KEPUASAN PERKAWINAN PADA PASANGAN YANG BELUM MEMILIKI ANAK

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUASAN PERKAWINAN PADA PASANGAN YANG BELUM MEMILIKI ANAK

Fitriana Rahayu Pratiwi, Dian Ratna Sawitri. Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang 50275

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan

PEDOMAN WAWANCARA. Universitas Sumatera Utara

Tjwa Fenny Surya Fakultas Psikologi

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG MEMILIKI PASANGAN BEDA AGAMA. Diajukan untuk memenuhi persyaratan. Ujian Seminar Psikologi Perkembangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

dengan usia sekitar 18 hingga 25 tahun. Menurut Jeffrey Arnett (2004), emerging

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB II KAJIAN TEORI. 1952; klemer, 1970, (Ardhianita & Andayani, 2004) diperoleh dari suatu hubungan dengan tingkat perbandingan.

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. dengan proses pacaran dan proses ta aruf. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN ISTRI PADA PASANGAN COMMUTER MARRIAGE. Liza Marini1 dan Julinda2 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

GAMBARAN KOMITMEN BERPACARAN PADA KORBAN SEXUAL INFIDELITY USIA TAHUN YANG TETAP MEMERTAHANKAN RELASI BERPACARANNYA SEKAR NAWANG WULAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

PENDAHULUAN. Dalam setiap tahap perkembangan, manusia mempunyai tugas. perkembangan yang berbeda pada masing-masing tahapannya, termasuk pada

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

PENDAHULUAN Latar Belakang

GAMBARAN KOMITMEN PADA EMERGING ADULT YANG MENJALANI HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH DAN PERNAH MENGALAMI PERSELINGKUHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

PELATIHAN KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KOMUNITAS

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN PERKAWINAN DAN KUALITAS PERKAWINAN PADA SUAMI ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. Abraham Maslow (1970) dalam Hergenhanh (1980) mengatakan bahwa. tinggi. Abraham Maslow (1970) dalam Hergenhanh (1980) menyatakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

PENGARUH DESAIN TEMPAT DUDUK KERJA TERHADAP KELELAHAN KERJA PADA KARYAWAN PENJAHIT PADA PERUSAHAAN KONVEKSI KECIL DAN MENENGAH SKRIPSI OLEH :

INSAN Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental p-issn e-issn

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. (Duvall & Miller, 1985). Pernikahan merupakan awal terbentuknya sebuah

KOMITMEN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG SUAMINYA MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. berkaitan dengan variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2013)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2014

PENDAHULUAN. Seorang istri bertugas mendampingi suami dan merawat anak. yang bahagia dan mendapat kepuasan perkawinan.

Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk

Perbedaan Cinta (Intimacy, Passion, Commitment) Ditinjau dari Lamanya Usia Perkawinan pada Istri yang Bekerja

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

Profil Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan Pada Wanita Karir Usia Tahun Yang Belum Menikah

KATA PENGANTAR KUESIONER. Dalam rangka memenuhi persyaratan pembuatan skripsi di Fakultas

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang menuntut manusia untuk berpikir dan berperilaku selaras dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kasus perceraian bisa terjadi pada siapa saja, menurut Kepala

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

SUSI RACHMAWATI F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. dan kasih sayang. Melainkan anak juga sebagai pemenuh kebutuhan biologis

KEMATANGAN EMOSI DAN PERSEPSI TERHADAP PERNIKAHAN PADA DEWASA AWAL: Studi Korelasi pada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

Transkripsi:

