BAB II ZINA DAN PENGANIAYAAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAKAN ASUSILA DAN PENGANIAYAAN OLEH OKNUM TNI

BAB II KONSEP PENAMBAHAN HUKUMAN MENURUT FIQH JINAYAH. Hukuman dalam bahasa Arab disebut uqūbāh.

BAB IV KONSEP SAKIT. A. Ayat-ayat al-qur`an. 1. QS. Al-Baqarah [2]:

KAIDAH FIQH. Sama saja antara orang yang merusak milik orang lain baik dengan sengaja, tidak tahu, ataupun lupa

BAB IV. A. Penerapan Perda Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Larangan Menggunakan

BAB II HAD ZINA DALAM HUKUM ISLAM

UNTUK KALANGAN SENDIRI

Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu?

Mengabulkan DO A Hamba-Nya

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB IV ANALISIS JARI<MAH TA ZI<R TERHADAP SANKSI HUKUM MERUSAK ATAU MENGHILANGKAN TANDA TANDA BATAS NEGARA DI INDONESIA

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Mengganti Puasa Yang Ditinggalkan

BAB IV. A. Analisis Terhadap Dasar Hukum yang Dijadikan Pedoman Oleh Hakim. dalam putusan No.150/pdt.G/2008/PA.Sda

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ANAK DIBAWAH UMUR

MAHRAM. Pertanyaan: Jawaban:

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

Menzhalimi Rakyat Termasuk DOSA BESAR

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Qawaid Fiqhiyyah. Niat Lebih Utama Daripada Amalan. Publication : 1436 H_2015 M

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Yang Diizinkan Tidak Berpuasa

BAB I PENDAHULUAN. Diantara larangan Allah yang tertulis di Al-Qur an adalah tentang larangan

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB IV STUDI KOMPARASI ANTARA HUKUM PIDANA DAN FIQH JINAYAH TERHADAP TINDAK KEJAHATAN PERDAGANGAN ORGAN TUBUH

KAIDAH FIQH. Pengakuan Adalah Sebuah Hujjah yang Terbatas. Publication 1437 H_2016 M. Kaidah Fiqh Pengakuan adalah Sebuah Hujjah yang Terbatas

ISLAM IS THE BEST CHOICE

KAIDAH FIQH PENGGABUNGAN HUKUMAN DAN KAFFAROH. Publication 1437 H_2016 M. Kaidah Fiqh Penggabungan HUKUMAN dan KAFFAROH

MEMBATALKAN PUASA. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA Yang membatalkan puasa ada enam perkara : 1. Makan dan minum Firman Allah SWT :

KAIDAH FIQH. Yang Ikut Itu Hukumnya Sekedar Mengikuti. حفظو هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Publication: 1437 H_2016 M

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

YANG HARAM UNTUK DINIKAHI

BAB III TINJAUAN FIQH JINAYAH TERHADAPPERCOBAAN KEJAHATAN

KOMPETENSI DASAR INDIKATOR:

Sunnah menurut bahasa berarti: Sunnah menurut istilah: Ahli Hadis: Ahli Fiqh:

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI NARAPIDANA MENURUT PERMEN NO.M.2.PK.

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

BAB IV. A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh dalam Putusan No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO tentang Tindak Pidana Pembakaran Lahan.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI. Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro

SIFAT WUDHU NABI. 2. Kemudian berkumur-kumur (memasukkan air ke mulut lalu memutarnya di dalam dan kemudian membuangnya)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB II PENGAMPUNAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB II MENURUT FIKIH JINAYAH

BAB V PENUTUP. sebelumnya, serta arahan dari pembimbing maka dalam bab ini penulis dapat

SUMPAH PALSU Sebab Masuk Neraka

االخاص (Khusus) A. Pengertian lafal Khash (khusus)

Warisan Untuk Janin, Wanita, Huntsa Musykil dan Yang Mati Bersamaan

HUKUMAN MATI DALAM TINDAK PIDANA TERTENTU

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

PENYERANGAN AMERIKA SERIKAT DAN SEKUTUNYA TERHADAP IRAK

Kaidah Fiqh BERSUCI MENGGUNAKAN TAYAMMUM SEPERTI BERSUCI MENGGUNAKAN AIR. Publication in CHM: 1436 H_2015 M

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG ZINA

KAIDAH FIQH. Disyariatkan Mengundi Jika Tidak Ketahuan Yang Berhak Serta Tidak Bisa Dibagi. حفظه هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf

Adab makan berkaitan dengan apa yang dilakukan sebelum makan, sedang makan dan sesudah makan.

PENGERTIAN TENTANG PUASA

Konsisten dalam kebaikan

KAIDAH FIQH. Sesuatu yang Diperbolehkan Oleh Syar'i Meniadakan Kewajiban Mengganti. Publication 1438 H_2016 M

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

A. Analisis Tentang Fenomena Pemasangan Identitas KH. Abdurraman Wahid (Gus Dur) pada Alat Peraga Kampanye PKB di Surabaya

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

KUNCI MENGENAL ISLAM LEBIH DALAM

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

KAIDAH FIQH. Perubahan Sebab Kepemilikan Seperti Perubahan Sebuah Benda. حفظو هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Jombang No.23/Pid.B/2016/PN.JBG tentang Penggelapan dalam Jabatan

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

Qawa id Fiqhiyah. Pertengahan dalam ibadah termasuk sebesar-besar tujuan syariat. Publication: 1436 H_2014 M

BAB II PEMIDANAAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

APA PEDOMANMU DALAM BERIBADAH KEPADA ALLAH TA'ALA?

