BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 24 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
Syarat Bangunan Gedung

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,


W A L I K O T A P A D A N G PROVINSI SUMATERA BARAT

BUPATI PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 21 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05/PRT/M/2016 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 16 TAHUN 2011 TENTANG B A N G U N A N

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2013

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BUPATI TULANG BAWANG BARAT PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI TULANG BAWANG BARAT NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 2 - Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPAEN BANDUNG

TENTANG PEDOMAN DAN STÁNDAR TEKNIS UNTUK PELAYANAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung Kantor Pusat Monitoring Dan Evaluasi Perda Bagunan Dan Gedung

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG BANGUNAN DAN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KONDOMINIUM HOTEL ( KONDOTEL) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

DRAFT RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PINRANG,

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAKA ESA

- 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN,

2016, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yan

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA TAPAK

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

BUPATI TEBO PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEBO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEBO,

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 72 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI,

NOMOR 10 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2014 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BANGUNAN /BUILDING REGULATION

WALIKOTA PALEMBANG PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

SALINAN BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO,

WALIKOTA LUBUKLINGGAU PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

PELATIHAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

WALIKOTA JAYAPURA, PERATURAN DAERAH KOTA JAYAPURA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS,

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI BOMBANA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SELAYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SELAYAR, : a.

MATA KULIAH PERENCANAAN TAPAK

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

3/17/2015 STANDAR PELAYANAN DI PUSKESMAS DESAIN KAMAR OPERASI

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

Transkripsi:

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 24 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON, Menimbang : a. bahwa dalam rangka optimalisasi lahan perkotaan yang intensitas pembangunan fisiknya semakin tinggi dan semakin menurunnya daya tampung ruang, serta menyikapi keterbatasan penyediaan lahan bagi pelaksanaan pembangunan di Kota Cilegon maka orientasi pengembangan lahan perkotaan secara horizontal sudah perlu dialihkan ke arah konsep pengembangan secara vertikal; b. bahwa dengan diaturnya ketentuan pengklasifikasian bangunan gedung berdasarkan ketinggian sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 5 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung, maka perlu ditetapkan pengaturan atas penyelenggaraan bangunan gedung bertingkat tinggi; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b, dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Penyelenggaraan Bangunan Gedung Bertingkat Tinggi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3828); 3. Undang...

- 2-3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058); 8. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5025); 9. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188); 10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 11. Peraturan...

- 3-11. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3956) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3956); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5104); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa Analisis Dampak Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5221); 18. Peraturan...

- 4-18. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285); 19. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Keandalan Bangunan Gedung; 20. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan; 21. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan; 22. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2010 tentang Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan; 23. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana/Kegiatan Yang Wajib Menyusun AMDAL; 24. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kota Cilegon (Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2008 Nomor 4); 25. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran (Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2009 Nomor 10); 26. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 3 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Cilegon Tahun 2010-2030 (Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2011 Nomor 3); 27. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 5 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2012 Nomor 5); 28. Peraturan Walikota Nomor 32 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi (Berita Daerah Kota Cilegon Tahun 2009 Nomor 32); 29. Peraturan Walikota Nomor 40 Tahun 2011 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan (Berita Daerah Kota Cilegon Tahun 2011 Nomor 40); 30. Peraturan Walikota Nomor 21 Tahun 2012 tentang Garis Sempadan (Berita Daerah Kota Cilegon Tahun 2012 Nomor 21); MEMUTUSKAN...

- 5 - MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT TINGGI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Walikota ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Cilegon. 2. Pemerintah Kota adalah Pemerintah Kota Cilegon. 3. Walikota adalah Walikota Cilegon. 4. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagai atau seluruhnya berada di atas danatau di dalam tanah dan/atau air yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. 5. Bangunan Gedung Bertingkat Tinggi adalah bangunan gedung yang masuk klasifikasi bangunan sedang dan bangunan tinggi dengan jumlah lantai bangunan lebih dari 4 (empat) lantai. 6. Penyelenggara Bangunan Gedung Bertingkat Tinggi adalah adalah orang atau badan hukum yang melaksanakan pengembangan lahan, penyediaan jasa konstruksi, dan pihak yang melaksanakan pembangunan bangunan gedung. 7. Ruang Milik Jalan atau disebut RUMIJA adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh pembina jalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan serta diperuntukkan bagi ruang milik jalan, pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalu lintas dikemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan. 8. Persil...