KEPUASAN PERKAWINAN PADA PASANGAN YANG BELUM MEMILIKI ANAK Puji Kristanti 1, Christiana Hari Soetjiningsih 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga kristantipuji20@gmail.com 1 soetji_25@yahoo.co.id 2 Abstrak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kepuasan perkawinan pada pasangan yang belum memiliki anak. Partsipan penelitian yaitu 2 pasangan suami-istri yang belum memiliki anak dan tidak mengadopsi anak. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua pasangan partisipan, merasakan kepuasan perkawinan meskipun belum memiliki anak. Kata Kunci: kepuasan perkawinan pada pasangan yang belum memiliki anak Abstract. The purpose of this study to determine the factors that influence marital satisfaction in couples who have not had children. Partsipan research that two couples who do not have children and do not adopt children. This study uses a qualitative method. The results showed that both pairs of participants, marital satisfaction despite not having children. Keywords : marital satisfaction in couples who have not had children PENDAHULUAN Tugas perkembangan masa dewasa secara umum berkaitan dengan perkawinan antara lain, belajar hidup bersama sebagai pasangan dan mulai membina keluarga (Havighrust, 1972 dalam Hurlock, 1999). Menurut Arnett (2004, Santrock, 2011) Transisi dari masa remaja ke dewasa disebut sebagai beranjak dewasa (emerging adulthood) yang terjadi dari usia 18 sampai 25 tahun. Di Negara Negara berkembang pernikahan seringkali lebih dijadikan pertanda bagi seseorang untuk dinyatakan telah memasuki kedewasaan, dimana hal ini sering kali terjadi lebih awal di Amerika Serikat (Arnett, 2004. Santrock, 2011). Seperti di Indonesia, rata-rata umur ideal menikah bagi perempuan dan bagi laki-laki masing-masing adalah 22 tahun dan 25 tahun (BKKBN.go.id). Ditambahkan pula bahwa diantara kelompok umur perempuan 20-24 tahun lebih dari 56,2 persen sudah menikah (Resides BKKBN 2010). Dalam teorinya, Sternberg (1986) menyatakan dalam teorinya tentang segitiga cinta (The Triangular Theory of Love) bahwa cinta itu terdiri dari tiga komponen utama yaitu intimacy, passion, dan commitment. Ia mengemukakan bahwa hubungan percintaan akan

dikatakan ideal apabila dalam hubungan itu memiliki ketiga komponen cinta tersebut. Yang pertama adalah komponen cinta intimacy atau keintiman. Intimacy merupakan elemen emosional dimana meliputi perasaan yang menujukkan adanya kedekatan, keterikatan, dan keterkaitan secara emosional kepada pasangan. Intimacy juga meliputi perasaan yang menimbulkan kehangatan dalam hubungan percintaan. Komponen cinta kedua adalah passion atau gairah, dimana merupakan elemen motivasional dipenuhi hasrat yang mengacu pada romantisme, ketertarikan secara fisik dan seksual dalam hubungan cinta. Menurut Undang- Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 tentang perkawinan menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Duvall dan Miller (1985) menjelaskan bahwa pernikahan adalah hubungan pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang ditujukan untuk melegalkan hubungan seksual, menglegitimasi membesarkan anak, dan membangun pembagian peran di antara sesama pasangan. Menurut Saxton (1986), kepuasan perkawinan adalah terpenuhinya tiga aspek kebutuhan dasar dalam pernikahan. Tiga kebutuhan itu yaitu, kebutuhan material, kebutuhan seksual, dan kebutuhan psikologis. Kepuasan perkawinan belum dicapai apabila aspek kepuasan perkawinan belum terpenuhi. Tujuan dari individu yang menikah adalah memiliki perkawinan yang berhasil. Individu yang perkawinannya berhasil, akan mengalami kebahagiaan karena mereka akan menggunakan cara-cara yang positif dalam mengatasi konflik dan permasalahan (Gottman, 2001). Pasangan akan dapat merasa puas apabila saling berkomitmen, setia, nilai moral yang kuat, menghargai pasangan sebagai teman, komitmen dalam hubungan seksual, ingin menjadi orang tua yang baik dan beriman kepada Tuhan, selalu ingin menyenangkan sahabat yang baik untuk pasangan, dan ada keinginan untuk memaafkan dan dimaafkan (Fennel, disitat dalam Rosen-Grandon, Myers, & Hattie, 2004). Faktor yang paling penting untuk tercapainya hubungan yang harmonis antara suami istri adalah adanya rasa saling pengertian satu sama lain. Adanya rasa saling pengertian pada pasangan, akan menjadikan mereka memiliki rasa toleransi yang merupakan faktor yang sangat penting dalam hubungan suami istri. Penting pula dalam suatu perkawinan yang harmonis, dimana kedua belah pihak merasakan kebahagian dan kepuasan adalah rasa saling menghargai antara keduanya (Munandar, 1983, dalam Setyoningsih, 2010). Anak adalah salah satu faktor kepuasan pernikahan, seperti yang dikemukakan, bahwa faktor-faktor yang mendukung kepuasan pernikahan adalah adanya komunikasi yang terbuka, ekspresi perasaan secara terbuka, saling percaya, tidak adanya dominasi pasangan, hubungan seksual yang

