POTENSI ARANG AKTIF BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) SEBAGAI ADSORBEN ION KADMIUM (II) DAN TIMBAL (II) DENGAN AKTIVATOR H 2 SO 4 Sri Munawarah 1, Tengku Abu Hanifah 2, Subardi Bali 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Kimia 2 Bidang Kimia Analitik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia Sriayie18@gmail.com ABSTRACT Utilization of avocado seed as activated carbon has been done. The activated carbon of avocado seed was made by carbonization at 400 o C for ± 2 hours and chemical activation using H 2 SO 4 with various concentration of 2.5; 5.0 and 7.5%. The characterization result showed that activation using 5.0% H 2 SO 4 have a good characteristics with 3.68% of moisture content, 0.84% of ash content, 385.22 mg/g of iodine adsorption and 19.62 m 2 /g of surface area. Fourier Transform Infrared (FTIR) was used to determine the functional groups of activated carbon. The activated carbon was used to adsorb cadmium and lead ions. Concentration of cadmium and lead ions were analyzed using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Optimum adsorption of activated charcoal avocado seeds were obtained at 0.38 ppm for 97.11% of cadmium ions and at a concentration of 4.83 ppm for 97.92% of lead ions. Keywords : avocado seed; activated carbon; chemical activation; H 2 SO 4 ABSTRAK Pemanfaatan biji alpukat sebagai karbon aktif yang telah dilakukan. Karbon aktif dari biji alpukat dibuat dengan karbonisasi di 400 o C selama ± 2 jam dan aktivasi kimia menggunakan aktivator H 2 SO 4 dengan variasi konsentrasi 2,5; 5,0 dan 7,5%. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa aktivasi menggunakan aktivator H 2 SO 4 5,0% memiliki karakteristik yang baik dengan nilai kadar air 3,68%, kadar abu 0,84%, adsorpsi yodium 385,22 mg/g dan dengan luas permukaan 19,62 m 2 /g. Fourier Transform Infrared (FTIR) digunakan untuk menentukan gugus fungsi dari arang aktif. Arang aktif digunakan untuk mengadsorpsi ion kadmium (II) dan timbal (II). Konsentrasi ion kadmium dan timbal dianalisis menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS). Potensi adsorpsi arang aktif terhadap ion kadmium optimum pada konsentrasi 0,38 ppm dengan efisiensi adsorpsi 97,11% dan ion timbal pada 4,83 ppm dengan efisiensi sebesar 97,92% Kata kunci : biji alpukat; karbon aktif; aktivasi kimia; H 2 SO 4 Repository FMIPA 1
PENDAHULUAN Buah alpukat merupakan salah satu jenis buah yang digemari dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Bagian tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya. Buah alpukat memiliki kadar lemak yang cukup tinggi dan memiliki kadar gula yang relatif rendah, sehingga kurang disukai jika dikonsumsi sebagai buah segar. Pada umumnya, di Indonesia daging buah alpukat biasa dikonsumsi dalam bentuk makanan dan minuman seperti jus maupun es campur, selai, krim dan dalam bentuk salad. Manfaat lain dari daging buah alpukat yaitu sebagai bahan dasar pembuatan kosmetik. Sedangkan biji buah alpukat merupakan produk sisa yang kurang dimanfaatkan dibandingkan dengan bagian buahnya. Biji alpukat yang mengandung 15-25% minyak dapat digunakan sebagai sumber biodiesel (Prasetyowati dkk., 2010) dan dapat menghasilkan minyak alpukat yang mengandung gliserida dan linolerik yang digunakan sebagai obat gosok, kosmetik dan sabun. Namun, pemanfaatan biji alpukat tersebut hanya sebagian kecil yang melakukannya. Pada umumnya, masyarakat yang mengkonsumsi buah alpukat beranggapan bahwa bagian bijinya tidak bermanfaat sehingga dibuang begitu saja tanpa ada usaha untuk memanfaatkannya. Pemanfaatan biji alpukat yang kurang mendapat perhatian ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat umum mengenai kegunaan dari biji alpukat. