HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL PADA REMAJA DI SMP WAHID HASYIM, MALANG Dedes Supriadi 1), Atti Yudiernawati 2), Yanti Rosdiana 3) 1) Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2) Dosen Program Studi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Malang 3) Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang Email : jurnalpsik.unitri@gmail.com ABSTRAK Individu yang memiliki kecerdasan emosional yang baik mudah berinteraksi dengan orang yang ada di sekilingnya dapat membuat seseorang menyusun pola pengaturan dirinya ketika berinteraksi dengan orang yang ada di dalam lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosi dengan perkembangan sosial pada remaja di SMP Wahid Hasyim Dinoyo Kota Malang. Desain dalam penelitian ini adalah korelasi dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah remaja SMP Wahid Hasyim Dinoyo Kota Malang berjumlah 104 orang. Sampel sebanyak 31 orang. Pengambilan sampel Simple Random sampling. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji statistik Spearman rank (p<0,05). Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar (77,4%) kecerdasan emosional responden masuk kategori cukup sebanyak 24 orang. Sebagian besar (71,%) perkembangan sosial responden masuk kategori baik sebanyak 22 orang. Hasil analisis didapatkan nilai p= 0,034< 0,05, artinya terdapat hubungan kecerdasan emosional dengan perkembangan sosial pada remaja di SMP Wahid Hasyim Dinoyo Kota Malang. Hal ini menunjukan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh pada perkembangan sosial remaja. Kata kunci : Kecerdasan Emosional, Perkembangan Sosial. 332
THE RELATIONSHIP OF EMOTIONAL INTELLIGENCE WITH SOCIAL DEVELOPMENT OF ADOLESCENTS IN JUNIOR HIGH SCHOOL OF WAHID HASYIM, MALANG ABSTRACT Individuals who have good emotional intelligence easily interact with those around them can make a person arrange the pattern of self-regulation when interacting with people around them. This research aimed to know the relationship of emotional intelligence with social development of adolescents in Junior High School of Wahid. The design in this research was correlation using cross sectional approach. The population of this study was junior high school Wahid Hasyim Dinoyo Malang City amounted to 104 people. Sample was 31 people, chosen by simple random sampling. The data obtained were analyzed using Spearman rank test (p<0.05). Based on the results of research, most emotional intelligence of respondents (77.4%) was categorized into enough category as many as 24 people. Most social development of respondents (71%) was in good category as many as 22 people. The analysis results obtained p value= 0.034 <0.05, it means there is a relationship of emotional intelligence with social development of adolescents in Junior High School of Wahid. This showed that emotional intelligence affects teenage social development. Keywords: Emotional Intelligence, Social Development PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa. Berkaitan dengan masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung sekitar masa di mana individu duduk di bangku sekolah menengah (Ali & Asrori, 2008). Masa awal perkembangan remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi dan peralihan. Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih pada sebuah peralihan dari tahap perkembangan sebelumnya ketahap berikutnya. Artinya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang. Masa remaja 333
merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa, dan pada masa ini individu mengalami perubahanperubahan jasmani, kepribadian, intelektual, dan peranan di dalam keluarga maupun di lingkungan. Sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan sebagai konsekuensi dari masa peralihan atau masa transisi ini (Gunarsa, 2003). Dengan kata lain, terjadi gejolak dalam diri remaja. Perubahan selama masa awal masa remaja terjadi dengan pesat, salah satunya adalah meningginya emosi. Hurlock (1999) menyatakan bahwa keadaan emosi remaja berada pada periode badai dan tekanan (storm and stress) yaitu suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Adapun Meningginya emosi terutama karena para remaja berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi dan harapan baru. Keadaan ini menyebabkan