BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. memberikan jaminan bahwa orang berhak membentuk suatu keluarga guna

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan menengah ke atas dengan penghasilan tinggi sekalipun sering

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka saling

2015 PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN INDIVIDUA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Penyusun: Justice for the Poor Project. Desain Cover: Rachman SAGA. Foto: Luthfi Ashari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

BAB I PENDAHULUAN. potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa. 1 Anak adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakat

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan. Meskipun pengaturan tentang kejahatan di Indonesia sudah sangat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dan pengendalian diri setiap orang di lingkup rumah tangga tersebut. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. dasar dari susunan masyarakat, untuk itulah lahir Undang-undang Nomor 1

BAB I PENDAHULUAN. dampak kemajuan teknologi dan informasi, serta perubahan gaya hidup yang

I. PENDAHULUAN. dalam rumah tangga saat ini kerap terjadi baik merupakan kekerasan secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. tangga itu. Biasanya, pelaku berasal dari orang-orang terdekat yang dikenal

BAB I PENDAHULUAN. tawuran antar pelajar, kekerasan terhadap anak, perempuan, maupun pembantu

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. korban diskriminasi, pengniayaan, kekerasan seksual dan lainya. 2 Penanganan. KDRT khususnya terhadap korban KDRT.

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB III PENUTUP. maka pada bab ini penulis menyimpulkan sebagai rumusan terakhir dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. kedudukannya di dalam hukum (equality before the law). Pasal 27 ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat berlindung bagi seluruh anggota keluarga. Maka rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hubungan antara manusia satu dengan yang lain sering kali

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabatnya serta dijamin hak-haknya untuk tumbuh dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan perkawinan diantaranya untuk membentuk sebuah keluarga harmonis yang dapat membentuk suasana bahagia menuju terwujudnya ketenangan, kenyamanan bagi suami isteri serta anggota keluarga. Adakalanya, dalam suatu perkawinan sering terjadi pertengkaran hingga menimbulkan kekerasan baik fisik, verbal, seksual maupun psikis. Korban tindak kekerasan yang marak terjadi di rumah tangga lebih banyak dialami oleh perempuan yang berkedudukan sebagai isteri, sedangkan pelakunya didominasi oleh laki-laki yang berkedudukan sebagai suami. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga mendefinisikan kekerasan dalam rumah tangga sebagai berikut: Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Pelaku atau korban kekerasan dalam rumah tangga adalah orang yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembantu rumah tangga, yang tinggal di satu rumah. Kasus kekerasan dalam rumah tangga sering ditutup-tutupi oleh si korban karena terpaut dengan struktur budaya, agama dan sistem hukum yang 1

2 belum dipahami. Padahal perlindungan oleh Negara dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa aman terhadap korban serta menindak pelaku kekerasan. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga telah memberikan larangan bagi setiap orang untuk melakukan kekerasan baik kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual maupun penelantaran rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya. Kekerasan fisik yang dimaksud Pasal tersebut adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Sedangkan ancaman pidana terhadap kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga ini adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15 juta. Khusus bagi kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, ancaman pidananya adalah pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5 juta. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga secara substanstif memperluas institusi dan lembaga pemberi perlindungan agar mudah diakses oleh korban kekerasan dalam rumah tangga, yaitu pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pihak lainnya, baik perlindungan sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. Institusi dan lembaga pemberi perlindungan itu tidak terbatas hanya lembaga penegak hukum, tetapi

