1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan Indonesia diarahkan guna mencapai pemecahan masalah kesehatan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Sejak awal pembangunan kesehatan telah diupayakan untuk memecahkan masalah lingkungan, program imunisasi, dan penemuan obat-obat yang efektif untuk membantu masyarakat dalam menanggulangi penyakit dan kesakitannya (Sukardji, 2007). Perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan meningkatnya prevalansi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes mellitus dan lain-lain (Sukardji, 2007). Penyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah yang tengah berkembang di masyarakat Indonesia. Berdasarkan estimasi terkini dari WHO, penyakit tidak menular menyebabkan sekitar 52% kematian dan 38% beban penyakit di South East Asia Region (SEAR), yaitu Bangladesh, Butan, India, Indonesia, Korea Utara, Maldives, Myanmar, Nepal, Sri Lanka, dan Thailand. Penyakit tidak menular seperti kanker, gangguan respirasi, kardiovaskular, dan diabetes mellitus dapat menimbulkan kerugian sosial ekonomi, khususnya di Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Diabetes melitus (DM) menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian penyakit tidak menular, sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat DM dan 4 persen 1
2 meninggal sebelum usia 70 tahun (Depkes, 2013). Menurut International of Diabetic Federation (IDF) menyatakan tahun 2005 di dunia terdapat 200 juta jiwa (5,1%) penderita diabetes dan akan mengalami peningkatan dalam 20 tahun kemudian yaitu tahun 2025 menjadi 333 juta jiwa (6,3%). Negara seperti India, Amerika Serikat, Jepang, China, Indonesia, Pakistan, Rusia, Banglades, Italia dan Brazil merupakan 10 negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak (Depkes RI, 2007). Menurut data dari WHO, kasus DM di Indonesia pada tahun 2000 adalah 8,4 juta orang. Indonesia menduduki peringkat empat setelah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta), Amerika Serikat (17,7 juta), dan WHO memperkirakan akan meningkat pada tahun 2030 menjadi India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat (30,3 juta), Indonesia (21,3 juta). Jumlah penderita DM di Indonesia diperkirakan mengalami peningkatan mencapai 21,3 juta orang pada tahun 2030, sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (Diabetes Care, 2004; Departemen Kesehatan, 2009). Tim Surveilans Terpadu Penyakit Rawat Jalan Rumah Sakit Pemerintah dan Puskesmas Sentinel menyebutkan bahwa pada tahun 2011 di Bali, penyandang DM tercatat sekitar 4.023 orang dengan rincian DM tergantung insulin sebanyak 804 orang, DM tidak bergantung insulin sebanyak 795 orang, DM yang diakibatkan malnutrisi sebanyak 104 orang, DM yang tidak diketahui lainnya sebanyak 153 orang dan DM yang tidak terdeteksi sebanyak 2.163 orang.
3 Dinas Kesehatan Kota Denpasar tahun 2012 menyebutkan bahwa penderita DM sendiri pada tahun 2012 tercatat sebanyak 8.543 kasus. Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular kronik yang memiliki dampak komplikasi yang sangat serius. Diabetes Mellitus merupakan salah satu ancaman bagi umat manusia karena DM merupakan panyakit metabolik yang berlangsung secara kronik progresif dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, serta adanya komplikasi kronik penyempitan pembuluh darah, kemunduran fungsi saraf sampai kerusakan organ tubuh (Darmono,2007). Meningkatnya prevalensi penderita diabetes mellitus selain disebabkan karena faktor genetik, gaya hidup di daerah perkotaan saat ini yang semakin buruk seperti merokok, alkohol, dan makanan tidak sehat yang dapat menimbulkan obesitas dapat memperberat resiko terkena diabetes mellitus yang lebih banyak terjadi. Denpasar merupakan daerah perkotaan dengan berbagai teknologi dan kemudahan yang terus berkembang salah satunya yaitu restoran cepat saji yang dapat menyebabkan meningkatnya Diabetes mellitus (DM). Kebanyakan dari pasien tidak menyadari telah mengalami diabetes mellitus karena kurangnya kesadaran sejak dini dan informasi yang tepat sehingga terjadi peningkatan jumlah dari penderita telah mengalami komplikasi akibat dari tidak menaati aturan diet (Soegondo, 2008). Salah satu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Denpasar yang peduli dengan adanya hal berhubungan dengan diabetes mellitus adalah puskesmas I Denpasar barat yang telah membuat wadah untuk pasien
