Background: Dysphagia is a commonly morbidity after stroke, the presence of dysphagia has been associated with increased risk for pulmonary complication and even mortality.there is is emerging evidence that early detection of dysphagia in patients with acute stroke reduces not only these complication but also reduces length of hospital stay. Objective: To find out the correlation between stroke subtype, vascular territory with pneumonia and mortality in acute stroke. Methods: This cross sectional study observed patients at RA4 neurologic s ward in Adam Malik General Hospital Medan, were observed 50 acute stroke patients with dysphagia and non dysphagia. Patients who admitted with pneumonia or other pulmonary infection were excluded. Patients were followed in acute phase and pneumonia was diagnosed based on Center for Disease Control Criteria that were adopted by Indonesia Association of Lung Doctors. Results:There were 50 patients of acute stroke, consisted of 28 man (56,0%) and 22 womens (44,0%). There was no significant association between stroke subtype with pneumonia (p=0,117)(r=0,163), There was no significant association between stroke subtype with mortality ( p=0,117)(r=0,349), but There was significant association between territoriy vascular stroke subtype with pneumonia ( p<0,01)(r=0,315), There was significant association between territoriy vascular with mortality ( p<0,01)(r=0,448), There was significant association volume lesi stroke with dysphagia (p<0,03(r=0,415) Conclusions: There was significant association between vascular territory with pneumonia and mortality, and there was significant association lesi volume stroke with dysphagia. Key word: Dysphagia, pneumoni, acute stroke, mortality BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan masalah bagi negara negara berkembang. Di dunia penyakit stroke meningkat seiring modernisasi, di Amerika Serikat,
stroke menjadi penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Diperkirakan menurut WHO ada 15 juta populasi terserang stroke setiap tahun diseluruh dunia dan terbanyak adalah usia tua dengan kematian rata rata setiap 10 tahun antara 55 dan 85 (Goldstein dkk 2006) Stroke adalah salah satu sindrom neurologi yang merupakan ancaman terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia (Misbach, 2011). Stroke merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak pada usia puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab kematian sesudah penyakit jantung pada sebagian besar negara di dunia, sedangkan di negara barat yang telah maju, stroke menempati urutan ketiga sebagai penyebab kematian sesudah penyakit jantung dan kanker. Diperkirakan insiden stroke di Amerika Serikat kira kira lebih 700.000 tiap tahun dan meninggal lebih 160.000 per tahunnya dengan kira kira 4,8 juta penderita stroke yang hidup saat ini (Nasution D, 2007). Di Indonesia, menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang utama yang harus ditangani segera, tepat dan cermat (PERDOSSI,2011). Di Indonesia juga telah dilakukan penelitian yang berskala besar oleh survey ASNA (Asean Neurologic Association) di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di rumah sakit, dan dilakukan survey mengenai faktor faktor resiko, lama perawatan dan mortalitas serta morbiditasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita laki laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45 64 tahun berjumlah 54,7% dan di atas usia 65 tahun 33,5% (Misbach, 2007).
Stroke juga merupakan penyebab utama gangguan fungsional dimana hampir setengah pasien stroke terganggu fisik dan sosialnya dan 20,0% penderita yang bertahan hidup masih membutuhkan perawatan di institusi kesehatan setelah 3 bulan dan 15,0% - 30,0% penderitanya mengalami cacat permanen. Akibat gangguan fungsional ini menyebabkan penderita stroke harus mengeluarkan biaya yang besar untuk perawatan rehabilitasi disamping juga kehilangan produktivitasnya (Goldstein dkk, 2006) Tingginya resiko kejadian stroke akut dengan disfagia yang diikuti kejadian aspirasi pneumonia (RR:3,17), dehidrasi dan meningkatnya angka kematian (RR:6,12), komorbiditi (RR:2,11), out come buruk (RR:1,63) dan meningkatnya biaya pengobatan (Carnaby G dkk, 2007) Hasil analisa data 28 rumah sakit di Indonesia tentang tipe stroke yaitu iskemik dan perdarahan serta lokasinya, didapatkan lakunar 11,7%, non lakunar sirkulasi anterior 27,0%, non lakunar sirkulasi posterior 4,2%, perdarahan lobar 8,8%, perdarahan ganglia basal 7,1%, perdarahan batang otak 1,7 %, perdarahan serebelum 0,9%, data ini menunjukan bahwa stroke iskemik hampir 2 kali lipat lebih besar (42,9 %) dari stroke perdarahan (22,7%) (Misbach 2011) Disfagia merupakan komplikasi yang sering pada stroke akut. Pada stroke akut, disfagia ditemukan 50,0% dari pasien stroke. Gejala disfagia kebanyakan muncul pada minggu pertama sampai 1 bulan onset dan menetap sampai 6 bulan pada sebagian kecil pasien (Dziewas dkk, 2004). Disfagia berhubungan dengan tingginya komplikasi respiratory dan meningkatnya aspirasi pneumonia, dehidrasi, dan gangguan nutrisi. Disfagia juga berhubungan dengan outcome yang buruk (Langdon dkk, 2010).