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Orang Yang Meninggal Namun Berhutang Puasa

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

Akal Yang Menerima Al-Qur an, dan Akal adalah Hakim Yang Adil

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

BAB IV ANALISIS. A. Tinjauan Yuridis terhadap Formulasi Putusan Perkara Verzet atas Putusan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANGKALAN NO.236/PID.B/2014/PN.BKL TENTANG PENGANIAYAAN YANG MENYEBABKAN KEMATIAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN

KEWAJIBAN PUASA. Publication: 1435 H_2014 M. Tafsir Surat al-baqarah ayat

Pertama, batas kepatutan untuk suami yang melakukan masa berkabung

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Keutamaan Akrab Dengan Al Qur an

Assalamu alaikum wr. wb.

Jawaban yang Tegas Dari Yang Maha Mengetahui dan Maha Merahmati

BAB IV PEMBAHASAN. 1. Sanksi pemidanaan tindak pidana perzinaan dalam putusan Kasasi dari Pengadilan Tinggi Surabaya dan Pengadilan Negeri Bangkalan

Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah. (QS. al-kautsar:2)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Anjuran Mencari Malam Lailatul Qadar

Dalam memeriksa putusan pengadilan paling tidak harus berisikan. tentang isi dan sistematika putusan yang meliputi 4 (empat) hal, yaitu:

Berkahilah untuk ku dalam segala sesuatu yang Engkau keruniakan. Lindungilah aku dari keburukannya sesuatu yang telah Engkau pastikan.

Oleh: Ustadz Sanusin Muhammad Yusuf حفظه هللا

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ini. Salah satu jalan dalam mengarungi kehidupan adalah dengan

BAB IV KOMPARASI HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF MENGENAI SANKSI PROSTITUSI ONLINE. A. Persamaan Sanksi Prostitusi Online Menurut Hukum Positif dan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

MANAJEMEN JATIDIRI ( MJ )

Transkripsi:

BAB II ZINA DAN PENGANIAYAAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM A. Zina dalam Hukum Pidana Islam. 1. Definisi zina Zina ( ) الزنا adalah persetubuhan antara pria dan wanita yang tidak memiliki ikatan perkawinan yang sah menurut agama. Islam memandang perzinaan sebagai dosa besar yang dapat menghancurkan tatanan kehidupan keluarga dan masyarakat.1 Diterangkan dalam firman Allah Swt pada surah Al-isra ayat 32 yaitu: وال ت قربوا ال ز ن إ ن ه كا ن ف اح شة و ساء سب يال Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.2 Zina merupakan suatu jalan yang buruk dan keji, zina juga dapat diibaratkan seperti memakai barang yang bukan miliknya. Para ulama mengartikan zina dengan susunan kalimat yang berbeda-beda namun isinya sama. Mazhab Malikiyah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan mukalaf yang menyetubuhi farj anak adam yang bukan miliknya dan disengaja.3 1 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), 37. Departemen Agama RI, al-qur an dan Terjemahnya, (Surabaya: Mahkota, 2001), 429. 3 Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam (At-Tasyri Al-Jina i Al-Islamy Muqaranan bil Qonunil Wad iy) Jilid IV, Penerjemah: Tim Tsalisah-Bogor, (Jakarta: PT Karisma Ilmu,2007), 153. 2 23

24 Mazhab Hanafiyah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan lelaki yang menyetubuhi perempuan di dalam kubul tanpa ada milik dan menyerupai milik. 4 Mazhab Syafiiyah mendefinisikan bahwa zina adalah memasukkan zakar ke dalam farj yang haram tanpa ada syubhat dan secara naluri mengundang syahwat. 5 Mazhab Hanabilah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan keji pada kubul atau dubur. 6 Mazhab Zahiriyah mendefinisikan bahwa zina adalah menyetubuhi orang yang tidak halal dilihat, padahal ia tahu hukum keharamanya, atau persetubtuhan yang diharamkan. 7 Mazhab Zaidiyah mendefinisikan bahwa zina adalah memasukkan kemaluan orang hidup yang diharamkan, baik kedalam kubul maupun dubur tanpa ada syubhat. 8 Dari beberapa definisi diatas dapat tampaklah bahwa para ulama memberikan definisi yang berbeda tentang zina. Akan tetapi, mereka sepakat bahwa zina adalah persetubuhan yang diharamkan dan disengaja. 2. Unsur-unsur perzinahan Dari definisi zina yang dikemukakan oleh para ulama tersebut, mereka bersepakat bahwa unsur-unsur jarimah zina ada dua, yaitu: a. Persetubuhan yang diharamkan dan dianggap zina. Persetubuhan yang dianggap sebagai zina adalah persetubuhan dalam kemaluan. Ukurannya adalah apabila zakar (kemaluan lelaki) telah 4 Ibid., 153. 5 Ibid., 154. 6 Ibid. 7 Ibid. 8 Ibid.

25 masuk ke dalam farj (kemaluan wanita) walaupun sedikit. Juga dianggap sebagai zina meskipun ada penghalang antara zakar dan farj, selama penghalangnya tipis dan tidak menghalangi perasaan dan kenikmatan bersenggama. Disamping itu, kaidah untuk menentukan persetubuhan sebagai zina adalah persetubuhan yang terjadi bukan pada miliknya sendiri (bukan dalam ikatan perkawinan). 9 b. Sengaja bersetubuh atau adanya kesengajaan melawan hukum. Unsur ini terpenuhi apabila pelaku melakukan suatu persetubuhan padahal ia tahu yang disetubuhinya adalah wanita yang diharamkan baginya, juga perempuan yang berzina, menyerahkan dirinya dan tahu bahwa orang yang menyetubuhinya tidak halal baginya. Hal ini jelas sekali adanya kesengajaan melawan hukum, baik orang yang belum menikah ataupun orang yang sudah menikah mengetahui bahwa persetubuhan tersebut bukan dalam ikatan perkawinan. 3. Macam-macam zina dan hukumnya. Zina dibagi menjadi dua macam, yaitu: ) ز ن غ ي م ص ن ( muh}s}an a. Zina ghayru Zina ghayru muh}s}an yaitu zina yang dilakukan orang yang belum pernah menikah. Had (hukuman) bagi pelaku zina ghayru muh}s}an di jilid atau di cambuk sebanyak 100 kali dan dibuang ke daerah lain selama 1 tahun. Dalam Alquran Surah An-Nur Ayat 2 juga dijelaskan: 9 A.Djazuli, Fiqh Jinayah: Upaya menanggulangi Kejahatan dalam Islam. (Jakarta : PT. Grapindo Persada, 1997), 43.

