BAB II TABUNGAN ZAKAT AL-WADI< AH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONAL WADI< AH PADA TABUNGAN ZAKAT DI PT. BPRS BAKTI MAKMUR INDAH

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

BAB IV ANALISIS TENTANG APLIKASI PERJANJIAN SEWA SAFE DEPOSIT BOX DITINJAU DARI BNI SYARIAH HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE (HP) SERVIS YANG TIDAK DIAMBIL OLEH PEMILIKNYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN LETTER OF CREDIT PADA BANK MANDIRI SYARI AH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI BUNGA KAMBOJA KERING MILIK TANAH WAKAF DI DESA PORONG KECAMATAN PORONG KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI TABUNGAN RENCANA MULTIGUNA DI PT. BANK SYARI AH BUKOPIN Tbk. CABANG SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA ISLAM TENTANG SEWA POHON MANGGA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam terhadap Pasal 18 Ayat 2 Undang-Undang. memberikan pelayanan terhadap konsumen yang merasa dirugikan, maka dalam

BAB II LANDASAN TEORI PEMBIAYAAN EKSPOR IMPOR MELALUI LETTER OF CREDIT (L/C) DALAM HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA

KAIDAH FIQH. Perubahan Sebab Kepemilikan Seperti Perubahan Sebuah Benda. حفظو هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBULATAN HARGA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENARIKAN KEMBALI HIBAH BERSYARAT DI DUSUN MOYORUTI DESA BRENGKOK KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Utang Piutang Dengan Jaminan. bab sebelumnya, bahwa praktek utang piutang dengan jaminan barang

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KODE UNIK DALAM JUAL BELI ONLINE DI TOKOPEDIA. A. Analisis Status Hukum Kode Unik di Tokopedia

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR DAN APLIKASI PERFORMANCE BOND DI BANK BUKOPIN SYARIAH CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SIMPANAN WADI AH BERJANGKA DI BMT TEGAL IJO DESA GANDUL KECAMATAN PILANGKENCENG KABUPATEN MADIUN

BAB II UTANG-PIUTANG DALAM HUKUM ISLAM. menurut istilah fiqh, terdapat beberapa definisi yang dikedepankan oleh

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP SIMPAN PINJAM BERGULIR PADA P2KP (PROYEK PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN)

BAB I PENDAHULUAN. manusia guna memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat. Salah satu aspek

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ZAKAT PERDAGANGAN DENGAN MODAL HUTANG DI USAHA DAGANG LIMA LAPAN SAMPANG

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP INSTRUMEN HEDGING PADA TRANSAKSI SWAP

BAB II MUDARABAH. fiqh disebut dengan Mudarabah, yang oleh ulama fiqh Hijaz disebut qirad. 1

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TAMBAHAN HARGA DARI HARGA NORMAL YANG DIMINTA TUKANG BANGUNAN DALAM PRAKTEK JUAL BELI BAHAN BANGUNAN

KRITERIA MASLAHAT. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 Tentang KRITERIA MASLAHAT

BAB 1V ANALISIS DATA. A. Analisis Sistem Pemberian Komisi Penjualan Kepada SPB (Sales Promotion Boy) Di Sumber Rizky Furniture Bandar Lampung

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI IKAN TANGKAPAN NELAYAN OLEH PEMILIK PERAHU DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS AKAD IJA>RAH TERHADAP PERJANJIAN KERJA ANTARA TKI DENGAN PJTKI DI PT. AMRI MARGATAMA CABANG PONOROGO

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

Solution Rungkut Pesantren Surabaya Perspektif Hukum Islam

BAB III TINJAUAN UMUM AQAD MURABAHAH DALAM FIQH MUAMALAH. Kata aqad dalam kamus bahasa arab berasal dari kata ع ق د - ی ع ق د - ع ق د ا yakni

BAB IV ANALISIS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

MENTASHARUFKAN DANA ZAKAT UNTUK KEGIATAN PRODUKTIF DAN KEMASLAHATAN UMUM

BAB VI ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI GADAI SAWAH DI DESA MORBATOH KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN SAMPANG

BAB III TRANSAKSI SERTIFIKAT INVESTASI MUD}A<RABAH ANTARBANK

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

MENANGGUNG AMANAT KETIKA ADA KERUSAKAN

BAB IV. A. Analisis terhadap Sistem Bagi Hasil Pengelolaan Ladang Pesanggem Antara

