BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan adalah ringkasan realisasi APBD dan ringkasan anggaran APBD. Populasi dalam penelitian ini adalah ringkasan realisasi APBD dan ringkasan anggaran. Sampel adalah sebagian dari elemen-elemen populasi (Indriantoro, 2002). Sampel dalam penelitian ini adalah ringkasan realisasi APBD dan ringkasan anggaran APBD tahun 2004-2006 dimana menggunakan pendekatan anggaran tradisional dan tahun 2012-2014 dimana menggunakan pendekatan penganggaran berbasis kinerja. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan metode purposive sampling yakni pemilihan sampel secara tidak acak. Sampel yang diambil adalah 22 ringkasan realisasi APBD dan ringkasan anggaran APBD Kota maupun Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah tahun 2004-2006 dan tahun 2012-2014. 3.2. Sumber Data Penelitian ini mengambil data dari sumber www.djpk.depkeu.go.id dengan cara mengunduh file rangkuman anggaran dan rangkuman realisasi anggaran. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa ringkasan realisasi APBD dan ringkasan anggaran APBD tahun 2004-2006 dan tahun 2012-2014. 23
3.3. Identifikasi Variabel Ekonomis adalah pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga yang terendah. Ekonomis merupakan perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomis terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif (Mardiasmo, 2009). Efisiensi adalah pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan output atau input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan (Mardiasmo, 2009). Efektivitas adalah tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana, efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output (Mardiasmo, 2009). Kemandirian keuangan daerah ditunjukan oleh besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain, misalnya bantuan pemerintah pusat ataupun pinjaman. Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekternal (terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya (Halim, 2007). Desentralisasi fiskal adalah pendelegasian tanggung jawab dan pembagian kekuasaan dan kewenangan untuk pengambilan keputusan di bidang fiskal 24
yang meliputi aspek penerimaan (tax assignment) maupun aspek pengeluaran (expenditure assignment). Desentralisasi fiskal ini dikaitkan dengan tugas dan fungsi pemerintah daerah dalam penyediaan barang dan jasa publik (public goods/public service) (Prawirosetoto, 2002). 3.4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penilaian kinerja organisasi sektor publik dilihat dalam ringkasan laporan realiasasi APBD. Penilaian ekonomis, efisiensi, efektifitas, desentralisasi fiskal dan kemandirian daerah. dilakukan dengan penggunaan rasio-rasio keuangan. 3.4.1. Rasio Ekonomis Ekonomis terkait dengan pengkonversian input primer berupa sumber daya keuangan menjadi input sekunder berupa tenaga kerja, bahan infrastruktur, dan barang modal yang di konsumsi untuk kegiatan operasi organisasi. Konsep ekonomis sangat terkait dengan konsep biaya untuk memperoleh unit input. Ekonomis memiliki pengertian bahwa sumber daya input hendaknya di peroleh dengan harga lebih rendah yaitu harga yang mendekati harga pasar. Secara matematis ekonomis merupakan perbandingan antara input dengan nilai rupiah untuk memperoleh input tersebut (Mahmudi, 2011). Kriteria ekonomis mengacu pada kriteria yang dikemukakan Halim (2007) yang mengungkapkan bahwa (1) rasio 100% memiliki kriteria sangat ekonomis, (2) rasio 90,01% - 100% memiliki kreteria ekonomis, rasio 80,01% - 90,00% 25
memiliki kreteria cukup ekonomis, rasio 60,01% - 80,00% memiliki kreteria kurang ekonomis, dan rasio 60,00% memiliki kreteria tidak ekonomis. 3.4.2. Rasio Efisiensi Efisiensi terkait dengan hubungan antara output berupa barang atau pelayanan yang di hasilkan dengan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Secara matematis, efisiensi merupakan perbadingan antara output dengan input atau dengan istilah lain output per unit input. Suatu organisasi program atau kegiatan dikatakan efisien apabila mampu menghasilkan output tertentu dengan input serendah-rendahnya, atau dengan input tertentu mampu menghasilkan output sebesar-besarnya (spending well) (Mahmudi,2011). Kriteria efisiensi kinerja mengacu pada kriteria yang dikemukakan oleh Mahmudi (2005), yaitu: (1) rasio 10 % memiliki kriteria sangat efisien, rasio 10,01% - 20% memiliki kriteria efisien, rasio 20,01% - 30,00% memiliki kriteria cukup efisien, rasio 30,01% - 40,00% memiliki kriteria kurang efisien, dan rasio 40,01% memiliki kriteria tidak efisien. 3.4.3. Rasio Efektifitas Efektifitas (hasil guna) merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Pengertian efektifitas ini pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan. Kegiatan 26
operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan tersebut mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan. Efektifitas terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Efektifitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan. Jika ekonomis berfokus pada input dan efisiensi pada input atau proses, maka efektifitas berfokus pada outcome (hasil). Suatu organisasi, program atau kegiatan dinilai efektif apabila output yang dihasilkan bisa memenuhi tujuan yang diharapkan, atau di katakan spending wisely (Mahmudi,2011). Kriteria pengukuran efektivitas mengacu pada kriteria Mahmudi (2005), yaitu: (1) rasio 100% memiliki kriteria sangat efektif, (2) rasio 90,01% - 100% memiliki kriteria efektif, (3) rasio 80,01% - 90,00% memiliki kriteria cukup efektif, (4) rasio 60,01% - 80,00% memiliki kriteria kurang efektif, dan rasio 60,00% memiliki kriteria tidak efektif. 3.4.4. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal x 100% Derajat Desentralisasi Fiskal adalah kemampuan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli daerah guna membiayai pembangunan. Derajat Desentralisasi Fiskal, khususnya komponen PAD dibandingkan dengan TPD, menurut hasil penelitian Tim Fisipol Universitas Gajah Mada menggunakan skala interval yang dikemukakan oleh, Wulandari (2001), yaitu: (1) rasio 0,00% - 10,00% memiliki kriteria kemampuan keuangan daerah sangat kurang, (2) 10,01% - 20,00% memiliki kriteria kemampuan keuangan daerah kurang, (3) 20,01% - 27
30,00% memiliki kriteria kemampuan keuangan daerah cukup, (4) 30,01% 40,00% memiliki kriteria kemampuan keuangan daerah sedang, (5) 40,01% - 50,00% memiliki kriteria kemampuan keuangan daerah baik, (6) >50,00% memiliki kriteria kemampuan keuangan daerah sangat baik. 3.4.5. Rasio Kemandirian Daerah Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio kemandirian ditunjukkan oleh besarnya pendapatan asli daerah dibandingkan dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain (pihak eksternal) antara lain: Bagi hasil pajak, Bagi hasil Bukan Pajak Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat dan Dana Pinjaman (Widodo, 2001). Tim litbang Departemen Dalam Negeri-Fisipol Universitas Gajah Mada (1991) menyatakan bahwa: (1) rasio 0,00% - 10,00% memiliki kriteria kemandirian keuangan daerah sangat baik, (2) 10,01% - 20,00% memiliki kriteria kemandirian keuangan daerah baik, (3) 20,01% - 30,00% memiliki kriteria kemandirian keuangan daerah cukup, (4) 30,01% 40,00% memiliki kriteria kemandirian keuangan daerah sedang, (5) 40,01% - 50,00% memiliki kriteria kemandirian 28
keuangan daerah kurang, (6) >50,00% memiliki kriteria kemandirian keuangan daerah sangat kurang. 3.5. Pengujian Data 3.5.1. Statistik Deskriptif Pengujian data menggunakan statistik deskriptif. Hasan (2001) Statistik deskriptif adalah bagian dari statistika yang mempelajari cara pengumpulan data dan penyajian data sehingga mudah dipahami. Statistik deskriptif hanya berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu data atau keadaan. Dengan kata statistik deskriptif berfungsi menerangkan keadaan, gejala, atau persoalan. Penarikan kesimpulan pada statistika deskriptif apabila ada hanya ditujukan pada kumpulan data yang ada. 3.5.2. Uji Normalitas Uji asumsi klasik yang digunakan pada uji beda adalah uji normalitas. Uji Normalitas Data digunakan untuk menguji kenormalan distribusi data untuk menghindari bias dan atau mengetahui apakah data yang dijadikan sampel berdistribusi normal atau tidak (Ghozali, 2006). Kriteria yang digunakan dalam tes ini adalah dengan membandingkan antara tingkat signifikansi yang didapat dengan tingkat alpha yang digunakan, dimana data tersebut dikatakan berdistribusi normal bila sig > alpha (Ghozali, 2006). 3.6. Pengujian Hipotesis Hasil uji normalitas data digunakan untuk menetukan alat uji apa yang paling sesuai digunakan dalam pengujian hipotesis. Apabila data berdistribusi 29
normal maka digunakan uji parametrik, yaitu paired sample t test. Sementara apabila data berdistribusi tidak normal uji non parametik wilcoxon signed rank test lebih sesuai digunakan. 3.6.1. Uji Beda Paired Sample T Test Pengujian hipotesis menggunakan uji beda Paired Sample T Test.Uji T termasuk dalam golongan statitik parametrik yang digunakan dalam pengujian hipotesis dan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan dari dua buah kelompok variabel yang dikomparasikan. Uji beda t-test digunakan untuk menentukan apakah dua sampel yang tidak berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda (Ghozali, 2006). Paired samples t-test berguna untuk melakukan pengujian terhadap dua sampel yang berhubungan atau sering disebut sampel berpasangan yang berasal dari populasi yang memilki rata-rata (mean) sama. Jika signifikan < 0,05 maka H0 ditolak dan HA (H1,H2,H3,H4 dan H5) diterima yang berarti terdapat perbedaan kinerja keuangan pemerintah daerah dalam hal ekonomis, efisiensi, efektivitas, derajat desentralisasi fiskal dan kemandirian daerah sebelum dan sesudah penerapan penganggaran berbasis kinerja. Jika signifikan > 0,05 maka H0 diterima dan HA (H1,H2,H3,H4 dan H5) ditolak, yang berarti tidak terdapat perbedaan kinerja keuangan pemerintah daerah dalam hal ekonomis, efisiensi, efektivitas, derajat desentralisasi fiskal dan kemandirian daerah sebelum dan sesudah penerapan penganggaran berbasis kinerja. 30
3.6.2. Wilcoxon Signed Rank Test Uji statistik non parametik yang digunakan adalah dengan wilcoxon signed rank test. Uji ini digunakan untuk menganalisis data berpasangan karena adanya dua perlakuan yang berbeda dan memiliki subjek yang sama. Dalam hal ini wilcoxon signed rank test digunakan untuk mengetahui perbedaan antara ekonomis, efisiensi, efektivitas, derajat desentralisasi fiskal dan kemandirian daerah sebelum dan sesudah penerapan penganggaran berbasis kinerja. Ghozali (2006), uji ini memberikan bobot nilai lebih untuk setiap pasangan yang menunjukkan perbedaan besar antara dua kondisi dibandingkan dengan dua pasangan yang menunujukkan perbedaan kecil. 31