26 الز ان ي ة و الز ا ن ف اج ل د وا ك ل و اح د م ن ه م ا م ائ ة ج ل د ة و ال ت خ ذ ك م ب م ا ر أ ف ة ف د ين ا لل إ ن ك ن ت م ت ؤ م ن ون ب لل و ال ي و م اآلخ ر و ل ي ش ه د ع ذ اب ه م ا ط ائ ف ة م ن ال م ؤ م ن ي Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman. 10 Yang memiliki hak untuk menerapkan hukuman tersebut hanya khalifah (kepala negara) atau orang-orang yang ditugasi olehnya seperti kadi (hakim). kadi (hakim) memutuskan perkara pelanggaran hukum dalam mahkamah pengadilan. Dalam memutuskan perkara tersebut kadi itu harus merujuk dan mengacu kepada ketetapan syara. Yang harus dilakukan pertama kali oleh kadi adalah melakukan pembuktian benarkah pelanggaran hukum itu benar-benar telah terjadi. ) ز ن م ص ن ( muh}s}an b. Zina Zina muh}s}an yaitu zina yang dilakukan orang yang pernah terikat tali ikatan perkawinan, artinya yang dilakukan baik suami, istri, duda atau janda. Hukuman (had) bagi pelaku zina muh}s}an, yaitu dicambuk seratus kali kemudian dirajam (dilempari batu sampai ia mati). 10 Departemen Agama RI, al-qur an dan Terjemahnya, (Surabaya: Mahkota, 2001), 543.

27 ع ن ع ب اد ة ب ن الص ام ت رضي هللا عنه ق ال : ك ان ن ب ا لل ص ل ى ا لل ع ل ي ه و س ل م إ ذ ا أ ن ز ل ع ل ي ه الوحي ك ر ب ل ذ ل ك و ت ر ب د ل ه و ج ه ه ق ال : ف أ ن ز ل ع ل ي ه ذ ات ي و م ف ل ق ي ك ذ ل ك, ف ل م ا س ر ي ع ن ه ق ال : خ ذ وا ع ن ف ق د ج ع ل ا لل ل ن س ب يال الث ي ب ب لث ي ب و ال ب ك ر ب ل ب ك ر الث ي ب ج ل د م ائ ة ث ر ج م ب ل ج ار ة و ال ب ك ر ج ل د م ائ ة ث ن ف ي س ن ة Diriwayatkan dari Ubadah bin Shamit r.a: Apabila wahyu diturunkan oleh Allah kepada beliau, raut wajah beliau tampak berubah menjadi sedih. Pada suatu hari diturunkan wahyu kepada beliau, beliau bersabda, Terimalah hukum dariku. Sesungguhnya Allah telah memberikan jalan untuk mereka, yaitu hukum zina bagi orang yang sudah pernah menikah dan orang yang belum pernah menikah. Pezina yang sudah pernah menikah, didera seratus kali, kemudian dirajam dengan batu, sedangkan pezina yang belum pernah menikah, didera seratus kali kemudian dibuang selama satu tahun. 11 Adapun wanita hamil dan orang sakit, pelaksanaan hukum atasnya ditunda hingga wanita hamil itu melahirkan dan orang yang sakit sembuh dari penyakitnya, karena pada prinsipnya kesalahan hanya dibebankan kepada orang yang melakukannya. Soal hukuman bagi para pezina mush}s}an dan ghayru muh}s}an banyak perbedaan pandangan. Menurut Imam Zahiri pelaku zina muh}s}an (pelaku zina yang telah kawin) mendapat hukuman rangkap yaitu dera dahulu kemudian rajam. Berkaitan dengan hukuman bagi pezina itu, Imam Syafi i juga berpendapat, hukuman rajam, yang berarti hukuman mati bagi pelaku zina muh}s}an sudah seharusnya dibebankan atas pelaku zina apabila perbuatan 11 Mochtar Zoerni,Syinqithy Djamaluddin, Ringkasan Shahih Muslim, (Bandung: Mizan, 2002), 563.

28 zina itu diketahui oleh empat orang saksi. Bagi Imam Syafii hukuman rajam sangat pantas diberikan kepada pelaku zina muh}s}an karena si pelaku zina seharusnya (wajib) menjaga loyalitas dan nama baik keluarga, dan lagi perbuatan zina itu mengandung bahaya-bahaya yang besar bagi keluarganya, masyarakat, dan negara. 12 Menurut Imam Syafii, hukuman dera yang relatif ringan patut diberikan kepada pelaku zina yang belum kawin (ghayru muh}s}an), karena si pelaku masih hijau, dalam artian belum berpengalaman, maka dengan hukuman dera itu diharapkan bisa memberi kesadaran padanya, sehingga ia tidak mau mengualangai perbuatannya yang tercela. 13 4. Ih}s}a<>n dalam rajam Dalam uraian diatas telah dijelaskan bahwa hukum Islam membedakan hukuman untuk zina muh}s}an dan zina ghayru muh}s}an. Perbedaan ini menunjukan hukuman untuk zina muh}s}an lebih berat dari zina ghayru muh}s}an. Yang menyebabkan hukuman zina muh}s}an lebih berat adalah sifat ih}s}a>n-nya ini. Dengan demikian, ih}s}a>n dijadikan syarat untuk diterapkanya hukuman rajam, dan apabila tidak ada ih}s}a>n maka tidak ada rajam. 14 Ih}s}a>n sebagai syarat dalam hukum rajam merupakan kumpulan dari beberapa syarat yang dirangkum menjadi satu atau kumpulan dari beberapa hal yang sebabnya sama. syarat-syarat itu ada maka ihshon dianggap ada. Di bawah ini dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan ih}s}a>n yaitu: 12 Zuhdi, Masjfuq, Masail Fiqhiyah, (.Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1997), 35-36. 13 Ibid., 35-36. 14 Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam..., 186.