- 6-8. Persil adalah batas hak pemilikan/penguasaan atas sebidang tanah yang dimiliki oleh individu maupun badan hukum. 9. Saluran Pembuangan adalah suatu saluran buatan yang berfungsi untuk pengaturan sanitasi dan pembuangan limbah cair suatu daerah tertentu. 10. Ruang Bebas adalah ruang yang dibatasi oleh bidang vertikal dan horizontal di sekeliling dan di sepanjang konduktor SUTT atau SUTET di mana tidak boleh ada benda di dalamnya demi keselamatan manusia, mahluk hidup, dan benda lainnya serta keamanan operasi SUTT dan SUTET. 11. Instansi terkait adalah instansi yang melaksanakan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan penyelenggaraan bangunan gedung. 12. Garis Sempadan adalah garis yang membatasi jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan gedung terhadap batas lahan yang dikuasai, antar massa bangunan lainnya, jalan, tepi sungai, garis pantai, jalan kereta api, saluran, waduk, mata air, pipa gas, dan/atau jaringan listrik tegangan tinggi. 13. Garis Sempadan Bangunan adalah garis batas dalam mendirikan bangunan pada suatu persil atau petak yg tidak boleh dilewatinya membatasi bidang terluar bangunan ke arah depan, belakang atau pun samping kiri dan kanannya. 14. Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK) adalah surat informasi tentang persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang diberlakukan oleh pemerintah daerah sebagai acuan bagi penyusunan rencana teknis. 15. Rencana Teknis Bangunan Gedung adalah dokumen perencanaan teknis dalam proses penyelenggaraan bangunan gedung meliputi rencana tapak (site plan), rencana tata letak bangunan, rencana arsitektur, rencana struktur bangunan gedung, dan rencana utilitas umum dan instalasi bangunan gedung. 16. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan. 17. Dokumen...

- 7-17. Dokumen Lingkungan adalah dokumen yang disusun atas penyelenggaraan suatu kegiatan berdampak penting berupa Amdal atau UKL-UPL. 18. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. 19. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase berdasarkan perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 20. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 21. Koefisien Dasar Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 22. Koefisien Tapak Basemen (KTB) adalah angka persentase berdasarkan perbandingan antara luas tapak basemen dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 23. Rencana Rinci Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang pada kawasan yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsioanl dan berdasarkan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan sebagai perangkat operasionalisasi rencana tata ruang wilayah. 24. Keandalan...

- 8-24. Keandalan Bangunan Gedung adalah keadaaan bangunan gedung yang memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bangunan gedung sesuai dengan kebutuhan fungsi yang telah ditetapkan. 25. Konsultan Pengawas Konstruksi adalah orang atau badan hukum yang memiliki sertifikasi dalam penyelenggaraan pengawasan pelaksanaan kegiatan konstruksi. 26. Peil Banjir adalah acuan ketinggian tanah minimum yang diperkenankan untuk proses pengembangan lahan sebagai pedoman bagi penyelenggaraan bangunan dan pembuatan jaringan drainase agar tapak dan kawasan sekitarnya terhindar dari banjir. 27. Sirkulasi Kendaraan adalah sistem pengaturan kendaraan meliputi sistem pengaturan pergerakan dan sistem penataan parkir. 28. Gambar Rencana Struktur Bangunan adalah gambar teknis yang memvisualisasikan rencana penyelenggaraan fisik bangunan gedung. 29. Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan adalah wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan. 30. Tim Ahli Bangunan Gedung adalah tim yang terdiri dari para ahli yang terkait dengan penyelenggaraan bangunan gedung untuk memberikan pertimbangan teknis dalam proses penelitian dokumen rencana teknis dengan masa penugasan terbatas, dan juga untuk memberikan masukan dalam penyelesaian masalah penyelenggaraan bangunan gedung tertentu yang susunan anggotanya ditunjuk secara kasus perkasus disesuaikan dengan kompleksitas bangunan gedung tersebut. 31. Fleksibilitas Lahan adalah kemungkinan suatu lahan untuk berkembang. 32. Struktur...