remaja mengalami kegagalan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya, sehingga masa remaja sering dikatakan sebagai usia bermasalah. Masalah-masalah yang terjadi pada remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi juga dikarenakan para remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan keluarga, orangtua dan guru. Selain itu, remaja juga dituntut untuk bertanggung jawab terhadap pengendalian perilaku sosialnya sendiri, sesuai dengan harapan sosial (Hurlock, 2000). Perilaku remaja dipengaruhi oleh emosi dan perkembangan sosial yaitu lingkungan sekitarnya. Perkembangan emosi pada remaja awal menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa ataupun situasi sosial, emosinya bersifat negatif dan temperamental (Yusuf, 2001). Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan temanteman sebaya serta aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Masa remaja yang identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif. Bila aktivitas-aktivitas yang dijalani di sekolah (pada umumnya masa remaja lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah) tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka remaja seringkali meluapkan kelebihan energinya ke arah yang tidak positif, seperti tawuran dan lainnya. Hal ini menunjukkan betapa besar gejolak emosi yang ada dalam diri remaja bila berinteraksi dalam lingkungannya (Mu tadin 2002 dalam Musdafilah, 2007). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa individu dapat berinterksi dengan baik pada lingkungannya akan menjadikan individu tersebut memiliki 334
perkembangan sosial yang baik. Namun pada saat yang bersamaan, tidak kelihatan terlalu jelas hasil dari interaksi antara individu yang satu dengan individu yang lain atau kelompok lainnya. Seorang individu bisa beradaptasi dan berkembang terhadap lingkungannya. Dengan demikian, individu yang memiliki kecerdasan emosional yang baik mudah berinteraksi dengan orang yang ada disekilingnya. Seseorang bisa menyusun pola pengaturan dirinya ketika berinteraksi dengan orang yang ada di dalam lingkungannya. Ia bisa berinteraksi dengan lingkungan yang baru dan perilaku yang sudah mapan, untuk selanjutnya menyusun paradigma baru yang lebih sesuai dengan lingkungan sekitarnya (Jalil, 2012). Berdasarkan hasil pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan mewawancarai 5 orang siswa di SMP Wahid Hasyim Dinoyo Kota Malang. 4 orang siswa mampu menghibur diri sendiri (berinteraksi) dan mampu membuang rasa keterasingan terhadap lingkungan baru, rasa keterasingan itulah yang disebut sebagai kecerdasan emosional. 1 orang merasa tidak dapat menyesuaikan diri dan sulit bergaul dengan teman yang ada di kelasnya, sehingga anak tersebut merasa diasingkan oleh teman sekelasnya. Tujuan Penelitian untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosi dengan perkembangan sosial pada remaja di SMP Wahid Hasyim Dinoyo Kota Malang METODE PENELITIAN Desain penelitian ini menggunakan desain korelasi. Berdasarkan waktunya, penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah remaja di SMP Wahid Hasyim Dinoyo Kota Malang berjumlah 104 orang. Sampel pada penelitian ini sebanyak 31 orang melalui teknik simple random sampling. Kriteria Inklusi pada penelitian ini adalah remaja yang sekolah di SMP Wahid Hasyim Dinoyo Kota Malang, bersedia menjadi responden, bisa membaca dan menulis. Dalam penelitian ini dilakukan uji statistik dengan metode analisa uji korelasi spearman.rank (p < 0,05). HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur Responden Umur f (%) 13 Tahun 2 6,5 14 Tahun 17 54,8 15 Tahun 12 38,7 Total 31 100 Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui bahwa sebagian besar (54,8%) responden berusia 14 tahun sebanyak 17 orang. Hampir sebagian (38,7%) 335