BAB II TRANSAKSI PINJAM MEMINJAM DALAM ISLAM

UNTUK KALANGAN SENDIRI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KETENTUAN PEMBIAYAAN KREDIT SINDIKASI

BAB I PENDAHULUAN. yang dimilikinya. Dengan akalnya, manusia dapat menciptakan, mengembangkan,

MUD{A<RABAH DALAM FRANCHISE SISTEM SYARIAH PADA KANTOR

(الإندونيسية بالغة) Wara' Sifat

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN HARGA JUAL BELI SAPI SECARA SEPIHAK DI DESA TLOGOREJO KECAMATAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah SWT, sebagai makhluk sosial yang mana

BAB IV ANALISIS DUA AKAD (MURA>BAH}AH DAN RAHN) DALAM PEMBIAYAAN MULIA (MURA>BAH}AH EMAS LOGAM MULIA UNTUK INVESTASI ABADI) MENURUT HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. satu bentuk kegiatan tolong menolong yang dianjurkan oleh agama. Sebagai mana firman

BAB II GADAI (RAHN) DALAM ISLAM

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. menyatakan ijab dan yang kedua menyatakan qabul, yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. piutang dapat terjadi di dunia. Demikian juga dalam hal motivasi, tidak sedikit. piutang karena keterpaksaan dan himpitan hidup.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI KTP SEBAGAI JAMINAN HUTANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG DANA ZAKAT MA L DI YAYASAN NURUL HUDA SURABAYA. A. Analisis Mekanisme Hutang Piutang Dana Zakat

ZAKAT PENGHASILAN. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 3 Tahun 2003 Tentang ZAKAT PENGHASILAN

ADAB DAN DOA SAFAR YANG SHAHIH

BAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM. etimologi mengandung pengertian menggadaikan, merungguhkan. 1

Satu kambing untuk satu orang, satu sapi/unta untuk tujuh orang dalam berkurban

PENEMPELAN PHOTO PADA MUSHAF AL-QUR AN (KEMULIAAN AL-QUR AN)

Oleh: Shahmuzir bin Nordzahir

ANALISIS FIQH SIYASAH TENTANG PERAN BADAN ANGGARAN DPRD KOTA SURABAYA DALAM MEREALISASIKAN FUNGSI BUDGETING

BAB IV. Sejalan dengan tujuan dari berdirinya Pegadaian Syariah yang berkomitmen

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN POTONGAN TABUNGAN BERHADIAH DI TPA AL- IKHLAS WONOREJO KECAMATAN TEGALSARI SURABAYA

BAB IV ANALISIS TENTANG TRANSAKSI REKAYASA PAJAK PADA TRANSFER PRICING

Transkripsi:

BAB II TABUNGAN ZAKAT AL-WADI< AH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Pengertian Wadi< ah Secara etimologi kata wadi< ah berarti menempatkan sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya untuk dipelihara. Secara terminologi ada 2 definisi wadi< ah yang dikemukakan pakar fiqih. adalah: Pertama, definisi yang di kemukakan oleh ulama Hanafiyah, wadi< ah ما ل ه ظ ح ف ع لى س ل ي ط ا ل غ ي ر ت ص ر ي حا أ و د لا ل ة Artinya: Mengikutsertakan orang lain dalam memelihara, baik dengan ungkapan yang jelas, melalui tindakan, maupun melalui syarat 1 Kedua, definisi yang dikemukakan ulamak Malikiyah, Syafi iyah dan Hanabilah (Jumhur Ulama) wadi< ah adalah : ت و آ ي ل فى ح ف ظ م م ل و ك ع لى و ج ه م خ ص ص و Artinya : Mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu. 2 Adapun pengertian wadi< ah menurut syara adalah sebagai amanat yang 1 Nasrun Harun, Fiqih Muamalah, h. 244 2 Ibid, h. 245 16