memuaskan, kehidupan sosial, tempat tinggal, penghasilan yang cukup, anak, keyakinan beragama, hubungan dengan mertua atau ipar. Ternyata kehadiran seorang buah hati dalam sebuah pernikahan dapat mengubah segalanya menjadi lebih indah. Berjuta alasan kebahagiaan akan terpancar dari setiap pasangan suami istri yang telah memiliki anak. Tentunya semua harapan yang diinginkan semua pasangan suami istri adalah harapanharapan yang positif. Seorang anak ternyata sangat penting karena anak adalah anugrah, amanah dan titipan dari Tuhan yang harus kita jaga, rawat dan besarkan dengan baik. "Kehadiran anak dapat menciptakan suasana baru yang lebih indah dalam rumah tangga kami"-adhit, (33 tahun, Wiraswata). " Buah hati sangat penting bagi pernikahan saya dan suami karena kelak ketika dewasa nanti, mereka bisa menjadi penolong dan teman bagi saya dan suami ketika kami menjadi tua"- Iklima, (28 tahun,guru). "Tanpa anak dalam pernikahan saya, saya mungkn tidak akan sebahagia saat ini. Hanya dengan melihat buah hati saya, meskipun saya mendapatkan cobaan berat sekalipun, anak dapat memberikan kekuatan dan semangat yang besar yang mampu membuat saya dan suami saya dapat tetap tersenyum."- Lestari, (28 tahun, Ibu rumah tangga). "Bagi saya, anaklah yang dapat menjadi penyemangat hidup saya, ketika saya mengalami masalah dan kertepurukan. Anak jugalah yang membuat hidup saya lebih berarti. Tanpa anak dalam rumah tangga saya, saya tidak memiliki semangat sebesar ini." - Yemi, (25 tahun, Dokter). Berjuta ungkapan kebahagiaan ditujukan oleh sekian banyak ibu dan ayah atas anak mereka. Tapi tidak semua pasangan dengan mudah diberikan karunia anak, dan masih banyak pasangan di luar sana yang mengharapkan kehidupan mereka diwarnai dengan tawa anakanak. Setiap individu yang menjalani kehidupan perkawinan tentunya menginginkan kehidupan rumah tangga yang bahagia dan mendapatkan kepuasan perkawinan. Dibutuhkan kerjasama, komitmen, dan komunikasi antara pihak suami dan pihak istri untuk mencapai tujuan dari perkawinan. Apabila tujuan perkawinan dicapai, maka tentu meningkatkan kepuasan perkawinan yang baik ( Koentjaraningrat, 1976). Hal tersebut diperkuat dengan adanya fenomena-fenomena yang telah ada yaitu; adanya kejujuran, saling mempercayai, saling setia, saling menguntungkan, saling menghargai, membuat satu sama lain merasa nyaman, memiliki komitmen, menerima apa adanya, tidak egois, tulus, terbuka, dan sopan. Pada akhirnya, hubungan yang saling menguntungkan menjadi keinginan pada setiap individu yang menjalin suatu hubungan, terutama dalam sebuah hubungan pernikahan. Dalam kehidupan sepasangan suami-istri menginginkan hadirnya seorang anak didalam

