BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas maka dapat ditarik. kesimpulan:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab III, maka dapat

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK TIDAK BERITIKAD BAIK DALAM TEORI DAN PRAKTEK DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. yang hari ini diproduksi di suatu negara, di saat berikutnya telah dapat dihadirkan

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan teori dan analisis terhadap Putusan Pengadilan Dalam Perkara

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah uang setiap waktu yang ditentukan. Maka dari itu, HKI akan mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angkaangka,

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian seperti telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya dapat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. disingkat HKI) telah berkembang sangat pesat. Sebagai ilmu yang baru, HKI

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. paparkan sebelumnya, dengan uraian sebagai berikut:

DISKUSI PUBLIC NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG MEREK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti yang telah dipaparkan. pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I Pendahuluan. suatu barang atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan diperlukan tanda

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai isu internasional, HKI (Hak Kekayaan Intelektual) berkembang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISA YURIDIS TERHADAP PEMBONCENGAN KETENARAN MEREK ASING TERKENAL UNTUK BARANG YANG TIDAK SEJENIS (KASUS MEREK INTEL CORPORATION LAWAN INTEL JEANS)

BAB I PENDAHULUAN. seorang wiraswasta. Dengan program Usaha Kecil Menengah (UKM) yang

BAB I PENDAHULUAN. pesat dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama. 1 Perdagangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. menganalisa bahwa sebenarnya kebaruan atau Novelty jelaslah dalam. Penerapannya tidak dilakukan dengan maksimal, sehingga putusan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. 1. Pelaksanaan perlindungan hukum atas produk tas merek Gendhis adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk baru atau pengembangan dari produk-produk. penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.

No dan Cukai. Penting untuk digarisbawahi bahwa mekanisme perekaman ini sama sekali tidak menggantikan mekanisme pendaftaran HKI kepada Direkt

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

(a) pembajakan merajalela akibatnya kreativitas menurun;

ANALISIS HUKUM PERLINDUNGAN MEREK ASING TERHADAP TINDAKAN PENDAFTARAN SECARA ITIKAD TIDAK BAIK (STUDI PUTUSAN NO. 108/PK/Pdt.Sus/2011) ANDY HORISON

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013 Online di

BAB V PENUTUP. 1. Kekuatan Mengikat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Yang Dilakukan. Melalui Transaksi Elektronik Ditinjau dari UU Ketenagakerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya perdagangan internasional dan adanya gerakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 5 PENUTUP 5.1 KESIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. Bajaj Auto Limited adalah sebuah pabrikan kendaraan roda dua dan roda-tiga dari

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan uraian yang telah penulis jabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

ANALISIS PUTUSAN NOMOR 012 K/N/HAKI/2002

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI)

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

Masrifatun Mahmudah Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

MEREK. Umum. 1. Apakah merek itu?

BAB III KASUS KEMIRIPAN MEREK PADA PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

BAB IV PENUTUP. yang dikemukakakan sebelumnya maka Penulis memberikan kesimpulan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PUTUSAN MA NO.892 K/PDT.SUS/2012 DALAM KASUS MEREK TERKENAL CARDINAL Bagus Raditya Wirautama, Sentot P. Sigito, SH.MHum, M.Zairul Alam.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 PENJELASAN ATAS TENTANG DESAIN INDUSTRI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

Bab V. Kesimpulan dan Saran. Hasil penelitian menunjukan putusan Mahkamah Agung yang sangat

LAPORAN AKHIR NASKAH AKADEMIK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK

PENTINGNYA PERLINDUNGAN MEREK

2017, No Cara Pemblokiran dan Pembukaan Pemblokiran Akses Sistem Administrasi Badan Hukum Perseroan Terbatas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nom

PENEGAKAN HUKUM DI BIDANG MEREK DONA PRAWISUDA, SH KANTOR WILAYAH JAWA BARAT KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini teknologi merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan

BAB IV PENERAPAN HUKUM KONTRAK DAN KEWENANGAN MENGGUGAT PAILIT DALAM PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI (ANALISIS PUTUSAN KASASI NO.

Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar bebas. Salah satu

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK ASING DI INDONESIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

PELANGGARAN HAK ATAS MEREK DAN MEKANISME PENYELESAIANNYA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran yang ada, termasuk dalam bidang hak atas kekayaan intelektual.

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang makin beragam dan. atas tanah tersebut. Menurut A.P. Parlindungan 4

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 74/PJ/2015 TENTANG

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan: 1. Perlindungan terhadap merek terkenal ini diatur di dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b UU Merek dan Pasal 6 bis Konvensi Paris serta Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3) Persetujuan TRIPs. Pelanggaran terhadap merek terkenal tidak hanya terjadi pada kasus pelanggaran merek antara merek asing Forever 21 Inc. Melawan merek lokal Forever 21 saja, misalnya kasus pelanggaran merek dagang Nike International Ltd., yang terjadi pada tahun 1986 yang mana merek Nike merupakan merek terkenal dan sudah diketahui oleh masyarakat umum. UU Merek merupakan dasar bagi aparat penegak hukum serta lembaga yang berwenang dalam perlindungan HKI, namun terhadap kasus-kasus pelanggaran merek terkenal terutama menyangkut dalam hubungan internasional dengan negara lain, Indonesia sebagai negara anggota WTO harus memperhatikan dan menyesuaikan hukum positifnya dengan ketentuan-ketentuan internasional yang telah diratifikasi yaitu Konvensi Paris dan Persetujuan TRIPs. Ketentuan-ketentuan internasional tersebut seharusnya dapat membantu Ditjen HKI dalam memfilter merek-merek apa 86