29 1. Pengertian Ih}s}a>n. Ih}s}a>n menurut arti bahasa adalah masuk ke dalam benteng. Dalam Alquran, ih}s}a>n ini diartikan dengan beberapa arti sebagai berikut: a. Ada yang bermakna mengawinkan, seperti dalam firman Allah Surah An- Nisaa ayat 24: و ال م ح ص ن ات م ن الن س اء إ ال م ا م ل ك ت أ ي ان ك م Dan (diharamkan bagi kamu) perempuan (yang telah bersuami) kecuali hamba sahaya (tawanan perang) yang kamu miliki. 15 b. Ada yang bermakna merdeka, seperti dalam firman Allah Surah An-Nisaa ayat 25: و م ن ل ي س ت ط ع م ن ك م ط و ال أ ن ي ن ك ح ال م ح ص ن ات ال م ؤ م ن ات ف م ن م ا م ل ك ت أ ي ان ك م م ن ف ت ي ات ك م ال م ؤ م ن ات Dan barangsiapa diantara kamu yang tidak mempunyai biaya untuk menikahi perempuan merdeka yang beriman, maka (dihalalkan menikahi perempuan) merdeka yang beriman dari hamba sahaya yang kamu miliki.... 16 c. Ada yang bermakna terpelihara, seperti firman Allah iffah dalam Surah At-Tahrim ayat 12: و م ر ي اب ن ت ع م ر ان ال ت أ ح ص ن ت ف ر ج ه ا Dan (ingatlah) Maryam putri Imran yang ah}s}an kehormatannya.... 17 d. Ada yang bermakna Islam dan pernikahan, seperti dalam firman Allah dalam Surah An-Nisaa ayat 25: 15 Departemen Agama RI, al-qur an dan Terjemahnya, (Surabaya: Mahkota, 2001), 120. 16 Ibid., 121. 17 Ibid., 952.

30 ف إ ذ ا أ ح ص ن ف إ ن أ ت ي ب ف اح ش ة ف ع ل ي ه ن ن ص ف م ا ع ل ى ال م ح ص ن ات م ن ال ع ذ اب Apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, tetapi mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka (hukuman) bagi mereka setengah dari (hukuman) perempuan-perempuan merdeka (yang tidak bersuami).... 18 e. Ih}s}a>n juga bermakna merdeka, baligh, dan terpelihara. Seperti dalam Surah An-Nuur ayat 4: و ال ذ ين ي ر م ون ال م ح ص ن ات ث ل ي ت وا ب ر ب ع ة ش ه د اء ف اج ل د وه م ث ان ي ج ل د ة Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik (berzina) dan mereka tidak mendatangkan empat saksi maka deralah mereka delapan puluh kali.... 19 2. Syarat ih}s}a>n. Untuk terwujudnya sifat ih}s}an dalam diri orsng yang melakukan zina, harus dipenuhi beberapa syarat. Syarat-syarat ini sebagian diantaranya telah disepakati oleh para ulama dan sebagian lagi masih diperselisihkan. Adapun syarat-syarat ih}s}a>n dalam rajam yaitu: a. Persetubuhan dalam pernikahan yang sah. Persetubuhan yang dilakukan dalam naungan pernikahan yang sah merupakan syarat adanya ih}s}a>n. Persetubuhan ini harus persetubuhan pada kubul (kemaluan). Akad nikah semata tanpa persetubuhan tidak menimbulkan status ih}s}}a>n. Demikian pula persetubuhan yang dilakukan diluar pernikahan seperti pernah berzina, tidak menyebabkan timbulnya ih}s}a>n. Demikian pula perkawinan harus perkawinan yang sah. Disamping itu, 18 Ibid., 121. 19 Ibid., 543-544.

31 persetubuhan yang dilakuakan dalam perkawinan yang sah tersebut bukan persetubuhan yang diharamkan contohnya persetubuhan pada saat haid atau pada saat sedang puasa ramadhan. 20 b. Baligh dan berakal. Baligh dan berakal merupakan syarat adanya kecakapan (ahliyah) bagi seseorang untuk dapat dikenakanya hukuman apabila ia melakukan jarimah. Hanya saja keduanya (baligh dan berakal) juga disyaratkan untuk timbulnya ih}s}a>n, karena adanya kedua syarat tersebut pada saat melakukan jarimah tidak cukup untuk timbulnya ih}s}a>n. Dengan demikian persetubuhan yang menimbulkan ih}s}a>n adalah persetubuhan yang dilakukan oleh orang baligh dan berakal. Apabila terjadi persetubuhan dari anak yang masih dibawah umur atau orang yang gila, kemudian ia baligh dan berakal (sembuh dari gilanya) beberapa waktu kemudian maka ia tidak dianggap muh}s}an, karena persetubuhan yang lalu itu. Apabila ia berzina maka termasuk ghayru muh}s}an akan tetapi ada sebagian dari pengikut mazhab Syafii yang berpendapat bahwa persetubuhan yang terjadi sebelum baligh dan pada waktu gila dapat menyebabkan ih}s}a>n. Akan tetapi, pendapat ini merupakan pendapat yang lemah dalam mazhab tersebut. 21 20 Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam..., 187. 21 Ibid., 188.

