SIFAT PEMESINAN KAYU DOLOK DIAMETER KECIL JENIS MANGLID (Manglieta glauca Bl.) Oleh: Mohamad Siarudin dan Ary Widiyanto Balai Penelitian Teknologi Agroforestry, Jl Raya Ciamis-Banjar KM 4, Ciamis Perkembangan hutan rakyat dewasa ini semakin diperhitungkan sebagai alternatif pemasok kebutuhan kayu yang selama ini lebih banyak berasal dari hutan alam. Hutan rakyat yang terkonsentrasi di Jawa, yaitu seluas 778.253,26 ha, atau 49,6% dari total luas hutan rakyat di Indonesia, memiliki kontribusi yang cukup baik dalam memasok kebutuhan kayu. Menurut Astraatmaja (2000) produksi log dari hutan rakyat mencapai 32,47% dari total produksi log di Jawa. Persentase tersebut bahkan didapatkan dari luasan hanya 13,23% dari total luas hutan negara dan hutan rakyat di Jawa. Manglid ( Manglieta glauca Bl.) merupakan jenis yang banyak dikembangan di hutan rakyat Jawa. Walaupun tidak terdapat data pasti mengenai potensi jenis ini, pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ketersediaan jenis ini cukup banyak di hutan rakyat, khususnya di Jawa Barat. Jenis ini menjadi salah satu jenis andalan Jawa Barat dan masih terus dikembangkan dalam kegiatan-kegiatan penghijauan. Menurut Djam an (2008), manglid di Jawa Barat sudah banyak dibudidayakan dengan masa penebangan setiap 35 tahun dengan hasil 12,1 m³/ha. Manglid dikenal masyarakat sebagai bahan baku pembuatan perkakas meja, kursi, almari, konstruksi ringan dll. Menurut Seng (1990), kayu manglid memilik berat jenis 0,32-0,58 dengan kelas kuat III-IV dan kelas awet II. Namun demikian kendala yang sering dijumpai dalam pemanfaatan jenis ini adalah rentan terhadap serangan jamur dan rayap, serta kayu yang mudah retak dan kurang stabil. Disamping itu pemanfaatan jenis ini belum banyak didukung informasi hasil-hasil penelitian mengenai karakteristik penggergajian maupun sifat pengerjaan kayunya. Pengelolaan hutan rakyat jenis manglid tidak berbeda dengan karakteristik hutan rakyat di Jawa pada umumnya, yaitu dikelola secara tradisional tanpa input teknologi yang memadai. Selain itu, jenis manglid ini juga menjadi salah satu pilihan 1
masyarakat karena termasuk jenis cepat tumbuh ( fast growing). Sementara menurut Abdurachman dan Hadjib (2006), jenis -jenis cepat tumbuh dari hutan rakyat umumnya menghasilkan mutu kayu relatif rendah karena selain berumur muda, juga mengandung banyak cacat seperti mata kayu, miring serat, cacat bentuk dan sebagainya. Rendahnya mutu kayu rakyat jenis manglid juga diduga disebabkan penggunaan bibit yang tidak berkualitas serta teknik pemeliharaan yang tidak intensif. Sebagaimana menurut Sabarnudin (2005) kelemahan yang nampak pada sisi silvikultur antara lain berhubungan dengan mutu bibit atau benih, dan pemeliharaan selanjutnya. Bibit tanaman umumnya berasal dari semai alam seadanya, walaupun mungkin sudah dilakukan "peningkatan" genetik dengan memilih benih atau bibit dari induk yang terbaik. Selanjutnya petani pemilik hutan rakyat nampaknya secara sadar sengaja hanya mengalokasikan sedikit waktunya untuk pemeliharaan hutannya, karena menganggap menanam pohon tidak harus intensif. Salah satu tahapan pengelolaan hutan rakyat yang masih menjadi kendala saat ini antara lain tidak dikuasainya teknik pengolahan kayu yang baik, terutama di industri-industri kecil penggergajian dan pengolahan kayu yang menjadi penampung hasil kayu rakyat. Pelaku industri kecil sebagian besar belum menguasai dengan baik teknik-teknik peningkatan mutu kayu seperti teknik pengawetan kayu, pengeringan kayu, perekatan kayu dll. Hal ini juga disebabkan masih terbatasnya hasil-hasil penelitian mengenai teknologi peningkatan mutu kayu jenis ini. Mutu bahan baku kayu rakyat jenis manglid yang relatif rendah dan kurangnya dukungan teknik pengolahan yang baik menyebabkan diversifikasi pemanfaatan kurang beragam dan tidak efisien. Hal ini menyebabkan rendahnya rendemen pemanfaatan serta tingginya limbah baik pada saat penebangan, penggergajian, maupun pengolahan kayu. Salah satu jenis limbah yang banyak terdapat dalam pemanfaatan jenis manglid untuk pertukangan adalah limbah dolog diameter kecil (di bawah 15 cm). Secara umum Dulsalam et al (2000) menyatakan bahwa limbah pembalakan hutan tanaman adalah sebesar 10% yang berupa dolog berdiameter lebih dari 10 cm dan limbah berdiameter kurang dari 10 cm. Limbah dolog diameter kecil ini umumnya dimanfaatkan untuk kayu bakar dengan nilai tambah yang relatif kecil. 2
Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan sifat pemesinan dolog manglid diameter kecil yang berasal dari hutan rakyat. Pengujian sifat pemesinan yang dilakukan mencakup pengolahan kayu secara umum seperti penyerutan, pembentukan, pembubutan, pengeboran, pembuatan lubang persegi dan pengampelasan untuk menentukan kualitas pengerjaan kayu menggunakan mesinmesin komersil (ASTM, 1981). Bahan dan metode A. Bahan dan Peralatan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 dolok manglid dengan diameter < 15 cm yang berasal dari limbah tebangan hutan rakyat di Desa Sodonghilir, Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya. Pengujian sifat pemesinan dilakukan di Laboratorium Pengerjaan Kayu Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor. B. Metode Penelitian 1. Pembuatan contoh uji Dolok manglid dibuat menjadi papan dengan ukuran 125 cm x 12 cm x 2 cm sejumlah 15 lembar dan dibiarkan hingga mencapai kadar air kering udara. Papanpapan yang dijadikan sebagai contoh uji tersebut dipilih papan yang bebas cacat baik cacat alami, cacat fisik maupun biologis. 2. Pengujian Penilaian sifat pemesinan didasarkan pada perbandingan luas bagian permukaan bagian permukaan yang cacat per total luas seluruh permukaan, dinyatakan dalam persen. Pengamatan cacat menggunakan alat bantu loupe dengan pembesaran 10 kali. Jenis cacat yang diamati secara visual pada masing-masing sifat meliputi; serat berbulu (fuzzy grain), serat patah (torn grain), serat terangkat (raised grain) tanda serpih (chip mark), bekas garukan (scratching), penghancuran (crushing), kelicinan (smoothness), penyobekan (tear out) dan kekasaran (roughness) 3
Hasil pengujian sifat pemesinan kayu manglid dari dolok diameter kecil disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Sifat pemesinan kayu manglid diameter kecil Jenis Cacat Sifat Pemesinan (%) Penyerutan Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan Serat berbulu (fuzzy grain) Serat patah (torn grain) Serat terangkat (raised grain) Tanda serpih (chip mark) Bekas garukan (scratching) Penghancuran (crushing) Kelicinan (smoothness) Penyobekan (tear out) Kekasaran (roughness) Total cacat (total of defects) (%) Bebas cacat (free of defect) (%) Kelas mutu (class of quality) Mutu pemesinan (qualiy of machining) 11 23,33 7,33 11 25 0 - - - 14 0 0 - - - 7 0 - - - - - 6,33 - - - - - 27 - - - - 0 - - - - 0 - - - - - 0 18 23,33 13,66 38 39 82 76,67 86,34 62 61 I II I II II Sangat baik Baik Sangat baik Baik Baik Tabel 1 memperlihatkan bahwa cacat serat berbulu pada kayu manglid yang berasal dari dolok diameter kecil. Berdasarkan persentase cacat yang terukur, kayu manglid dari dolok manglid diameter kecil memiliki sifat pemesinan baik sampai sangat baik atau kelas mutu I sampai II. Manglid memiliki sifat penyerutan dan pengampelasan yang sangat baik atau kelas mutu I. Hal ini menunjukkan bahwa dolok manglid diameter kecil ini cocok untuk produk yang memerlukan tampilan permukaan yang baik seperti mebelair, kerajinan dll. Sementara sifat pembentukan yang baik memungkinkan dolok manglid diameter kecil untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku produk kayu bentukan ( moulding) dengan lebar papan terbatas seperti 4