4 diabetes mellitus maupun yang ingin mengetahui tentang penyakit diabetes mellitus. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di puskesmas 1 Denpasar barat, dari data yang diperoleh jumlah kunjungan kasus diabetes mellitus pada tahun 2012 hingga 2013 mengalami peningkatan yaitu dari 130 kunjungan menjadi 215 kunjungan. Adanya peningkatan jumlah kunjungan dikarenakan tidak terkontrolnya gula darah pasien. Dengan adanya hal tersebut puskesmas membentuk paguyuban bagi para penderita diabetes mellitus untuk menjangkau akses penderita agar dapat mengelola penyakitnya, karena selama ini edukasi yang diberikan bersifat perorangan dan kurangnya waktu sehingga belum efektif yang berdampak pada tidak terkontrolnya gula darah penderita diabetes melitus. Keanggotaan peguyuban diabetes mellitus di puskesmas I Denpasar Barat yang aktif mengikuti kegiatan yaitu 69 orang. DM merupakan penyakit progresif dengan komplikasi akut maupun kronik, namun dengan pengelolaan diet yang benar dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Untuk mencegah timbulnya komplikasi, perlu dilakukan tindakan pencegahan seperti pemeriksaan rutin, menjaga pola asupan nutrisi sesuai aturan, menghentikan kebiasaan buruk merokok, alkohol, serta menjaga stress dalam batas normal (Waspadji, 2000). Pasien DM umumnya mengetahui tentang penyakitnya, mengetahui apa yang harus dilakukan, serta bagaimana cara memelihara kesehatannya, namun semakin banyak yang dimengerti membuat pasien tertekan dengan peraturan berupa pembatasan diet, pasien mengalami kejenuhan sehingga timbul dilema ataupun konflik yang sulit
5 dipecahkan (Waluyo, 2009). Masalah ini dapat menimbulkan sikap yang nantinya dapat merugikan pasien, seperti mencoba melanggar pantangan, dan tidak mau menjaga pola makan. Berbagai respon dapat ditunjukkan penderita DM seperti perasaan marah, kecewa, sedih dan lain sebagainya. Oleh karena itu peran keluarga sangat besar dalam menghadapi dampak-dampak stressor yang kemungkinan terjadi, karena bila ada satu anggota keluarga yang sakit akan mempengaruhi anggota keluarga yang lain dalam hal tertentu (Friedman, 1998). Dalam menghadapi stressor yang ada perlu adanya mekanisme koping yaitu mekanisme yang dilakukan untuk menghadapi perubahan yang diterima oleh tubuh sehingga stressor tersebut tidak sampai dapat menimbulkan respon tubuh yang nonspesifik berupa stress. Mekanisme koping yang berhasil akan membuat individu dapat beradaptasi dengan perubahan atau beban tersebut (Ahyar,2010). Koping keluarga merupakan respon prilaku positif yang digunakan dalam keluarga dan subsistemnya dalam memecahkan suatu masalah atau mengurangi stress yang diakibatkan oleh suatu peristiwa tertentu. Fungsi dasar keluarga antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung (Friedman, 1998). Pasien DM harus dapat beradaptasi terhadap perubahan- perubahan yang akan dijalani sepanjang hidup seperti aturan diet, oleh karena itu koping keluarga yang positif dapat membantu pasien menerima stressor- stressor yang muncul tanpa memberi dampak negatif Berdasarkan hal tersebut, mengingat pentingnya koping keluarga dan kepatuhan pelaksanaan diet sebagai faktor pendorong sembuhnya pasien diabetes mellitus,
6 maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai hubungan koping keluarga dengan tingkat ketaatan diet pasien DM. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: adakah hubungan koping keluarga dengan tingkat ketaatan diet pasien Diabetes Mellitus? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan koping keluarga dengan tingkat ketaatan diet pasien Diabetes Mellitus 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi koping keluarga pada pasien Diabetes Mellitus. b. Mengidentifikasi tingkat ketaatan diet pasien Diabetes Mellitus. c. Menganalisis hubungan koping keluarga dengan tingkat ketaatan diet pasien Diabetes Mellitus. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis a. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam memberikan pelayanan keperawatan yang lebih konprehensif dan berkualitas dengan fokus pada koping keluarga pasien Diabetes Mellitus yang merupakan faktor dalam kontribusi ketaatan diet.
7 b. Sebagai masukan bagi perawat untuk meningkatkan perannya memfasilitasi pasien Diabetes Mellitus dan keluarganya dengan memberikan informasi mengenai pengelolaan penyakit Diabetes Mellitus khususnya dalam ketaatan diet. 1.4.2 Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian dapat menambah dan memperkaya khasanah ilmu keperawatan serta memberikan informasi ilmiah dalam bidang keperawatan medikal bedah dan keperawatan komunitas khususnya dalam tingkat ketaatan diet dengan koping keluarga sebagai faktor yang mempengaruhi. b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar acuan bagi peneliti selanjutnya terutama yang berfokus pada koping keluarga dengan tingkat ketaatan diet, karena koping keluarga merupakan salah satu faktor penting dalam pengelolaan Diabetes Mellitus.
8