32 c. Adanya kesempurnaan syarat untuk kedua belah pihak pada waktu persetubuhan. Untuk terwujudnya ih}s}a>n, disyaratkan pada waktu terjadinya persetubuhan kedua belah pihak harus sudah dewasa dan berakal sehat. Apabila pezina sudah kawin dan ia sudah bersetubuh dengan istrinya tetapi istrinya sedang gila atau masih dibawah umur maka pezina tersebut tergolong ghayru muh}s}an. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad. Akan tetapi, Imam Malik tidak mensyaratkan baligh dan berakal untuk kedua belah pihak, melainkan terdapat pada salah satu pihak saja. Dengan demikian menurut Imam Malik, seorang laki-laki termasuk muh}s}an apabila pada dirinya sudah terpenuhi syarat-syarat ih}s}a>n, dan wanita mampu melakukan persetubuhan walaupun ia masih dibawah umur atau gila. Demikian pula wanita bisa menjadi muh}san dengan terpenuhinya syarat-syarat ih}s}a>n dan dewasanya suami yang menyetubuhi walaupun ia gila. Di kalangan mazhab Syafii dalam masalah ini ada dua pendapat. Pendapat pertama sama dengan pendapat Imam Abu Hanifah, yaitu kedua orang yang melakukan persetubuhan harus sama-sama balig dan berakal. Sedangkan pendapat yang kedua sama dengan pendapat Imam Malik, yaitu tidak perlu keduanya balig dan berakal. Dalam mazhab Syiah Zaidiyah, berkaitan dengan syarat ini ada tiga pendapat. Pendapat pertama dan kedua sama dengan pendapat

33 Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Sedangkan menurut pendapat yang ketiga, gila tidak meng-ihsan-kan yang sudah baligh. 22 d. Islam. Imam Abu Hanifah dan Imam Malik menjadikan Islam sebagai salah satu syarat ih}s}a>n. Alasan beliau adalah hadis Rasulullah saw. ketika beliau diminta pendapatnya oleh hudzaifah tentang perkawinan dengan wanita kitabiyah, Nabi Muhammad mengatakan : Tinggalkanlah ia, karena ia (wanita kitabiyah) tidak menyebabkan engkau jadi ih}s}a>n. Imam Syafi i dan Imam Ahmad tidak menjadikan Islam sebagai salah satu ih}s}a>n. Alasan beliau adalah bahwa Nabi Muhammad telah melakukan atas dua orang pezina yahudi. Pendapat ini didukung oleh abu yusuf murid Imam Abu Hanifah, kelompok Zahiriyah, dan salah satu pendapat dari Syiah Zaidiyah. Dengan demikian apabila seorang laki-laki Muslim yang menikah dengan wanita kitabiyah melakukan zina, maka mehurut Imam Abu Hanifah ia tidak dirajam karena tidak dianggap muhshon. Sedangkan menurut Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad, Zahiriyah, dan sebagian Syiah Zaidiyah ia dikenai hukuman rajam, 22 Ibid., 190.

34 karena perkawinan dan persetubuhan dengan wanita kitabiyah membuatnya menjadi muh}s}an 23 B. Penganiayaan dalam Hukum Pidana Islam 1. Definisi penganiayaan Penganiayaan adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja untuk melukai atau mencederai orang lain. 24 Menurut Madjloes, yang dimaksud dengan penganiayaan dalam hukum Islam adalah dengan sengaja melakukan perbuatan sehingga menimbulkan cidera atau cacat pada seseorang yang terkena perbuatan itu. 25 Penganiayaan diindetikan dengan melukai, yang dalam bahasa arab disebut dengan istilah jirahah yang artinya pelukaan. Istilah ini dipergunakan dalam lapangan ilmu fiqih pada perbuatan yang melukai badan, menghilangkan nyawa, baik disertai dengan luka atau tidak, seperti membunuh dengan racun, serta tindakan-tindakan lain yang menghilangkan manfaat alat tubuh manusia, seperti menjadi buta, tuli dan lainya. 2. Macam-macam penganiayaan Ada dua klasifikasi dalam menentukan pembagian tindak pidana penganiayaan, yaitu: 23 Ibid., 191. 24 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, 33. 25 Madjloes, Pengantar Hukum Pidana Islam, (Jakarta: CV.Amelia, 1980), 35.

35 1. Penganiayaan ringan. Perbuatan melukai bagian badan yang tidak sampai merusak anggota badan atau menghilangkan manfaatnya, dan tidak pula menimbulkan luka saja>j atau jirahah melainkan hanya menimbulkan luka ringan saja seperti goresan kecil, luka sayatan kecil atau memar. Dalam hal ini pelaku dikenai hukuman takzir, dalam hal ini hukuman pelaku diserahkan kepada ulil amri. 26 2. Penganiayaan berat. Perbuatan melukai atau merusak bagian badan yang menyebabkan hilangnya manfaat atau fungsi anggota badan tersebut. Ditinjau dari segi objek atau sasarannya, macam-macam penganiayaan berat yaitu: a) Penganiayaan atas anggota badan dan semacamnya. Adapun yang dimaksud dengan jenis yang pertama ini adalah tindakan perusakan terhadap anggota badan dan anggota lainnya yang disetarakan dengan anggota badan baik berupa pemotongan maupun pelukaan. Dalam kelompok ini termasuk pemotongan tangan, kaki, jari, kuku, hidung, zakar, biji pelir, telinga, bibir, pencongkelan mata, merontokkan gigi, pemotongan rambut, alis bulu mata, jenggot, kumis, bibir kemaluan perempuan, dan lidah. b) Menghilangkan manfaat anggota badan sedangkan jenisnya masih tetap utuh. 26 M. Nurul Irfan, Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), 11.