3 termasuk juga lembaga sosial bahkan disebutkan pihak lainnya adapun peran pihak lainnya lebih bersifat individual. Peran itu diperlukan karena luasnya ruang dan gerak tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga, sementara institusi dan lembaga resmi yang menangani perlindungan korban kekerasan dalam rumah tangga sangatlah terbatas. Pihak lainnya itu adalah setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Mereka diwajibkan mengupayakan pencegahan, perlindungan, pertolongan darurat serta membantu pengajuan permohonan penetapan perlindungan baik langsung maupun melalui institusi dan lembaga resmi yang ada. Dilihat dari stelsel hukum pidana, tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga ini adalah tindak kekerasan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yakni tindak pidana penganiayaan, kesusilaan, serta penelantaran orang yang perlu diberi nafkah dan kehidupan. 1 Meskipun ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga sudah tertulis secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, namun pada kenyataannya tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga seperti fenomena gunung es, hal ini diakibatkan keengganan perempuan/istri sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga untuk melaporkan kejadian kekerasan yang dialaminya kepada pihak berwajib. 1 Marsidin Nawawi, 2007, Lembaga Perlindungan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (LPK2RT), http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2007/012007/16/0902.htm,

4 Berdasarkan data dari komnas HAM sepanjang tahun 2012 tercatat 8.315 kasus kekerasan terhadap istri, atau 66 persen dari kasus yang ditangani oleh Komnas HAM. Hampir setengah, atau 46 persen, dari kasus tersebut adalah kekerasan psikis, 28 persen kekerasan fisik, 17 persen kekerasan seksual, dan 8 persen kekerasan ekonomi. 2 sedangkan catatan tahunan dari LSM Rifka Annisa di tahun 2010-2014 sejumlah 293.220 kasus kekerasan dialami oleh istri dalam perkawinan. 3 Dilihat dari fakta hukum diatas, adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (yang selanjutnya disingkat dengan UU KDRT) selama ini ternyata belum mampu mengatasi dan menanggulangi kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga, sehingga perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga masih jauh dari hal yang diharapkan. Hal ini kemudian diperparah dengan kondisi sosial masyarakat yang masih menganggap tabu mengungkap aib keluarga, kurangnya dukungan dan kepedulian masyarakat serta minimnya akses perlindungan hukum yang berpihak kepada korban kekerasan dalam rumah tangga sehingga proses penegakan hukum seakan akan masih berjalan di tempat. Dewasa ini ketika perkembangan telah beranjak menuju ke masyarakat modern, dimana permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat semakin kompleks dan rumit, sehingga tidak dapat di selesaikan oleh para pihak 2 http://www.komnasperempuan.or.id/2013/09/pernyataan-sikap-komnas-perempuan-hentikankriminalisasi-perempuan-korban-kdrt/, diunduh pada tanggal 18 mei 2015 3 http://www.komnasperempuan.or.id/2015/03/siaran-pers-komnas-perempuan-catatan-tahunancatahu-2014-kekerasan-terhadap-perempuan-negara-segera-putus-impunitas-pelaku/, diunduh pada tanggal 26 februari 2015

5 sendiri, apalagi disini kekuasan telah terlibat di dalamnya (dan semakin lama semakin dominan) semakin dominan, maka lembaga peradilan merupakan lembaga kontrol hukum yang mutlak adanya. 4 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga hanya beberapa Pasal dari tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (yang tergolong ringan) yang menjadi delik aduan, selebihnya merupakan delik biasa (berdasarkan Pasal 5 UU PKDRT ), namun pada prakteknya, karena sulitnya membuktikan dan menemukan saksi, maka kemudian menjadi delik aduan. Demi terwujudnya keadilan dan jaminan kepastian hukum perlu adanya kejelasan bahwa tindakan-tindakan kekerasan internal rumah tangga bukan hanya merupakan delik aduan tetapi delik pidana umum. Undang- Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga bertujuan memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga. Kenyataannya, perlindungan yang diberikan belum memadai, terutama karena sanksi bagi pelaku yang tidak tepat. Dilihat dari sudut politik kriminal, maka tidak terkendalinya perkembangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang semakin meningkat, justru dapat disebabkan oleh tidak tepatnya jenis sanksi pidana yang dipilih dan ditetapkan. Terdapat beberapa Pasal dalam Undang-Undang tersebut yang tidak dapat dilaksanakan karena sanksi hukum yang tidak sesuai dan tidak ada peraturan pelaksanaannya seperti rumah aman dan rumah alternatif bagi korban KDRT. Selain itu juga dengan sistem sanksi alternatif 4 Al.Wisnubroto, Hakim dan Peradilan di Indonesia (dalam beberapa aspek kajian), edisi pertama, 1997, universitas atmajaya, Yogyakarta, Hlm. 70.

