BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting bagi masyarakat, terutama dalam aktivitas di dunia bisnis. Bank juga merupakan lembaga yang terpercaya dan aman. Layanan perbankan yang dimiliki oleh Bank memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Dari beberapa macam layanan perbankan yang ditawarkan, yang paling banyak diminati oleh masyarakat baik perseorangan maupun badan usaha adalah jasa dibidang perkreditan. Kredit yang dicairkan oleh bank adalah dalam bentuk uang kontan (Fresh money), kemudian kredit tersebut dimanfaatkan oleh penerima kredit (debitur) untuk kepentingan pribadi, misalnya tambahan modal usaha, konsumsi barang kebutuhan, dan lain sebagainya. Bagi pihak bank, kredit merupakan salah satu penghasilan yang menguntungkan karena perputaran uang yang lancar dapat mengindikasikan tingkat kesehatan bank tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan: Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan 1
2 taraf hidup orang banyak 1. Fungsi utama bank ditegaskan dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Fungsi bank pada umumnya selain menghimpun dana (menerima simpanan), bank juga menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pemberian pinjaman uang atau kredit. Setiap kredit yang disetujui atau disepakati antara pihak kreditur dengan debitur wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit. Perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan yang mengikatkan diri antara satu orang atau lebih terhadap suatu subyek tertentu. Hal ini berarti bahwa perjanjian menimbulkan adanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban diantara para pihak yang membuatnya. Perjanjian dibuat berdasarkan kesepakatan bebas antara dua pihak yang cakap bertindak demi hukum untuk melaksanakan suatu prestasi. Selain unsur-unsur sahnya, perjanjian yang dibuat juga menerapkan asas kebebasan berkontrak. Para pihak bebas menentukan isi kontrak dan obyek perjanjian, namun bebas bebas yang dimaksud sepanjang tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum. Perjanjian dibuat dengan asas keseimbangan dimana kedudukan masing-masing pihak dalam perjanjian seimbang. Dalam perjanjian kredit seringkali debitur berada pada kedudukan yang tidak seimbang yang pada akhirnya melahirkan 1 Afnil Guza, 2008, Himpunan Undang-undang Perbankan, Jakarta, Asa Mandiri, Hlm. 64.
3 perjanjian yang dapat merugikan salah satu pihak, terutama jika perjanjian kredit dibuat dalam bentuk perjanjian baku. Oleh sebab itu agar terhindar dari kerugian pada salah satu pihak, khususnya nasabah sebagai pihak debitur, debitur sebelum mengajukan kredit harus benar-benar memahami risiko dan manfaat kredit. Bank sebagai kreditur juga wajib melakukan analisisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya. Bank berhak meminta agunan dari debitur sebagai jaminan untuk pelunasan hutangnya. Jaminan merupakan perjanjian tambahan sehingga jika debitur tidak mampu melunasi hutangnya, maka agunan tersebut dapat dilelang untuk melunasi hutangnya. Agunan berupa benda tidak bergerak misalnya tanah maka akan tunduk pada Undang-undang No 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Bank Rakyat Indonesia (BRI) merupakan salah satu bank pemerintah yang mempunyai berbagai macam bentuk layanan perbankan seperti tabungan, produk deposito, produk giro maupun layanan pemberian kredit. BRI merupakan bank yang produk atau jasa perbankannya saat ini banyak diminati oleh nasabah karena dirasa mampu menjangkau berbagai pelosok daerah yang ada. Pelayanan kredit yang ditawarkan ada berbagai macam seperti kredit investasi, kredit modal kerja, kredit konsumsi, kredit pegawai daerah dan kredit program. Sedangkan pengertian kredit menurut Pasal 1 ayat (11) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan: Kredit adalah penyediaan barang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
4 meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan memberikan bunga 2 Intisari kredit sebenarnya adalah kepercayaan, yaitu suatu unsur yang harus dipegang sebagai benang merah melintasi falsafah perkreditan dalam arti sebenarnya, bagaimanapun bentuk, macam dan ragamnya dan dari manapun asalnya serta kepada siapapun diberikannya. 3 Moediyono menyebutkan bahwa : Apabila dihubungkan dengan kepercayaan, maka sebenarnya di dalam orang membuat suatu perjanjian juga dibutuhkan suatu kepercayaan, bahwa pihak lawan akan memenuhi isi perjanjian yang telah dibuatnya. Tanpa kepercayaan tidak mungkin akan terjadi perjanjian. Begitu juga dengan kredit, si pemberi kredit tidak akan melepaskan uang dan/atau barang miliknya kepada pihak lain (pemilik kredit). Bilamana telah terjadi pemberian kredit berarti pihak yang berkelebihan uang memberikan uangnya (sebagian uangnya) yang biasa disebut prestasi kepada pihak yang memerlukan uang dengan janji bahwa dirinya akan mengembalikan uang yang dipinjamnya tersebut di suatu waktu di masa yang akan datang. 4 Penyaluran kredit masih merupakan sumber pendapatan utama dari usaha perbankan termasuk dalam hal ini Bank Rakyat Indonesia (BRI). BRI merupakan salah satu bank pemerintah yang melayani berbagai macam bentuk layanan perbankan baik pelayanan untuk memberikan pinjaman dana bagi masyarakat maupun sebagai penghimpun dana dari masyarakat. BRI memiliki beberapa macam pelayanan kredit seperti Kredit Menengah (Korporasi), Kredit Ritel yang terbagi menjadi dua yaitu Kredit 2 Ibid, hlm 65. 3 Tjiptoadinugroho, 1990, Perbankan Masalah Perkreditan, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 14. 4 Moediyono, 1997, Upaya dan Mekanisme Penyelesaian Kredit Macet Studi Kasus di PT. BRI (PERSERO) Cabang Purwokerto, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 70.