- 9-32. Struktur Bangunan adalah komponen bangunan yang berfungsi menyalurkan beban-beban yang bekerja baik horizontal maupun vertikal terhadap tanah. 33. Lift adalah sarana pada bangunan gedung bertingkat yang berfungsi sebagai pengangkut barang dan orang secara vertikal. BAB II PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT TINGGI Pasal 2 (1) Setiap orang atau badan yang akan melaksanakan pendirian bangunan bertingkat tinggi wajib mentaati ketentuan bangunan gedung bertingkat tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Cilegon sebagaimana dalam Peraturan Walikota ini. (2) Penetapan ketentuan bangunan gedung bertingkat tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan maksud sebagai dasar bagi pemberian arahan penyelenggaraan bangunan gedung bertingkat tinggi dalam proses penyusunan Keterangan Rencana Kota, rekomendasi perizinan pemanfaatan ruang, evaluasi Rencana Teknis Bangunan Gedung, dan kajian penataan bangunan dan lingkungan bagi penyelenggaraan bangunan gedung bertingkat tinggi. (3) Tujuan Penetapan ketentuan bangunan gedung bertingkat tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk mewujudkan bangunan gedung vertikal yang sesuai dengan fungsi, persyaratan tata bangunan, memenuhi aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan serta keserasian dengan lingkungan sekitarnya. (4) Lingkup pengaturan Penyelenggaraan Bangunan Gedung Bertingkat Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Persyaratan Penyelenggaraan Bangunan Gedung Bertingkat Tinggi dan Pembinaan, serta Pengawasan Bangunan Gedung Bertingkat Tinggi. BAB...

- 10 - BAB III PERSYARATAN PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT TINGGI Bagian Kesatu Ketentuan Administratif Pasal 3 (1) Dalam melakukan pembangunan bangunan gedung bertingkat tinggi, penyelenggara bangunan gedung bertingkat tinggi harus memenuhi ketentuan administratif meliputi: a. Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK); b. Rencana Teknis Bangun Gedung; c. Izin lingkungan dan dokumen lingkungan; d. Izin mendirikan bangunan (IMB). (2) Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan landasan teknis dalam penyusunan Rencana Teknis Bangunan Gedung. (3) Rencana Teknis Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas: a. Gambar rencana tapak (site plan); b. Gambar rencana arsitektur yang memuat denah, tampak, dan potongan bangunan gedung yang menunjukan dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal dari satuan unit bangunan gedung; c. Gambar rencana struktur beserta analisis strukturnya; d. Gambar rencana utilitas umum dan instalasi bangunan gedung; e. Gambar jalur evakuasi bencana. (4) Jenis dokumen lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d disesuaikan dengan dampak dan intensitas kegiatan. (5) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diajukan oleh penyelenggara bangunan gedung bertingkat tinggi dengan melampirkan persyaratan sebagaimana telah diatur dalam petunjuk teknis IMB disertai penyertaan persyaratan tambahan sebagai berikut: a. Izin tidak keberatan dari masyarakat sekitar yang disetujui oleh unsur Kelurahan dan Kecamatan setempat; b. Rekomendasi dari landasan udara setempat mengenai Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP); c. Surat Persetujuan tentang Pemasangan Alat Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran; d. Rekomendasi...

