BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kita sebagai suatu kebutuhan, dari hanya sekedar untuk tahu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain

Etika Jurnalistik Dalam Media Komunitas

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan sangat pesat. Beragam surat kabar terbit sebagai

I. PENDAHULUAN. menjadi isu global dan hangat yang selalu ingin disajikan media kepada. peristiwa yang banyak menarik perhatian dan minat masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang menyanjung-nyanjung kekuatan sebagaimana pada masa Orde Baru, tetapi secara

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan masyarakat akan informasi semakin besar. Dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai

BAB III PENYAJIAN DATA. tentang analisis kebijakan redaksi dalam penentuan headline (judul berita)

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus menyatakan tanggung jawab media kepada masyarakat. Beberapa ahli

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Pengakses internet terus mengalami peningkatan sejalan dengan

BAB IV P E N U T U P. pelaksanaan Penggantian Antar Waktu Wakil Bupati Kabupaten Parigi

PENULISAN BERITA TELEVISI

BAB 1 PENDAHULUAN. Televisi sebagai salah satu media massa elektronik yang bersifat audio dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Media Komunitas Vs Hoax. Ahmad Rofahan Jingga Media Cirebon


BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai media, tentunya tidak terlepas dari konsep komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun televisi ini berkembang karena masyarakat luas haus akan hiburan

BAB I PENDAHULUAN. sejak masa reformasi ditandai dengan adanya kebebasan terhadap pers dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Doli Nirwansyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. dari beragam media yang cukup berperan adalah televisi. Dunia broadcasting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia membentuk realitas berdasarkan pengalaman dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas

I. PENDAHULUAN. pengaruh yang ditimbulkan oleh media massa (Effendy, 2003: 407).

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini semakin tingginya kesadaran khalayak untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa saat ini berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan media massa sangat erat kaitannya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. keinginan stasiun televisi masing-masing. Isi program tersebut meliputi News

#! Beragam peristiwa dan informasi yang diperoleh masyarakat tidak terlepas dari peranan suatu media massa dalam hubungannya dengan penyajian dan inte

Hasil Rating terhadap 5 Media Online Menggunakan Kriteria Jurnalisme Publik

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya. Mereka selalu ingin mengetahui lingkungan sekitarnya. Rasa

BAB I PENDAHULUAN. karena industri media semakin mengutamakan keuntungan. Bahkan, bisnis

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyiaran merupajan sebuah proses untuk menyampaikan siaran yang di

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Media massa dapat menjadi suatu alat yang memberikan informasi,

BAB I PENDAHULUAN. Citizen Journalism atau JW (untuk selanjutnya akan disebut sebagai JW) dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. media cetak seperti majalah, koran, tabloid maupun media elektronik seperti

Bab VI. Kesimpulan dan Implikasi

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap daerah untuk melaksanakan kebijakan, ternyata membawa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. Penelitian hubungan antara karakteristik pemilih, konsumsi media, interaksi peergroup dan

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dan masyarakat tak dapat di pisahkan, maka itu ada istilah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besarnya manfaat komunikasi yang di dapatkan manusia. 1 Manfaat tersebut berupa

BAB I PENDAHULUAN. penting. Peranan tersebut, berfungsi untuk menyampaikan beragam informasi

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Televisi sebagai bagian dari kebudayaan audiovisual baru merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan presiden 2014 cukup menyita perhatian masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kasus sengketa lahan di Indonesia lebih banyak merupakan. dengan akses dan kepemilikan lahan yang kemudian berujung pada konflik

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No 40 tahun 1999 Tentang Pers, telah ditetapkan dalam

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TANJUNGPURA SIKAP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Media massa berkembang pada tahun 1920-an atau 1930-an (McQuail,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sany Rohendi Apriadi, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. Praktik jurnalisme kloning kini menjadi kian populer dan banyak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan capres dan cawapres dalam meraih suara tak lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam mendukung berbagai aktivitasnya. Teknologi pada era globalisasi

I. PENDAHULUAN. Media massa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan

KAMPANYE TAK BERKUALITAS, POLITIK UANG MENGANCAM

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan atau informasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan informasi pada setiap detiknya. masyarakat untuk mendapatkan gambaran dari realitas sosial. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibutuhkan masyarakat. Saat ini ada beragam media yang memberikan informasi