Aspirasi pneumonia komplikasi yang sering dijumpai pada disfagia, dijumpai sepertiga dari pasien disfagia (Dziewas dkk, 2004). Berdasarkan penelitian Mann dkk dengan penelitian prospektif ditemukan dari 128 pasien stroke, ditemukan 64% pasien disfagia dan 22,0% aspirasi pneumonia (Singh dkk, 2005). Penelitian Sundar U, 2007 penyebab stroke terbanyak terhadap komplikasi disfagia adalah kardioemboli terdapat pada PACI yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas paling sering (Sundar U dkk, 2007) Berdasarkan penelitian Langdon menunjukan disfagia setelah stroke maka total anterior circulation infarct (TACI) menunjukan ganguan disfagia yang berat dan menyebabkan disfagia dalam jangka waktu yang lama dibandingkan dengan subtipe stroke lainya (Langdon, 2010) Lokasi lesi di otak berhubungan dengan kejadian disfagia, pada penelitan Itaquy dkk menyatakan gangguan pada arteri serebri media dan teritori sirkulasi posterior yang berperan dalam kejadian disfagia, Infark yang melibatkan arteri serebri media akan berkembang menjadi disfagia karena arteri ini berperan dalam fungsi menelan seperti talamus, kapsula interna, subregio insular dan area subkortikal lainya (Itaquy dkk, 2011) Sundar U dkk (2008) telah melakukan penelitian terhadap 50 pasien stroke akut, terdapat seluruhnya 100% pasien dengan total anterior circulation infarcts (TACI) mempunyai insidensi disfagia, diikuti partial anterior circulation infarcts (PACI) sebanyak 36,0%, posterior circulation infarcts (POCI) sebanyak 33,0%, dan pada infarct lacuner sebanyak 18,0%, pada stroke hemoragik terdapat 67,0% menderita disfagia.(sundar U dkk, 2008)
Arboix dkk (2009) telah melakukan penelitian terhadap 3808 pasien stroke untuk membandingkan karakteristik klinis, faktor resiko dan outcome fungsional didaerah teritori ACA, MCA, dan PCA dan didapati karakteristik klinis di teritori ACA yaitu hemiparese, disartria, hemihipestesi dan kadang disertai gangguan kesadaran dan faktor resiko yang ada pada ketiga teritori tersebut sama yaitu hipertensi, DM, atrial fibrilasi, dan dislipidemia.(arboix dkk, 2009) 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang dikemukakan di atas, maka dirumuskanlah masalah sebagai berikut : Apakah terdapat hubungan subtipe stroke, teritori vaskular dengan kejadian pneumonia dan mortalitas pada penderita stroke akut dengan disfagia? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan subtipe stroke, teritori vaskular, dan kejadian pneumonia serta mortalitas pada penderita stroke akut. 1.3.2 Tujuan khusus :
1.3.2.1 Untuk mengetahui hubungan subtipe stroke dengan kejadian pneumonia dan mortalitas pada penderita stroke akut yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan. 1.3.2.2. Untuk mengetahui hubungan territori vaskular dengan kejadian pneumonia dan mortalitas pada penderita stroke akut yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan. 1.3.2.3 Untuk mengetahui hubungan volume lesi pada penderita stroke akut dengan yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan 1.3.2.4 Untuk melihat hubungan distribusi anatomi pada penderita stroke akut yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan 1.3.2.5 Untuk melihat hubungan distribusi hemiparesis pada penderita stroke akut yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan 1.3.2.6 Untuk mengetahui hubungan pneumonia dengan mortalitas pada pasien stroke akut. 1.3.2.7 Untuk melihat gambaran karakteristik demografi penderita stroke akut yang dirawat di ruangan rawat inap Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan. 1.4 Hipotesis Ada hubungan subtipe stroke dan teritori vaskular dengan kejadian pneumonia dan mortalitas pada penderita stroke akut dengan disfagia. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Penelitian untuk Penelitian Dengan mengetahui hubungan antara subtipe stroke dan teritori vaskular dengan pneumonia dan mortalitas pada penderita stroke akut
dengan disfagia dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya tentang hubungan subtipe stroke dan teritori vaskular dengan stroke akut. 1.5.2 Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan Dengan mengetahui adanya hubungan antara subtipe stroke dan teritori vaskular dengan morbiditas respirasi dan mortalitas pada penderita stroke akut dengan disfagia, maka dapat diupayakan tindakan preventif terhadap kejadian pneumonia pada penderita stroke akut sehingga outcome menjadi lebih baik 1.5.3 Manfaat Penelitian untuk Masyarakat Dengan mengetahui hubungan subtipe stroke dan teritori vaskular dengan pneumonia pada penderita stroke akut dengan disfagia maka penderita dan keluarga akan dapat mempersiapkan tindakan perawatan atau pengasuhan jika suatu saat anggota keluarga mengalami serangan stroke di kemudian hari.