5 Non Program dan Kredit Program, serta Kredit Mikro. Meskipun merupakan sumber pendapatan utama, dibandingkan dengan kegiatan usaha lainnya, usaha penyaluran kredit tersebut berpotensi menjadi kredit bermasalah (Non Performing Loan). Kredit bermasalah selalu ada dalam kegiatan perkreditan perbankan, maka bank hanya berusaha menekan seminimal mungkin besarnya kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) yaitu dengan melakukan analisa, pengamatan secara cermat serta detail mengenai karakter, kemampuan, modal, jaminan, perkiraan kondisi ekonomi dalam kurun waktu kredit berjalan, yang dimulai semenjak calon debitur mengajukan kredit. Pada dasarnya pemberian kredit bertujuan untuk membiayai usaha produktif maupun konsumtif sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pemberian kredit oleh perbankan menunjukkan angka yang semakin meningkat setiap tahunnya, namun demikian kredit yang diberikan oleh Bank mengandung risiko sehingga dalam pelaksaanannya bank harus memperhatikan asas-asas dalam perkreditan yang sehat, yaitu: 5 1. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa surat jaminan tertulis. 2. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit kepada usaha yang sejak semula telah diperhitungkan kurang sehat dan akan membawa kerugian. 3. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pemberian saham dan modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham. 5 Muhammad Djumhana, 2000, Hukum Perbankan Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung, hlm. 392.
6 4. Memberikan kredit melampaui batas maksimum kredit (legal lending limit). Kredit bermasalah atau Non Performing Loan dalam perbankan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya adanya kesengajaan dari pihakpihak yang terlibat dari proses kredit, atau disebabkan oleh faktor lain seperti faktor makro ekonomi. 6 Kredit bermasalah biasanya ditandai dengan kondisi dimana debitur mulai mengingkari kewajibannya untuk membayar bunga beserta pinjaman pokoknya sesuai dengan yang telah diperjanjikan, atau tidak terbayar sama sekali atau macet. Keadaan demikian akan sangat mengganggu kegiatan usaha perbankan. Ada beberapa aspek hukum yang berkaitan dengan pemberian kredit yaitu: aspek hukum pemohon (perorangan atau badan usaha), aspek hukum perjanjian kredit (hak dan kewajiban), aspek hukum jaminan kredit (cara pengikatannya), aspek hukum penyelamatan dan penyelesaian kredit bermasalah. Terkait dengan aspek hukum, pada umumnya posisi tawar debitur sebagai peminjam dana berada pada posisi yang lebih lemah dibandingkan dengan kreditur. Banyak yang tidak tahu atau kurang memahami mengenai detail konsekuensi dari perjanjian yang dilakukan. Pihak kreditur hanya memberikan penjelasan ringkas kepada debitur ketika permohonan kredit dilakukan, tanpa diberikan informasi lengkap mengenai poin-poin dalam perjanjian berdasarkan aspek hukum secara lebih mendalam. 6 Hermansyah, 2010, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (edisi Revisi), Kencana Pranda Media Group, Jakarta, hlm 75.