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Bhaumik dkk., (2014), bubuk biji alpukat dengan aktivator H 2 SO 4 dapat digunakan sebagai adsorben ion kromium dalam air limbah dengan efisiensi adsorpsi sebesar 99,98%. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pemanfaatan biji alpukat dalam bentuk arang aktif dengan aktivator H 2 SO 4 sebagai adsorben ion kadmium dan timbal. Pemilihan aktivator H 2 SO 4 disebabkan karena H 2 SO 4 merupakan salah satu jenis aktivator yang dapat melarutkan pengotor-pengotor pada biji alpukat yang dapat menghambat proses adsorpsi arang. Pemilihan ion kadmium dan ion timbal sebagai adsorbat didasari karena adanya logam-logam berat di lingkungan seperti kadmium dan timbal tersebut merupakan salah satu masalah lingkungan di Indonesia. Logam-logam tersebut pada umumnya berasal dari berbagai aktivitas manusia seperti limbah industri, rumah tangga, pertambangan, kendaraan bermotor dan lain sebagainya yang tentu akan berdampak buruk pada kehidupan di sekitar lingkungan tempat-tempat limbah tersebut dibuang. Limbah yang mengandung logam berat dapat menjadi toksik yang berbahaya bagi kesehatan makhluk hidup. METODE PENELITIAN a. Pengambilan Sampel Sampel yang akan digunakan pada penelitian ini adalah buah alpukat yang diambil secara acak dari salah satu rumah di Jalan Mawar 1, Desa Batang Tindih, Kecamatan Rumbia Jaya, Kabupaten Kampar. b. Persiapan Sampel Sampel biji alpukat dicuci bersih dengan air dan dipisahkan dari kulit arinya kemudian dicuci bersih dengan akuades dan dipotong kecil. Biji Repository FMIPA 2
dikeringkan di bawah sinar matahari selama 3 hari. c. Karbonisasi biji alpukat Biji alpukat yang telah dipotong kecil dikarbonisasi dalam furnace pada suhu 400 o C selama ± 2 jam. Lalu arang biji alpukat didiamkan hingga dingin dalam desikator, kemudian arang biji alpukat dipisahkan dari abu atau sisa biji yang belum terbakar. Arang biji alpukat yang dihasilkan digerus dan diayak lolos dengan ayakan 100 mesh dan tertahan pada ayakan 200 mesh. Kemudian dicuci dengan NaHCO 3 1% dan dikeringkan dalam oven pada suhu ± 105 o C. Lalu arang dianalisis menggunakan FTIR. d. Aktivasi arang biji alpukat Biji alpukat yang sudah dikarbonisasi menjadi arang digerus dan diayak lolos ukuran 100 mesh. Masingmasing sebanyak 10 gram arang tersebut diaktivasi menggunakan 100 ml larutan H 2 SO 4 dengan variasi konsentrasi 2,5%, 5% dan 7,5% lama pengadukan selama 5 menit dan didiamkan selama 24 jam. Campuran disaring dan dicuci kembali dengan akuades. Filtratnya diuji dengan indikator universal hingga mencapai ph 5,0. Kemudian arang dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam dan didinginkan dalam desikator. Lalu arang yang telah diaktivasi dianalisis menggunakan FTIR. e. Karakterisasi arang biji alpukat 1. Kadar air (SNI 06-4253-1996) Arang aktif biji alpukat yang akan dianalisis ditimbang sebanyak 0,5 gram. Kemudian arang biji