 134 (2,5) Total Biaya - Tanpa T. Keluarga - Dengan T. Keluarga 5.022 8.272 (100,0) 4.558 7.238 (100,0) 8.980 11.800 (100,0) 3.147 5.397 (100,0) Hasil analisis biaya dan pendapatan dari usahatani lahan kering berdasar penerapan pola tanamnya (Tabel 5), menunjukkan bahwa tingkat penerimaan bersih dari usahatani per hektar pertahun yang terbesar adalah Pola A yaitu sebesar 18,45 juta rupiah ( jagung -jagung ) dengan tingkat profitabilitasnya sebesar 69,1 persen. Sedangkan pada Pola B diperoleh penerimaan sebesar 17,90 juta rupiah dengan tingkat profitabilitas finansialnya sebesar 66,7 persen. Selanjutnya diikuti oleh petani yang menerapkan Pola C (14,50 juta rupiah) dan Pola D (11,80 juta rupiah) dengan tingkat profitabilitas finansialnya masing-masing sebesar 60,3 persen dan 68,6 persen. Tabel 5. Keragaan Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Lahan Kering Berdasar Keragaman Pola Tanam Setahun di Wilayah Penelitian Kabupaten Temanggung, 2008 Uraian Pola A Pola B Pola C Pola D Pendapatan Kotor (Rp. 000) 26.690 21.740 29.700 17.200 Total Biaya (Rp. 000) 8.272 7.238 11.800 5.397 Penerimaan Bersih (Rp. 000) 18.452 14.502 17.900 11.803 Nilai R/C 3,22 3,00 2,52 3,19 Tingkat Profitabilitas (%) 69,1 66,7 60,3 68,6 Kontribusi Jagung (%) 100,0 52,3 42,0 47,4 Dengan kondisi tersebut diatas, maka pelaksanaan kegiatan usahatani lahan kering dari keseluruhan pola tanam yang diterapkan, adalah layak 131
Amar K. Zakaria diusahakan karena memiliki nilai imbangan biaya dan penerimaan usahatani lebih dari satu. Mengenai nilai R/C nya adalah Pola A (3,22); pola B (3,00), Pola C (2,52) dan Pola D (3,19). Sejalan dengan itu, maka upaya pengembangan usahatani lahan kering dengan menggunakan komoditas unggulan, khususnya jagung hibrida tetap dipertahankan dan lebih ditingkatkan penerapan komponen teknologi pemupukan yang lebih memadai. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasar hasil penelitian pada areal lahan usahatani berbasis lahan kering di wilayah Kabupaten Temanggung, dapat disimpulkan bahwa : 1) Komoditas jagung hibrida merupakan tanaman utama yang diusahakan, oleh petani telah memberikan hasil yang memuaskan terutama pada kegiatan usahatani musim penghujan yang umumnya ditanam secara monokultur. 2) Penggunaan benih jagung hibrida oleh petani, semakin membudaya dalam upaya memperoleh tingkat hasil yang tinggi, walaupun hanya pembeliannya relatif mahal. 3) Pola tanam yang diterapkan oleh petani (Pola A,B,C dan D) di wilayah Kabupaten Temanggung, yang dilaksanakan pada kegiatan musim tanam Tahun 2008, telah memberikan profitabilitas finasial yang secara ekonomis adalah layak untuk dilaksanakan karena nilai R/C lebih dari dua. 4) Berdasar penerapan pola tanam setahun, tingkat keuntungan bersih terbesar adalah Pola A (jagung -jagung) dan selanjutnya diikuti oleh Pola C (jagung - tembakau), pola B (jagung-kacang tanah) dan Pola D (jagung-ubi kayu). Saran Upaya penerapan teknologi pemupukkan secara lengkap dan tepat jumlah perlu ditangani secara terpadu dalam kelembagaan kelompok tani dan disosialisasikan kepada petani pelaksana, sehingga tingkat hasil jagung hibrida dapat dicapai dengan hasil memuaskan dan dukungan harga jual yang memadai, sehingga pendapatan petani akan lebih meningkat dan sekaligus tingkat kesejahteraannya. DAFTAR PUSTAKA Adnyana, M. O dan K. Kariyasa, 1997. Sumber Pertumbuhan Produksi Dari Tingkat Keuntungan Kompetitif Usahatani Jagung Dalam agribisnis Tanaman Pangan. Makalah disampaikan pada Seminar Jagung Nasional. 11-12 November 1997, Ujung Pandang. 132
Pola Tanam Berdaya Saing Komoditas Unggulan pada Lahan Kering dalam Peningkatan Kesejahteraan Petani Amar K. Zakaria, 2005. Keragaan Usahatani Petani Miskin Pada Lahan Kering dan Sawah Tadah Hujan. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis (SOCA) vol. 5 no. 3 : 243-362 November 2005. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. ISSN : 1411-7177. Amar K. Zakaria, 2006. Keragaan Kesempatan Kerja Di Sektor Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Perdesaan. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis (SOCA) vol. 6 no. 2 : 109-216 Juli 2006. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. ISSN : 1411-7177. Departemen Pertanian. 1998. Petunjuk Pelaksanaan Dan Pedoman Teknis Kegiatan Perluasan Areal Tanam. Program Gema Palagung 2001. Departemen Pertanian. Nurmanaf, A. R. 2001. An Analysis of Economic Linequalities Between Household in Rural Indonesia. Dissertation findings in Brief. Faculty of Business and Computing. Southern Cross University, Coff Harbour Campus, Australia. Quibria, M G dan Srinivaran, 1993. Rural Proverty in Asia. Oxford University Press, Hongkong. Sawit, M. H., dkk, 1996. Diversifikasi Sektor Pertanian dan Perubahan Struktur Pendapatan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Soeharjo, A. 1996. Pengembangan Sistem Usahatani Pertanian. Makalah Disajikan Pada Seminar Nasional Dinamika Sumberdaya Dan Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Di Bogor. Suryana, A dan M. O. Adnyana, 1997. Pengkajian Sistem Usahatani Berbasis Padi dan Sistem Usaha Pertanian. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. 1997. Thomas, K. D. 1993. Pembangunan Ekonomi Indonesia : Sebuah Kajian Alternatif. Makalah Seminar, 4-6 Febuari, 1993. Yogyakarta, Lembaga Studi Realino, Yogyakarta. 133