BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan jujur. Namun hingga saat ini, masih ada masalah ketidakjujuran mahasiswa.

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki budi pekerti

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. ( Suryabrata, 2002 : 293 ).

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan. demokratis serta bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan sebuah negara. Maka dari itu, jika ingin memajukan sebuah negara terlebih dahulu

BAB I PENDAHULUAN. belajar baik di sekolah maupun di kampus. Hasil survey Litbang Media Group

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN. positif dalam berbagai aspek, seperti misalnya meningkatkan kemampuan ekonomi,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penilaian bahkan sampai pada penulisan tugas akhir. Cheating merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan suatu bangsa. Pendidikan menjadi sarana dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN. keluarga maupun masyarakat dalam suatu bangsa. Pendidikan bisa. dikatakan gagal dan menuai kecaman jika manusia - manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengubah perilaku

Judul BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. persesuaian dengan perkataan khalq yang berarti kejadian, serta erat hubunganya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. patriotisme, dan ciri khas yang menarik (karakter) dari individu dan masyarakat bangsa

2016 ANALISIS POLA MORAL SISWA SD,SMP,SMA,D AN UNIVERSITAS MENGENAI ISU SAINS GUNUNG MELETUS D ENGAN TES D ILEMA MORAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. warganya belajar dengan potensi untuk menjadi insan insan yang beradab, dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEDISIPLINAN SISWA DALAM MENAATI TATA TERTIB SEKOLAH.

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa juga sekaligus meningkatkan harkat dan. peningkatan kehidupan manusia ke arah yang sempurna.

A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan suatu tempat dimana bagi peserta didik untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan secara umum bertujuan untuk membentuk generasi

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini dilanda era informasi dan globalisasi, dimana pengaruh dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan suatu bangsa dipengaruhi oleh akhlak bangsa tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sangat cepat. Seiring dengan perkembangan zaman, siswa selaku peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Pendidikan dapat dimaknai sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman dan kemajuan ilmu teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat. Hal ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas,

BAB I PENDAHULUAN. sekarang merupakan persoalan yang penting. Krisis moral ini bukan lagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membentuk karakter peserta

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sely Lamtiur, 2014 Model kantin kejujuran bagi pengembangan karakter jujur siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang cerdas, damai, terbuka dan demokratis. Kemajuan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. BAB II pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku mulia. Begitulah kutipan filsuf Yunani, Plato, SM (dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar sangat dibutuhkan perhatian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan

BAB I PENDAHUHUAN. solusinya untuk menghindari ketertinggalan dari negara-negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan di berbagai bidang pendidikan. Pendidikan sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi suatu bangsa, dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gia Nikawanti, 2015 Pendidikan karakter disiplin pada anak usia dini

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

Skripsi Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar derajat sarjana S-1 Psikologi

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan upaya yang terencana dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan dalam mewujudkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga pendidikan mempunyai peranan yang cukup penting dalam membentuk kepribadian, karakter, serta tingkah laku moral para peserta didik. Di bangku sekolah, para peserta didik diajarkan tentang nilai-nilai kejujuran dan tanggungjawab. Para guru bertindak tegas apabila mengetahui adanya ketidakjujuran atau kecurangan yang dilakukan oleh siswa. Peran pendidikan agama khususnya pendidikan agama Islam sangatlah strategis dalam mewujudkan pembentukan karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan dalam aspek keagamaan (aspek kognitif), sebagai sarana transformasi norma serta nilai moral untuk membentuk sikap (aspek afektif), yang berperan dalam mengendalikan perilaku (aspek psikomotorik) sehingga tercipta kepribadian manusia seutuhnya (Ainiyah, 2013). Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu upaya untuk mencapai kesejahteraan. Pendidikan juga berfungsi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik serta untuk membentuk karakter manusia menjadi lebih baik. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 terkait Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 1