7 Ketika permasalahan terjadi di kemudian hari sering kali debitur yang lebih banyak dirugikan dan mengalami kesulitan dalam penyelesaian masalah yang terkait dengan pihak kreditur (Bank). Setiap perjanjian tentunya menjelaskan tentang hak dan kewajiban. Dan bilamana debitur telah menjalankan kewajibannya, hak debitur sebagai peminjam pun perlu menjadi perhatian pihak kreditur untuk dipenuhi hak-haknya. Saat ini banyak nasabah di wilayah kota Lumajang yang memilih dan mempercayakan layanan kredit pada BRI. Salah satunya adalah kredit usaha yakni kredit yang diberikan untuk kepentingan kelancaran modal kerja nasabah misalnya kredit yang diberikan kepada perusahaan yang bergerak dalam bidang transportasi yang dipergunakan untuk keperluan membeli tambahan sejumlah armada kendaraan, ataupun kredit untuk tambahan modal usaha perkebunan. Mayoritas masyarakat kota Lumajang adalah petani karena secara geografis wilayahnya memiliki kondisi tanah yang sangat subur untuk lahan pertanian dan perkebunan. Sebagai contoh, ada beberapa nasabah seperti Haji Mohamad Adli Sukamto, Marliasih, Sulchan, Siti Rofi'ah, Haji Salehardjo serta Hajjah Ernaningsih (yang untuk selanjutnya disebut debitur Adli Sukamto dkk), mereka bersama-sama mengadakan perjanjian kredit usaha dengan BRI Kantor Cabang Lumajang pada tahun 1991 dengan memberikan beberapa jaminan berupa benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan. Kredit usaha tersebut bertujuan untuk menambah modal usaha perkebunan tebu. Setelah berjalan selama beberapa bulan, nasabah mulai mengalami kesulitan
8 untuk membayar cicilan dan bunga, hingga saat perjanjian kredit berakhir yaitu setelah satu tahun dan mengalami perpanjangan selama satu tahun berikutnya, namun ternyata nasabah wanprestasi dengan sama sekali tidak dapat membayar cicilan dan bunga sampai akhirnya dinyatakan macet pada tahun 1996. Dalam kasus tersebut debitur lebih dari satu orang dan masingmasing debitur tersebut memberikan 2 (dua) benda jaminan berupa tanah dan bangunan sebagai jaminan pelunasan hutang. Hal ini menjadikan kendala tersendiri, terutama berkaitan dengan dilakukannya eksekusi. Eksekusi lelang pernah dilakukan pada tahun 1996 untuk seluruh benda jaminan, namun tidak ada benda jaminan yang berhasil laku terjual. Lelang kedua dilakukan pada tahun 1998 dan berhasil menjual 1 (satu) benda jaminan milik debitur Adli Sukamto dkk namun belum cukup untuk melunasi hutang. Kemudiam terhadap benda-benda jaminan yang tersisa tersebut hingga saat ini belum mendapatkan penyelesaian baik dari pihak kreditur maupun debitur, sehingga penguasaan terhadap benda jaminan masih berada pada BRI Kantor Cabang Lumajang. Meskipun secara lahiriah benda-benda jaminan yang berupa tanah dan bangunan tersebut masih dapat dimanfaatkan dan dikelola oleh debitur sebagai pemilik sah, namun hak-hak dari debitur terhadap tanah dan bangunan tersebut berkurang atau terbatas terutama untuk melakukan perbuatan hukum atas benda-benda jaminan tersebut, misalnya perbuatan hukum jual beli. Padahal tanah dan bangunan memiliki nilai yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut tentunya membawa kerugian bagi debitur Adli Sukamto dkk. Berbagai upaya yang dilakukan oleh debitur Adli
9 Sukamto dkk belum berhasil mengembalikan aset dari penguasaan BRI Kantor Cabang Lumajang. Pada saat terjadi wanprestasi, kreditur memiliki hak untuk melakukan eksekusi baik melalui penjualan dimuka umum (lelang) maupun menawarkan kepada debitur untuk melakukan penjualan di bawah tangan sebagai upaya pelunasan hutang. Pihak kreditur memiliki kewajiban untuk menyelesaikan secara tepat dan cepat agar debitur mendapatkan kepastian hukum terhadap benda jaminan tersebut. Oleh sebab itu penulis ingin mengetahui upaya apa saja yang dapat dilakukan debitur wanprestasi untuk memperoleh kepastian hukum terhadap benda jaminannya tersebut serta bermaksud untuk mengkaji dan menganalisa pertimbangan-pertimbangan yang diberikan oleh bank untuk penyelesaian kredit macet. Penelitian mengenai perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan dalam dunia perbankan belum banyak dilakukan, sehingga perlu dilakukan pengkajian dan penelitian sebagaimana terkait dengan uraian permasalahan diatas. Dalam penelitian ini dilakukan penelian yang berjudul Kajian Yuridis Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan antara BRI Kantor Cabang Lumajang dan Nasabah (Studi Kasus pada perjanjian kredit antara BRI Kantor Cabang Lumajang dan Adli Sukamto dkk). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut:
