RUBRIK RESENSI KEBEBASAN ATAU KEBABLASAN PERS KITA

dokumen-dokumen yang mirip
Tanggung Jawab Jurnalis dan Idealisme Media

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

BAB I PENDAHULUAN. fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. penting dalam peta perkembangan informasi bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I. Pendahuluan. yang terbaik adalah untuk pers begitulah kira-kira persepsi, anggapan, dan harapan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS. Djoko Walujo 1

PEMBATALAN SURAT IZIN USAHA PENERBITAN PERS MAJALAH MINGGUAN TEMPO, EDITOR DAN SURAT KABAR TABLOIT DETIK SERTA PERMASALAHAN HUKUMNYA

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

BAB I PENDAHULUAN. menggabungkan information (informasi) dan infotainment (hiburan). Artinya

KETETAPAN BADAN LEGISLATIF MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan, salah satunya adalah pertukaran informasi guna meningkatkan. ilmu pengetahuan diantara kedua belah pihak.

TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 005/PUU-I/2003

Etika Jurnalistik dan UU Pers

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

melaksanakan asas tersebut maka pemberitaan kasus pidana tidak mengarah kepada investigative reporting

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI GORONTALO dan GUBERNUR GORONTALO MEMUTUSKAN:

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) HUKUM DAN KODE ETIK JURNALISTIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

Keterbukaan Informasi Publik dan Pemanfaatannya Dalam Upaya Pencitraan Positif POLRI

Pengertian Hukum Dalam Arti Luas : Semua peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis Dalam arti Sempit : Peraturan perundang-undangan yang tertulis

BAB I PENDAHULUAN. itu terjadi pada skala lokal, regional maupun nasional.

BAB VI PENUTUP. A. Simpulan

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Pengakses internet terus mengalami peningkatan sejalan dengan

PERKEMBANGAN HUKUM MEDIA DI INDONESIA. Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANGGARAN DASAR IKATAN JURNALIS TELEVISI INDONESIA (IJTI)

BAB I PENDAHULUAN. dapat berperan membangun sebuah masyarakat yang bebas. Jurnalisme yang jujur

Media dan Revolusi Mental. Nezar Patria Anggota Dewan

ANGGARAN RUMAH TANGGA ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN. Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah

BAB I PENDAHULUAN. : Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan. mengeluarkan pendapat. Serta ditegaskan dalam Pasal 28F, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. terbaru dari dunia jurnalistik. Kehadirannya dipengaruhi oleh tingginya tingkat

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1966 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. bidang teknologi informasi dan komunikasi, pers telah memberikan andil yang

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal

S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 007/SK/KPI/5/2004 TENTANG

PENULISAN BERITA TELEVISI

BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. Praktik jurnalisme kloning kini menjadi kian populer dan banyak

KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI) Nomor 240/SK/KPID-SS/03/2018 TENTANG

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD

BAB I PENDAHULUAN. pewarta. Dalam melakukan kerjanya, wartawan berhadapan dengan massa,

DASAR-DASAR JURNALISME

BAB I PENDAHULUAN. para pembuat keputusan yang membutuhkan informasi aktual, namun semua

BAB IV GAMBARAN UMUM MAJALAH TEMPO DAN GOENAWAN MOHAMAD

Munculnya media baru dipicu oleh kekuatan teknologi komunikasi yang. mendukung penyebaran berita, dengan kecepatan tinggi, kemudahan akses dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perubahan ke era reformasi menjadi awal kebebesan pers karena

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO GEMILANG KABUPATEN MAGELANG

Oleh : Santi Kusumaharti NIM : E BAB I PENDAHULUAN

1. Pada pasal 1 ayat 1 Undang Undang No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi UU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012 NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB IV PENUTUP. peneliti menemukan makna-makna atas pelanggaran-pelanggaran kode etik

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan,

BAB I PENDAHULUAN. memakan waktu tidak sebentar. Pers yang ada saat ini dimulai jauh sebelum pers

MAKALAH. Peranan Pers Dalam Mengawasi Penegakan Hukum dan HAM

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. Citizen Journalism atau JW (untuk selanjutnya akan disebut sebagai JW) dalam beberapa

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1986

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Niar Riska Agustriani, 2014 Peranan komisi nasional hak asasi manusia Tahun

POLITIK HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG POLITIK DI INDONESIA

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

Media Massa, Pemerintah dan Pemilik Modal. Dr. Eko Harry Susanto.

PANITIA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

Inilah Tugas dan Fungsi Humas

BAB IV ANALISIS DATA. eksistensinya ditengah industri penyiaran televisi. Wawancara pun dilakukan

I. PENDAHULUAN. Media massa memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi kepada

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PETA MEDIA INDONESIA. Dyan Rahmiati. Mata kuliah : Hukum Media Massa Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UB

negeri namun tetap menuntut kinerja politisi yang bersih.

