BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikatakan masa yang paling menyenangkan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu yaitu merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini.

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk. diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja

BAB I PENDAHULUAN. ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolence) mulai usia 10 tahun sampai 19

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa anak-anak berakhir,

BAB I PENDAHULUAN. penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. Batasan usia remaja menurut WHO (Word Health Organization) adalah mereka yang

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan International Conference on Population and

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dimulai pada usia 9-14 tahun dan prosesnya rata-rata berakhir pada

Media Informasi Cenderung Meningkatkan perilaku seks Pada Remaja SMP di Jakarta Selatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis, maupun secara sosial. Remaja pada masa peralihan tersebut kemungkinan besar dapat mengalami masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat kepribadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat (Kusmiran, 2012). Sebagian kelompok remaja mengalami kebingungan untuk memahami tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukannya, antara lain boleh tidaknya melakukan pacaran, onani, nonton bersama atau berciuman. Kebingungan ini akan menimbulkan suatu perilaku seksual yang kurang sehat dikalangan remaja. Perasaan bersalah atau berdosa tidak jarang dialami oleh kelompok remaja yang pernah melakukan perilaku seksual dalam hidupnya. Hal ini diakibatkan adanya pemahaman tentang ilmu pengetahuan yang dipertentangkan dengan pemahaman agama, yang sebenarnya harus saling menyokong. Adanya kemudahan dalam menemukan berbagai macam informasi termasuk informasi yang berkaitan dengan masalah seks, merupakan salah satu faktor yang bisa menjadikan sebagian besar remaja terjebak dalam perilaku seks yang tidak sehat. Berbagai informasi bisa diakses oleh para remaja melalui internet atau majalah yang

disajikan baik secara jelas dan secara mentah yaitu hanya mengajarkan cara-cara seks tanpa ada penjelasan mengenai perilaku seks yang sehat dan dampak seks yang beresiko, misalnya penyakit yang diakibatkan oleh perilaku seks yang tidak sehat (Novita, 2011). Seks pranikah di kalangan remaja semakin meningkat. Keingintahuan remaja yang besar, perkembangan teknologi informasi, kurangnya komunikasi dalam keluarga, dan semakin tak pedulinya masyarakat membuat perilaku itu semakin meluas (Anna, 2012). Akibat buruk dari seksual pranikah dapat membawa remaja masuk pada hubungan seks pranikah dengan segala akibatnya antara lain, terjadi kehamilan remaja putri diluar nikah, infeksi organ reproduksi, perdarahan, pengguguran kandungan yang tidak aman, resiko tertular penyakit seksual dan meningkatkan remaja putus sekolah (Susilawaty 2012). Menurut Sarwono (2011), perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan pada diri sendiri, lawan jenis maupun sesama jenis yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacammacam, mulai dari perasaan tertarik, berkencan, berpegangan tangan, mencium pipi, mencium bibir, berpelukan, memegang buah dada, memegang alat kelamin, sampai dengan melakukan senggama. Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003) masalah kesehatan dipengaruhi oleh penyebab non perilaku dan perilaku. Penyebab non perilaku adalah berbagai faktor individu dan lingkungan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan tetapi tidak dapat dikendalikan oleh perilaku manusia. Perilaku merupakan refleksi dari

berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi dan sikap. Green juga mengemukakan tiga faktor utama yang mempengaruhi perilaku manusia yaitu faktor predisposisi yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, dan nilai-nilai. Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas dan sarana-sarana kesehatan seperti paparan terhadap media dan faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang melupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Jumlah remaja Indonesia terbilang sangat besar mencapai 63,4 juta atau sekitar 26,7% dari penduduk Indonesia. Remaja yang emosional dan lebih menjadi rentan terjebak dalam kehidupan seks bebas dan penyimpangan lain. Menurut SKRRI pada tahun 2007 menemukan, 1% remaja wanita dan 6% remaja pria mengaku pernah melakukan seks diluar nikah. Bahkan remaja yang mengatakan menngetahui bahwa teman mereka melakukan seks diluar nikah jumlahnya besar, mencapai 26% (Saraswaty, 2012). Berdasarkan Survei yang dilakukan Annisa Foundation di Cianjur, Jawa Barat, pada 2007, menemukan hasil mengejutkan. Di kota ini, lebih dari 42,3% pelajar perempuan di kota santri itu telah melakukan hubungan seks pra-nikah. Para responden mengaku hubungan pra-nikah itu dilakukan atas suka sama suka. Bahkan, ada responden yang mengaku berhubungan lebih dengan satu pasangan.

Berdasarkan data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak tahun 2008. Dari 4.726 responden siswa SMP dan SMA di 17 kota besar diperoleh hasil, 97% remaja pernah menonton film porno serta 93,7% pernah melakukan ciuman, meraba kemaluan, ataupun melakukan seks oral. Sebanyak 62,7% remaja SMP tidak perawan dan 21,2% remaja mengaku pernah aborsi. Perilaku seks bebas pada remaja terjadi di kota dan desa pada tingkat ekonomi kaya dan miskin (Anna, 2012) Kementerian Kesehatan 2009 pernah merilis hasil penelitian di empat kota yakni Jakarta Pusat, Medan, Bandung, dan Surabaya yang menunjukkan sebanyak 35,9% remaja punya teman yang sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Bahkan, 6,9% responden telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah (Harian Merdeka, 2013). Hasil survey 2010 yang dilakukan BKKBN; tercatat 51% remaja Jabodetabek sudah tidak perawan lagi, di Surabaya tercatat 54%, di Bandung 47% dan 52% di Medan dan Yogya 37% dan estimasi jumlah aborsi di Indonesia per tahun mencapai 2,4 juta jiwa dan 800 ribu diantaranya terjadi dikalangan remaja (BkkbN, 2011). Hasil itu sejalan dengan kondisi kesehatan reproduksi remaja berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012 yang menyebutkan, 11% pria yang tak tamat SD dan 9% pria dengan pendidikan SMA ke atas menyetujui hubungan seks pranikah (Rahman, 2013). Remaja kota kini semakin berani melakukan hubungan seksual pranikah. Hal itu berkaitan dengan hasil sebuah penelitian, 10 12% remaja di Jakarta pengetahuan seksnya sangat kurang. Ini mengisyaratkan pendidikan seks bagi anak dan remaja secara intensif terutama di rumah dan di sekolah, makin

