BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengatur suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat dalam bidang Fashion, dilihat dari percampuran budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. maupun bahaya baik berasal dari dalam mupun luar negeri. Negara Indonesia dalam bertingkah laku sehari-hari agar tidak merugikan

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. Pelajar SMP dan SMA dalam ilmu psikologi perkembangan disebut. laku remaja sehari-hari, baik di rumah, di sekolah maupun di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana dicantumkan

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini banyak budaya dari luar masuk ke Indonesia

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya dapat merubah cara hidup manusia. Perubahan-perubahan ini seiring

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat tersebut, aturan-aturan tersebut disebut juga normanorma

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atau hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHUUAN. lainya, mengadakan kerjasama, tolong-menolong untuk memperoleh. pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. modern. Ini ditandai dengan kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BAB I PENDAHULUAN. menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

I. PENDAHULUAN. kondisi sosial budaya dan politik suatu negara berkembang untuk menuju sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap yang dilakukan oleh pelakunya. Dalam realita sehari - hari, ada

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :

III. METODE PENELITIAN. Cara penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan normatif dan empiris

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran Laboratorium Forensik

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tegaknya negara hukum menjadi tugas dan tanggung jawab dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Sebagaimana tercantum pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Hal ini sesuai sebagaimana yang tersebut dalam sistem pemerintahan negara dalam Undang-Undang Dasar 1945. Di dalam hidup bermasyarakat agar terjadi keteraturan dan ketentraman maka perlu adanya norma yaitu nilai-nilai abstrak yang dianut sebagai ketentuan atau kaidah yang ditaati oleh setiap orang dalam pergaulan dan perhubungan hidup bermasyarakat guna menjamin ketertiban dalam masyarakat terutama norma hukum. 2 Dewasa ini masyarakat menjadi semakin berkembang, dimana perkembangan itu selalu diikuti proses penyesuaian diri yang kadangkadang terjadi secara tidak seimbang. Termasuk dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), akan tetapi perkembangan tersebut juga dapat menimbulkan dampak negatif dengan munculnya kejahatan berupa tindak pidana yang memanfaatkan kemajuan iptek tersebut. Maksudnya adalah dengan adanya kemajuan tekhnologi juga ada peningkatan masalah kejahatan dengan menggunakan modus operandi yang menjadi semakin canggih. Hal tersebut merupakan tantangan bagi aparat penegak hukum 1 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 2 Bambang Poernomo, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, hal. 36 1

2 untuk mampu melakukan penegakan hukum sesuai dengan hukum yang berlaku dan menciptakan penanggulangannya. Maka peran pemerintah dan fungsi kepolisian dalam hal ini sangatlah penting untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat sehingga dalam masyarakat terjadi ketentraman dan kenyamanan dalam kehidupannya sesuai hukum yang berlaku. Menurut Romli Atmasasmita, Pada hakikatnya, Kejahatan itu sebenamya merupakan gejala sosial yang cukup melelahkan dikalangan masyarakat bila tidak ditanggulangi dengan serius akan menimbulkan dampak yang merugikan terhadap ketentraman dan rasa tidak nyaman akan selalu menghantui setiap warga. Kejahatan juga menunjuk kepada tingkah laku yang bertentangan dengan Undang- Undang, baik berupa ancaman saja maupun sudah merupakan tindakan nyata dan memiliki akibat-akibat kerusakan terhadap harta benda, fisik, bahkan kematian seseorang. 3 Penegakan hukum merupakan proses untuk mewujudkan keinginankeinginan hukum menjadi kenyataan. Hal ini menuntut peran masyarakat dalam berinteraksi sosial semakin meningkat, karena aktivitas-aktivitas yang ada menjadi beragam, bahkan ada yang memancing adanya tindak kriminalitas yang bisa terjadi setiap hari. Peran penegak hukum jelas-jelas tidak akan bisa lepas dari hal ini, sehingga menuntut diciptakannya berbagai macam peraturan untuk dapat menciptakan ketertiban di dalam masyarakat. Secara konseptual hukum pidana merupakan ultimum remedium (the last resort sarana pamungkas) dalam penggunaannya sebagai sarana penanggulangan problema sosial berupa kejahatan. Kejahatan sebagai salah satu konsep dan kategori perilaku manusia merupakan salah satu tema 3 Romli Atmasasmita, 1992, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Eresco, Bandung, hal 5.

