BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata mangrove dipakai sebagai pengganti istilah kata bakau untuk menghindari salah pengertian dengan hutan yang melulu terdiri atas Rhizophora spp., (Soeroyo.1992: 1). Seager, dkk (1983 dalam Noor, dkk. 2016: 1.) menyebutkan bahwa jenis pohon atau belukar yang tumbuh di antara batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove. Hutan mangrove ditemukan di sepanjang pantai berlumpur yang terlindung dari hempasan angin dan arus laut. Mangrove dapat tumbuh di lumpur, pantai berbatu atau pantai berkarang (Kotimura, dkk. 1997: 97), terdiri atas jenis-jenis pohon Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa (Noor, dkk. 1999: 1). Hutan mangrove terbesar di Asia Tenggara ditemukan di Indonesia (60% dari total luas hutan mangrove di Asia Tenggara), Malaysia (11,7%), Myanmar (8,8%), Papua Nugini (8,7%), dan Thailand (5,0%) (Giesen dkk. 2006: 2). Di tahun 1996, hutan mangrove mengalami penurunan, tersisa 3.533.600 ha, dengan 15 famili, 18 genus, dan 41 spesies dari mangrove sejati dan 116 mangrove asosiasi (Kotimura, dkk. 1997: 98). RRL (1999) mengatakan luas hutan mangrove Indonesia tinggal 9,2 juta ha (3,7 juta ha dalam kawasan hutan dan 5,5 juta ha di luar kawasan). 1
Lebih dari setengah hutan mangrove yang ada (57,6%) ternyata dalam kondisi rusak parah dan di antaranya 1,6 juta ha dalam kawasan hutan dan 3,7 juta ha di luar kawasan hutan. Kecepatan kerusakan mangrove mencapai 530.000 ha/th (Chairil Anwar dan Hendra Guanawan. 2007: 24). Hutan mangrove di Pulau Jawa, pada tahun 1985 seluas 170.500 ha, namun pada tahun 1997 tinggal 19.077 ha (11,19%). Penyusutan terbesar terjadi di Jawa Timur, dari luasan 57.500 ha tinggal 500 ha (8%), di Jawa Barat dari 66.500 ha tinggal kurang dari 5.000 ha (7,5%), dan di Jawa Tengah dari 46.500 ha tinggal 13.577 ha (29%). Sementara luas tambak di Pulau Jawa adalah 128.740 ha yang tersebar di Jawa Barat (50.330 ha), Jawa Tengah (30.497 ha), dan Jawa Timur (47.913 ha). Apabila pengadaan lahan tambak dengan mengubah hutan mangrove terus dilakukan, maka kemungkinan besar akan sangat sulit menemukan hutan mangrove di Jawa (Giesen, 1993; Republika, 23/7/2002). Taman Nasional Baluran merupakan salah satu kawasan konservasi di Pulau Jawa yang secara administrasi pemerintahan masuk dalam wilayah Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo. Taman Nasional Baluran secara geografis terletak pada 7 29 10-55 LS dan 114 39 10 BT dengan luas ± 25.000 Ha. Di dalam kawasan konservasi ini terdapat 444 jenis flora yang tergolong dalam 87 familia. Jenis - jenis tersebut terdiri dari 24 jenis tumbuhan eksotik, 265 jenis tumbuhan penghasil obat dan 37 jenis 2
merupakan tumbuhan yang hidup pada ekosistem mangrove (Arif Pratiwi. 2005: 69). Hutan mangrove sebagai salah satu pembentuk ekosistem di kawasan Taman Nasional Baluran mempunyai beberapa manfaat di antaranya, yaitu sebagai sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis flora dan fauna, wahana pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan, serta berpotensi dikembangkan sebagai objek wisata selain itu sistem perakaran mangrove yang rapat mampu menahan dan mengikat sedimen (lumpur) sehingga tidak memcemari ekosistem terumbu karang. Berdasarkan penelitian Sudarmadji (2009: 16-17), luas keseluruhan hutan mangrove di Taman Nasional Baluran adalah 416,093 ha. Hutan mangrove tersebut mengalami ancaman di antaranya adalah pencurian kayu jenis R. apiculata oleh masyarakat, pencurian kayu ini berada di blok Pantai Popongan, sementara di blok Perengan terjadi pencurian akar Sonneratia moluccensis. Pencurian belum merambah ke blok lainnya namun dimungkinkan pencurian akan menyebar di seluruh blok Taman Nasional Baluran. Ancaman lain adalah pengambilan nener, walaupun sebenarnya tidak merusak vegetasi mangrove secara langsung, akan tetapi pembongkaran batu yang berserakan di tepi pantai dan kemudian disusun sebagai batas petak pengambilan nener telah menghilangkan kesempatan terjadinya endapan lumpur atau pasir yang dapat ditahan oleh batu-batu tersebut, sehingga menghilangkan kesempatan perluasan hutan mangrove (Arif Pratiwi. 2005: 4). 3