- 11 - d. Rekomendasi Peil Banjir dan sistem drainase; e. Rekomendasi Analisis Dampak Lalu Lintas; f. Rekomendasi bukaan jalan dan trotoar; g. Rekomendasi Keandalan Bangunan Gedung dari Tim Ahli Bangunan Gedung; h. Surat Penunjukan Konsultan Pengawas Konstruksi; dan i. Izin/Rekomendasi lainnya sesuai ketentuan yang berlaku. Pasal 4 Rencana Teknis Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c dikaji oleh instansi terkait dan kemudian disahkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk. Bagian Kedua Ketentuan Teknis Pasal 5 Ketentuan teknis bangunan bertingkat tinggi meliputi: a. Konsep pengembangan bangunan bertingkat tinggi; b. Kriteria lokasi bangunan bertingkat tinggi; c. Ketentuan teknis tata bangunan yang meliputi kesesuaian peruntukan lokasi dan intensitas pemanfaatan ruang; d. Ketentuan teknis keandalan bangunan meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan. Pasal 6 Konsep penyelenggaraan bangunan bertingkat tinggi adalah greendevelopment (pengembangan lahan berbasis penghijauan) dan menjunjung tinggi keselamatan, keamanan, dan ketertiban bangunan gedung. Pasal 7 Kriteria lokasi penyelenggaraan bangunan bertingkat tinggi adalah sebagai berikut: a. Bukan merupakan kawasan lindung atau kawasan bersifat lindung, daerah resapan air, lahan pertanian produktif, dan areal konservasi lainnya; b. Tidak pada areal rawan longsor; c. Kemiringan lahan tidak melebihi 5%; d. Tidak berada pada ruang bebas jalur listrik tegangan tinggi; e. Fleksibilitas lahan tinggi; f. Terdapat keterkaitan dan keserasian tata bangunan sekitar; g. Tidak mengganggu privasi dan kenyamanan visual lingkungan sekitar. Pasal...

- 12 - Pasal 8 (1) Bangunan gedung bertingkat tinggi harus diselenggarakan sesuai dengan rencana peruntukan lokasi yang diatur dalam ketentuan tata ruang dan atau ketentuan tata bangunan dan lingkungan sesuai dengan kriteria yang diatur dalam Rencana Rinci Tata Ruang. (2) Dalam hal Rencana Rinci Tata Ruang belum disahkan/ tersedia, pertimbangan kesesuaian peruntukan diselenggarakan melalui kajian keterkaitan fungsional antara rencana peruntukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan rencana pengembangan lahan yang akan dilaksanakan, potensi dampak yang ditimbulkan terhadap fungsi dominan kawasan, daya dukung terhadap lingkungan eksisting, daya dukung fisik lahan, kelayakan lokasi, dan tidak mengganggu lalu lintas darat dan udara. Pasal 9 (1) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk bangunan gedung bertingkat tinggi adalah sebagai berikut: a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal 80%; b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimal dihitung berdasarkan persentase KDB maksimal dikalikan dengan jumlah lantai bangunan; c. Koefisien Dasar Hijau (KDH) ditetapkan sekurangkurangnya 15%; d. Koefisien Tapak Basemen (KTB) ditetapkan setinggitingginya 85%. (2) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi materi dan substansi Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK). Pasal 10 (1) Bangunan gedung bertingkat tinggi harus memenuhi ketentuan garis sempadan bangunan dan jarak bebas antar bangunan gedung dengan ketentuan sebagai berikut: a. Tidak melanggar arahan garis sempadan yang ditetapkan sesuai ketentuan berlaku; b. Pengaturan...

- 13 - b. Pengaturan garis sempadan bangunan bertingkat tinggi meliputi garis sempadan muka bangunan, belakang bangunan, samping kiri, dan samping kanan bangunan ditetapkan seluruhnya sebagai aturan wajib; c. Jarak bebas bangunan gedung bertingkat tinggi terhadap bangunan lainnya sekurang-kurangnya 4 meter dari lantai dasar dan pada setiap penambahan lantai ditambah 0,5 meter dari jarak bebas lantai di bawahnya sampai mencapai jarak bebas terjauh 12,5 meter. (2) Jarak bebas antar dua bangunan gedung bertingkat tinggi dalam satu tapak diatur sebagai berikut: a. Dalam hal kedua-duanya memiliki bidang bukaan yang saling berhadapan, maka jarak antara dinding atau bidang tersebut minimal dua kali jarak bebas yang ditetapkan; b. Dalam hal salah satu dinding yang berhadapan merupakan dinding tembok tertutup dan yang lain merupakan bidang terbuka dan/atau berlubang, maka jarak antara dinding tersebut minimal satu kali jarak bebas yang ditetapkan; c. Dalam hal kedua-duanya memiliki bidang tertutup yang saling berhadapan, maka jarak dinding terluar minimal setengah kali jarak bebas yang ditetapkan. Pasal 11 Dalam hal denah bangunan gedung berbentuk U, L, atau T atau panjang melebihi 50 meter, maka harus dilakukan pemisahan struktur atau delatasi untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat gempa atau penurunan tanah. Pasal 12 (1) Sirkulasi kendaraan harus memberikan pencapaian yang mudah, jelas, dan terintegrasi dengan sarana transportasi. (2) Sistem sirkulasi yang direncanakan telah memperhatikan kepentingan bagi aksesibilitas pejalan kaki termasuk penyandang cacat dan lanjut usia. (3) Sirkulasi harus memungkinkan adanya ruang gerak vertikal (clearance) dan lebar jalan yang sesuai untuk pencapaian darurat oleh kendaraan pemadam kebakaran, dan kendaraan pelayanan lainnya. (4) Sirkulasi perlu diberi perlengkapan seperti tanda penunjuk jalan, rambu-rambu, papan informasi sirkulasi, elemen pengarah sirkulasi guna mendukung sistem sirkulasi yang jelas dan efisien serta memperhatikan unsur estetika. (5) Setiap...