36 Maksud dari jenis yang kedua ini adalah tindakan yang merusak manfaat dari anggota badan, sedangkan jenis anggota badannya masih utuh. c) Al-Saja>j. Yang dimaksud al-saja>j adalah pelukaan khusus pada bagian muka dan kepala. Sedangkan pelukaan atas badan selain muka dan kepala termasuk kelompok keempat, yaitu jirah. Imam abu Hanifah berpendapat bahwa saja>j adalah pelukaan pada bagian muka dan kepala, tetapi khusus dibagian tulang, seperti dahi. Sedangkan pipi yang banyak dagingnya tidak termasuk saja>j, tetapi ulama lain berpendapat bahwa saja>j adalah pelukaan pada bagian muka dan kepala secara mutlak. 27 d) Al-Jira>h}ah}. Al-jira>h}ah} adalah pelukaan pada anggota badan se\ain wajah dan kepala. Anggota badan yang pelukaannya termasuk jira>h}ah} ini meliputi leher, dada, perut, sampai batas pinggul. 28 3. Unsur-unsur jarimah penganiayaan. Mengingat definisi penganiayaan telah dipaparkan diatas, maka penganiayaan mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: a. Adanya kesengajaan (niat untuk melukai). 27 A.Djazuli, Fiqh Jinayah..., 11. 28 Ibid.

37 b. Adanya perbuatan (memukul, mencambuk, menendang, dan lain-lan). c. Adanya obyek untuk dilukai (tubuh orang lain). d. Adanya akibat yang ditimbulkan (bekas luka pada tubuh/rasa sakit). 29 4. Hukuman bagi pelaku jarimah penganiayaan. Pembahasan mengenai hukuman pelaku penganiayaan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: a. Hukuman kisas atau balasan setimpal. Hal ini diberlakukan kisas atau balasan setimpal itu memang dapat dilaksanakan tidak melebihi dan mengurangi. Apabila seseorang memotong anggota badan manusia, tidak diperselisihkan bahwa ia dikenakan kisas penganiayaan yang merusakkan anggota badan yaitu penganiayaan yang dilakukan dengan memakai alat yang dapat melukai korbannya. Tetapi apabila penganiayaan itu karena mainmain atau dengan memakai alat yang tidak melukai atau karena untuk memberikan pengajaran, maka perbedaan pendapat fukaha dalam hal ini mirip dengan perbedaan pendapat tentang pembunuhan, sebagian mengatakan dikisasdan sebagian lagi tidak. Sebagaimana firman Allah Swt di dalam Surah Al-Baqarah ayat 194: الش ه ر ا ل ر ام ب لش ه ر ا ل ر ام و ا ل ر م ات ق ص اص ف م ن اع ت د ى ع ل ي ك م ف اع ت د وا ع ل ي ه ب ث ل م ا اع ت د ى ع ل ي ك م و ات ق وا ا لل و اع ل م وا أ ن ا لل م ع ال م ت ق ي Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum kisas Oleh sebab itu barang siapa yang 29 M. Rasyid Ariman, Fahmi Raghib, Hukum Pidana, (Malang: Setara Press, 2015), 177.

38 menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS. al-baqarah: 194). 30 Ayat al-qur an diatas menjelaskan bahwa kita harus berbuat adil kepada siapa pun itu, maksud dari adil tersebut yaitu memberikan hukuman yang setimpal pada pelaku kejahatan sesuai dengan apa yang dilakukannya. b. Hukuman diat Diat adalah sejumlah harta dalam ukuran tertentu. Meskipun bersifat hukuman diat merupakan harta yang diberikan kepada korban, bukan kepada perbendaharaan (kas) negara. 31 Diat berlaku apabila hukuman kisas terhalang karena suatu sebab. Diat sebagai hukurnan pengganti berlaku dalarn tindak pidana penganiayaan sengaja. Diat, baik sebagai hukuman pokok maupun sebagai hukuman pengganti digunakan untuk diat kamilah. Diat kamilah atau diat sempurna berlaku apabila manfaat jenis anggota badan hilang seluruhnya. Pada penganiayaan ini banyak hal yang perlu diperhatikan dalam menjatuhkan hukuman diat antara lain dari jenis perbuatannya sendiri diat dibagi menjadi dua yaitu: 1) Diat bagi luka berat, yaitu luka sampai kelihatan tulang, dendanya 5 ekor unta, luka sampai pecah tulang dendanya 10 ekor unta, luka sampai beralih tulang dendanya 15 ekor unta, luka sampai 30 Departemen Agama RI, al-qur an dan Terjemahnya..., 47. 31 Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam Jilid III. (At-Tasyri Al-Jina i Al-Islamy Muqaranan bil Qonunil Wad iy) Jilid IV, Penerjemah: Tim Tsalisah-Bogor, (Jakarta: PT Karisma Ilmu,2007), 71.

39 membukus tcngkorak dendanya 1/3 dari 100 ekor unta, luka yang sampai kc benak, dendanya seperti denda luka yang sampai ke kulit kepala yaitu 1/3 diat penuh. Apabila seorang luka sampai kelihatan tulang, kemudian datang lagi yang kedua, dilukainya pula sampai pecah tulang, kemudian datang lagi yang ketiga dipukulinya sampai beralih tulang, kemudian datang lagi yang keempat lalu dipukulinya pula sampai kulit tengkorak kepala, maka yang pertama didenda 5 ekor unta, yang kedua didenda 5 ekor unta, yang ketiga didenda 5 ekor unta, dan yang ke empat didenda 18 ekor unta ditambah lagi 1/3 dari diat penuh. 32 Adapun yang dimaksud luka berat yaitu: a. Luka perut: luka berat sampai ke dalam perut dengan melalui perut, pungung dada dan leher, maka dendanya 1/3 dari l00 ekor unta. b. Luka mata: merusak atau menghilangkan manfaatnya, misalnya merusakkan biji mata, dendanya 100 ekor unta, satu biji mata 50 ekor unta. c. Luka telinga: apabila merusakkan dua buah telinga maka dendanya 100 ekor unta, satu telinga 50 ekor unta. d. Luka hidung: apabila merusakkan batang hidung diatnya penuh. 32 http://elfayruz.blogspot.com/2011/10/diyatdenda.html.