Selain permasalahan di atas, sampah juga menjadi ancaman yang serius. Sampah yang hanyut dan tidak dapat terurai akan menghambat perkembangan vegetasi mangrove. Sampah yang berada di permukaan tanah membuat semaian yang jatuh tidak dapat menancap. Semaian yang sudah hidup juga berkemungkinan tertimbun sampah, yang mengakibatkan kematian (Arif Pratiwi. 2005: 4). Sampah tersebut ditemukan pada beberapa lokasi di hutan Mangrove Pantai Bama hingga Dermaga Lama. Pantai Bama merupakan salah satu tujuan utama wisatawan yang berkunjung ke Taman Nasional Baluran. Pantai ini adalah pantai landai dan berpasir putih serta mempunyai formasi terumbu karang. Dasar Pantai Bama memiliki empat jenis substrat, yaitu pasir, lumpur, lamun dan terumbu karang. Perairan Pantai Bama merupakan daerah pantai yang tidak terdapat muara sungai (Prima Tegar. 2014: 5). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sudarmadji dan Sulistyawati (1994: 137), Pantai Bama memiliki jenis tumbuhan mangrove seperti R. stylosa, R. apiculata, B. gymnorrhiza dan S. alba. Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas. Keanekaragaman spesies yang tinggi menunjukkan bahwa komunitas tersebut memiliki kompleksitas tinggi karena interaksi spesies yang terjadi dalam komunitas itu sangat tinggi. Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi jika komunitas tersebut disusun 4
oleh banyak spesies dengan jumlah individu yang relatif sama atau merata, begitupun sebaliknya (Indrianto. 2016: 146). Penelitian mengenai keanekaragaman dan struktur vegetasi telah banyak dilakukan namun selalu terjadi perubahan keanekaragaman jenis dan struktur vegetasinya, ini dapat terjadi karena aktivitas manusia. Seperti halnya di Taman Nasional Baluran khususnya blok Bama, yang merupakan tujuan utama wisatawan saat berkunjung, oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian keanekaragaman jenis dan struktur vegetasi mangrove karena hasil penelitian tersebut dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan perubahan lingkungan pada masa yang akan datang serta sebagai pertimbangan pengelolaan jangka panjang. B. Identifikasi Masalah Berikut beberapa permasalahan yang ada di Taman Nasional Baluran: 1. Belum ada inventarisasi ulang mengenai keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. 2. Belum diketahui pola sebaran jenis tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran Jawa Timur. 3. Belum diketahui zonasi tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran Jawa Timur. 5
4. Belum diketahui dampak aktivitas manusia terhadap keanekaragaman mangrove, di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran Jawa Timur. 5. Belum dibuat atlas mangrove di Taman Nasional Baluran Jawa Timur. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah maka penelitian ini dibatasi pada identifikasi, keanekaragaman dan pola sebaran jenis tumbuhan mangrove, serta zonasi tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas, maka masalah penelitian yang dapat dirumuskan yaitu: 1. Bagaimana keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran Jawa Timur? 2. Bagaimana pola sebaran jenis tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran Jawa Timur? 3. Bagaimana zonasi tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran Jawa Timur? E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran Jawa Timur. 6
2. Pola sebaran jenis tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran Jawa Timur. 3. Zonasi tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran Jawa Timur. F. Manfaat Penelitian Adanya penelitian ini dapat memberikan informasi keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove, pola sebaran jenis tumbuhan mangrove dan zonasi tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Bagi Pengelola Taman Nasional Baluran data tersebut dapat dijadikan sebagai bahan masukan, pertimbangan dan pengambilan kebijakan dalam pengelolaan kawasan wisata mangrove. G. Batasan Operasional 1. Mangrove Mangrove merupakan jenis pohon atau belukar yang terdapat di sepanjang garis pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Hanley, dkk. 2014: 7) 2. Keanekaragaman Keanekaragaman merupakan parameter ekologi yang digunakan untuk mengukur stabilitas suatu komunitas (Ghufran H Kordi. 2012: 226). 7
3. Zonasi Zonasi merupakan pembagian atau pemecahan suatu areal menjadi beberapa bagian, sesuai dengan kemampuan adaptasi tumbuhan tersebut. (Soeroyo. 1992: 5). 4. Pola Sebaran Pola sebaran adalah gambaran penyebaran tumbuhan di ruang horizontal, yang menuruti tiga pola yaitu acak, seragam, bergerombol atau mengelompok (Odum. 1993: 255). 5. Taman Nasional Baluran Taman Nasional Baluran merupakan salah satu kawasan konservasi di Pulau Jawa. Secara geografis terletak pada 7 29 10-55 LS dan 114 39 10 BT dengan luas ± 25.000 Ha. Di dalam kawasan konservasi tersebut terdapat 444 jenis flora yang tergolong dalam 87 familia. Jenis - jenis tersebut terdiri dari 24 jenis tumbuhan eksotik, 265 jenis tumbuhan penghasil obat dan 37 jenis merupakan tumbuhan yang hidup pada ekosistem mangrove (Arif Pratiwi. 2005: 69). 8