3 sentral di dalam hukum pidana. Posisi hukum pidana di pandang sebagai subsider, yang membawa konsekuensi bahwa pemerintah seharusnya mendahulukan penggunaan sarana hukum lain selain pidana. 4 Hukum pidana itu dapat berupa hukum pidana materiil (materieel strafrecht) dan hukum pidana formil (formeel strafrecht). Hukum pidana formil pada pokoknya mengatur hal-hal: 5 1. Cara bagaimana harus diambil tindakan tindakan jikalau ada sangkaan, bahwa telah terjadi suatu tindak pidana, cara bagaimana mencari kebenaran-kebenaran, tentang tindak pidana apakah yang telah dilakukan. 2. Siapa dan cara bagaimana harus mencari, menyelidik dan menyidik orang-orang yang disangka bersalah terhadap tindak pidana itu, bagaimana caranya menangkap, menahan dan memeriksa orang itu. 3. Cara bagaimana mengumpulkan barang-barang bukti, memeriksa, menggeledah badan dan tempat-tempat lain serta menyita barangbarang itu. 4. Cara bagaimana memeriksa dalam sidang pengadilan terhadap terdakwa oleh Hakim sampai dijatuhkannya pidana. 5. Siapa dan cara bagaimana putusan Hakim itu harus dilaksanakan. Tujuan utama dari hukum pidana formil adalah untuk mencari kebenaran materiil. Di dalam mencari kebenaran materiil ada beberapa tingkat acara pemeriksaan pidana yaitu: 6 4 Natangsa Surbakti, Kembang Setaman Kajian Filsafat Hukum, Surakarta, UMS, hal. 80. 5 S. Tanusubroto, 1989, Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana, Bandung: CV. Armico, hal. 12-13.

4 1. Tahap tindakan polisional meliputi penyelidikan dan penyidikan oleh Kepolisian Republik Indonesia; 2. Tahap penuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Panuntut Umum; 3. Tahap pemeriksaan di sidang Pengadilan yang dipimpin oleh Hakim; 4. Tahap pelaksanaan putusan Pengadilan yang dijalankan oleh Jaksa dan lembaga pemasyarakatan dengan pengawasan atau pengamat Ketua Pengadilan. Di dalam tahap tindakan polisional yang meliputi penyelidikan dan penyidikan oleh aparat Kepolisian Republik Indonesia guna mencari kebenaraan materiil, dikenal adanya metode scientific crime investigation (SCI). Hal ini sesuai Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan salah satu tugas kepolisian adalah melakukan penyidikan. Penyidikan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menjelaskan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 7. Dan juga mengamanatkan Polri wajib melakukan identifikasi, laboratorium forensik dan psikologi untuk tugas kepolisian, 6 7 WARTA LABORATORIUM FORENSIK, Pemeriksaan Labfor, Rabu, 12 Mei 2010, http://wartalabfor.blogspot.com/search/label/pemeriksaan%20labfor di unduh 26 Februari, pukul 13.45. R. Soenarto Soerodibroto, 2009, Ed.5, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Jakarta: Rajawali Pers. Bagian KUHAP, Pasal 1 ayat (2), hal. 359.