responden berusia 15 tahun sebanyak 12 orang. Tabel 2. Distribusi frekuensi jenis kelamin responden Jenis Kelamin f (%) Laki-laki 22 71 Perempuan 9 29 Total 31 100 Berdasarkan Tabel 2. dapat diketahui bahwa sebagian besar (71%) responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 22 orang. Tabel 3. Karakteristik kecerdasan emosional Kecerdasan Emosional f (%) Kurang Baik 1 3,2 Cukup 24 77,4 Baik 6 19,4 Total 31 100 Berdasarkan Tabel 3. dapat dilihat bahwa sebagian besar (77,4%) kecerdasan emosional responden masuk kategori cukup sebanyak 24 orang. Tabel 4. Berdasarkan karakteristik perkembangan sosial Perkembangan Sosial f (%) Kurung Baik 0 0 Cukup 9 29 Baik 22 71 Total 31 100 Berdasarkan Tabel 4. dapat dilihat bahwa sebagian besar (71%) perkembangan sosial responden masuk kategori baik sebanyak 22 orang. Uji statistik pada penelitian ini menggunakan teknik komputerisasi SPSS 17 for windows, dengan uji statistik yang digunakan adalah Sperman Rank. Analisis dengan menggunakan teknik ini dengan tingkat signifikasi (α) sebesar 0,05 dan tingkat kesalahan 95%. Berdasarkan hasil perhitungan didapat p value = 0,034 < α (0,05) yang berarti H 0 ditolak H 1 diterima, artinya ada hubungan antara Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Perkembangan Sosial Pada Remaja Di SMP Wahid Hasyim Dinoyo Kota Malang. Hasil penelitian didapatkan, sebagian besar (77,4%) kecerdasan emosional responden masuk kategori sedang sebanyak 24 orang. Sebagian kecil (19,4%) kecerdasan emosional responden masuk kategori baik sebanyak 6 orang. Menurut peneliti Remaja yang miliki kecerdasan emosional baik atau cukup tentunya memiliki banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktornya adalah faktor internal. Faktor internal terbagi dua yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Faktor jasmani berhubungan dengan kesehatan individu tersebut. Jika individu sehat dan dapat beraktifitas, maka kecerdasan emosional juga akan menjadi baik. Individu yang sakit akan merasa tergangggu dengan keadaan yang ada. Keadaan tersebut tentunya rasa tidak nyaman yang adalam diri sendiri, misalkan merasaka nyeri, 336
individu tersebut merasa tidak enak dengan keadaan dirinya, apalagi ditambah dengan rasa tidak nyaman nyeri yang dialami individu akan membuat individu tersebut merasa gelisah dan tidak tenang. Hal ini lah yang akan menjadikan individu tidak dapat mengontrol emosionalnya sehingga individu tersebut dapat dikatakan kecerdasan emosionalnya masuk kategori buruk (kurang). Hal ini dibenarkan Goleman tahun 2001 faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan kesehatan seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi. Begitu juga dengan faktor eksternal juga mempengaruhi kecerdasan emosional pada individu. Faktor eksternal tersebut adalah lingkungan. Jika individu merasa terganggu dengan lingkunganya, individu tersebut menjadi tidak tenang dan merasa tidak enak, sehingga mengakibatkan kecerdasan emosional menjadi buruk. Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali emosi diri merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu muncul, dan ia mampu mengenali emosinya sendiri apabila ia memiliki kepekaan yang tinggi atas perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusankeputusan secara mantap. Dalam hal ini, sikap yang diambil dalam menentukan berbagai pilihan seperti memilih sekolah, sahabat, profesi sampai kepada pemilihan pasangan hidup (Yosep, 2005). Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar (54,8%) responden berusia 14 tahun sebanyak 17 orang. Hampir sebagian (38,7%) responden berusia 15 tahun sebanyak 12 orang. Kecerdasan emosional juga dapat dipengaruhi oleh usia. Semakin bertanbah usia maka semakin baik pula kecerdasan emosional yang dimiliki individu. Pendapat ini dibenarkan oleh Goleman tahun 2001 Siswa yang lebih tua dapat sama baiknya atau lebih baik dibandingkan siswa yang lebih muda dalam penguasaan kecakapan emosi baru. Goleman menambahkan jenis kelamin tidak berpengaruh besar dalam kecerdasan emosional. Pria dan wanita mempunyai kemampuan yang sama dalam hal meningkatkan kecerdasan emosional. Tetapi rata-rata wanita mungkin dapat lebih tinggi dibanding kaum pria dalam beberapa ketrampilan emosi (namun ada juga pria yang lebih baik disbanding kebanyakan wanita), walaupun secara statistik ada perbedaan yang nyata diantara kedua kelompok tersebut. 337