saja yang dapat diterima dan ditolak pendaftarannya oleh Ditjen HKI. Namun, berdasarkan dari hasil penelitian dan kasus-kasus pelanggaran merek terkenal yang sudah ada sebelumnya dapat disimpulkan bahwa perlindungan merek dagang terkenal baik lokal maupun asing di Indonesia ini belum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan UU Merek, Persetujuan TRIPs, dan Konvensi Paris hal ini dikarenakan masih terdapatnya pelanggaranpelanggaran terhadap merek terkenal dan belum jelasnya parameter mengenai kriteria merek terkenal itu sendiri. Dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf b UU Merek menyatakan bahwa penentuan keterkenalan suatu merek, harus dilakukan dengan mempertimbangkan pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha bersangkutan, dan memperhatikan pula reputasinya sebagai merek terkenal yang diperoleh karena promosi besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang dilakukan pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran merek tersebut di beberapa negara di dunia. Kata beberapa negara tersebut menimbulkan keambiguan mengenai jumlah dari beberapa negara tersebut yang mengakui dan memiliki bukti pendaftaran atas merek terkenal tersebut. Bahwa peneliti dalam penelitiannya menemukan suatu merek dapat dikatakan sebagai merek terkenal apabila telah terdaftar di 10 (sepuluh) negara akan tetapi hal ini juga belum terlalu jelas dikarenakan terhadap 10 (sepuluh) negara tersebut apakah hanya 87

negara-negara maju yang mengakuinya atau negara-negara berkembang atau negara-negara kecil yang mengakui merek tersebut dapat dikatakan sebagi merek terkenal. Persetujuan TRIPs dan Konvensi Paris tersebut juga belum memberikan definisi yang jelas mengenai kriteria merek terkenal. Ketentuan internasional tersebut bahkan memberikan kebebasan bagi tiaptiap negara anggota dalam memberikan kriteria terhadap merek terkenal. Selain itu, cara kerja Ditjen HKI yang masih manual konvensional, kurang teliti dalam melakukan pemeriksaan permohonan pendaftaran merek serta belum memiliki database mengenai merek-merek terkenal menjadikannya kendala dalam memberikan perlindungan hukum terhadap merek terkenal. 2. Bahwa Putusan Mahkamah Agung Nomor 61 K/Pdt. Sus- HKI/2013 tentang Forever 21 Melawan Forever 21 Inc sudah sesuai dengan Pasal 68 ayat (1) UU Merek mengenai pembatalan pendaftaran merek. Hal ini didasarkan atas buktibukti yang sudah diperoleh yang mana menyatakan bahwa merek Forever 21 milik Tergugat/Pemohon Kasasi telah melanggar ketentuan-ketentuan dalam Pasal 4 UU Merek yaitu mengenai merek tidak dapat didaftar atas itikad tidak baik, Pasal 5 UU Merek yaitu mengenai alasan-alasan merek tidak dapat didaftar, dan Pasal 6 UU Merek yaitu mengenai perlindungan terhadap merek terkenal. Berdasarkan Putusan Hakim 88

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah terbukti bahwa merek Forever 21 milik Tergugat/Pemohon Kasasi telah melakukan pelanggaran merek terkenal terhadap merek Forever 21 milik Penggugat/Pemohon Kasasi yang mana oleh karenanya Tergugat/Pemohon Kasasi atas tindakannya tersebut memiliki suatu itikad tidak baik dan oleh sebab itu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dari Mahkamah Agung serta yang dihubungkan dengan putusan dari Judex Facti Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyatakan untuk dilakukannya pembatalan pendaftaran merek Forever 21 milik Tergugat/Pemohon Kasasi serta permohonan kasasi dari Tergugat/Pemohon Kasasi ditolak. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan, maka peneliti memberikan saran-saran kepada berbagai pihak, yaitu: 1. Bagi pemerintah dan Direktorat Merek Ditjen HKI, agar pelaksanaan dalam perlindungan hukum terhadap merek dagang terkenal di Indonesia dapat berjalan maka diperlukan kerjasama dengan memanfaatkan perangkat peraturan perundang-undangan mengenai merek serta ketentuan-ketentuan internasional yang menyangkut mengenai perlindungan terhadap merek terkenal dan adanya sikap antisipasi dari pihak Ditjen HKI terhadap pendaftar merek terutama pemohon yang berindikasi memiliki itikad tidak baik serta memberikan perluasan terhadap definisi merek terkenal tersebut pada hukum positif Indonesia. 89

2. Bagi pengusaha, perlu kesadaran untuk mendaftarkan merek dagangnya atau merek jasanya agar mendapatkan perlindungan hukum, sehingga apabila terjadi sengketa merek yang berkenaan dengan mereknya, pemilik merek tersebut dapat membuktikan bahwa dia pemilik merek yang sah dan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Niaga. 3. Bagi masyarakat, perlu adanya penyampaian informasi kepada masyarakat luas mengenai merek dan sanksi yang didapatkan apabila ketentuan dalam UU Merek tersebut dilanggar sehingga dapat tercipta kepastian hukum dan penegakan hukum di Indonesia dapat berjalan dengan baik. 90