5 penjabaranya melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) secara ilmiah untuk mengungkap kasus pidana. Dalam upaya mencari dan mengumpulkan barang bukti dalam proses penyidikan, penyidik diberikan kewenangan seperti yang tersirat dalam Pasal 7 ayat (1) huruf h KUHAP yang menyatakan bahwa mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara dan Pasal 120 ayat (1) KUHAP menyatakan dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Pengertian mendatangkan para ahli/memiliki keahlian khusus tersebut salah satunya dapat dipenuhi oleh Laboratorium Forensik, dimana sesuai dengan Peraturan KAPOLRI No. 21 Tahun 2010 tanggal 30 September 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi Pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lampiran Q) Bareskrim Polri Laboratorium Forensik mempunyai tugas membina dan melaksanakan kriminalistik / forensik sebagai ilmu dan penerapannya untuk mendukung pelaksanaan tugas Polri yang meliputi: 1. Balistik Metalurgi Forensik (BalMetFor) 2. Dokumen Uang Palsu Forensik (DokuPalFor) 3. Narkotika Forensik (Narkoba Forensik) 4. Kimia Biologi Forensik (KimBioFor) 5. Fisika Komputer Forensik (FisKomFor) Untuk dapat mengatasi tindak kejahatan mulai dari yang tradisional hingga yang memanfaatkan kemajuan iptek, diterapkan Scientific Crime

6 Investigation (SCI). Penyidikan secara Ilmiah atau Scientific Crime Investigation adalah proses penyidikan yang dalam sistem pembuktiannya memanfaatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang diaplikasikan dalam fungsi Forensik ( Labfor, Dokfor, Identifikasi, Psikologi Forensik dan ahli lain ). 8 Dengan metode Scientific Crime Investigation ( SCI ), yang digunakan Polri untuk mengungkap kasus kejahatan pidana dengan mengaplikasikan ilmu dan teknologi yang dirangkum dengan analisa kriminalistik. 9. Mengenai pemeriksaan alat bukti dengan melalui metode scientific crime investigation dalam pengolahan TKP (Tempat Kejadian Perkara) sangat menarik untuk dilakukan penelitian. Penelitian dilakukan untuk menganalisis bagaimana peran Laboratorium Forensik dalam Pengolahan TKP dalam rangka Scientific Crime Investigation, dan apakah metode scientific crime investigation yang dilakukan pihak POLRI dalam hal ini penyidik sudah sesuai belum dengan yang seharusnya dilakukan dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Dengan uraian tersebut di atas, maka penulis ingin menyusun skripsi yang berjudul PERAN LABORATORIUM FORENSIK DALAM PENGOLAHAN TKP DALAM RANGKA SCIENTIFIC CRIME INVESTIGATION. 8 http://netsains.net/2012/03/peran-sci-dalam-olah-tkp-2/ Diunduh pada Senin, 4 Maret 2013 pukul 05.00 WIB 9 http://www.komisikepolisianindonesia.com di unduh pada Minggu, 3 Maret 3013 pukul 05.00 WIB

7 B. Permasalahan Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengupas beberapa permasalahan yang dijadikan objek di dalam penulisan skripsi ini, yaitu: 1. Bagaimana peran Laboratorium Forensik di dalam mengolah suatu TKP? 2. Bagaimana prosedur yang dilakukan oleh Laboratorium Forensik dalam pengolahan TKP? 3. Apa saja Kelebihan dan Kelemahan Pemanfaatan Metode Scientific Crime Investigation dalam pengolahan TKP yang dilakukan oleh Laboratorium Forensik? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan : 1) Untuk menjelaskan bagaimana peran Laboratorium Forensik dalam pengolahan TKP dengan Scientific Crime Investigation. 2) Untuk menjelaskan kendala-kendala apa saja yang dapat menghambat Laboratorium Forensik dalam melakukan pengolahan TKP (Tempat Kejadian Perkara). 3) Untuk memperoleh data yang diperlukan mengenai Peran Laboratorium Forensik dalam Pengolahan TKP dalam Rangka Scientific Crime Investigation sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar S-1 Universitas Muhammadiyah Surakarta.