BAB I PENDAHULUAN. negatif maupun positif. Pers dan media massa juga sangat beperan sebagai

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

Online PPI Belanda JONG JONG. No.6/Mei Tahun III. Hari Bumi, Hari Kita. tahun. PPI Belanda RETNO MARSUDI: Keluarga Adalah Surga Saya

adalah bagian dari komitmen seorang kepala sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. informasi-informasi, baik berupa berita maupun hiburan masyarakat. Pers di

Pers adalah Hak Azasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pemilihan umum (Pemilu) dimaknai sebagai sarana kedaulatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

Transkripsi:

Jurnal Komunikasi Universitas tarumanagara, Tahun I/01/2009 RUBRIK RESENSI KEBEBASAN ATAU KEBABLASAN PERS KITA Eko Harry Susanto e-mail : ekohs@centrin.net.id Judul Buku : Keutamaan di Balik Kontroversi Undang Undang Pers Penulis : Wina Armada Sukardi Tebal : xii + 232 halaman Penerbit : Dewan Pers Tahun : November 2007 K ebebasan Pers semula ibarat menunggu Godot, hanya menjadi angan angan belaka pada era pemerintahan Presiden Soeharto. Tetapi sesungguhnya jika merujuk kepada aspek historis, ternyata pada masa Presiden Soekarno, di luar sistem politik liberal yang memakai Undang Undang Dasar Sementara Tahun 1950, kebebasan pers menjadi semacam duri yang mengganggu ketenangan pemerintah. Memang pada mulanya, dua masa pemerintahan itu, menyuarakan tentang pentingnya kemerdekaan pers dan perlunya hubungan yang harmonis antara pemerintah dengan pers. Dengan kata lain, ada masa bulan madu antara penguasa dan pers. Namun sejalan dengan berbagai kebijakan yang dikritik oleh pers, maka bulan madu antara pemerintah dan pers menjadi pudar. Pers dinilai serbagai batu sandungan yang tidak sejalan dengan penguasa, padahal di negara berkembang, para elite dalam kekuasaan negara cenderung mengharapkan pers memihak kepada pemerintah. Tentu saja ini sulit untuk dicapai, mengingat pers juga memiliki fungsi kontrol sosial yang kuat. Namun persoalannya, pemerintah dapat mengeluarkan aneka kebijakan yang intinya berupaya mengendalikan pers. Bermacam macam dalih dilakukan untuk mengontrol pers, atau dalam bahasa politik perlu membina, melalui aneka kebijakan, termasuk mengkaitkan dengan simbol yang disakralkan secara integralistik oleh penguasa. Alasan yang dikemukakan adalah demi harmonisasi, keselarasan dan aneka jargon politik lain, yang sesungguhnya membatasi kebebasan. Seperti halnya harmoni, pada satu sisi menunjukkan hubungan yang indah antara pers, masyarakat dan pemerintah, tetapi pada sisi lain, harmoni dapat ditafsirkan menurut kemauan pemegang kerkuasaan. Alhasil, mereka yang berada diluar gelanggang dan tidak bisa masuk dalam border line harmoni, dianggap kontra pemerintah maupun kekuasaan negara. Dengan kata lain jika pers tidak sejalan dengan kehendak pemerintah, sebagaimana dalam Teori Media Pembangunan Denis MacQuail, maka diasumsikan Peresensi adalah dosen dan Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara. ISSN : 2085 1979 73

Eko Harry Susanto: Kebebasan atau Kebablasan Pers Kita melanggar aturan yang telah ditetapkan pemerintah. Padahal jika politik negara membelenggu pers melalui kontrol ketat, maka informasi yang didifusikan tidak sepenuhnya mencerminkan aspek faktual. Pengorganisasian pesan sebelum sampai ke khalayak, harus melalui proses panjang yang selalu merujuk kepada aspek harmonisasi dan stabilitas keamanan. Terhadap media yang melanggar ketentuan ini, pemerintah memiliki jurus jitu, yaitu pembekuan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUPP) atau lebih dikenal sebagai pembredelan. Namun ketika teknologi komunikasi menjadi dominan sebagai pesaing media konvensional pada kurun waktu 2005 an, maka masyarakatpun memiliki alternatif sumber informasi, seperti media online dari berbagai belahan dunia, dan jaringan eletronik lain yang tersambung internet. Secara substansial, dalam konteks berita politik dan informasi seputar kebijakan yang menyimpang, media konvensional diposisikan hanya pelengkap bagi kelompok terdidik, komunitas perkotaan dan kelompok lain yang memiliki akses informasi lebih luas serta tidak mengandalkan media konvensional. Berpijak pada kebebasan ataupun kemerdekaan media media alternatif maupun pers di negara maju, maka ketika terjadi reformasi politik, tuntutan masyarakat agar pers diberi kebebasan dalam menyebarkan informasipun menguat. Dalam buku Keutamaan di Balik Kontroversi Undang-Undang Pers, menandaskan bahwa, reformasi politik di Indonesia membawa implikasi besar dalam kemerdekaan pers. Para wartawan dan pekerja pers yang selama ini ditindas segera memanfaatkan perluang untuk melepaskan belenggu kontrol yang mematikan. Undang- Undang Pers No.21 Tahun 1982, diganti dengan UU No. 40 tahun 1999 yang demokratis dan sejalan dengan semangat reformasi maupun tuntutan keterbukaan. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak azasi warganegara, oleh karena itu tidak ada penyensoran, pembredelan dan pelarangan penyiaran. Selain itu pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Faktor lain yang sangat progresif, adalah tidak ada wadah tunggal organisasi pers. Padahal Pemerintahan Presiden Soeharto mengandalkan berbagai wadah tunggal di berbagai bidang, diposisikan sebagai sub-ordinat kekuasaan negara untuk mempermudah pengawasan. Dibandingkan dengan UU No. 21 tahun 1982, maka isi UU No. 40 Tahun 1999, lebih demokratis dan memberikan kebebasan kepada para pekerja ataupun jurnalis media. Namun masalahnya, dalam penerapan, ternyata banyak ketentuan mengambang, sehingga sulit mengaplikasikan dalam realitas jurnalisme. Misalnya, tercantum di halaman 26 buku ini, asas check and balance seperti yang diperintahkan undang undang, siapa yang berhak untuk mengontrol. Bisa saja, kelompok masyarakat melakukan kontrol terhadap media secara anarkis, ketika mereka menilai pers tidak berimbang. Demikian juga, siapa yang akan memantau pers harus berbadan hukum, mengingat dalam UU disebutkan pers harus berbadan hukum. Masih ada beberapa masalah krusial lain yang terdapat dalam UU No. 40 Tahun 1999, seperti kesejahteraan wartawan dan karyawan pers, pemilikan saham, pembagian laba bersih dan bentuk kesejahteraan lainnya, yang tidak mudah untuk diaplikasikan di lingkungan institusi pers. Tampaknya ada kecenderungan UU ini, lebih menekankan perlindungan terhadap wartawan dari penekanan eksekutif maupun masyarakat luas. Tetapi di pihak lain, sepertinya 74 ISSN : 2085 1979