2 berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidik sering kali tidak memperhatikan hal-hal yang dapat berdampak pada berkembangnya pendidikan yang berkarakter kuat. Seperti halnya pada maraknya kasus plagiarisme, pemalsuan ijazah, perjokian, tawuran antar pelajar/mahasiswa dan kasus-kasus lainnya yang akan berdampak besar pada kualitas pendidikan. Selama ini, dunia pendidikan diharapkan menjadi tumpuan akhir penjaga nilai-nilai kejujuran dan susila. Namun kenyataannya, virus ketidakjujuran dan budaya kekerasan sudah menyerang dunia pendidikan (Haryanto, 2001). Permasalahan pokok dunia pendidikan yang sebenarnya adalah perilaku menyontek. Menyontek didefinisikan sebagai tindakan kecurangan dalam tes melalui pemanfaatan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah. Bentuk perilaku menyontek yang sering dijumpai adalah meminta informasi dari teman yang berada di dekatnya atau teman yang paling dominan di kelas, memberikan jawaban ke teman lain, dan menyalin jawaban atau tugas dari orang lain (Agustin, Sano, dan Ibrahim, 2013). Hasil penelitian di Amerika pada tahun 2010 yang dilakukan oleh NIMH (National Institute of Mental Health) menunjukkan bahwa dalam waktu seminggu, orang berbohong terhadap 30% orang lain dalam komunitas. Penelitian pada mahasiswa menunjukkan angka 38% jumlah orang yang mereka bohongi. Sehingga dapat diketahui bahwa, dari 100 orang yang diajak berinteraksi dalam

3 waktu seminggu, terdapat 38 orang yang telah dibohongi (Kusmiyati, 2013). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat dilihat bahwa dalam kehidupan sehari-hari pun tidak sedikit orang yang melakukan tindakan ketidakjujuran. Karakteristik seseorang dapat terlihat dari bagaimana individu bertindak di lingkungan masyarakat, jika mereka tidak mampu untuk bertindak jujur, maka perilaku tersebut akan terbawa sampai pada lingkungan yang lebih luas. Hal ini sangat mempengaruhi bagaimana individu berperilaku di dunia pendidikan. Hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 2012, memperlihatkan sebanyak 71% siswa tidak percaya bahwa mengopi materi dari internet merupakan aksi dari mencontek yang cukup serius. 57% pelajar tidak berpikir bahwa menyalin kalimat tanpa mencantumkan sumbernya, berbagi jawaban ujian, atau mendapatkan jawaban dari teman saat ujian merupakan tindakan mencontek yang cukup serius. Selain itu, didapatkan bahwa 53% pelajar berpikir bahwa mencontek bukanlah masalah yang perlu diributkan, serta 34% pelajar mengaku orang tuanya tidak pernah membicarakan hal menyontek kepada mereka. Yang lebih memprihatinkan, 98% pelajar membiarkan teman mereka menyalin tugas atau jawaban yang telah dikerjakan (Nurfuadah, 2012). Masalah menyontek erat kaitannya dengan tes atau ujian. Banyak orang yang beranggapan bahwa menyontek merupakan masalah yang biasa saja, namun ada juga yang memandang serius masalah ini. Dalam masyarakat terdapat anggapan bahwa tolak ukur kecerdasan seseorang ditentukan dari nilai yang didapatkan, bukan karena ilmu, pemahaman, maupun kemampuan yang dimiliki. Tidak sedikit pelajar maupun mahasiswa yang orientasinya hanya pada nilai