pernikahannya tersebut, karena dengan hadirnya seorang anak pasangan tersebut akan merasakan kepuasan tersendiri, namun ada pula pasangan yang sudah menikah belum mendapatkan seorang anak didalam pernikahannya tetapi pasangan tersebut juga merasakan kepuasan tersendiri meskipun belum dikaruniai anak, dari situlah penulis penasaran apa yang yang membuat pasangan yang belum memiliki anak merasakan kepuasan tersendiri. Berdasarkan data-data diatas, perlu dilakukan penelitian apakah ada kepuasan perkawinan pada pasangan yang belum memiliki anak. Kepuasan ketika hubungan mereka tidak menghasilkan atau memiliki seorang anak yang diharapakan di tengah-tengah keluarga kecil mereka, yang kemudian berkaitan dengan kepuasan perkawinan pada pasangan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan kepuasan perkawinan pada pasangan yang belum memilki anak. METODE Kepuasan perkawinan adalah bagaimana seseorang mengevaluasi dan menikmati perkawinannya secara subjektif. Kepuasan pernikahan dapat diukur dengan melihat aspekaspek dalam perkawinan sebagaimana yang dikemukakan oleh Olson & Fower (1989; 1993). Adapun aspek-aspek tersebut antara lain: Communication, leisure activity, religious orientation, conflict resolution, financial management, sexual orientation, family and friends, children and parenting, personality issues, equalitarian Role. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Proses analisis diawali dengan pengetikan transkip wawancara sesuai dengan hasil rekaman wawancara dari wawancara. Hal ini dilakukan agar memudahkan proses analisis data. Sementara untuk hasil observasi, penulis menulis hasil observasi pada lembar observasi yang sudah disediakan. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 sampai dengan 23 bulan Oktober 2016. Wawancara dilakukan sebanyak satu kali pada semua partisipan. Wawancara dilakukan terhadap partisipan satu berada di sebuah perumahan Kaliwungu Kendal, karena tempat tinggal partisipan pada pasangan pertama di perumahan Kaliwungu Kendal untuk melakukan wawancara. Wawancara yang dilakukan terhadap partisipan kedua dilakukan empat hari kemudian setelah partisipan pertama, karena partisipan pada pasangan kedua hanya memiliki waktu untuk diwawancara pada hari minggu, dan wawancara dilakukan di sebuah rumah partisipan pasangan kedua di Bawen. Tidak ada kendala dalam melakukan wawancara, karena semua sudah diatur sedemikian rupa agar proses wawancara berjalan dengan baik. Observasi pada saat sebelum wawancara berlangsung, pada saat wawancara, dan pada saat setelah wawancara terhadap kedua partisipan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa dua pasangan partisipan tersebut mengalami kepuasan tersendiri meskipun kedua pasangan partisipan belum memiliki anak setelah menikah lebih dari 5 tahun, kepuasan tersebut dapat dilihat sesuai aspek-aspek yang digunakan oleh penulis yaitu aspek-aspek dari Olson dan Fower (1989; 1993). Kedua pasangan partisipan (P1&P2), dan (P3&P4) mampu menjalin komunikasi dengan baik satu sama lain hal itu terlihat dari hasil wawancara meskipun dari pihak istri-istri yang selalu memulai atau membuka topik pembicaraan ketimbang dari pihak suami, karena suami dari kedua pasangan partisipan tersebut adalah sok-sok suami yang pendiam kalau memang tidak penting suami lebih baik diam. Kedua pasangan (P1&P2), dan (P3&P4) memiliki waktu senggang untuk bersama, hal tersebut terbukti pasangan pertama (P1&P2) lebih banyak memiliki waktu senggang untuk bersama karena pasang pertama (P1&P2) setiap sabtu dan minggu selalu digunakan untuk berkunjung dirumah saudara-saudara dari pihak laki-laki maupun perempunan, namun pasangan pertama ini lebih banyak berkunjung saudara dari pihak perempuan, kalau seandainya pas waktu senggang sang istri (P1) mendapatkan pesanan catering atau roti dalam jumlah yang banyak pasangan (P1&P2) tidak pergi berkunjung melainkan hanya dirumah sibuk dengan pesanan dan sang suami (P2) membersihkan rumah atau sibuk dengan motornya. Pada pasangan kedua (P3&P4) hanya memiliki waktu senggang lebih sedikit daripada pasangan pertama (P1&P2), karena pasangan kedua ini waktu senggang hanya dihari minggu dan waktu makan pagi, sedangkan kalau hari minggu pasangan ini hanya dirumah bersih-bersih rumah dan memanfaatkan waktu untuk istirahat dengan baik karena hari berikutnya pasangan ini harus kembali lagi pada aktivitasnya yaitu bekerja. Dari aspek keyakinan pasangan pertama (P1&P2) menjalani kehidupan sebagai sepasangan suami-istri beda keyakinan, sang istri (P1) beragama Khatolik dan sang suami Islam. Namun pasangan (P1&P2) menikah Islam, setelah menikah pasangan (P1&P2) menjalani keyakinannya masing-masing dan sampai saat ini pasangan pertama tidak pernah mengalami masalah yang berhubungan dengan keyakinan karena sebelum menikah kedua keluarga besar dari pihak istri maupun suami saling mendukung apa yang sudah di tentukan oleh pasangan (P1&P2). Meskipun berbeda pasangan (P1&P2) tetap melakukan kewajiban dan ajaran-ajaran agama meraka masaing-masing,disini sang istrilah (P1) yang selalu mengingatkan suami ke masjid maupun sholat, kalau hari minggu sang suami (P2) bergantian mengantar istri pergi ke gereja. Sedangkan pasangan yang kedua (P3&P4) adalah pasangan