17 ada pada orang yang dititipkan, dan ia berkewajiban mengembalikannya pada saat pemiliknya meminta. 3 B. Dasar Hukum Wadi< ah 1. Berdasarkan Firman Allah SWT. a. Surat Al-Baqarah ayat 283. ف ا ن أ م ن ب ع ض ك م ب ع ض ا ف ل ي و د ا لذ ي اؤ ت م ن أ م ان ت ه و ل ي ت ق ال ل ه ر ب ه و لا ت ك ت م وا ال شه اد ة و م ن ي ك ت م ه ا ف ا ن ه ا ث م ق ل ب ه و ال ل ه ب م ا ت عم ل و ن ع ل ي م Artinya: Jika sebagian kamu mempercayakan sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya. (QS. Al- Baqarah 283) b. Surat An-Nisa< ayat 58. ال ل ه إ ن أ ن ي ا م رآ م و إ ذ ا أ ه ل ه ا إ ل ى الا م ان ا ت ت و دوا ب ي ن ح ك م ت م ت ح ك م وا ب ال ع د ل إ ن ال ل ه ن ع ما ي ع ظ ك م ب ه إ ن ال ل ه آ ا ن س م يع ا ب ص ير ا أ ن ال نا س Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.. 4 2. Berdasarkan Sabda Rasulullah SAW. أ د ا لا ما ن ة إ ل ى م ن ا ي ت م ن ك و لا ت خ ن م ن خا ن ك (رواه أبوداود والترمذى والحاآم) Artinya: Serahkanlah amanah orang yang mempercayai engkau, dan jangan kamu menghiyanati orang yang mengamanati engkau. (HR. Abu Daud, at-tirmizi dan al- Hakim). 5 3 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, h. 72 4 Departemen Agama RI,Al-Quran dan Terjemah, h. 128 5 Abu Isa Muhammad Ibnu Isa As Sauran, Jami al Sah{i<h{ Juz III, h. 564

18 ع ن ع م ر وب ن ش ع ي ب, ع ن ا ب ي ه, ع ا ن ج د ه, ق ا ل : لا ض ما ن ع لى م و ت م ن (رواه الدرقطنى) ن ر س و ل ا الله ص لى االله ع ل ي ه و س ل م Artinya: Amar ibn Suaib, dari bapak dan kakeknya: sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: orang yang dipercaya memegang amanat tidak boleh dituntut ganti rugi. (HR. Ad-Daruquthni). 6 3. Berdasarkan Ijma Fuqaha telah sepakat mengenai hukum kebolehan menitipkan dan meminta menitipkan barang kepada seseorang. C. Rukun dan Syarat Wadi< ah. 1. Rukun Wadi< ah. a. Orang yang berakad. b. Barang titipan c. S{igat Ijab dan Qabul, baik secara tindakan maupun lisan. 7 2. Syarat Wadi< ah. a. Syarat barang yang dititipkan 1) Harus sah menurut pandangan Syara 2) Dapat dikuasai atau dimiliki 3) Mempunyai nilai atau ada manfaatnya walaupun najis. Contoh: Anjing yang bermanfaat untuk menjaga, berburu dan sebagainya. 6 Imam Kabir Ali Ibnu Umar Ad Daruqutni, Sunan Ad Da<ruqutni Juz II, h. 32

19 b. Syarat S{igat, dalam Ijab Qabul dapat berupa perbuatan maupun ucapan. c. Syarat bagi yang menitipkan. 1) Dewasa 2) Berakal 3) Pandai d. Syarat bagi yang dititipi 1) Dewasa 2) Berakal 3) Pandai 4) Bertanggung jawab atas kehilangan atau kelalaian wadi< ah. 8 D. Bentuk Akad dalam Wadi< ah. Dilihat dari segi sifat akad wadi< ah, para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa akad wadi< ah bersifat mengikat kedua belah pihak yang melakukan akad. Apabila seseorang dititipi oleh orang lain dan akadnya bertanggung jawab untuk memelihara barang titipan itu. 9 Para ulama fiqh telah sepakat tentang status wadi< ah di tangan orang yang dititipi bersifat ama>nah, bukan ad-d}ama<nah, sehingga seluruh kerusakan yang terjadi selama penitipan barang tidak menjadi tanggung jawab orang yang dititipi, kecuali kerusakan itu dilakukan secara sengaja atau atas 7 Nasrun Harun, Fiqih Muamalah, h. 246 8 Abdul Rahman Al-Jaziri, Fiqih Empat Maz hab, terj. Moch. Zuhri, h. 421 9 Nasrun Harun, Fiqih Muamalah, h. 427

20 kelalaian orang yang dititipi. 10 Pada pelaksanaan akad wadi< ah terdiri dari dua jenis yaitu : 1. Wadi< ah al-ama>nah yaitu akad penitipan barang atau uang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang atau uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan. 2. Wadi< ah ad-d{ama<nah yaitu akad penitipan dengan atau tanpa ijin pemilik barang atau uang dapat memanfaatkan barang atau uang titipan dan bertanggung jawab terhadap kehilangan atau uang titipan dan bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang atau uang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang atau uang tersebut menjadi hak penerima titipan. Para ulama fiqih memikirkan juga kemungkinan lain yaitu dari wadi< ah yang bersifat amanat berubah menjadi wadi< ah d{ama<nah (ganti rugi). Kemungkinan-kemungkinan tersebut adalah : 1. Barang itu tidak dapat dipelihara oleh orang yang dititipi. Demikian juga halnya apabila ada orang lain yang akan merusaknya, tetapi ia tidak mempertahankannya, sedangkan dia mampu mengatasinya (mencegahnya). 2. Barang titipan itu dititipkan lagi kepada orang yang bukan keluarga dekat atau orang yang bukan dibawah tanggung jawabnya. 3. Barang titipan itu dimanfaatkan oleh orang yang dititipi, kemudian barang itu rusak atau hilang. Sedangkan barang titipan itu seharusnya dipelihara bukan 10 Ibid, h. 427