6 yang tercantum dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga bagi masyarakat pada umumnya yang awam di bidang hukum dapat menimbulkan salah tafsir dimana mereka yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga dapat memilih penjatuhan sanksi bila tidak ingin dipenjara maka dapat dengan membayar pidana denda saja maka mereka akan bebas dari jeratan hukum. Selain itu, pencantuman sanksi maksimal saja tanpa mencantumkan batas minimal dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Pelaku bisa saja hanya dijatuhi dengan pidana paling minimun dan ringan bagi korban yang tidak sebanding dengan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku, sehingga korban enggan untuk mengadukan tindak kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya yang dianggap akhirnya hanya akan membuang-buang waktu dan tidak dapat memenuhi rasa keadilan korban. Penyelesaian proses peradilan dalam kasus KDRT selama ini belum memberikan rasa adil bagi tujuan berumah tangga yang harmonis karena selalu berakhir dengan pidana penjara bagi pelaku KDRT yang akhirnya merontokkan sendi harmonisasi serta keseimbangan hak korban, nafkah bagi anak-anak terpidana serta kelangsungan hidup berumah tangga seterusnya. Terlebih lagi, apabila pelaku tersebut adalah tulang punggung keluarga dan korban adalah anggota keluarga baik istri/suami, anak, keponakan, bahkan pembantu rumah tangga. Seseorang yang mengalami korban kekerasan dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan dalam keluarganya cenderung tidak melaporkan tindak kekerasannya pada pengadilan maupun aparat kepolisian.

7 Alasan korban kekerasan rumah tangga tidak mau mempersoalkan tindak kekerasan diantaranya karena tidak sanggup menjalani proses peradilan tersebut. Pasalnya prosesnya melelahkan dan membutuhkan biaya yang cukup banyak.. Permasalahan lain yang tak kalah pelik menimpa korban KDRT yaitu minimnya upaya perlindungan korban yang dilakukan oleh pemerintah, adanya save house yang diperuntukan bagi korban kekerasan yang menimpa perempuan dan anak-anak kurang disosialisasikan serta diimplementasikan dalam prakteknya sehingga korban merasa kurang aman keberadaannya selama menjalani proses peradilan. Proses hukum yang dijalani oleh korban dari awal hingga akhir sering mendapatkan hambatan sebagai contoh di tingkat penyidikan yaitu penyidik yang kurang memahami akan kejiwaan korban sehingga menimbulkan tekanan-tekanan psikologis yang dialami oleh korban tindak pidana KDRT. selain itu, upaya mediasi yang dilakukan oleh polisi dalam tahap pemulaan tidak membuat jera para pelaku KDRT sehingga membuat korban apatis menempuh upaya hukum dalam rangka menyelesaikan kasus kekerasan yang dialaminya. Selanjutnya, di tingkat pengadilan, proses peradilan terkadang memakan waktu lama sehingga menyita waktu, pikiran, dan tenaga bagi korban KDRT, selain itu putusan yang dihasilkan hakim terkadang kurang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku sehingga korban KDRT tidak mendapatkan keadilan dalam menyelesaikan tindak kekerasan yang dialaminya Jika dikaji lebih lanjut sebenarnya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga sudah mampu menjadi payung hukum