yang satu keyakinan, pasangan (P3&P4) selalu melakukan kewajiban dan ajaran -ajaran agama bersama-sama disaat waktu senggang contoh seperti sholat bersama di rumah. Setiap keluarga pasti akan mengalami dan menghadapi yang namanya masalah, seperti yang sedang dialami dan dihadapi oleh kedua pasangan partisipan (P1&P2), dan (P3&P4) memiliki masalah yang sama yaitu masalah belum memiliki anak dari hasil pernikahannya setelah 5 tahun lebih menikah. Di tahun-tahun awal pernikahan kedua pasangan (P1&P2), dan (P3&P4) ini menginginkan hadiran seorang anak namun di tahun pertama dan kedua pasangan (P1&P2), dan (P3&P4) mengalami keguguran di usia kandungan 2 minggu pada pasangan pertama (P1&P2), dan 1 bulan lebih pada pasangan (P3&P4). Setelah kedua pasangan mengalami keguguran tersebut kedua pasangan sampai saat ini belum juga mempunyai seorang anak, namun usaha yang dilakukan kedua pasangan (P1&P2), dan (P3&P4) tidak berhenti begitu saja, kedua pasangan tetap berkonsultasi dengan dokter kandungan yang bagus hingga pasangan kedua (P3&P4) sampai mencari-cari tukang urut perut khusus kandungan juga, tetapi hal-hal tersebut belum juga menghasilkan yang sesuai dengan apa yang diinginkan kedua pasangan partisipan. Sekarang kedua pasangan (P1&P2), dan (P3&P4) hanya bisa pasrah dan menjalani kehidupan secara mengalir saja. Untuk masalah keuangan semua keluarga pasti mengalami entah mengalami disaat tahun-tahun awal, pertengahan pernikahan atau malah dari tahun awal dan hingga saat ini masih merasakan masalah keuangan. Partisipan pertama mengalami masalah keuangan di awal-awal tahun pernikahan. Pada pasangan pertama (P1&P2) mengalami masalah keuangan karena sebelum menikah suami dari (P1) belum memiliki pekerjaan sama sekali dan hanya sang istri (P1) yang hanya bisa mengandalkan hasil cateringan saja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, setelah berjalan 1 tahun lebih 6 bulan suami dari (P1) baru mendapatkan pekerjaan tetap dan mampu menafkahi sang istri lebih dari cukup. Berbeda pada pasangan pertama (P1&P2), pasangan kedua (P3&P4) mengatakan bahwa mereka tidak mengalami masalah keuangan dari awal tahun pernikahan hingga saat, karena istri (P3) maupun suami (P4) sudah memiliki bekerjaan yang tetap dahulu sebelum menikah. Menurut kedua pasangan partisipan masalah keuangan bisa dikelola dengan baik kalau para-para istri mampu mengatur dan mengutamakan prioritas-prioritas keluarga yang penting terlebih dulu. Orientasi seksual pada pasangan pertama (P1&P2), dan kedua (P3&P4) 4 kali dalam sebulan, namun kedua pasangan mengakui bahwa tidak melakukan aktifitas seksual secara rutin karena tergantung permintaan dari suami atau kadang dari istri capek apa tidak. Kedua pasangan partisipan tetap merasakan kenyamanan dan kepuasan meskipun sampai saat ini partisipan pertama (P1&P2), dan kedua (P3&P4) belum memiliki anak. Bukan hanya nyaman