10 1. Aspek hukum apakah yang dapat digunakan sebagai dasar upaya debitur Adli Sukamto dkk dalam penyelesaian permasalahan kredit macet di BRI Kantor Cabang Lumajang? 2. Apakah pertimbangan pihak kreditur (BRI Kantor Cabang Lumajang) dalam memberikan kepastian hukum terhadap benda jaminan yang berupa tanah dan bangunan yang dibebani hak tanggungan milik debitur Adli Sukamto dkk? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini dapat diperinci sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan mengkaji aspek hukum yang dapat digunakan sebagai dasar upaya debitur Adli Sukamto dkk dalam penyelesaian permasalahan kredit macet. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji pertimbangan pihak kreditur (BRI Kantor Cabang Lumajang) sehingga benda jaminan berupa tanah dan bangunan yang dibebani dengan hak tanggungan milik debitur Adli Sukamto dkk mendapatkan kepastian hukum. D. Keaslian Penelitian Terhadap pokok permasalahan yang hampir sama, sepengetahuan penulis dilakukan oleh : 1. Agustinus Janarko Sigit Prasetio, Program Pasca Sarjana, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, dalam tesis yang berjudul
11 "Penanganan Risiko Kredit Bermasalah pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk cabang Yogyakarta Diponegoro" pada tahun 2012. Dengan rumusan masalah sebagai berikut : a. Bagaimana mekanisme penanganan dan pengelolaan risiko kredit bermasalah, dalam upaya pencegahan dan penyelesaian kredit bermasalah secara efektif dan efisien pada bank danamon cabang Yogyakarta - Diponegoro? b. Kendala apakah yang dihadapi dalam penanganan dan pengelolaan risiko kredit - kredit bermasalah di bank danamon cabang Yogyakarta - Diponegoro? 2. Suarsi Nawir, Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, dalam tesis yang berjudul "Analisis Hukum Tentang Kredit Bermasalah Pada PT. Bank Bukopin Cabang Makasar" pada tahun 2004. Permasalahan dalam tesis tersebut adalah : a. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi terjadinya kredit bermasalah pada PT. Bank Bukopin Cabang Makasar? b. Bagaimana proses penyelesaian secara yuridis terhadap kredit bermasalah pada PT. Bank Bukopin Cabang Makasar? Melihat beberapa penulisan tentang rumusan permasalahan kredit bermasalah tersebut, tentunya penulisan tesis ini memiliki permasalahan yang berbeda, walaupun dalam tesis ini juga membahas tentang kredit bermasalah sebagai salah satu penelitian yang perlu dibahas. Selain mengenai perbedaan pada lokasi dilakukannya penelitian yaitu BRI Kantor Cabang Lumajang,
12 dengan subyek penelitian yang berbeda pula yaitu pihak manajemen BRI Kantor Cabang Lumajang, beberapa debitur yang bersangkutan (Adli Sukamto, dkk) dan narasumber lain yang dianggap dapat memberikan kontribusi dalam penelitian ini, di dalam tesis ini permasalahan yang akan disampaikan juga berbeda yaitu mengenai aspek hukum apakah yang dapat digunakan oleh debitur Adli Sukamto sebagai dasar untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap benda jaminannya serta pertimbangan dan kebijakan BRI Kantor Cabang Lumajang untuk memberikan kepastian hukum terhadap benda jaminan yang berupa tanah dan bangunan yang dibebani dengan hak tanggungan. E. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat, sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis. a. Sebagai masukan untuk akademisi, wacana dalam pengembangan teori-teori dibidang ilmu hukum bisnis khususnya mengenai Hukum Perjanjian, Hukum Perbankan dan Hukum Jaminan; b. Sebagai wacana dalam memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat terutama yang berkaitan dengan klausul-klausul dalam perjanjian pemberian kredit perbankan yang diharapkan dengan adanya penelitian ini maka klausul-klausul dalam perjanjian pemberian kredit tidak lagi merugikan masyarakat atau nasabah bank;
13 c. Untuk melengkapi penjelasan yang telah ada sebelumnya dan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan keilmuan dibidang hukum perbankan khususnya pemberian kredit perbankan dalam upaya melindungi hak-hak konsumen atau nasabah bank. 2. Manfaat Praktis. a. Bagi Pihak Perbankan. Penelitian ini dapat memberikan informasi, masukan dan wawasan bagi pihak perbankan mengenai penyelesaian kredit macet yang telah hapus buku dengan pertimbangan dan kebijakan yang tepat dan cepat. b. Bagi Masyarakat Terutama Nasabah Bank. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan bagi masyarakat pengguna jasa dan produk perbankan khususnya kredit perbankan mengenai resiko dan akibat hukum terhadap benda jaminan yang digunakan sebagai jaminan pelunasan hutang. c. Bagi Pemerintah. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi pemerintah dalam rangka penyusunan peraturan perundang-undangan mengenai Perjanjian Kredit yang lebih mewujudkan perlindungan hukum bagi para pihak terutama dalam hal jaminan pelunasan hutang yang berupa tanah dan bangunan yang dibebani dengan hak tanggungan.