- 14 - (5) Setiap bangunan bertingkat tinggi diwajibkan menyediakan area parkir dengan rasio sekurang-kurangnya 1 (satu) lot parkir kendaraan untuk setiap 5 (lima) unit bangunan. (6) Penyediaan parkir tidak boleh mengurangi lahan penghijauan yang telah ditetapkan. (7) Perletakan prasarana parkir tidak mengganggu kelancaran lalu lintas atau mengganggu lingkungan sekitarnya. Pasal 13 (1) Penempatan elemen penanda (signage), termasuk papan iklan/reklame, harus membantu orientasi dengan tidak mengganggu karakter lingkungan yang ingin diciptakan/dipertahankan, baik yang penempatannya pada bangunan, persil, pagar, atau ruang publik. (2) Untuk penataan bangunan dan lingkungan yang baik, perlu diatur pembatasan ukuran, bahan, motif, dan lokasi dari signage. Pasal 14 (1) Pencahayaan ruang luar bangunan harus disediakan dengan memperhatikan karakter lingkungan, fungsi dan arsitektur bangunan. (2) Pencahayaan yang dihasilkan harus memenuhi keserasian dengan pencahayaan dari dalam bangunan dan pencahayaan dari jalan umum. (3) Pencahayaan yang dihasilkan menghindari penerangan ruang luar yang berlebihan, silau, mengganggu visual, dan memperhatikan aspek operasi dan pemeliharaan. Pasal 15 Setiap kegiatan dalam penyelenggaraan bangunan bertingkat tinggi tidak menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan meliputi: a. Perubahan pada sifat fisik dan atau hayati lingkungan yang melampaui baku mutu lingkungan menurut ketentuan berlaku; b. Perubahan mendasar pada komponen lingkungan yang melampaui kriteria yang diakui berdasarkan pertimbangan ilmiah; c. Hal-hal yang menimbulkan kerusakan atau gangguan terhadap kawasan yang dilindungi; d. Pengerusakan...

- 15 - d. Pengerusakan bangunan peninggalan sejarah yang bernilai tinggi (situ, bangunan bersejarah); e. Mengubah atau memodifikasi areal yang mempunyai nilai keindahan alami yang tinggi; f. Dampak dari pelaksanaan pembangunan bangunan gedung bertingkat tinggi yang mengakibatkan kerugian terhadap lingkungan sekitar menjadi tanggungjawab penyelenggara bangunan gedung; g. Hal yang mengakibatkan konflik dengan masyarakat, dan atau pemerintah daerah. Pasal 16 (1) Perencanaan dan pelaksanaan bangunan gedung bertingkat tinggi beserta seluruh komponen bangunan gedung yang ada wajib memenuhi standar dan ketentuan keselamatan dan keamanan bangunan gedung. (2) Penyelenggaraan bangunan gedung bertingkat tinggi wajib dilengkap dengan komponen penunjang keselamatan dan keamanan bangunan gedung yang memenuhi standar sesuai ketentuan berlaku sehingga dapat mendukung keselamatan dan keamanan pengguna bangunan gedung. (sesuai ketentuan berlaku, disederhanakan/simplify). (3) Struktur bangunan direncanakan dan dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya. (4) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa, angin, pengaruh korosi, jamur, dan serangga perusak. (5) Semua unsur struktur baik bagian dari sub struktur maupun struktur gedung harus diperhitungkan dapat memikul pengaruh gempa rencana sesuai dengan zona gempanya (zona IV). (6) Struktur bangunan harus direncanakan secara detail sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan apabila terjadi keruntuhan kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan penghuni menyelamatkan diri. Pasal...