40 e. Luka bibir: apabila merusakaan dua belah bibir dengan denda lengkap, jika sebelah saja 1/2 dari 100 ekor unta. f. Luka lidah: apabila merusakan lidah diatnya penuh jika terpotong setengalmya maka dityatnya 1/2 jika terpotongnya 1/4. maka diatnya 1/4 pula. g. Luka gigi: tiap-tiap sebuah gigi diatnya 5 ekor unta, jika merusakan semua gigi maka diayatnya mengalikan jumlah gigi yang dirusak dengan seekor unta. Misalnya jika semnua gigi yang dirusakkan 32 biji maka dendanya 32 x 5 ekor unta = 160 ekor unta. h. Luka tangan: merusakkan tangan diatnya 50 ekor unta untuk satu tangan dan 100 ekor unta untuk dua tangan. 33 i. Luka kaki: merusakkan dua kaki diatnya penuh 1/2 untuk satu kaki dan tiap-tiap jari yang dirusak di denda 1/10 diat yakni 10 ekor unta. j. Luka zakar: merusak zakar orang lain yang masih berfungsi dan sehat diyatnya 2 penuh, karena merusak manfaat dan memutuskan lahirnya keturunan. k. Luka pelir: merusakkan dua belah pelir maka diatnya penuh jika satu maka 1/2 dari diat penuh. l. Luka payudara: merusak payudara perempuan berarti merusak keindahan dari wanita maka diyatnya penuh yakni 100 ekor 33 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika), 201.

41 unta jika dirusakan keduanya, 1/2, diat jika jika yang dirusakan satu buah saja. m. Bibir kemaluan: merusakan farj wanita yang bermanfaat untuk membuat keturunan maka dendanya 100 ekor unta karena menghilangkan manfaat dan keindahannya. 34 2) Diat bagi luka ringan yaitu luka terkelupas kulit, berdarah, luka terguris daging, luka dalam sampai ke daging dan dan luka sampai ke lapis tulang, maka hukum dendanya diukur menurut dangkalnya luka, kemudian diperbandingkan dengan luka kelihatan tulang sampai dijatuhi denda 1/2, 1/3, 1/4 dari luka tulang, tergantung atas kebijaksanaan hakim yang memutuskan dan menurut pertimbangan hakim. 35 c. Hukuman takzir Adapun beberapa pendapat dari para ulama yaitu: a. Imam Malik mengatakan boleh digabungkan antara takzir dengan kisas dalam tindak pidana penganiayaan dengan alasan bahwa kisas itu suatu hak alami. Sedangkan takzir adalah sanksi yang bersifat mendidik dan memberikan pelajaran yang berkaitan dengan hak jama'ah. Beliau juga berpendapat takzir dapat dikenakan terhadap jarimah pelukaan yang kisasnya dapat dihapuskan atau tidak dapat dilaksanakan karena suatu sebab hukum. 34 Ibid., 205. 35 Ibid., 209.

42 b. Imam Abu Hanifah, Imam Syafii dan Imam Hambali mengatakan boleh dilakukan terhadap orang yang berualangkali dijatuhi hukuman. Bahkan mereka diperbolehkan menyatakan sanksi takzir terhadap sanksi had untuk residivis, karena dengan mengulangi perbuatan jarimah menunjukkan bahwa hukum yang telah diberikan kepadanya tidak menjadikannya jera, oleh karena itu sanksinya harus ditambah. c. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa pelukaan dengan yang kosong, tongkat ataupun cambuk, itu diancam dengan hukuman takzir. 36 C. Gabungan Hukuman dalam Hukum Pidana Islam Teori bergandanya hukuman sudah dikenal oleh hukum Islam semenjak kemunculannya, tetapi tidak keseluruhannya diambil. Teori berganda dibatasi oleh dua teori lain yaitu: 1. Teori saling melengkapi (Naz}ariyatut Tadah}ul) Pengertian saling melengkapi adalah ketika terjadi gabungan tindak pidana, hukuman-hukumannya saling melengkapi, seperti halnya melakukan satu perbuatan. Pertama, meskipun perbuatan tindak pidana itu berganda, jenis semuanya satu macam, seperti pencurian yang dilakukan berulang-ulang, fitnahan yang berulang-ulang, atau perzinahan yang berulang-ulang. Hukuman atas perbuatan tersebut saling melengkapi. 36 A.Djazuli, Fiqh Jinayah..., 178.