alpukat tersebut dimasukkan ke dalam wadah yang sudah diketahui bobotnya. Lalu wadah tersebut dimasukkan ke dalam oven yang telah diatur suhunya ± 115 o C selama 30 menit. Setelah itu didinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang Kadar air (%) = w 1-w 2 w o 100% Keterangan : w 1 = Berat sampel dan wadah sebelum pemanasan (g) w 2 = Berat sampel dan wadah setelah pemanasan (g) w o = Berat sampel (g) 1. Kadar abu (SNI 06-4253-1996) Krusibel kosong dikonstankan dengan pemanasan pada suhu 100-105 o C selama ± 2 jam kemudian didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Krusibel yang telah diketahui beratnya diisi dengan 0,5 gram arang aktif biji alpukat lalu ditutup. Kemudian arang aktif biji alpukat tersebut dipanaskan dalam furnace pada suhu 650 o C selama 4 jam. Setelah menjadi abu, kemudian didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang hingga konstan Kadar abu (%) = w 1-w 2 w o 100% Keterangan : w 1 = Berat sampel setelah pemanasan (g) w 2 = Berat krusibel kosong (g) w o = Berat sampel (g) 2. Adsorpsi terhadap iodium (SNI 06-4253-1996) Arang aktif biji alpukat terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 105 o C selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Lalu sebanyak 0,5 gram arang biji alpukat diambil dan ditambahkan 50 ml larutan iodium 0,1 N, diaduk selama 15 menit Repository FMIPA 3
dan didiamkan selama 1 jam. Kemudian larutan filtrat diambil sebanyak 5 ml dan dititrasi dengan natrium tiosulfat 0,1 N. Bila warna kuning telah samar, ditambahkan 1 ml larutan amilum 1% sebagai indikator. Titrasi dengan teratur sampai warna biru hilang. Adsorpsi I 2 (mg/g)= - ) x 126,9 x fa Keterangan : V 1 = Larutan iodium yang dianalisis (ml) V 2 = Larutan natrium tiosulftat yang diperlukan (ml) N 1 = Normalitas iodium N 2 = Normalitas natrium tiosulfat Fa = Faktor aliquot W = Berat sampel (g) 3. Adsorpsi metilen biru (SNI-06-4253-1996) Arang aktif biji alpukat diovenkan pada suhu 105 o C selama 1 jam dan didinginkan di dalam desikator, kemudian sebanyak 0,5 g arang aktif biji alpukat tersebut dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Sebanyak 50 ml metilen biru 250 ppm ditambah ke dalam arang biji alpukat, kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik selama 15 menit dengan kecepatan 100 rpm dan didiamkan selama 5 menit. Kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 100 rpm. Filtrat bagian atas diambil dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang yang telah ditentukan sebelumnya. Luas permukaan m2 g X m N A BM Keterangan : X m = Jumlah metilen biru yang terserap tiap gram adsorben N = Bilangan Avogadro (6,02x10 23 molekul/mol) A = Luas permukaan metilen biru (197,197x10-20 m 2 /mol) BM = Berat molekul metilen biru (319,86 g/mol) f. Penentuan Daya Adsorpsi Arang Aktif Biji Alpukat dengan Aktivator H 2 SO 4 7,5% Terhadap Ion Cd 2+ dan Pb 2+ Berdasarkan Variasi Konsentrasi Larutan 1. Daya adsorpsi arang biji alpukat terhadap ion Cd 2+ Sebanyak 0,1 g arang aktif biji alpukat dimasukkan ke dalam gelas piala, kemudian ditambahkan 50 ml larutan kadmium dengan konsentrasi 0,37; 0,69; 2,48 dan 4,16 ppm. Kemudian distirrer dengan pengaduk magnet selama 15 menit. Campuran didiamkan selama 24 jam. Lalu masingmasing larutan jernih pada bagian atas dianalisis dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom 2. Daya adsorpsi arang biji alpukat terhadap ion Pb 2+ Sebanyak 0,1 gram arang aktif biji alpukat dimasukkan ke dalam gelas piala, kemudian ditambahkan 50 ml larutan timbal dengan konsentrasi 4,84; 6,95 dan 16,25 ppm. Kemudian distirrer dengan pengaduk magnet selama 15 menit. Campuran didiamkan selama 24 jam. Lalu masing-masing larutan jernih pada bagian atas dianalisis dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom g. Analisis Data Analisis data dari penjerapan arang biji alpukat sebagai adsorben ion Repository FMIPA 4
kadmium dan timbal disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan kurva kalibrasi. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karbonisasi dan aktivasi Proses pembuatan arang aktif biji alpukat telah dilakukan dengan cara karbonisasi pada suhu 400 o C selama ± 2 jam. Proses karbonisasi dilakukan dengan pembakaran dari material yang mengandung karbon dan dilakukan tanpa adanya kontak langsung dengan udara (Marsh dan Fransisco, 2006). Proses ini bertujuan untuk memperoleh karbon dengan kemurnian yang tinggi dan untuk menguapkan senyawa dalam karbon, karena selama proses karbonisasi akan terbentuk berbagai senyawa seperti tar maupun berbagai oksida logam. Biji alpukat memiliki kadar lemak yang cukup besar, oleh karena itu, arang biji alpukat dicuci dengan NaHCO 3 guna menghilangkan lemak yang kemungkinan masih terdapat pada arang biji alpukat. Arang hasil proses karbonisasi masih memiliki kadar pengotor yang cukup tinggi, seperti senyawa tar, oksida-oksida logam dan sisa pengarangan. Pengotor-pengotor ini dapat menutupi pori-pori karbon dan memperkecil luas permukaan. Sehingga akan mengakibatkan daya adsorpsi arang menjadi rendah. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan adsorpsinya dilakukan aktivasi menggunakan metode aktivasi kimia dengan aktivator asam sulfat. Menurut Shreve dan Carty (1997) dalam Kurniati (2008) menyatakan bahwa aktivasi adalah perubahan secara fisik dimana luas permukaan dari karbon meningkat dengan tajam dikarenakan terjadinya penghilangan senyawa tar dan senyawa sisa-sisa pengarangan. Penggunaan asam sulfat sebagai aktivator dikarenakan asam sulfat merupakan salah satu aktivator yang sesuai dengan pengotor yang terdapat pada biji alpukat. Sehingga diharapkan dapat melarutkan pengotor-pengotor tersebut. Pada penelitian ini, aktivator yang digunakan terdiri dari tiga konsentrasi, yaitu 2,5; 5,0 dan 7,5%. Penggunaan variasi konsentrasi aktivator ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi optimum dari aktivator H 2 SO 4. 2. Karakterisasi arang Karakterisasi arang biji alpukat terdiri dari pengukuran kadar air, kadar abu, adsorpsi terhadap iodium dan adsorpsi terhadap metilen biru dilakukan untuk menentukan konsentrasi optimum dari H 2 SO 4 sebagai aktivator arang dengan variasi 2,5; 5,0 dan 7,5%. Secara keseluruhan, hasil karakterisasi arang aktif biji alpukat dapat dilihat pada Tabel 1 Pada tabel tersebut dapat dilihat arang yang memiliki kualitas terbaik adalah arang yang diaktivasi dengan aktivator H 2 SO 4 dengan konsentrasi 5,0%. Arang ini memiliki kadar air 3,68%, kadar abu 0,84%, kemampuan adsorpsi iodium 385,22 mg/g dan luas permukaan 19,62 m 2 /g. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi yang 2,5% pengaruh aktivator yang digunakan belum begitu besar. Sehingga pori-pori pada permukaan arang masih relatif sedikit. Sedangkan pada kondisi 5,0% kondisi optimum aktivator tercapai, sehingga kemampuan untuk menghilangkan pengotor-pengotor maupun tar sisa karbonisasi lebih baik dan pori-pori arang menjadi lebih besar. Sedangkan pada konsentrasi 7,5%, konsentrasi larutan yang digunakan terlalu besar, sehingga mengakibatkan kerusakan pada pori-pori. Repository FMIPA 5