profil dan papan sambung. Papan sambung dengan sistem finger joint dan tongue & groove yang memerlukan sifat pembentukan baik dapat diaplikasikan pada papan manglid. Sifat pemboran yang baik memungkinkan aplikasi pemboran papan manglid seperti penyambungan dengan pasak atau dowel. Demikian juga dengan sifat pembubutan yang baik memungkinkan pemanfaatan manglid untuk pembuatan kerajinan dengan aplikasi pembubutan. Meskipun demikian dari Tabel 1 terlihat bahwa cacat terbanyak (39 buah) atau bebas cacat terkecil (61%) terdapat pada proses pembubutan, dengan ditemukannya banyak serat berbulu dan serat tegak. Hal ini dimungkinkan terjadi akibat proses penggergajian yang tidak sejajar arah serat. Davis (1962) dalam Asdar (2010) mengemukakan cara mencegah dan mengatasi permasalahan cacat kayu yang terjadi selama proses pemesinan. Serat terangkat dan berbulu dapat dikurangi dengan menggunakan pisau yang tajam, kadar air di bawah 12%, serta grinding bevel 30-40. Cacat serat patah dapat dicegah dengan menambah jumlah keratan per inci (knife cuts per inch) dan untuk menghilangkannya diperlukan pengampelasan yang lebih banyak dibanding untuk menghilangkan serat terangkat dan serat berbulu. Untuk menghindari tanda garukan selama proses pengampelasan, maka jenis ampelas yang digunakan harus disesuaikan dengan tekstur kayu, semakin halus teksturnya, semakin halus pula ampelas yang harus digunakan. Sedangkan menurut Szymani (1989) dalam Asdar (2010), serat patah pada kayu yang seratnya bergelombang atau berpadu dapat diatasi dengan mengurangi sudut kerat pisau menjadi 15 atau bahkan 10. 5
Gambar 1. Contoh Uji Kayu Manglid dalam Pengujian Sifat Pemesinan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pengujian ini adalah kayu manglid yang berasal dari dolok diameter kecil memiliki mutu pemesinan yang sangat baik (kelas mutu I) pada sifat penyerutan dan pengampelasan, serta memiliki mutu pemesinan baik (kelas mutu II) pada sifat pembentukan, pemboran dan pembubutan. Berdasarkan sifat pemesinannya, kayu manglid yang berasal dari dolok diameter kecil memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai produk yang memerlukan tampilan halus dan konstruksi ringan seperti mebelair dan produk kerajinan. DAFTAR PUSTAKA Abdurachman, dan N, Hadjib, 2006, Pemanfaatan Kayu Hutan Rakyat untuk Komponen Bangunan. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Abdurachman, A.J. dan S. Karnasudirdja, 1982. Sifat Pemesinan Kayu-Kayu Indonesia. Laporan No. 160. Balai Penelitian Hasil Hutan. Bogor. American Society for Testing and Meterial (ASTM). 1981. Annual Book of ASTM Standards. Part 22: Wood; Adhesives. Philadelphia. USA. pp. 494-520 Anonim, 2007. Manglid (Manglieta glauca Bl.), Lembar Informasi Teknis Jenis-Jenis Pohon untuk Hutan Rakyat. Balai Penelitian Kehutanan Ciamis. Ciamis. 6
Asdar, M. 2010. Sifat Pemesinan Kayu Surian ( Toona sinensis (Adr.Juss.) M.J. Roemer) dan Kepayang (Pangium edule Reinw.). Jurnal Hasil Hutan Vol 28 No 1 tahun 2010. Pusat Penelitian Hasil Hutan. Bogor. Djam an, D.F., 2006. Mengenal Manglid ( Manglieta glauca Bl,), Manfaatnya dan Permasalahan. Majalah Kehutanan Indonesia Edisi VI. Jakarta. Dulsalam, D. Tinambunan, I. Sumantri dan M. Sinaga, 2000. Peningkatan efisiensi pemanenan kayu bulat sebagai bahan baku industri. Makalah utama pada Seminar Hasil Penelitian Pusat Litbang Hasil Hutan, Bogor 7 Desember 2007. Malik, J., dan O. Rachman, 2002. Sifat Pemesinan Lima Jenis Kayu Dolok Diameter Kecil dari Jambi. Buletin Penelitian Hasil Hutan Vol. 20 (5): 401-412. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor Rachman, O., dan J. Malik, 2008. Penggergajian dan Pengerjaan Kayu, Pilar Industri Perkayuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Sabarnudin, S., 2005. Observasi terhadap Sistem Silvikultur Hutan Rakyat dan Arah Perbaikanny. www.fkkm.org/artikel/index.php. Diakses pada tanggal 24 Januari 2008. Seng, O.D., 1990. Spesific Grafity of Indonesian Woods and Its Significance for Practical Use, Diterjemahkan oleh Suwarsono P,H, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Departemen Kehutanan Indonesia. Bogor. Indonesia. 7