4 tinggi, sehingga mereka menggunakan jalan pintas untuk meraih nilai tinggi dan lulus ujian agar mendapat pengakuan dari lingkungan masyarakatnya (Kushartanti, 2009). Pada saat ujian nasional diselenggarakan, kerap sekali terjadi kasus kecurangan, baik dilakukan oleh pihak sekolah maupun oleh siswa. Di beberapa daerah di Jawa Timur dan DKI Jakarta, didapatkan bahwa telah terjadi praktik jual beli kunci jawaban ujian nasional. Mereka rela membayar berapapun untuk mendapatkan kunci jawaban tersebut (Tempo, 2015). Adanya UN diharapkan para pihak yang terkait dapat berperilaku jujur dan bersih dari kecurangan, namun kenyataannya ketidakjujuran tetap saja terjadi dan hal ini telah menjadi budaya di masyarakat kita. Kecurangan yang kerap terjadi, yaitu ditemukannya soal yang bocor, beredarnya kunci jawaban, serta lemahnya pengawasan saat ujian berlangsung. Tidak adanya sanksi berat membuat hilangnya rasa takut untuk berbuat curang. Oleh karena itu, ketidakjujuran tetap saja berlangsung saat UN karena tidak adanya hukuman yang menimbulkan efek jera dan hal tersebut menjadi sebuah kebanggaan bagi para pelaku (Hadi, 2015). Di sekolah maupun perguruan tinggi diberikan mata pelajaran pendidikan agama, yang di dalamnya terkandung materi atau pelajaran tentang sikap jujur atau kejujuran. Terutama untuk sekolah atau institusi yang bergerak di bidang agama memiliki jumlah jam untuk materi agama lebih banyak daripada sekolah umum. Materi pendidikan agama di sekolah menekankan tentang nilai-nilai luhur yang diharapkan tertanam dalam diri siswa setelah mengalami proses belajar. Agama sangat menekankan perilaku jujur kepada seluruh umat manusia. Dalam

5 agama dinyatakan bahwa kejujuran menuju ke jalan kebaikan dan kebaikan menuju ke surga, serta kebohongan menuju ke dosa dan dosa menuju ke neraka (Suparman, 2011). Berdasarkan data pada MTsN di Yogyakarta tahun ajaran 2003/2004 (dalam Azizah, 2006), menunjukkan fakta bahwa terdapat kasus penyimpangan perilaku moral siswa dengan segala variasinya seperti membolos sebanyak 10%, mencontek sebanyak 40%, dan berkelahi sebanyak 5%. Fakta dan fenomena di atas juga terjadi di sekolah lain dengan presentase yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan di sekolah kurang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan moral siswa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suparman (2011) pada sekolah MAN dan SMAN, didapatkan hasil bahwa kualitas perilaku jujur pada siswa MAN lebih tinggi dibandingkan dengan siswa SMAN. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan jumlah jam pelajaran pendidikan agama pada sekolah MAN yang jauh lebih banyak yaitu 5 jam per minggu. Dengan demikian pendidikan agama di sekolah merupakan salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap pembinaan akhlak anak didik, dalam hal ini termasuk sikap jujur. Namun, berdasarkan hasil penelitian dari Azizah (2006) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan religiusitas antara siswa berlatar belakang pendidikan umum dan siswa berlatar belakang pendidikan agama, tetapi dalam hal perilaku moral terdapat perbedaan yang signifikan, dimana siswa berlatar belakang pendidikan umum mempunyai perilaku moral yang lebih tinggi daripada siswa berlatar belakang pendidikan agama.

6 Fenomena menyontek sudah menjadi budaya dalam kehidupan akademik siswa, karena tidak adanya sanksi yang tegas untuk para pelaku kecurangan tersebut. Apabila nilai kejujuran tidak diterapkan sejak dini, maka perilaku ketidakjujuran akan semakin melekat pada diri individu dan semakin berkembang, sehingga beranggapan bahwa kecurangan atau menyontek adalah hal yang wajar dan tidak menimbulkan masalah besar. Hal tersebut akan semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu dan kemajuan teknologi yang pesat, sehingga akan ada berbagai macam cara dan media untuk melakukan kecurangan. Hasil penelitian yang dilakukan pada siswa SMA di salah satu sekolah favorit di Surabaya, dengan sampel 7% dari seluruh siswa (lebih dari 1400 siswa), didapatkan hasil bahwa 80% dari sampel pernah menyontek (52% sering dan 28% jarang), sedangkan media yang paling banyak digunakan sebagai sarana menyontek adalah teman 38% dan meja tulis 26%. Uniknya ada 51% dari siswa yang menyontek, ingin menghentikan kebiasaan buruknya tersebut (Widiawan dalam Musslifah, 2012). Berdasarkan hasil penelitian dari Kustiwi (2014), terdapat 2 hal yang mempengaruhi perilaku menyontek, yaitu persepsi dan motivasi. Pengaruh persepsi menunjukkan bahwa peran guru (informasi tentang plagiat) terhadap siswa dalam tindakan mencontek membawa pengaruh yang cukup besar (54,4%), selain itu internet juga membawa peran penting terhadap siswa (27,8%) dalam memperoleh informasi plagiat, serta lingkungan pergaulan atau teman juga mempengaruhi persepsi sesorang terhadap perilaku menyontek (50,6%). Motivasi siswa untuk melakukan plagiat yaitu adanya keinginan untuk menghindari