Konsentrasi H 2 SO 4 (%) Kadar Air (%) Tabel 1: Hasil karakterisasi arang biji alpukat Kadar Abu (%) Adsorpsi Iodium (mg/g) Adsorpsi Metilen Biru (mg/g) Luas Permukaan (m 2 /g) 2,5 5,62 0,94 267,53 4,97 18,43 5,0 3,68 0,84 385,22 5,29 19,62 7,5 4,64 1,04 352,46 4,06 15,10 Salah satu sifat kimia arang aktif yang mempengaruhi kualitas arang aktif adalah kadar air. Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui sifat higroskopis arang aktif, dimana karbon aktif mempunyai sifat afinitas yang besar terhadap air. Menurut Rahmawati (2009), kadar air yang tinggi akan menurunkan mutu karbon aktif karena air yang teradsoprsi pada karbon aktif akan menurunkan kapasitas dan daya adsoprsi terhadap cairan maupun gas. Pada penelitian ini, kadar air yang diperoleh pada berbagai konsentrasi aktivator 2,5; 5,0 dan 7,5% berturut-turut adalah 5,62; 3,68 dan 4,64%. Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa kadar air paling rendah berada pada konsentrasi aktivator 5,0%. Hal ini disebabkan karena aktivator berada pada kondisi optimum, sehingga hanya sedikit molekul air yang terikat pada arang dan dengan demikian akan lebih mudah melepaskan molekul air pada proses pemanasan. Menurut Agusriyadi dkk.,(2012) pada aktivasi secara kimia, penurunan kadar air berhubungan erat dengan sifat hidroskopis dari aktivator. Terikatnya molekul air yang ada pada arang aktif oleh aktivator menyebabkan pori-pori pada arang aktif semakin besar. Semakin besar pori-pori maka luas permukaan arang aktif semakin bertambah. Bertambahnya luas permukaan ini mengakibatkan semakin meningkatnya kemampuan adsorpsi dari arang aktif. Semakin meningkat kemampuan adsorpsi dari arang aktif semakin baik kualitas arang aktif tersebut. Selain kadar air, kadar abu juga mempengaruhi kualitas arang aktif yang dihasilkan. Tingginya kandungan abu yang dihasilkan dapat mengurangi daya adsorpsi arang aktif, karena pori arang aktif terisi oleh mineral-mineral logam seperti magnesium, kalsium, kalium (Smisek dan Cerny, 1970). Pada penelitian ini kadar abu yang diperoleh dari berbagai konsentrasi aktivator 2,5; 5,0 dan 7,5% masing-masing adalah 0,94; 0,84 dan 1,04%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kadar abu paling tinggi berada pada konsentrasi aktivator 7,5% dan diikuti dengan 2,5%. Menurut Agusriyadi dkk., (2012) penurunan kadar abu disebabkan faktor aktivator asam yang dapat melarutkan logam dan oksida logam. Arang aktif terdiri dari lapisan-lapisan bertumpuk satu sama lain yang membentuk pori. Dimana pada pori-pori arang biasanya terdapat pengotor yang berupa mineral anorganik dan oksida logam yang menutupi pori. Selama proses aktivasi, pengotor tersebut hilang sehingga menyebabkan pori-pori semakin besar. Hal ini mengakibatkan semakin besar luas permukaan dari arang aktif yang diikuti dengan semakin baik kualitas dari arang aktif. Adsorpsi iodium pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan arang aktif untuk menyerap larutan berwarna. Daya adsorpsi arang Repository FMIPA 6