- 16 - Pasal 17 (1) Dalam menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, perlu dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala. (2) Pemeriksaan keandalan bangunan dilaksanakan secara berkala untuk mencegah potensi kerusakan struktur yang mempengaruhi keselamatan bangunan gedung. (3) Perbaikan atau penguatan struktur bangunan harus segera dilakukan sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan bangunan gedung. Pasal 18 Bangunan bertingkat tinggi harus dilengkapi dengan sistem proteksi kebakaran meliputi sistem proteksi pasif dan sistem proteksi aktif sesuai dengan ketentuan berlaku. Pasal 19 (1) Setiap bangunan bertingkat tinggi harus dilengkapi dengan proteksi terhadap petir, dalam upaya untuk mengurangi secara nyata risiko kerusakan yang disebabkan oleh petir terhadap bangunan gedung yang diproteksi, termasuk di dalamnya manusia serta perlengkapan bangunan lainnya. (2) Persyaratan proteksi petir harus memperhatikan perencanaan sistem proteksi petir, instalasi proteksi petir, dan pemeriksaan dan pemeliharaan. Pasal 20 Setiap penyelenggaraan bangunan bertingkat tinggi perlu menyediakan ventilasi mekanik/buatan tanpa meninggalkan pengaturan ventilasi alami. Pasal 21 (1) Setiap bangunan bertingkat tinggi harus memenuhi persyaratan sistem pencahayaan alami dan atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya. (2) Bangunan bertingkat tinggi harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami yang optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan dan fungsi masing-masing ruang di dalamnya. Pasal...

- 17 - Pasal 22 Setiap penyelenggaraan bangunan gedung bertingkat wajib menyediakan sumber energi listrik cadangan. Pasal 23 (1) Sistem air minum harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber air minum, kualitas air bersih, sistem distribusi, dan penampungannya. (2) Perencanaan sistem distribusi air minum dalam bangunan gedung harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan. (3) Penampungan air minum dalam bangunan gedung diupayakan sedemikian rupa agar menjamin kualitas air. (4) Penampungan air minum harus memenuhi persyaratan kelaikan fungsi bangunan gedung. (5) Tidak menggunakan air bawah tanah untuk pemenuhan kebutuhan air bersih. Pasal 24 (1) Limbah cair domestik sebelum dibuang ke saluran terbuka harus diproses sesuai dengan pedoman dan standar teknis yang berlaku. (2) Tidak diperkenankan membuang air limbah yang masuk kategori bahan beracun dan berbahaya (B3). Pasal 25 (1) Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah, dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota. (2) Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan dan/atau sumur penampungan sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (3) Dalam hal belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang. (4) Sistem pematusan/penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran. Pasal...