7 kegagalan (24,1%) dan disertai dengan dorongan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu untuk mencapai prestasi yang maksimal. Bentuk perilaku yang muncul yaitu dengan melakukan copy paste dari internet sebanyak 41,8% dan yang melakukan copy paste dari teman sebanyak 6,3% dengan tujuan untuk mempercepat penyelesaian tugas. Kejujuran merupakan segala tindakan yang dilakukan melalui perbuatan maupun ucapan yang dikeluarkan dari hati dan sesuai dengan fakta. Perilaku jujur pada zaman sekarang sulit sekali ditemukan, karena para siswa merasa tidak percaya diri dengan apa yang diperbuat dan beranggapan akan berdampak buruk pada dirinya sendiri. Kejujuran hendaknya diterapkan sejak dini dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat, agar kedepannya menjadi kebiasaan yang positif pada diri sendiri dan dapat memberikan contoh pada lingkungan sekitarnya (Kusmiyati, 2013). Kejujuran merupakan sikap penting yang harus dimiliki oleh setiap individu. Sebagai panutan dan harapan bagi bangsa, sudah selayaknya generasi muda di dunia pendidikan harus berlandaskan kejujuran dalam segala hal terutama dalam hal akademik. Kejujuran dalam diri individu terbentuk dari faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mengembangkan perilaku kejujuran maupun ketidakjujuran akademik pada mahasiswa. Tingkat kejujuran yang terdapat pada mahasiswa dipengaruhi oleh hubungan-hubungan sosial di lingkungannya (Arianto, 2013).

8 Nilai kejujuran dilandasi oleh nilai-nilai religius dan nilai-nilai etika moral yang berlaku secara umum. Dalam dunia pendidikan, nilai kejujuran perlu dikembangkan untuk menghasilkan sumber daya yang dapat menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. Pendidik atau dosen memiliki peranan penting dalam membangun karakter, kepribadian, dan intelektual peserta didik. Penanaman nilai jujur hendaknya telah diterapkan sejak dini, karena hal tersebut sangat mempengaruhi bagaimana individu bertindak di masa depan (Emosda 2011). Berdasarkan uraian fenomena di atas, penulis tertarik untuk meneliti bentuk-bentuk kejujuran akademik dan ketidakjujuran akademik pada siswa SMA yang berbasis agama. Oleh karena itu permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan, yaitu bagaimana bentuk-bentuk perilaku kejujuran dan ketidakjujuran akademik pada siswa SMA yang berbasis agama serta apa tujuan yang mendasarinya?. Adapun judul yang dipilih adalah Kejujuran dan Ketidakjujuran Akademik pada Siswa SMA yang Berbasis Agama. B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk-bentuk kejujuran dan ketidakjujuran akademik pada siswa SMA yang berbasis agama serta mengungkap tujuan yang mendasari dari perilaku tersebut. C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Untuk subjek, penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk evaluasi diri agar tidak melakukan kecurangan akademik dan mempertahankan serta menerapkan perilaku kejujuran dalam diri sendiri dan orang lain.

9 2. Untuk pendidik, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menerapkan pendidikan mengenai nilai kejujuran di lingkungan akademik. 3. Untuk orang tua, penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam menanamkan benih-benih kejujuran pada diri anak dan lebih menghargai proses daripada hasil akhir. 4. Untuk memperkaya khazanah ilmu psikologi, penelitian ini dapat memberi sumbangan terutama dalam bidang psikologi pendidikan karakter karena hasil penelitian ini memberi gambaran mengenai karakter siswa terkait perilaku jujur dan tidak jujur dalam bidang akademik.