penting. Pengetahuan yang setengah-setengah justru lebih berbahaya ketimbang tidak tahu sama sekali. Kata-kata bijak ini nampaknya juga berlaku bagi para remaja tentang pengetahuan seks kendati dalam hal ini ketidaktahuan bukan berarti lebih tidak berbahaya. Boyke mengatakan, 16-20% dari remaja yang berkonsultasi kepadanya telah melakukan hubungan seks pranikah. Dalam catatannya jumlah kasus itu cenderung naik; awal tahun 1980-an angka itu berkisar 5-10% (Evina, 2010). Berdasarkan hasil survei di Sumatera Utara ditemukan sebanyak 2.000 anakanak yang mengalami eksploitasi seksual sejak 2008 hingga 2010. Jumlah anak-anak yang terjun dalam bisnis pelacuran itu, semakin lama terus mengalami peningkatan. Bahkan yang terjun dalam praktik pelacuran itu, 30% di antaranya pelajar SLTP dan 45 % SLTA (Abdullah, 2011). Hasil riset BKKBN menyebutkan bahwa 52% remaja di kota Medan sudah pernah melakukan seks pranikah. Ada sekitar 3.919 remaja di kota Medan yang melakukan seks bebas (Sudiono, 2009). Menurut Laporan Hasil Survei Surveilans Perilaku / SSP 2007-2008 di Indonesia, di Kabupaten Deli Serdang terdapat 250 WPS / Wanita Penjaja Seks langsung dan 200 WPS tidak langsung yang sebagian besar berasal dari kalangan remaja (Irawaty, 2012). Hasil penelitian Seotjiningsih (2008) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja adalah hubungan orang tua dengan remaja, tekanan negatif teman sebaya, pemahaman tingkat agama (religiustik), dan eksposur media pornografi memiliki pengaruh yang signifikan, baik langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja.

Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan di SMA YAPIM Namorambe, bahwa disekolah ini setiap akhir bulan diadakan kegiatan keagamaan yang wajib diikuti oleh siswa/siswi. Dan juga di sekolah ini sudah pernah diadakannya seminar kesehatan, tetapi bukan berkaitan dengan seksual pranikah, hal ini dapat dilihat dari 10 siswa/siswi yang diwawancarai hanya 1 siswa yang tahu tentang perilaku seksual pranikah dan resiko dari perilaku seksual tersebut. Menurut keterangan dari salah seorang guru di sekolah tersebut, pada tahun 2013 ada dua siswi yang sudah pernah melakukan perilaku seksual pranikah yang berdampak pada kehamilan dan akhirnya siswi tersebut tidak dapat melanjutkan pendidikannya di sekolah tersebut. Selain itu juga ada beberapa siswa yang ditemukan melakukan kenakalan remaja seperti tidak masuk kelas tanpa ada keterangan, merokok, berjudi, menonton video pornografi serta terdapat salah seorang siswa yang melukis orang sedang bersenggama pada saat jam belajar. Banyaknya faktor yang mempengaruhi atau yang berhubungan terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja, maka penulis tertarik untuk meneliti faktorfaktor yang memengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja di SMA YAPIM Namorambe, yang meliputi pengetahuan, sikap, pelaksanaan keagamaan, paparan media pornografi, peran orang tua dan teman sebaya. 1.2. Perumusan Masalah Apakah faktor-faktor yang memengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja putra- putri di SMA YAPIM Namorambe.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor- faktor yang memengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja putra- putri di SMA YAPIM Namorambe. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja putra- putri di SMA YAPIM Namorambe. 2. Untuk mengetahui pengaruh sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja putra- putri di SMA YAPIM Namorambe. 3. Untuk mengetahui pengaruh Pelaksanaan keagamaan terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja putra- putri di SMA YAPIM Namorambe. 4. Untuk mengetahui pengaruh paparan media pornografi terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja putra- putri di SMA YAPIM Namorambe. 5. Untuk mengetahui pengaruh peran orang tua terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja putra - putri di SMA YAPIM Namorambe. 6. Untuk mengetahui pengaruh peran teman sebaya terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja putra - putri di SMA YAPIM Namorambe. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi/sumber informasi bagi pihak sekolah dalam membina remaja sehingga remaja dapat memahami tentang pentingnya kesehatan reproduksi agar tidak melakukan hubungan seks pranikah sehingga tercipta reproduksi yang sehat bagi remaja putra dan putri.

2. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan oleh peneliti yang lain dalam melakukan penelitian lebih lanjut khususnya tentang masalah kesehatan reproduksi.