8 b. Manfaat : Manfaat yang diharapkan atas penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut: 1) Manfaat secara Teoritis Hasil Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran, pengetahuan, dan penggambaran yang nyata mengenai peran Laboratorium Forensik dalam pengolahan TKP dalam rangka Scientific Crime Investigation. 2) Manfaat secara Praktis a. Bagi Mahasiswa, Dengan penelitian ini diharapkan mahasiswa dapat membandingkan antara ilmu yang diperoleh secara teori dengan ilmu yang diperoleh langsung di lapangan sesuai dengan kenyataan yang terjadi. b. Bagi Masyarakat, diharapkan nantinya dapat membuka wawasan masyarakat mengenai apa yang telah diperoleh dalam penelitian ini.

D. Kerangka Pemikiran 9

10 Keterangan Skema : Dalam kehidupan bermasyarakat saat ini, muncul beragam tindakan, baik itu tindakan positif maupun yang negatif. Dalam hal tindakan yang negatif itu, apalagi yang merujuk pada tindak pidana merujuk pada laporan ke kepolisian. Pihak kepolisian yang menjadi rujukan, melakukan penyelidikan dan penyidikan. Dalam upaya mencari dan mengumpulkan barang bukti tersebut mereka mengolah TKP, dan dalam proses penyidikan dalam rangka penegakan hukum tersebut, penyidik diberikan kewenangan seperti yang tersirat dalam Pasal 7 ayat (1) huruf h KUHAP yang menyatakan bahwa mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara dan Pasal 120 ayat (1) KUHAP menyatakan dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Dalam hal ahli, dapat dipenuhi dengan adanya Laboratorium Forensik yang menggunakan ilmu-ilmu forensik dalam rangka scientific crime investigation. Jadi Metode Scientific Crime Investigation yang digunakan Tim Laboratorium Forensik sangat baik diterapkan untuk membantu penyidik dalam pengolahan TKP (Tempat Kejadian Perkara). E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Berdasarkan judul dan perumusan masalah, maka penulis menggunakan penelitian Deskriptif Analitis. Deskriptif Analitif ini, terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau

11 peristiwa sebagaimana adanya, sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta. Hasil penelitian ditekankan pada memberi gambaran secara objektif, tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diselidiki, 10 yaitu bagaimana sebenarnya peran Laboratorium Forensik dalam pengolahan TKP dalam rangka Scientific Crime Investigation. 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan Yuridis Empiris. Adalah pendekatan dari sudut kaidah-kaidah dan pelaksanaan peraturan yang berlaku di masyarakat, dilakukan dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer yang ada di lapangan. 11 Pendekatan Yuridis Empiris adalah penelitian yang berusaha menghubungkan antara Norma dan yang Hukum yang berlaku dengan kenyataan yang ada di masyarakat. Pendekatan ini berusaha menemukan teori mengenai proses terjadinya dan proses bekerjanya hukum. 3. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi di Laboratorium Forensik cabang Semarang, Kepolisian Surakarta, dan Rumah Sakit Moewardi yang mana sesuai dengan penelitian yang penulis susun, sehingga memudahkan dalam pencarian data. 10 Hadari Nawawi, 1996, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, hal. 31. 11 Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, hal. 52.

12 4. Sumber Data Data yang diperoleh ditempuh dengan menggunakan teknik pengumpulan berupa: 1) Penelitian Kepustakaan Melakukan pengumpulan data yang diperoleh dari membaca dan memahami buku buku literatur serta pengaturan pengaturan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas, sebagai data sekunder yang mencakup : a. Bahan Hukum Primer Terdiri dari norma atau kaedah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang undangan, yurisprudensi. Peraturan dasar dari peraturan perundang-undangan diambil dari Undangundang nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Undang-undang No 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, PP No 58 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Peraturan KAPOLRI No. 21 Tahun 2010 tanggal 30 September 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi Pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lampiran Q) Bareskrim Polri Laboratorium Forensik, dan peraturan sejenis serta buku-buku yang dimiliki oleh Laboratorium Forensik Cabang Semarang.