21 dimanfaatkan. 4. Orang yang dititipi mengingkari ada barang titipan kepadanya. Oleh sebab itu, sebaiknya dalam akad wadi< ah disebutkan jenis barangnya dan jumlahnya ataupun sifat-sifat lain, sehingga apabila terjadi keingkaran dapat ditunjukan buktinya. 5. Orang yang menerima barang titipan itu, mencampur adukan dengan barang pribadinya, sehingga sekiranya ada yang rusak atau hilang, maka sukar untuk menemukannya apakah barangnya sendiri yang rusak (hilang) atau barang titipan itu. 6. Orang yang menerima titipan itu tidak menepati syarat-syarat yang dikemukakan oleh penitip barang itu, seperti tempat penyimpananya dan syarat-syarat lain. 11 11 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, h. 249

22 E. Benda yang Dititipkan Benda dalam kitab fiqih disebut Ma<l yang berarti Benda atau Harta. Benda menurut bahasa adalah segala sesuatu yang dimiliki atau segala sesuatu yang disimpan oleh manusia dengan maksud untuk disendirikan dengan yang lainnya, sedangkan menurut istilah para ulama fiqih terdapat pengertian yang berbeda-beda. 12 Menurut maz hab Syafi i benda adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk kemaslahatan manusia. 13 Menurut Abu Zahra benda ialah sesuatu selain manusia, yang diciptakan untuk kemaslahatannya dan mungkin dapat disimpan, serta biasa digunakan dalam waktu biasa (tidak dalam keadaan terpaksa). 14 Menurut Mustafa Ahmad Zarga benda ialah segalah wujud yang berharga yang bersifat materi, yang beredar diantara manusia. Menurut Mustafa Syalabi benda ialah sesuatu yang mungkin dapat disimpan atau dapat dikumpulkan dan dapat diambil manfaatnya menurut kebiasaan. Pada dasarnya syari ah Islam tidak memberi batasan khusus tentang benda. Hal ini diserahkan kepada manusia mengenai penngertian dan batasannya. Sesuatu yang termasuk benda menurut hukum dan lainya, dapat diklasifikasikan 12 Masduha Abdurrahman, Pengantar dan Asas-asas Hukum Perdata Islam, h. 43 13 Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam, h. 259

23 sebagai berikut : 1. Benda bernilai dan benda tidak bernilai Benda bernilai ialah harta yang dihalalkan syara mempergunakannya dan diganti bagi yang mengambilnya atau yang merusaknya (benda yang selalu bernilai Halal ). Benda tidak bernilai adalah benda yang haram yaitu benda yang tidak dilindungi syara. Perbedaan antara kedua pengertian di atas terlatak pada ganti rugi. Setiap orang yang merusakkan benda yang bernilai wajib mengganti kerugian. Tetapi benda yang bernilai tidak boleh meminta ganti rugi. Contoh: khamer. 2. Benda tetap dan benda tidak tetap. Benda tetap adalah semua benda yang tidak mudah dipindahkan contoh: rumah, pohon. Benda tidak tetap adalah semua benda yang dipindahkan contoh: mobil, sepeda dan sebagainya. 3. Benda mis li dan qinmi. Benda mis li ialah benda yang mudah didapat dan ada yang sama maupun hampir sama. Misalnya: piring, makanan, mainan. Benda qinmi ialah benda yang tidak banyak persamaannya atau jenisnya, misalnya : lukisan kuno. Perbedaan ini terutama pada soal ganti rugi, jika seorang merusak 14 Masduha Abdul Rahman, Pengantar dan Asas-asas Hukum Perdata Islam, h. 44