terhadap pasanga, namun kedua pasangan partisipan (P1&P2), dan (P3&P4) juga merasakan kenyamanan dan kebersamaan dengan anggota keluarga dan teman-teman dari pihak istri maupun suami. Namun pada pasanga pertama (P1&P2), sang suami (P2) lebih dekat dengan anggota keluarga dari sang istri (P1), sedangan pada pasanga kedua (P3&P4) dapat mengenali anggota keluarga besarnya karena setiap tiga sampai empat bulan sekali pasti diadakan kumpulan keluarga jadi bisa mengenal lebih dalam lagi dengan anggota keluarga besar. Dari aspek Personality Issues pada pasangan pertama (P1&P2) selalu menghargai jika keputusan yang diambil dari salah satu dari mereka benar memang keputusan yang terbaik, dan sang istrilah (P1) yang selalu sering mengambil keputusan daripada sang suami (P2). Berbeda dengan pasangan kedua (P3&P4), pasangan ini sangat menghargai satu sama lain karena setiap ada masalah dan harus mengambil keputusan mereka berdua akan mengambil keputusan bersama. Dari aspek Equalitarian Role pada kedua pasangan partisipan (P1&P2), dan (P3&P4). Kedua pasangan ini sama-sama bangga terhadap pasangan mereka masing-masing, karena memilki suami ataupun istri yang mampu memerankan perannya didalam keluarga. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa ada dua aspek kepuasan perkawinan yang belum terpenuhi yaitu aspek Conflict Resolution, dan children and parentin. Belum terpenuhinya kedua aspek ini memiliki keterkaitan kepuasan yang dirasakan oleh partisipan. Dengan adanya masalah yang dihadapi kedua pasangan partisipan belum memiliki anak menjadikan kedua pasangan partisipan tersebut belum juga merasakan memiliki anak ataupun menjadi orang tua sesungguhnya dengan hadirnya anak biologis, dan belum mampu merasakan bagaimana cara mengasuh anak hasil dari pernikahannya. Menurut kedua pasangan partisipan (P1&P2), dan (P3&P4) mengatakan meskipun mereka belum memiliki anak, tetapi mereka merasakan kepuasan tersendiri dalam perkawinannya selama ini, dan partisipan juga mengatakan bahwa faktor yang menjadi perkawinan merasakan kepuasan selain anak adalah saling menghargai, menerima kekurangan dan kelebihan pasangan kita, percaya, dan yang paling penting tetap bersyukur kepada Tuhan. Seperti hal yang diungkapkan oeh (Fennel, disitat dalam Rosen-Grandon, Myers, & Hattie, 2004). Pasangan akan dapat merasa puas apabila saling berkomitmen, setia, nilai moral yang kuat, menghargai pasangan sebagai teman, komitmen dalam hubungan seksual,

ingin menjadi orang tua yang baik dan beriman kepada Tuhan, selalu ingin menyenangkan sahabat yang baik untuk pasangan, dan ada keinginan untuk memaafkan dan dimaafkan. Sesuai dengan hasil penelitian dan berdasarkan pemahaman dan kesimpulan yang ada, maka penulis memberikan beberapa saran, yaitu : Bagi peneliti selanjutnya diharapkan lebih memperbanyak partisipan untuk bahan penelitian, bagi kedua partisipan penelitian, kedua partisipan diharapan tetap merasakan kepuasan perkawinaan tersendiri meskipun belum memiliki anak, dan bagi masyarakat sekitar kedua pasangan partisipan, masyarakat diharapkan dapat menerima pasangan suami-istri yang belum memiliki anak. DAFTAR PUSTAKA Arnett, J.J. (2004). Emerging Adulthood: The Winding Road From the Late Teens Through the Twenties. New York: Oxford University Press, Inc. Duvall, E.M., & Miller, B.C. (1985). Marriage and Family Development. (6th ed). New York: Harper & Roe Publishers, Inc. Fowers, B.J & Olson, D.H. (1989). Enrich marital inventory : a discriminant validity & cross validity assessment. Journal of Marital and Family Therapy, 15 Fowers, B. J. & Olson, D. H. (1993). Enrich marital scale: a brief research and clinical tool. Journal of Family Psychology, 7 (2), 176-185. Diakses tgl. 3 September 2014 dari: http://www.buildingrelationships.com/pdf/study10.pdf. Gottman, J. (2001). Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional (terjemahan). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Hurlock, B.E. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjamg. Rentang Kehidupan. Ed. 5. Jakarta: Erlangga Koentjaraningrat. (1976). Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Djambatan. Rosen-Grandon, J., Myers, J., & Hattie, J. (2004).The relationship between maritalcharacteristics, marital interaction processes, and marital satisfaction. Journal of Counseling and Development, 82, 58-68. Santrock. (2011). Life-Span Development: Perkembangan Masa-Hidup. Edisi 13. Jilid 1. Alih Bahasa: Widyasinta Benedictine. Jakarta: Erlangga Saxton, L. (1986). The Individual, Marriage and The Family. California: Wadsworth Publishing Company. Setyoningsih, S.S. (2010). Analisis Fungsi Pengasuhan Dan Interaksi Dalam Keluarga Terhadap Kualitas Perkawinan Dan Kondisi Anak Pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW). http://repository.ipb.ac.id di unduh pada tanggal 23 Oktober 2013.

Sternberg, R.J. (1986). A triangular love theory of love. Psychological review. Vol 93 no. 2. 119-135. American Psychology Asociation, Inc. UU RI Nomor 1 Tahun 1974. (1974). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKAWINAN. http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_74.htm https://www.bkkbn.go.id