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil persentase perkembangan sosial yaitu sebagian besar (71%) perkembangan sosial responden masuk kategori baik sebanyak 22 orang. Sebagian kecil (29%) perkembangan sosial responden masuk kategori cukup sebanyak 9 orang. Remaja adalah tingkat perkembangan anak yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa. Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja lebih cukup luas. Dalam penyesuaian dan terhadap lingkungannya, remaja telah mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan yang berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya di dalam keluarganya. Remaja menghadapi berbagai lingkungan, bukan saja bergaul dengan berbagai kelompok umur. Dengan demikian, remaja mulai memahami norma pergaulan dengan kelompok remaja. Kelompok anak-anak, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua. Pergaulan dengan sesama remaja lawan jenis dirasakan yang paling penting tetap cukup sulit, karena di samping harus memperhatikan norma pergaulan sesama remaja, juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup. Menurut peneliti Perkembangan sosial remaja yang baik tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu keluarga, kematangan, status sosial ekonomi, pendidika dankapasitas mental: emosi, dan inteligensi. Perkembangan sosial sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma ini dalam kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orang tua lazim disebut sosialisasi. Hal ini dibenarkan oleh Santrock, tahun 2003 keluarga merupakan pengaruh terbesar dalam perkembangan sosial remaja. Jika keluarga dapat membimbing anaknya dengan baik, maka perkembangan sosialnya juga akan baik. Begitu juga sebaliknya jika orang tua melakukan bimbingan yang tidak baik, maka perkembangan sosial anak menjadi kurang baik. Ke1uarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh tertadap berbagai aspek perkembangan sosial remaja, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi remaja. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola 338
pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga. Menurut peneliti, dengan berkawan, remaja mulai belajar untuk bersosialisasi dan berkomunikasi. Oleh karena itu, seorang remaja yang mempunyai kemampuan komunikasi yang baik, maka biasanya remaja tersebut memiliki kemampuan untuk bersosialisasi yang baik pula. Akan tetapi berkebalikan dengan itu, terdapat remaja yang tidak dapat bersosialisasi yang baik yang mungkin dipengaruhi oleh faktorfaktor eksternal dan internal yang membuat remaja tersebut tidak dapat bersosialisasi. Santrock (2003) mengemukakan, bahwa perkembangan sosial dapat pula dilihat dari kemampuannya bersosialisasi dengan teman sebayanya. Oleh karena itu, maka timbullah istilah popular/terabaikan dalam proses sosialisasi dengan teman sebaya. Ahli perkembangan telah membedakan lima status sebaya, diantaranya adalah Anakanak yang populer sering dinominasikan sebagai sahabat dan jarang tidak disukai oleh sebaya mereka. Anak-anak rata-rata menerima nominasi positif dan negatif rata-rata dari sebaya mereka. Anak-anak yang diabaikan jarang dinominasikan sebagai sahabat tetapi tidak dibenci oleh sebaya mereka. Anak-anak yang ditolak jarang dinominasikan sebagai sahabat dan dibenci secara aktif oleh sebaya mereka. Anak-anak kontroversial sering dinominasikan sebagai teman baik seseorang tetapi juga sebagi orang yang tidak disukai. Berdasarkan hasil tabulasi silang diketahui bahwa sebagian besar (51,6%) kecerdasan emosional responden masuk kateori dangang sehingga perkembangan social pada responden menjadi baik, hal ini terdapat pada 16 responden. Sebagian kecil (3,2%) kecerdasan emosional responden masuk kateori kurang baik sehingga perkembangan sosial pada responden menjadi sedang, hal ini terdapat pada 1 responden. Berdasarkan hasil penelitaian didapat data sebagai berikut: sebagian besar (77,4%) kecerdasan emosional responden masuk kategori cukup sebanyak 24 orang. Sebagian besar (71%) perkembangan sosial responden masuk kategori baik sebanyak 22 orang. Data yang telah didapat di analisis dengan mengunakan uji kolerasi spearman rank dengan mengunakan bantuan SPSS versi 17 for Window, didapat p value = 0,034 < α (0,05) yang berarti H 0 ditolak, H 1 diterima, artinya ada hubungan antara Kecerdasan Emosional Dengan Perkembangan Sosial Pada Remaja Di SMP Wahid Hasyim Dinoyo Kota Malang. Hasil penelitian yang didapatkan adanya hubungan antara kedua variabel independen dan dependen. Hal ini menunjukan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh pada 339