Jurnal Komunikasi Universitas tarumanagara, Tahun I/01/2009 mengabaikan posisi wartawan terhadap pemilik modal. Tidak hanya itu, Pemimpin Redaksipun dapat diganti dan dipecat kapan saja sekehendak pemilik perusahaan. Mengingat kelemahan kelemahan tersebut, muncul perdebatan tentang perlu tidaknya Undang Undang No. 40 tahun 1999 ditinjau ulang. Terhadap kondisi ini, terdapat kelompok yang secara absolut menentang adanya proses revisi atau perubahan, dengan alasan, UU No. 40 Tahun 1999 adalah buah reformasi, dan masih efektif mendukung kemerdekaan pers. Oleh karena itu, pelaksanaan revisi dikhawatirkan justru akan mengingkari semangat reformasi. Sedangkan kelompok yang absolut menghendaki agar undang undang itu segera diubah, berargumentasi bahwa, UU No. 40 Tahun 1990, secara yuridis mengandung cacat. Undang Undang itu hanya sedikit memberikan kontribusi, manfaat kepada masyarakat, bangsa dan negara dalam kesejahteraan maupun demokrasi. Sementara itu, pers dimanfaatkan untuk merusak supremasi hukum secara tidak demokratis, melalui pemberitaan yang mengandung pembunuhan karakter. Akibatnya bukan pendidikan politik dan hukum yang diberikan oleh pers, tetapi justru memicu tindakan anarki maupun amuk massa di masyarakat. Pada hakikatnya, kebebasan pers diasumsikan kearah kebabalasan yang merugikan. Padahal masyarakat sampai saat ini masih perlu belajar mematangkan demokrasi universal di Indonesia. Di antara yang pro dan kontra terhadap revisi UU No. 40 Tahun 1999 itu, terdapat kelompok moderat, yang setuju dilakukan perubahan dengan catatan tidak menganggu gugat kemerdekaan pers dan untuk kepentingan pers, bukan dimanfaatkan oleh kelompok kepentingan lainya. Melengkapi kontroversi kemerdekaan pers, buku ini juga mengulas Hak Jawab, Dilema Pertanggungjawaban Pers, Kode Etik Jurnalistik dan berbagai masalah lain, terkait dengan aspek hukum maupun keutamaan Undang Undang tentang Pers. Namun, yang cukup penting untuk diapresiasi adalah, penulis buku yang juga anggota Dewan Pers dan Sekjen Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) adalah, pemaparan solusi fleksibel yang terdiri dari lima belas butir rekomendasi, menyangkut aspek hukum, kemerdekaan pers, standar kompetensi wartawan, pendayagunaan media watch dan masalah lain yang menyangkut tugas jurnalistik. Pada intinya, buku ini cocok dibaca wartawan, pemilik modal institusi pers, mahasiswa Ilmu Komunikasi dan bidang ilmu lain yang berhubungan dengan kebebasan informasi, serta masyarakat yang berminat terhadap demokratisasi pers di era reformasi. Tetapi bagi pembaca yang cukup awam terhadap persoalan hukum, sepertinya perlu lebih teliti membaca beragam istilah hukum yang dijelaskan sepintas. Namun, tidak bisa diabaikan, bahwa buku karya lulusan Fakultas Hukum UI tersebut, bermanfaat untuk memahami tentang makna kebebasan ataukah kebablasan pers di Indonesia. ISSN : 2085 1979 75