PROPOSAL PENELITIAN RISET MEDIA DAN KHALAYAK TINGKAT KETERTARIKAN MASYARAKAT INDONESIA TERHADAP SUATU GENRE MUSIK (BEAT TV)

BAB I PENDAHULUAN. Siaran televisi adalah pemancar sinyal listrik yang membawa muatan gambar

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

BAB I PENDAHULUAN. vindonesia ke-17 pada tanggal 17 Agustus Siaran langsung itu masih

BAB I PENDAHULUAN. secara ideal. Namun dalam dunia globalisasi, masyarakat internasional telah

Modul ke: Produksi Berita TV. Vox Pop Dalam Berita TV. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Broadcasting.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah setelah runtuhnya Orde Baru, di era reformasi saat ini, media dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan utama dari pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jenis kelamin, pendidikan, maupun status sosial seseorang. Untuk mendukung

BAB V PENUTUP. 1. Konseptualisasi Citizen Journalism di Radio PR FM. - Relative advantage: Keuntungan yang dirasakan PR FM dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perangkat televisi menjadi suatu kebiasaan yang popular dan hadir secara luas

Prakata. iii. Bandung, September Penulis

BAB I PENDAHULUAN. Contohnya adalah kampanye Keluarga Berencana yang dilakukan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjangkau publik guna meningkatkan pencitraan, kepercayaan, kekuatan dan

KOMUNIKASI POLITIK DALAM MEDIA MASSA

Marketing Politik; Media dan Pencitraan di Era Multipartai, oleh Roni Tabroni Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar berasal dari istilah pers yang berarti percetakan atau mesin cetak. Mesin cetak

BAB V. KESIMPULAN dan SARAN. berisi tentang saran untuk program Mata Najwa di Metro TV.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Jurnalisme memiliki makna penting dalam proses politik di suatu negara. Peran penting ini semakin terasa di kala pemilihan umum, dimana masyarakat menggantungkan akses informasinya kepada media, khususnya televisi untuk menentukan pilihan. Itulah yang membuat jurnalisme berkualitas dibutuhkan bagi terciptanya demokrasi yang berkualitas pula. Peran penting jurnalisme di era demokrasi mendapat tantangan besar ketika media harus menerapkan jurnalisme yang berkualitas di tengah ketatnya persaingan media. Akhirnya, untuk bertahan hidup, media melakukan penyesuaian yang berujung pada penurunan standar jurnalistik. Secara konseptual, penurunan standar jurnalistik inilah yang disebut sebagai tabloidisasi. Penurunan pers berkualitas (quality press). Tabloidisme memiliki prinsip yang bertentangan dengan quality journalism memiliki nilai ideal berupa pelayanan kepada publik, etika, dan kedalaman. Sementara itu, tabloidisme mencari segala sesuatu untuk memenuhi kesenangan pribadi. Dalam konteks pemilihan umum, penerapan quality journalism lebih menguntungkan bagi publik, karena warga sebagai voter memerlukan informasi yang substansial dalam rangka menentukan pilihan. Sebagai voter, mereka perlu diberi supply informasi tentang jalannya proses pilkada, serta kebijakan para kandidat dalam mengatasi persoalan publik. Inilah yang tidak dapat diwujudkan oleh tabloidisme yang lebih tertarik pada sisi human interest, hot issue, serta dramatisasi untuk meraih rating. Bukan melayani publik. 162