- 18 - Pasal 26 (1) Pertimbangan fasilitas penampungan sampah diwujudkan dalam bentuk penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah yang diperhitungkan berdasarkan jumlah penghuni dan volume kotoran dan sampah. (2) Pertimbangan jenis sampah padat diwujudkan dalam bentuk penempatan pewadahan dan atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya. (3) Melakukan pemilahan sampah mencakup sampah organik dan sampah non-organik. Pasal 27 Ketentuan pengelolaan sampah padat adalah sebagai berikut: a. Bagi penyelenggara bangunan gedung bertingkat tinggi wajib menyediakan wadah sampah, alat pengumpul dan tempat pembuangan sampah sementara, sedangkan pengangkutan dan pembuangan akhir sampah bergabung dengan sistem yang sudah ada; b. Potensi reduksi sampah padat dapat dilakukan dengan mendaur ulang, memanfaatkan kembali beberapa jenis sampah. Pasal 28 (1) Untuk kenyamanan termal dalam ruang di dalam bangunan gedung harus mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara. (2) Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kenyamanan termal dalam ruang harus memperhatikan letak geografis dan orientasi bangunan, penggunaan bentuk masa yang menimbulkan shading (bayangan), ventilasi alami dan penggunaan bahan bangunan. (3) Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan dapat dilakukan dengan alat pengkondisian udara yang mempertimbangkan prinsip penghematan energi dan ramah lingkungan dan kemudahan pemeliharaan. Pasal 29 Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan dan getaran pada bangunan bertingkat tinggi harus mengikuti standar tata cara perencanaan kenyamanan terhadap getaran pada bangunan gedung. Pasal...

- 19 - Pasal 30 Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan bertingkat tinggi harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau sumber bising lainnya baik yang berada pada bangunan gedung maupun di luar bangunan gedung. Pasal 31 (1) Setiap bangunan bertingkat tinggi harus menyediakan sarana hubungan vertikal antarlantai yang memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung tersebut berupa tersedianya tangga dan lift. (2) Penggunaan lift diwajibkan pada bangunan gedung bertingkat dengan jumlah lantai lebih dari 5 (lima) lantai. (3) Jumlah, ukuran, dan konstruksi sarana hubungan vertikal harus berdasarkan fungsi luas bangunan, dan jumlah pengguna ruang, serta keselamatan penghuni bangunan gedung. (4) Jumlah, kapasitas, dan spesifikasi lift sebagai sarana hubungan vertikal dalam bangunan bertingkat tinggi harus mampu melakukan pelayanan yang optimal untuk sirkulasi vertikal pada bangunan, sesuai jumlah pengguna bangunan gedung. (5) Salah satu lift yang tersedia harus memenuhi persyaratan lift kebakaran. Lift kebakaran dapat berupa lift khusus kebakaran atau lift penumpang biasa atau lift barang yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam keadaan darurat dapat digunakan secara khusus oleh petugas kebakaran. Pasal 32 Setiap bangunan bertingkat tinggi harus menyediakan sarana evakuasi bagi semua orang termasuk penyandang cacat dan lansia yang meliputi sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi yang dapat menjamin penghuni bangunan gedung untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan gedung secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat. BAB...

- 20 - BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 33 (1) Persyaratan penyelenggaraan bangunan gedung bertingkat tinggi disamping mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada Peraturan Walikota ini tetap pula perlu memperhatikan ketentuan teknis penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung. (2) Dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung bertingkat tinggi, pemerintah kota melakukan peningkatan kemampuan aparatur dan melakukan sosialisasi mengenai penyelenggaraan bangunan bertingkat tinggi. (3) Dalam melaksanakan pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung bertingkat tinggi, Pemerintah melakukan monitoring dan pengawasan atas proses perencanaan teknis bangunan gedung, pelaksanaan, serta pengelolaan bangunan teknis bangunan gedung. (4) Terhadap penyelenggara bangunan gedung bertingkat tinggi yang melakukan pelanggaran dan/atau tidak mengindahkan Peraturan Walikota ini akan dikenai sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 34 Dengan berlakunya Peraturan Walikota ini: (1) Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang ketinggian bangunan dan penyelenggaraan bangunan bertingkat tinggi di Kota Cilegon perlu menyesuaikan dengan ketentuan sebagaimana Peraturan Walikota ini. (2) Izin yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Walikota ini tetap menggunakan ketentuan perizinan yang diterbitkan saat itu dan dinyatakan masih berlaku sampai dengan pengajuan kembali izin baru. Pasal...

- 21 - Pasal 35 Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Cilegon. Ditetapkan di Cilegon pada tanggal 17 Oktober 2012 WALIKOTA CILEGON, ttd Tb. IMAN ARIYADI Diundangkan di Cilegon pada tanggal 17 Oktober 2012 SEKRETARIS DAERAH KOTA CILEGON, ttd ABDUL HAKIM LUBIS BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN 2012 NOMOR 24