aktif terhadap iodium mengindikasikan kemampuan arang aktif untuk mengadsorpsi komponen dengan berat molekul rendah. Arang aktif dengan kemampuan mengadsorpsi iodium yang tinggi berarti memiliki luas permukaan yang lebih besar dan memiliki struktur mikro dan mesoporous yang lebih besar (Jankowska dkk., 1991). Hasil nilai adsorpsi iodium pada penelitian ini untuk konsentrasi aktivator H 2 SO 4 2,5; 5,0% dan 7,5 berturut-turut adalah 267,53; 385,22 dan 352,46 mg/g.. Data tersebut menunjukan arang yang memiliki kemampuan adsorpsi iodium paling rendah adalah arang dengan aktivator H 2 SO 4 2,5%, hal ini terjadi karena konsentrasi aktivator yang cenderung lebih rendah, sehingga kemungkinan masih banyak terdapat pengotor yang menutupi pori-pori arang. Akibatnya, pori-pori yang terbentuk belum berkembang sempurna. Kemudian diikuti arang dengan aktivator H 2 SO 4 7,5%. Pada kondisi ini aktivator yang digunakan cenderung memiliki konsentrasi yang lebih besar dibandingkan dengan variasi aktivator lainnya, hal ini mengakibatkan sebagian pori arang aktif rusak sehingga daya adsorpsi arang aktif terhadap iodium menurun. Sedangkan pada konsentrasi aktivator optimum, yaitu H 2 SO 4 5,0%, diperoleh nilai adsorpsi iodium yang paling besar, yaitu 385,22 mg/g. Pada konsentrasi ini aktivator berada pada kondisi optimum, sehingga senyawa hidrokarbon maupun pengotor lain yang ada pada arang dapat terbuang sempurna pada saat proses aktivasi. Hal ini mengakibatkan pori-pori arang akan terbuka secara maksimal dan meningkatkan luas permukaannya, sehingga kemampuan mengadsorpsi iodium menjadi lebih tinggi. Dengan demikian, berdasarkan penyataan Jankowska dkk., (1991), maka pada kondisi ini, arang memiliki luas permukaan yang lebih besar dan memiliki struktur mikro dan mesoporous yang lebih besar daripada arang yang diaktivasi dengan dua variasi konsentrasi lainnya. Pada penelitian ini, penetuan luas permukaan arang aktif dilakukan dengan metode adsorpsi terhadap meltilen biru. Hasil perhitungan menunjukan bahwa luas permukaan terbesar diperoleh pada arang dengan aktivator H 2 SO 4 5,0% dengan nilai 19,62 m 2 /g. Sedangkan arang dengan aktivator H 2 SO 4 2,5% dan 7,5% menunjukan hasil yang lebih rendah yakni masing-masing 18,43 m 2/ g dan 15,10 m 2 /g. Hal ini disebabkan karena arang dengan aktivator H 2 SO 4 5,0% merupakan arang dengan konsentrasi aktivator optimum. Maka, aktivator pada kondisi ini akan berperan secara maksimal sehingga pengotorpengotor yang dapat menyumbat poripori dapat dihilangkan dengan baik. Hasilnya akan diperoleh arang dengan pori-pori lebih banyak, sehingga luas permukaanya menjadi lebih besar. Berbeda halnya dengan arang dengan aktivator H 2 SO 4 2,5% dan 7,5% yang bukan merupakan konsentrasi aktivator optimum, pada kondisi ini aktivator belum dapat berperan secara maksimal, sehingga masih ada kemungkinan pengotor yang menutupi pori-pori. Akibatnya, luas permukaan yang diperoleh menjadi lebih kecil. 3. Karakterisasi gugus fungsi arang biji alpukat menggunakan FTIR Adanya gugus fungsi pada permukaan arang biji alpukat baik sebelum maupun sesudah proses aktivasi diamati menggunakan spektroskopi FTIR. Gambar 1. menunjukkan spektrum FTIR sebelum dan sesudah Repository FMIPA 7