8 dalam tidak pidana KDRT namun dalam implementasinya, UU tersebut belum mampu memberikan perlindungan hukum bagi korban terutama perlindungan dalam proses hukum yang harus dihadapi oleh korban itu sendiri. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk membuat penelitian dengan mengangkat masalah tindak kekerasan terhadap perempuan ini kedalam sebuah karya tulis yang berjudul Implementasi Undang Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tangga dalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga dalam proses peradilan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah aturan di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga sudah cukup untuk memberikan perlindungan terhadap korban KDRT dalam proses peradilan? 2. Bagaimana implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 dalam upaya memberikan perlindungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga di dalam proses peradilan? C. Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui apakah aturan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah

9 tangga sudah cukup untuk mengatur mengenai perlindungan korban KDRT dalam proses peradilan. 2. Untuk mengetahui implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 dalam upaya memberikan perlindungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga di dalam proses peradilan. D. Manfaat Penelitian : Dalam hal ini manfaat penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis : Manfaat dari segi akademis dalam melakukan penelitan ini adalah untuk meningkatkan dan memperkaya imformasi dalam bidang hukum, dan masukan bagi pemerintah untuk menindak lanjuti kekerasan dalam rumah tangga yang berkaitan dengan perlindungan kerhadap korban KDRT. 2. Manfaat Praktis : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat mengenai kekerasan dalam rumah tangga yang berkaitan dengan perlindungan korban KDRT yang ketentuanya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2004 bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu pelanggaran yang mempunyai kekuatan sanksi yang berat bagi pelakunya dan perlunya perlindungan yang lebih terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga tersebut, dan Bagi penulis diharapkan bermanfaat untuk terus menyumbangkan

10 pemikiran-pemikiran mengenai bidang hukum pidana, terutama menyangkut bagaimana Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga memberikan perlindungan bagi Korban KDRT, dengan segala kerendahan hati, penelitian ini bermanfaat juga bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan Hukum / Skripsi. E. Keaslian Penelitian Penulisan ini merupakan hasil karya dari si penulis. Penelitian mengenai penerapan undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban Kdrt. Penulisan hukum ini berbeda dengan penulisan yang dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa lainnya. Letak kekhususan dari penulisan hukum/skripsi ini adalah untuk mengetahui penerapan undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban KDRT dalam proses peradilan. Setelah dilakukan penelusuran, mengenai skripsi ini terdapat skripsi yang tema sentral dan sub isu hukumnya sama. Adapun letak perbedaannya antara lain: 1. Judul : perlindungan Hukum terhadap isteri sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga Identitas : Tyas puspa kirana (NPM : 03058406) tahun 2007, fakultas Hukum UAJY Rumusan masalah :

11 a. Apakah para perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga sudah mendapat perlindungan hukum? b. Apakah hambatan-hambtan yang dialami oleh aparat penegak hukum dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga? Tujuan penelitian : a. Untuk memperoleh data apakah para perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga sudah mendapatkan perlindungan hukum. b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apakah yang dialami oleh aparat penegak hukum dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga. Hasil penelitian : a. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga kurang mendapatkan perlindungan dari aparat penegak hukum, akan tetapi perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga tersebut mendapatkan perlindungan hukum dari lembaga-lembaga bantuan hukum. b. Aparat penegak hukum mengalami hambatan dalam memberikan perlindungan hukum terhadap perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga. 2. Judul : Efektivitas proses hukum terhadap suami pelaku kekerasan dalam rumah tangga

12 Identitas : Festi Pramita Sari (NPM : 06059291) tahun 2010 Fakultas Hukum UAJY Rumusan masalah : a. Apakah proses hukum terhadap suami pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga dapat dijatuhi hukuman dalam pengadilan? b. Apakah hambatan yang dialami oleh hakim dalam menilai proses hukum terhadap suami pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga didalam persidangan? Tujuan penelitian : a. untuk memperoleh data dan menjelaskan apakah proses hukum terhadap suami pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga dapat dijatuhi hukuman dalam pengadilan. b. Untuk mencarihambatan yang dialami oleh hakim dalam menilai proses hukum terhadap suami pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga didalam persidangan. Hasil penelitian : a. Proses hukum terhadap suami pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga telah dijalankan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang. b. Hakim tidak mengalami hambatan dalam menjalankan proses hukum terhadap suami pelaku kekerasan dalam rumah tangga. 3. Judul : Perlindungan Hukum Pidana Terhadap Perempuan Korban Kekerasan Fisik dan Psikis.