Ironisnya, diskusi teoritis justru banyak diisi dengan kecemasan akan hadirnya tabloidisasi, yang pada akhirnya mengikis jurnalisme yang berkualitas. Terutama terhadap pers serius, yang seharusnya mengawal jurnalisme berkualitas. Penelitian ini memperoleh data yang mendukung tujuan penelitian, yaitu menggambarkan karakteristik tabloidisasi pada berita Pemilukada DKI Jakarta 2012 di Metro Hari Ini (Metro TV) dan Kabar Petang (TVOne). Dari hasil penelitian dapat dinyatakan secara jelas bahwa terdapat kecenderungan praktik tabloidisasi yang didukung dengan temuan bahwa hampir semua berita selalu menggunakan komponen tabloidisasi, minimal satu komponen. Dilihat dari proporsinya, Kabar Petang (TVOne) memiliki kecenderungan lebih tinggi dalam melakukan tabloidisasi dibandingkan Metro Hari Ini (Metro TV). Gambaran mengenai tingginya tabloidisasi ini bisa dijelaskan dengan melihat proporsi yang termasuk unsur tabloidisme dan yang tidak. Pada Metro Hari Ini, karakteristik ini ditunjukkan dengan tingginya personalisasi dan merosotnya level fakta. Sedangkan pada Kabar Petang tingginya tabloidisasi dicirikan oleh tingginya personalisasi dan sensasionalisme. Dua komponen tabloidisasi lainnya, kemunculan aktor populis dan trivialisasi juga cukup tinggi namun tidak se-signifikan yang lain. Personalisasi yang ditunjukkan dengan orientasi pemilihan topik berita yang lebih bernilai personal dibandingkan publik. Tingginya personalisasi ini menunjukkan bahwa tabloidisasi terjadi secara substansial. Baik Metro Hari Ini dan Kabar Petang memperlakukan Pemilukada DKI Jakarta 2012 sebagai ajang persaingan antar kandidat dan mengarahkan pemberitaannya untuk meliput aktivitas personal, aktivitas kampanye, profil kandidat, serta tanggapan-tanggapan personal. Proporsinya jauh melampaui topik bernilai publik seperti proses pemilukada, transportasi, lingkungan, bisnis dan ekonomi. Kedua, dari segi penggunaan aktor, yakni mereka yang diberikan ruang berbicara langsung di media, menunjukkan bahwa tipe aktor populis (warga biasa 163

dan tokoh terkenal) mulai sering digunakan. Meski jumlahnya tidak terlampau tinggi, tetapi proporsinya bisa menyamai atau bahkan melebihi aktor serius dari kalangan expert. Meski jumlah aktor serius dari kalangan kandidat dan penyelenggara pemilukada secara kuantitatif lebih besar, tetapi mereka tidak ditempatkan untuk memberikan informasi dalam kapasitasnya sebagai pejabat publik. Dengan demikian, tabloidisasi pada titik ini tidak hanya dicirikan dengan penggunaan aktor populis yang tinggi, tetapi juga reduksi peran aktor serius dalam perannya sebagai pemberi expert knowledge. Dari format berita, tercatat bahwa dalam berita pemilukada DKI Jakarta 2012, Kabar Petang sangat intens menggunakan efek dekoratif yang sering digunakan dalam hiburan. Pencampuran antara opini dan fakta menjadi penanda sensasionalisme di Kabar Petang. Program ini memperlakukan berita pemilukada DKI Jakarta 2012 dengan tidak serius. Dalam arti berita dibawakan dengan sangat cair, menjauhi standar formal. Sementara itu, Metro Hari Ini lebih berhati-hati dalam memberikan efek dekoratif. Meski demikian, Metro Hari Ini rajin melakukan rekayasa visual sebagai daya tarik beritanya. Selanjutnya, tingginya tabloidisasi diindikasikan dengan merosotnya level fakta. Pengukuran terhadap level fakta menunjukkan bahwa terdapat sejumlah formulasi yang tidak memenuhi standar jurnalisme berkualitas, tetapi sering digunakan oleh media yang menjalankan tabloidisme yaitu spekulasi, kontroversi, dan rumor. Pada Metro Hari Ini rendahnya disiplin verifikasi ini lebih tinggi dari pada Kabar Petang. Terakhir, trivialisasi menjadi indikasi adanya kecenderungan tabloidisasi. Ditunjukkan dengan adanya atribut-atribut trivial dalam berita, yang tidak memiliki relevansi dengan proses pilkada. Pemilukada ditempatkan seperti ajang perlombaan, sehingga jurnalis lebih mengejar data-data yang berkaitan dengan halhal unik tetapi tidak memiliki signifikansi untuk pemilukada. Misalnya dengan 164