proses adsorpsi. Bilangan gelombang pada 3045,73 cm -1 menunjukkan adanya vibrasi gugus hidroksil (-OH) pada arang biji alpukat sebelum aktivasi sedangkan bilangan gelombang 2926,14 dan 1149,62 cm -1 menunjukkan adanya vibrasi dari ikatan C-H alifatik dan C-O alkohol. Sedangkan pada arang setelah aktivasi terjadi pergeseran bilangan gelombang menjadi 3405,47 cm -1. Vibrasi ikatan C=O dapat ditemukan pada arang yang diaktivasi dengan yang ditandai dengan adanya puncak pada bilangan gelombang 1717,10 cm -1 pada arang yang diaktivasi dengan H 2 SO 4 2,5%, 1700,32 dan 1712,86 cm -1 pada arang yang diaktivasi dengan H 2 SO 4 5,0% dan 1707,08 dan 1722,51 cm -1 pada arang yang diaktivasi dengan H 2 SO 4 7,5%. Vibrasi ikatan C=C pada arang sebelum aktivasi berada pada bilangan gelombang 1593,27 cm -1 sementara pada arang yang diaktivasi dengan variasi 2,5; 5,0 dan 7,5% terjadi pergeseran bilangan gelombang masingmasing menjadi 1596,10; 1600,02 dan 1603,88 cm -1. Vibrasi ikatan C-N pada arang sebelum aktivasi berada pada 120 %T 105 90 75 60 45 30 15 4500 BA 4000 3500 3000 2500 2000 500 1/cm Gambar 1. Karakterisasi gugus fungsi pada arang biji alpukat sebelum dan sesudah aktivasi H 2 SO 4 2,5; 5,0 dan 7,5% 1073,43 cm -1, setelah aktivasi dengan variasi konsentrasi 2,5; 5,0 dan 7,5% 1750 1500 1250 1000 Tanpa Aktivasi 2,5% 750 5% 7,5% bergeser menjadi 1078,25; 1055,11 dan 1057,97 cm -1. Selain itu, pada arang setelah aktivasi dengan variasi 2,5; 5,0 dan 7,5% masing-masing menunjukkan adanya gugus fungsi organoposfat pada bilangan 2331,07; 2331,07 dan 2313,71 cm -1, sedangkan pada arang tanpa aktivasi tidak ditemukan. 4. Adsorpsi arang biji alpukat terhadap ion kadmium dan timbal Penentuan daya adsorpsi arang biji alpukat baik tanpa aktivasi maupun aktivasi dengan aktivator H 2 SO 4 5,0% dilakukan terhadap ion kadmium dengan variasi konsentrasi 0,38; 0,69; 2,48 dan 4,16 ppm dengan waktu kontak 24 jam. Gambar 3 menunjukkan bahwa kemampuan serapan optimum dari arang biji alpukat tanpa aktivasi berada pada konsentrasi 2,48 ppm dan aktivasi berada pada konsentrasi 0,38 ppm dengan efisiensi penyerapan masingmasing adalah 95,93%% dan 97,11%. Efisiensi Adsorpsi (%) 150 100 50 0 0 5 Konsentrasi (ppm) AA ATA Gambar 2. Efisiensi penyerapan arang biji alpukat dengan aktivasi dan tanpa aktivasi berdasarkan variasi konsentrasi ion kadmium Menurut Widayanti dkk., (2012) Proses aktivasi arang menyebabkan kemampuan arang aktif dalam mengadsorpsi meningkat dibandingkan dengan arang tanpa aktivasi. Arang yang sudah diaktivasi mempunyai daya Repository FMIPA 8
adsorpsi yang tinggi karena pori arang yang masih tertutup dengan hidrokarbon dan senyawa organik lain yang komponennya terdiri dari abu, air, nitrogen dan sulfur telah terbuka dengan adanya proses aktivasi, sehingga jumlah pori-pori aktif karbon semakin besar dan daya adsorpsinya terhadap cairan atau gas akan semakin tinggi. Namun, dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa efisiensi arang tanpa aktivasi terhadap ion kadmium lebih besar daripada arang aktif. Hal ini terjadi kemungkinan karena arang tanpa aktivasi memiliki kandungan senyawa organik tertentu yang dapat membentuk suatu kompleks dengan ion kadmium sehingga dapat mengikat ion kadmium lebih banyak daripada arang yang telah diaktivasi. Proses aktivasi akan