24 harta mis li dia hanya mengganti yang rusak itu saja dan tidak hartanya. Terkecuali mereka setuju untuk mengganti harganya. 15 Dari pengertian dan unsur di atas dapat membedakan sesuatu yang termasuk benda menurut hukum dan lainnya, sesuatu dapat dikatakan benda apabila dapat dicapai, dapat disimpan, berguna atau bermanfaat, dapat digunakan utuk kemaslahatan manusia, bernilai, tidak bernilai, mudah dipindahkan dan tidak mudah dipindahkan, mudah didapat dan tidak banyak persamaanya atau jenisnya (benda langkah). Dengan demikian manusia bukan termasuk dalam pengertian benda karena tidak mungkin disimpan. Begitupula dengan cahaya bulan walaupun bermanfaat, bukan termasuk dalam pengertian benda. Uang, sepeda dan almari termasuk benda karena termasuk dalam unsur-unsur benda di atas. F. Kewajiban Orang Yang Menitipkan Dan Menerima Titipan. Menitipkan dan menerima titipan hukumnya Jaiz. Disunnahkan untuk orang yang menerima titipan mengetahui bahwa dirinya mempunyai kemampuan untuk menjaga berang titipan tersebut. Dan wajib memelihara barang titipan yang pantas untuk barangseperti itu (yang dititipkan). 15 Ibid, h. 47

25 Adapun kewajiban orang yang menitipkan dan yang menerima titipan barang adalah : 1. Pihak yang menerima titipan berkewajiban memelihara dan mengembalikan titipan apabila pemiliknya meminta kembali barangnya. Berdasarkan Firman Allah Surat Al-Baqarah ayat 283: ف ا ن أ م ن ب ع ض ك م ب ع ض ا ف ل ي و د ا لذ ي اؤ ت م ن أ م ان ت ه و ل ي تق ال له Artinya: Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhanya. (Qs. Al-Baqarah ayat 283). 16 2. Apabila penerima titipan meninggal dunia, maka ini merupakan utang bagi yang menerima titipan dan wajib dibayar oleh para ahli warisnya.. 17 3. Membawa saksi atau bukti bahwa orang yang menitipkan benar-benar menitipkan barangnya kepada peneripa titipan. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Surat An-Nisa> ayat 6: ف ا ذ ا د ف ع ت م إ ل ي ه م أ م و ال ه م ف ا ش ه د وا ع ل ي ه م Artinya: Kemudian apabila kamu mengarahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka (QS. An-Nisa> ayat 6). 18 Para fuqaha dalam menyingkapi permasalahan tentang keuntungan yang di dapat dari pemanfaatan barang yang dititipkan berbeda-beda diantaranya: 16 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemah, h. 71 17 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, h.185 18 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemah, h.115

26 1. Menurut Malik Bin Anas dan sekelompok fuqaha lainya yang berpendapat bahwa jika ia mengembalikan maka keuntungan tersebut halal baginya. Sekalipun diperoleh dengan cara merampas harta tersebut, jika ia adalah orang yang dititipi. 2. Imam Abu Hanifah, Zufar, dan Muhammad Bin Al-Hasan berpendapat bahwa ia mengembalikan pokok harta yang dititipkan kepadanya, sedangkan keuntungannya disedekahkan. 3. Sekelompok Fuqaha berependapat bahwa pokok harta dan keuntungan adalah hak bagi pemilik barang. 4. Fuqaha lainya berpendapat bahwa pemilik harta disuruh memilih antara mengambil pokok harta atau keuntungan. Dari beberapa pendapat para fuqaha di atas, mereka lebih mempertimbangkan segi pokok harta, mereka menyatakan bahwa keuntungan adalah bagi pemilik barang. 19 Penitipan merupakan perbuatan hukum, yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak yang melakukan suatu akad. Dan apabila kewajiban-kewajiban tersebut tidak terpenuhi maka akan merugikan salah satu, dan pihak yang dirugikan boleh menuntut melalui jalur hukum. G. Fatwa MUI Tentang Tabungan 19 Ibnu Rusyd, Bida<yatul Mujtahid, Jld IV, Terj. Imam Ghazali dan Zaidun, h. 395

27 1. Tabungan ada dua jenis : a. Tabungan yang tidak dibenarkan syari ah, yaitu tabungan yang berdasarkan perhitungan bunga. b. Tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip Mud{orobah dan wadi< ah. 2. Ketentuan ketentuan umum tentang tabungan wadi< ah : a. Bersifat simpanan. b. Simpanan bisa diambil kapan saja atau berdasarkan kesepakayan. c. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian yang bersifat sukarela dari pihak bank. 20 20 Fatwa Dewan Syari ah Nasional No.02/DSN-MUI/IV/2000, tentang Tabungan