menjabarkan atribut fisik, selera individu, suasana lingkungan, aktivitas emosional, bahkan pembelokan isu yang menunjukkan lemahnya penggalian data di lapangan terhadap persoalan yang relevan dengan proses pemilukada. B. SARAN Melihat pentingnya peran jurnalisme dan kenyataan bahwa eksistensi kualitasnya mulai digerogoti oleh tabloidisasi, maka praktik jurnalistik yang ada perlu dikembalikan kepada esensinya. Bahwa keberadaannya adalah melayani publik. Alasan ekonomi bisa saja diungkapkan untuk membenarkan adanya adopsi tabloidisme ini. Namun, ini bukan berarti kualitas berita bisa dikorbankan karena alasan profit media. Sebab, jauh sebelum jurnalisme menghasilkan pengaruh komersial, jurnalisme telah lebih dulu memiliki pengaruh sosial. Selama ini, praktik jurnalistik di media, khususnya televisi seolah memperkuat anggapan bahwa jurnalisme yang hanya melayani publik, sulit bertahan hidup. Karena apa yang penting dan berkualitas seringkali rumit dan membosankan. Media pun tergoda untuk melakukan tabloidisasi atau mengadopsi pola-pola jurnalisme tabloid. Padahal, tidak mesti demikian. Artinya, media sebetulnya bisa memanfaatkan perannya sebagai penyedia informasi yang berkualitas untuk memperoleh profit. Dengan memberikan informasi berkualitas dan bernilai publik tinggi, media akan mampu meraih pengaruh sosial dengan mendapatkan kepercayaan publik. Selanjutnya, dengan memperoleh kepercayaan publik, maka akan banyak pula iklan yang masuk, sehingga berpengaruh terhadap profit perusahaan media. Dengan demikian, keuntungan komersial tetap bisa didapatkan bila media secara manusiawi tetap menjalankan fungsi layanan publiknya dengan quality journalism. Sehingga, baik tanggung jawab sosial media dalam sistem demokrasi sekaligus tujuan bisnisnya dapat terpenuhi. 165

Karena itu, merujuk pada gagasan ideal jurnalisme, serta hasil penelitian yang menunjukkan tingginya tendensi untuk melakukan tabloidisasi, peneliti mengajukan beberapa rekomendasi guna kelangsungan jurnalisme berkualitas. Alangkah baiknya jika media televisi lebih memperhatikan pakem jurnalistik agar produk jurnalistiknya lebih bermanfaat bagi kepentingan publik. Sebab, produk jurnalistik merupakan acuan informasi bagi banyak orang di berbagai lapisan masyarakat. Tidak semua orang mampu melakuan filter terhadap pemberitaan. Sehingga, diperlukan proses keredaksian yang tidak terbawa arus pasar. Dengan demikian, tanggung jawab sosial dan fungsi media untuk menjadi watchdog bisa terpenuhi. Redaksi sudah pasti memiliki sumber daya yang memiliki kapasitas peliputan yang baik. Hanya saja, taste -nya rendah. Inilah yang harus diperhatikan dalam kebijakan redaksional. Dari sisi akademis, menarik kiranya untuk mengkaji perkembangan tabloidisasi di Indonesia ini dalam beragam konteks. Pertama, melihat tabloidisasi antar periode, khususnya dalam pemberitaan seputar pemilihan umum. Karena pemilihan umum, terutama pemilihan umum presiden, lebih panas, memiliki dampak yang lebih besar bagi masyarakat, dan melibatkan tokoh-tokoh yang lebih dikenal. Media tentunya akan memberikan perhatian yang lebih besar dan intens dalam memberitakan. Sehingga, aspek kuantitas beritanya lebih dikedepankan ketimbang kualitas isinya. Sebagai penyeimbang, hal-hal teknis untuk mengemas berita menjadi menarik akan lebih banyak dilakukan. Pada titik inilah, tabloidisasi dimungkinkan untuk terjadi. Penelitian tabloidisasi antar periode juga akan sangat membantu dalam menjelaskan tren tabloidisasi maupun standar untuk menilai tinggi-rendahnya tabloidisasi di Indonesia. Selain itu, kajian mengenai tabloidisasi ini dapat dikembangkan dengan metode penelitian maupun objek penelitian lain. Misalnya dengan meneliti berita 166

pemilukada pada media yang lain (koran, internet). Dengan demikian, dapat diketahui kecenderungan penerapan tabloidisasi dalam beberapa media yang berbeda. Sehingga penelitian ini dapat saling melengkapi dengan berbagai perbaikan pada operasionalisasinya. 167