13 Identitas : Lucia Isabela Arivaldani (NPM : 08059796) tahun 2011, Fakultas Hukum UAJY. Rumusan masalah : a. Apakah perlindungan hukum pidana terhadap perempuan korban kekerasan fisik dan psikis tersebut sudah diterapkan oleh aparat penegak hukum? b. Apakah hambatan-hambatan secara yuridis perlindungan hukum pidana terhadap perempuan korban kekerasan fisik dan psikis? Tujuan penelitian : a. untuk mengetahui apakah perlindungan hukum pidana terhadap perempuam korban kekerasan fisik dan psikis tersebut sudah diterapkan oleh aparat penegak hukum. b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan secara yuridis perlindungan hukum pidana terhadap korban kekerasan fisik dan psikis. Hasil penelitian : a. perlindungan hukum pidana terhadap perempuan korban kekerasan fisik dan psikis kurang mendapatkan perlindungan dari aparat penegak hukum yang ada akan tetapi perlindungan hukum terhadap perempuan telah diatur dalam UU PKDRT. b. Dalam pelaksanaanya perlindungan hukum terhadap perempuan korban kekerasan fisik dan psikis telah di atur dalam UU PKDRT yang dimana para aparat penegak hukum beserta masyarakat wajib membantu

14 perempuan korban kekerasan fisik dan psikis yang dilakukan dalam rumah tangga. F. Batasan konsep Dalam penulisan hukum ini, permasalahan yang akan dikaji adalah menyangkut Implementasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tangga dalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, yang antara lain dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Implementasi diartikan sebagai pelaksanaan atau penerapan. 5 2. Kekerasan Dalam Rumah tangga adalah setiap tindakan berdasarkan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi (keluarga). 6 3. Perlindungan Hukum adalah suatu perbuatan hal melindungi subjek-subjek hukum dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pelaksanaannya dapat dipaksakan dengan suatu sanksi. 4. Korban adalah orang yang menderita (mati dan sebagainya) akibat suatu kejadian, perbuatan jahat. 7 5 Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan Keempat, penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, hlm 529 6 http://www.pabondowoso.com/berita-126-tinjauan-sosial-dan-hukum-terhadap--kekerasandalam-rumah-tangga.html diakses tanggal 13 Maret 2012 7 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 jo Undang-Undang nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan saksi dan korban

15 G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan penulis ialah jenis penelitian hukum normatif, yaitu jenis penelitian yang berfokus pada data sekunder, yang terdiri dari bahan primer (norma hukum) dan bahan hukum sekunder (pendapat hukum). 2. Sumber Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian hukum normatif, oleh karena itu pengumpulan data yang dilakukan oleh penulisan berdasarkan pada data sekunder yang meliputi : a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer meliputi peraturan Perundang-undangan yang disusun secara sistematis yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU. No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 jo Undang-Undang nomor 31 Tahun 2014 Tentag Perlindungan saksi dan korban, Undang-UndangNomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak b. Bahan hukum sekunder 1) Bahan hukum sekunder meliputi pendapat hukum yang didapat dari buku, makalah, hasil penelitian, jurnal, internet, dokumen dan surat kabar.