perkembangan sosial remaja. Remaja yang pandai menyesuaikan diri dengan lingkungannya akan lebih mudah beradaptasi pada sesuatu hal yang baru. Individu yang pandai mengungkapkan perasaan atau emosional yang positif pada lingkungannya maka akan mudah menjalin hubungna interaksi dengan orang lain atau lingkungan sekolahnya. Individu tidak merasa malu dengan kekurangan dirinya bahkan individu yang dapat mengontrol emosinya akan lebih mudah mengembangkan perkemangan sosialnya. Bersosialisasi pada lingkungan adalah salah satu cara untuk membuat perkembangan sosial menjadi baik. Bersosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyesuaian diri terhadap lingkungan kehidupan sosial, bagaimana seharusnya seseorang hidup di dalam kelompoknya, baik dalam kelompok kecil maupun kelompok masyarat luas. Interaksi seseorang dengan manusia lain diawali sejak saat bayi lahir, dengan cara yang amat sederhana. Sepanjang kehidupannya pola aktivitas sosial anak mulai terbentuk. Menurut peneliti perkembangan sosial pada remaja sangat mempengaruhi kecerdasan emosional pada remaja. Perkembangan sosial ini harus dikembangkan dengan cara bersosialisai pada teman dekat dan lingkungannya. Perkembangan sosial yang baik akan menjadikan anak mudah bergaul dan mudah bersosialisasi dengan orang lain tentunya dengan lingkungan sekitarnya. Dengan adanya sosialisasi yang baik kepada lingkungannya pertama teman sebayanya maka individu tersebut mampu mengendalikan kecerdasan emosionalnya. Usia yang masih muda memang sulit membangun kecerdasan emosional. Semakin bertambah usia maka semakin tinggi kecerdasan emosional seseorang. Jika individu memiliki kecerdasan emosional maka individu tersebut mampu membedakan mana yang pikiran dan mana yang merupakan rasa. Menggunakan rasa mereka untuk membantu dalam membuat suatu keputusan. Respek terhadap apa yang dirasakan oleh orang lain. Jika kecerdasan emosional tinggi yang dimiliki individu maka akan berpengaruh pada perkembangan sosialnya. Diketahui dari hasil tabulasi silang bahwa sebagian besar (51,6%) kecerdasan emosional responden masuk kategori cukup sehingga perkembangan sosial pada responden menjadi baik. Zainun (2002) masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan temanteman sebaya dan dalam rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat menigikan dirinya sendiri dan orang lain. Remaja hendaknya memahami pentingnya kecerdasan emosi. Kecerdasan ini terlihat dalam beberapa hal seperti bagaimana remaja mampu memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik 340
emosinya sendiri dapat mengendalikan perasaan serta mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain mampu terjalin baik dan efektif. Gottman tahun 1997 menambahkan remaja yang dapat melatih emosinya akan lebih mampu menguasai emosi-emosi yang negative dan dapat membantu untuk menghadapi berbagai situasi yang akan mendatangkan kebahagiaan bagi mereka. Remaja yang memiliki kecerdasan emosi akan lebih terampil dalam menenangkan dirinya. Remaja yang belajar mengenali dan menguasai emosinya akan menjadi lebih percaya diri. Lebih sehat secara fisik dan psikis, dan cenderung akan menjadi orang yang sehat secara emosi dan perkembangna sosial pada individu tersebut akan menjadi lebih baik. KESIMPULAN 1) Sebagian besar kecerdasan emosional responden masuk kategori cukup. 2) Sebagian besar perkembangan sosial responden masuk kategori baik. 3) Ada hubungan kecerdasan emosianal dengan perkembangan sosial pada remaja di SMP Wahid Hasyim Dinoyo Kota Malang. DAFTAR PUSTAKA Ali dan Asrori, 2008 Psikoilogi Remaja (Perkembangan. Peserta Didik) Jakarta: Bumi Aksara. Goleman, D. 2001. Intelligence Emosional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Gunarsa, S. D. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Cetakan ke-12. Jakarta: Gunung Mulia. Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Hurlock, Elizabeth, B. 2000. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga. Jalil, A. 2012. Spiritual Entrepreneurship. Surabaya: Institut Agama Islam. Santrock. 2003. Adolescence. Perkembangan Remaja. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Yosep, I. 2005. Pentingnya ESQ (emosional & spiritual quotion) bagi Perawat dalam Manajemen Konflik. Makalah Cerdas, 341
Kreatif, Berwawasan dan Mandiri Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran Bandung. Yusuf. 2001. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosda. 342