mengakibatkan senyawa tersebut hilang, sehingga kemampuan adsorpsi arang terhadap ion kadmium menjadi lebih kecil. Selain itu pada arang yang diaktivasi, semakin kecil konsentrasi, maka semakin besar efisiensi adsorpsi. Berbeda dengan arang tanpa aktivasi yang memiliki titik optimum pada 2,48 ppm. Adsorpsi juga dilakukan terhadap ion timbal (Pb 2+ ). Gambar 2. Menunjukan efisiensi adsorpsi arang aktif terhadap ion timbal (II) paling besar terjadi pada konsentrasi larutan timbal 4,83 ppm yakni sebesar 97,92%. Sedangkan untuk arang tanpa aktivasi terletak pada konsentrasi larutan 6,95 ppm dengan nilai efisiensi 96,34%. Pada adsorpsi ion timbal, Efisiensi pada arang tanpa aktivasi rata-rata lebih tinggi daripada efisiensi arang yang diaktivasi dan pada arang aktif semakin kecil konsentrasi larutan, maka semakin besar efisiensi adsorpsi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya ion sulfat yang mengendap pada permukaan adsorben, sehingga menutupi pori-pori arang aktif dan menurunkan kemampuan adsorpsinya. KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsentrasi aktivator H 2 SO 4 optimum diperoleh pada konsentrasi H 2 SO 4 5,0% dengan kadar air 3,68%, kadar abu 0,84%, adsorpsi iodium 192,59 mg/g, adsorpsi metilen biru 5,29 mg/g dan luas permukaan 19,62 m 2 /g dan arang biji alpukat berpotensi sebagai adsorben ion kadmium (II) dan timbal (II) dengan efisiensi penyerapan masing-masing adalah 97,11% dan 97,92% UCAPAN TERIMA KASIH Efisiensi Adsorpsi (%) 150 100 50 0 0 10 20 Konsentrasi (ppm) AA ATA Gambar 3. Grafik daya adsorpsi arang biji alpukat dengan aktivasi dan tanpa aktivasi berdasarkan variasi konsentrasi ion timbal Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. T. Abu Hanifah, M.Si dan Bapak Drs. Subardi Bali, M. Farm yang telah memberikan bimbingan, arahan serta saran dalam proses penyusunan hasil penelitian ini. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah memberikan bantuan, dukungan dan masukan kepada penulis. Repository FMIPA 9
DAFTAR PUSTAKA Agusriyadin, Ahmad, L.O., Halimahtussaddiyah, R. 2012. Adsorpsi Rhodamin B Menggunakan Arang Aktif Cangkang Kelapa Sawit Yang Diaktivasi Secara Fisika Dan Kimia. Paradigma.16(1): 67-81 Bhaumik, M., Choi, H.J., Seopela, M.P., McCrindle, R.I. dan Maity, A. 2014. Highly Effective Removal of Toxic Cr(VI) from Wastewater Using Sulfuric Acid- Modified Avocado Seed. Industrial & Engineering Chemistry Research. 53:1214-1224. Jankowska, H. Swiatkowski, A. dan Choma, J. 1991. Active Carbon. London: Horwood. Rahmawati, E. 2006. Adsorpsi senyawa residu klorin pada Karbon aktif termodifikasi zink klorida. Repository IPB, Bandung Shreve, C. N. dan Mc Carty, P.L. 1997. Chemistry for Enginering. Mc Graw Hill Boox Campany, New York Smisek M dan Cerny. 1970. Activated carbon: Manufacture, properties and application. Elsevier Publishing Company, New York Widayanti., Isa, I., Aman, L.O. 2012. Studi Daya Aktivasi Arang Sekam Padi Pada Proses Dsorpsi Logam Cd. Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA. Universitas Negeri Gorontalo Marsh, H., Fransisco, R.R. 2006. Activated Carbon. Elsivier Science & Technology Book, Belanda Prasetyowati., Pratiwi, Retno., O,F.T. 2010. Pengambilan Minyak Biji Alpukat (Persea Americana Mill) dengan Metode Ekstraksi. Jurnal Teknik Kimia. 17(2): 16-24 Repository FMIPA 10