16 2) Narasumber sesuai dengan jabatannya, profesinya, dan/atau keahliannya yaitu : a) Jhony Butarbutar.SH.,MH, Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta b) Dian Sugiandari, Kabid PPA Polresta Yogyakarta c) Muhammad Saeroni, pimpinan LSM Rifka Annisa Woman Crisis Center Yogyakarta 3) Bahan Hukum Tersier yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Lengkap Bahasa Indonesia 3. Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan untuk mempelajari bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder yang berupa pendapat hukum dan pendapat bukan hukum dari buku, hasil penelitian, jurnal hukum, majalah, surat kabar, internet, serta makalah tentang perlindungan hukum terhadap korban KDRT. b. Wawancara Wawancara dilakukan secara langsung dengan mengajukan pertanyaan yang sudah disiapkan. Pertanyaan terstruktur tentang Implementasi UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tangga dalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.wawancara ini khusus dilakukan terhadap narasumber.

17 4. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan penulis adalah analisis kualitatif, yaitu menganalisis data-data sesuai dengan 5 tugas ilmu hukum dogmatik. a. Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan akan dilakukan: 1) Deskripsi Hukum Positif Tugas Ini meliputi isi maupun struktur hukum positif berupa peraturan perundang-undangan tentang Implementasi UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tangga dalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga dalam proses peradilan. Sistematisasi, langkah ini dilakukan untuk mensistematisasi isi dan struktur hukum positif secara vertikal dan horizontal. Sistematika secara vertikal yaitu menemukan ada tidaknya sinkronisasi peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah. 2) Sistematisasi Hukum Positif Sistematisasi, langkah ini dilakukan untuk mensistematisasi isi dan struktur hukum positif secara vertikal dan horizontal. Sistematika secara vertikal yaitu menemukan ada tidaknya sinkronisasi peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah, yakni di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,

18 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU. No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 jo Undang-Undang nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan saksi dan korban, Undang- UndangNomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 3) Analisis Hukum Positif Sebuah norma merupakan suatu open sistem, yang berarti norma tersebut bersifat terbuka untuk dilakukan evaluasi dan kritik. 4) Interpretasi Hukum Positif Interpretasi yang digunakan dalam penulisan ini adalah: a) Interpretasi gramatikal merupakan suatu penafsiran yang dilakukan dengan mengartikan suatu term hukum atau suatu bagian kalimat menurut bahasa sehari-hari atau bahasa hukum. b) Interpetasi sistematisasi merupakan suatu penafsiran yang dilakukan dengan bertitik tolak dari sistem aturan mengartikan suatu ketentuan hukum. c) Interpretasi teleologis merupakan penafsiran yang dilakukan pada Undang-Undang dengan menyelidiki maksud pembuatan dan tujuan dibuatkannya Undang-Undang tersebut.

19 5) Menilai Hukum Positif Dalam hukum positif yang dipakai dalam penulisan skripsi ini, penulis menilai apakah hukum positif sudah memenuhi pengaturan mengenai Implementasi UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tangga dalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga dalam proses peradilan. a) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yang berupa pendapat hukum akan diperbandingkan dengan pendapat lain sehingga dapat ditemukan persamaan dan perbedaan pendapat. Dokumen yang diperolehkan dideskripsikan dan diperbandingkan dengan berbagai pendapat hukum serta norma hukum positif. b) Bahan hukum primer dan sekunder ini kemudian dibandingkan satu sama lain, sehingga diperoleh kesenjangan antara bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Proses mengambil kesimpulan dilakukan dengan metode berpikir deduktif, yaitu dari yang bersifat umum berupa peraturan perundang-undangan kemudian dianalisis khusus, berkaitan dengan Implementasi UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tangga dalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga dalam proses peradilan.

20 H. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Batasan Konsep, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan Hukum BAB II PEMBAHASAN. Bab ini berisikan tentang Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Prosedur Pemeriksaan Korban KDRT dalam proses Peradilan pidana, Aturan di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dalam memberikan perlindungan terhadap korban KDRT dalam proses peradilan dan implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 dalam upaya memberikan perlindungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga di dalam proses peradilan. BAB III PENUTUP Bab ini berisikan Kesimpulan dan Saran