43 Artinya, hanya dikenai satu macam hukuman selama belum ada keputusan hakim karena jika pelaku melakukan suatu perbuatan tindak pidana yang sama setelah ada keputusan hakim, si pelaku tetap harus dijatuhi hukuman yang lain. Dalam hal ini, bukan penjatuhan hukuman yang dipertimbangkan, melainkan pelaksanaan hukuman. Karena itu, setiap tindak pidana yang terjadi sebelum pelaksanaan hukuman maka hukuman-hukumannya saling melengkapi pada tindak pidana yang hukumannya belum dilaksanakan. Kedua, meskipun perbuatan tindak pidana yang dilakukannya itu berganda dan berbeda-beda macamnya, hukumannya bisa saling melengkapi dan cukup hanya dijatuhi satu hukuman dengan syarat hukuman yang dijatuhkan ini diterapkan untuk melindungi kepentingan yang sama atau mewujudkan tujuan yang sama. Misalnya, seseorang yang menghina pegawai pemerintah, menentangnya, dan menganiayanya maka atas ketiga perbuatannya tersebut, pelaku dijatuhi satu hukuman saja karena hukuman-hukuman tersebut dijatuhkan untuk mencapai satu tujuan, yaitu untuk melindungi si pegawai dan pekerjaannya. Contoh lainnya, seseorang yang memakan bangkai, darah, dan daging babi. Atas ketiga perbuatan tersebut pelaku dijatuhi satu hukuman karena hukuman-hukuman tersebut dijatuhkan untuk mencapai satu tujuan, yaitu untuk melindungi kesehatan individu dan masyarakat. 37 2. Teori penyerapan (Naz}ariyatul Jab) 37 Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam (At-Tasyri Al-Jina i Al-Islamy Muqaranan bil Qonunil Wad iy) Jilid III, Penerjemah: Tim Tsalisah-Bogor, (Jakarta: PT Karisma Ilmu,2007), 144.

44 Pengertian penyerapan ialah menjatuhkan suatu hukuman yang mengakibatkan hukuman-hukuman yang lain tidak dapat dijatuhkan. Dalam hal ini, hukuman tersebut tidak lain adalah hukuman mati, dimana pelaksanaan hukuman tersebut dengan sendirinya menyerap hukumanhukuman yang lain. Dikalangan fukaha, belum ada kesepakatan tentang penerapan teori penyerapan. Imam Maliki berpendapat bahwa setiap hukuman hudud yang berkumpul dengan hukuman mati sebagai hak Allah seperti tindak pidana murtad atau dengan hukuman kisas sebagai hak seseorang maka hukuman hudud tersebut tidak dapat dilaksanakan karena hukuman mati tersebut telah menyerap hukuman hudud tersebut, kecuali qadhaf, hukumannya tetap dilaksanakan kemudian dibunuh. Imam Hambali berpendapat apabila berkumpul dua tindak pidan hudud sebagai hak Allah dan didalamnya ada hukuman mati, seperti mencuri dan berzina muh}s}an, meminum minuman keras, dan membunuh ketika melakukan perampokan maka, yang dilaksanakan hanya hukuman mati saja, sedangkan hukuman-hukuman yang lain gugur. Imam Hanafi berpendapat, apabila terdapat gabungan hak manusia dengan hak Allah maka hak manusialah yang didahulukan karena manusia membutuhkan haknya. Bila hak tersebut sudah terlaksana maka, hak Allah tidak bisa dijalankan lagi. Jika seseorang membunuh lalu berzina ghayru muh}s}an lalu meminum-minuman keras, dia hanya

45 dijatuhi hukuman mati sebagai hukuman kisas, sedangkan hukuman zina dan meminum minuman keras menjadi gugur. Imam Syafii tidak mengakui adanya teori penyerapan. Menurutnya semua hukuman harus dijatuhkan selama tidak saling melengkapi(tad}ah}ul). Caranya dengan mendahulukan hak manusia yang bukan hukuman mati kemudian hak Allah yang bukan hukuman mati, setelah itu baru hukuman mati. Jika pelaku mati pada saat menjalani hukuman-hukuman yang sebelumnya, hapuslah hukuman-hukuman yang berikutnya. Dengan demikian Imam Syafii mengakhirkan hukuman mati karena ia tidak menggunakan teori penyerapan. 38 Hukum Islam dan hukum konvensional sama-sama memakai teori berganda terbatas (verscherpte cumulatie) atas dasar pemikiran yang sama, yaitu bahwa seorang pelaku dapat dimaafkan ketika ia melakukan tindak pidan yang kedua karena ia belum mendapatkan hukuman atas tindak pidananya yang pertama. Meskipun demikian penerapan hukum Islam lebih teliti dalam hal menerapkan teori berganda dengan pembatasannya. Pertama, teori saling memasuki sebagai jalan pembatasan terhadap bergandanya hukuman tidak dipakai keseluruhan (mutlak), tetapi dipakai untuk tindak pidana yang berulang-ulang dan untuk tindak pidana yang berbeda tetapi tujuan hukumannya sama, sedangkan untuk tindak pidan yang lain, teori tersebut tidak dipakai. Dalam hal ini hukum-hukum konvensional berbeda dengan hukum Islam. Hukum konvensional menganggap bahwa 38 Ibid., 146.

46 tidak adanya hukuman pada suatu tindak pidana cukup untuk menjadi alasan bagi si pelaku untuk melakukan suatu tindak pidana yang lain, baik tindak pidana itu sejenis atau berbeda-beda. Kedua, teori saling memasuki yang dipakai oleh fukaha lebih luas daripada yang dipakai oleh hukum konvensional, karena hukum konvensional hanyamengenal teori saling memasuki (penyerapan biasa) dalam satu keadaan saja, yaitu ketika pelaku melakukan beberapa tindak pidana untuk maksud yang sama, sedangkan hubungan antara tindak pidana-tindak pidana tersebut erat sekali sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Para pakar hukum konvensional menamakan sistem penjatuhan hukuman ini dengan penyerapan dengan alasan bahwa hukuman yang paling berat itulah yang dijatuhkan, akan tetapi yang benar adalah menamakan sistem tersebut dengan saling melengkapi karena semua tindak pidana dijatuhi satu hukuman saja. 39 Ketiga, hukum konvensional membuat batas tertinggi bagi hukuman yang tidak boleh dilampaui, bagaimanapun banyaknya hukuman yang dijatuhkan, sedangkan hukum Islam tidak menerapkan demikian. 40 39 Ibid., 147. 40 Ibid., 148.