13 b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil penelitian, makalah seminar, artikel surat kabar atau majalah, dan lain-lain. Maksudnya adalah dengan bahan-bahan dari hasil penelitian secara langsung, makalah dan artikel yang berhubungan dengan Peran Laboratorium Forensik Dalam Pengolahan TKP Dalam Rangka Scientific Crime Investigation. 2) Penelitian Lapangan Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data yang konkrit mengenai Peran Laboratorium Forensik dalam pengolahan TKP dalam rangka Scientific Crime Investigation. Disini penulis langsung mengadakan penelitian di Laboratorium Forensik cabang Semarang, Kepolisian Surakarta dan Rumah Sakit Moewardi. 5. Metode Pengumpulan Data Sehubungan dengan jenis penelitian adalah penelitian yuridis empiris maka untuk memperoleh data-data tersebut di atas, maka digunakan : 1) Teknik wawancara tertulis, yaitu pengumpulan data dengan jalan melakukan wawancara dengan narasumber melalui pengajuan daftar pertanyaan untuk memperoleh data-data primer. 12 Dalam wawancara ini penulis melakukan wawancara kepada pihak-pihak 12 S Nasution, 2001, Metode Research (Penelitian Hukum), Jakarta: Bina Aksara, hal.113.

14 yang berhubungan dengan permasalahan yang akan di bahas dalam skripsi ini, dalam lingkup Laboratorium Forensik cabang Semarang yang secara langsung menangani mengenai olah TKP (Tempat Kejadian Perkara) dan sebagai orang ahli, lingkup Kepolisian Surakarta yang mempunyai wewenang dalam pelaksanaan penyidikan, dan Rumah Sakit Moewardi sebagai tambahan data. Pertanyaan dari penulis juga menyangkut dengan perumusan masalah yang telah disebutkan di atas. 2) Teknik studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca dan mengkaji buku-buku dan bahan-bahan lainnya yang terkait dengan peran Laboratorium Forensik dalam pengolahan TKP (Tempat Kejadian Perkara). 6. Analisis Data Pada tahap ini akan dilakukan analisis yuridis kualitatif, dengan cara mencari, menginventaris dan mempelajari peraturan perundangan, doktrin dan data sekunder yang terkait dengan fokus permasalahan, serta data primer hasil penelitian di Laboratorium Forensik cabang Semarang, Kepolisian Surakarta, dan Rumah Sakit Moewardi. 13 Tahapan selanjutnya, menarik kesimpulan atas data-data yang ada dengan kenyataan empiris di lapangan yaitu hasil data-data yang diteliti pada Laboratorium Forensik cabang Semarang, Kepolisian Surakarta, dan RS Moewardi sehingga tersusun secara sistematis. 13 H.B.Sutopo, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, UNS Surakarta : Press, Hal 13

15 F. Sistematika Skripsi Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai keseluruhan isi penulisan hukum ini, dapat dibagi 4 (empat) bab dengan sistematika sebagai berikut: BAB I: PENDAHULUAN Terdiri dari Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, Sistematika Pemikiran. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka ini berisikan uraian dasar teori dari skripsi ini yang meliputi kewenangan yang dimiliki penyidik dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan, olah TKP (Tempat Kejadian Perkara), kewenangan mendatangkan ahli, Laboratorium Forensik, dan metode Scientific Crime Investigation. BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini, penulis akan menguraikan dan membahas mengenai peran Laboratorium Forensik dalam pengolahan TKP (Tempat Kejadian Perkara), presedur yang dilakukan Tim Laboratorium Forensik saat berada di TKP, dan keuntungan dan kekurangan penerapan metode Scientific Crime Investigation. BAB IV: PENUTUP. Terdiri dari Kesimpulan dan Saran, Daftar Pustaka, dan Lampiran.